Pamela mengerutkan kening. "