Terkadang, dia merasa dirinya seperti sebuah benda yang dipajang di tengah-tengah aula, membiarkan orang-orang yang berlalu-lalang mengamatinya dari ujung kepala hingga ke ujung kaki.Namun, sekarang, mau tak mau dia harus melakukannya.Keluarga ini mengharuskannya untuk bertindak demikian, dia juga bukannya tidak bisa melakukannya.Sejak kecil, dia dibesarkan di sebuah keluarga terpandang, bagaimana mungkin dia benar-benar tidak tahu bagaimana caranya untuk berinteraksi dengan para tetua itu?Terlebih lagi, sebelum Dian berusia sepuluh tahun, ibunya akan secara pribadi membawanya untuk menghadiri acara-acara seperti ini. Setiap kali menghadiri acara, dia akan bergandengan tangan dengan ibunya dan menyapa para tetua kenalan ibunya.Tujuan ibunya sangat jelas, yaitu mengenalkan Dian kepada semua kenalannya dan meminta bantuan mereka untuk menjaga putrinya."Bibi Resa, lama nggak bertemu! Mengapa Bibi kelihatan makin muda saja?"Orang yang dipanggil Bibi Resa itu berbalik, meraih tangan
"Huh, ternyata kamu. Bukankah kamu paling nggak suka menghadiri acara seperti ini?""Mengapa malam ini kamu malah pulang?"Dengan memasang ekspresi dingin, Dian mengalihkan pandangannya ke arah adik tirinya yang sedikit lebih pendek dibandingkannya itu."Ini adalah rumahku. Aku bisa datang dan pergi sesuka hatiku, kamu nggak berhak atur-atur aku."Ririn juga tertawa dengan acuh tak acuh dan berkata, "Kamu hanya berani berlagak hebat di hadapanku.""Aku beri tahu kamu, sekarang orang yang paling nggak disambut di rumah ini adalah kamu. Kalau aku adalah kamu, sebaiknya kamu tahu diri, jangan mempermalukan diri sendiri di acara seperti ini.""Kamu nggak sadar, ya? Kamu yang berprofesi sebagai wartawan berkeliaran di luar setiap hari, benar-benar mempermalukan Ayah.""Ayah sangat cemas setiap hari, bahkan sampai mengeluh pada ibuku. Ya, apa boleh buat, kamu adalah seseorang yang nggak punya ibu, nggak dididik oleh seorang ibu, tentu saja kamu nggak tahu apa yang boleh kamu lakukan dan apa
Phillip yang berjalan di belakang Fabian juga menyaksikan adegan itu dengan jelas. 'Eh? Benar-benar pertunjukan yang menarik.''Sepertinya kehidupan Nona Besar Keluarga Sandiga ini benar-benar nggak mudah. Setiap hari dia harus berhadapan dengan dua wanita yang jago akting itu. Pantas saja, begitu menginjak usia dewasa, dia langsung pindah keluar dari rumah dan tinggal sendiri di luar.'Awalnya Phillip mengira kenyataan sudah terpampang jelas di depan mata. Namun, Fabian malah memasang ekspresi muram. Dengan langkah cepat, dia menghampiri putrinya dan bertanya dengan nada seperti menyalahkan, "Dian, mengapa kamu menindas adikmu?"Lesti menangis tanpa henti. Dengan langkah gontai, dia menghampiri putrinya dan berlutut di hadapan putrinya. Dia menangkup wajah putrinya dan meraba-raba tubuh putrinya, seakan-akan sedang memeriksa apakah ada bagian lain dari tubuh putrinya yang terluka."Ririn, beri tahu Ibu, apakah ada bagian lain dari tubuhmu yang terasa sakit?"Sambil terisak, Ririn meng
Phillip tidak tersenyum, dia hanya melontarkan beberapa patah kata. "Orang-orang di luar sana selalu mengatakan Pak Fabian adalah orang yang sangat adil. Aku nggak menyangka, kenyataannya memang begitu. Pak Fabian memperlakukan kedua putri Bapak dengan adik tanpa membedakan siapa yang merupakan putri kandung Bapak."Ekspresi Lesti langsung berubah menjadi muram. 'Apa maksud pemuda ini?''Barusan apa kata Fabian? Dia adalah Pak Phillip dari Perusahaan Sanders? Menurut informasi yang beredar di luar sana, walau masih muda, pemuda ini adalah seorang presdir yang sangat unggul. Tapi, mengapa ucapannya sangat pedas?'Tentu saja Fabian juga bisa menyadari makna tersirat dari ucapan Phillip.Dia melirik Dian, lalu melirik Phillip dengan linglung. Secara logika, seharusnya mereka berdua tidak pernah bertemu. Mengapa Phillip kedengarannya seperti sedang menyatakan protes atas ketidakadilan yang dialami oleh Dian?Dian juga mengalihkan pandangannya ke arah Phillip, lalu menundukkan kepalanya. So
"Kalau Ayah benar-benar nggak peduli padamu, bagaimana mungkin Ayah mengadakan perjamuan ini?""Ayah mengadakan perjamuan ini untuk memperkenalkanmu kepada semua orang, agar semua orang tahu kamu adalah Nona Besar Keluarga Sandiga yang sesungguhnya!"Begitu mendengar ucapan Fabian, Ririn dan Lesti langsung saling melempar pandangan. 'Apa maksudnya?'Lesti tertawa dengan sangat natural, lalu melangkah maju beberapa langkah dan menggandeng lengan Fabian."Dian, dengarkan kata-kata ayahmu, ya. Demi menghubungi tamu-tamu undangan ini, ayahmu sudah menguras banyak waktu dan pikirannya. Bahkan ayahmu sampai mengundang Pak Phillip kemari!""Walau kamu tahu kamu nggak suka acara seperti ini, bagaimanapun juga kamu sudah berusia dua puluh tahun. Kamu adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, bukankah sudah seharusnya kamu memberi sebuah contoh yang baik untuk adikmu?""Kamu jangan sampai menghancurkan reputasi Keluarga Sandiga, ya."'Cih! Benar-benar konyol! Apa kamu pikir orang luar sepertimu berhak
Phillip sedikit menganggukkan kepalanya dan berkata, "Nona Dian. Aku nggak menyangka Nona Dian yang merupakan tuan rumah juga nggak menyukai suasana di dalam."Karena sudah bertemu dengan Phillip di sini, Dian juga sudah malas untuk berpura-pura lagi. Dia meletakkan gaunnya ke bawah, lalu menepuk-nepuknya. Di tangannya, masih ada beberapa potong kue yang diambilnya di dapur tadi.Untuk memastikan penampilannya tetap terjaga dengan sempurna, hingga sekarang dia bahkan masih belum makan. Perutnya sudah lama terasa keroncongan."Ya, benar. Kamu saja nggak suka, apa aku nggak boleh nggak suka?""Tuan Phillip, sepertinya kamu sudah sedikit terlalu kasar.""Biasanya orang yang kasar yang suka mengatai orang lain kasar.""Kenapa? Apa sampai sekarang Nona Dian masih beranggapan aku yang telah merebut tempat dudukmu?""Aku mengira setelah kamu mengetahui identitasku, seharusnya kamu sudah mengerti."Sambil menggigit potongan kue itu, Dian memutar matanya dan berkata, "Apa karena kamu adalah seo
Tiba-tiba, Dian berbalik dan melemparkan seulas senyum padanya, seulas senyuman yang sangat sedih."Untung saja pendengarku adalah kamu. Kalau orang lain, semua yang kutunjukkan ini hanya kubuat-buat.""Jelas-jelas aku terlahir di sebuah keluarga terpandang, tapi aku malah terlihat nggak bersemangat hidup, bukankah kedengarannya sangat konyol?"Phillip terdiam, tidak ada tanda-tanda niat mengejek di wajahnya.Setelah terdiam cukup lama, dia baru berkata, "Kita nggak bisa menentukan untuk lahir dan menjadi anggota keluarga mana, satu-satunya yang ada dalam genggaman kita adalah nasib kita sendiri.""Kalau kamu hanya bisa merasakan tekanan dan keterikatan dari marga Sandiga, kamu akan terperangkap dalam marga itu selamanya. Tapi, kalau kamu bisa melihat marga itu sebagai pemberi dorongan untukmu, seharusnya kehidupanmu pasti sangat berbeda.""Tentu saja, sekarang Nona Dian sedang berusaha keras untuk menggapai tujuan sendiri. Mungkin kamu hanya merasa frustrasi sesaat saja, kamu nggak me
"Tuan Phillip, malam ini kamu jauh lebih elegan dibandingkan malam itu."Dian mengucapkan satu kalimat itu pada Phillip sambil tersenyum. Phillip mengangkat alisnya dan berkata, "Nona Dian juga jauh lebih lembut dibandingkan malam itu."Kedua orang itu tertawa pada saat bersamaan. Melihat pemandangan itu, Ririn makin kesal.'Sejak kapan wanita jalang itu mulai menggoda Phillip?''Jelas-jelas pria itu adalah pria pilihanku, kenapa dia begitu nggak tahu malu?!'Hanya saja, di hadapan banyak orang, dia juga tidak bisa menunjukkan kekesalannya. Dia hanya bisa menghampiri Phillip dengan seulas senyum kaku."Tuan Phillip, Tuan ke mana saja? Tadi aku sudah mencari Tuan ke mana-mana, tapi tetap nggak menemukan Tuan."Dia sama sekali tidak memedulikan Dian yang berdiri di samping pria itu, seolah-olah Dian tak terlihat. Melihat Ririn yang diam-diam mendekatinya, secara naluriah Phillip melangkah mundur dua langkah untuk menjaga jarak sewajarnya dengan wanita itu."Siapa kamu?"Begitu mendengar
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen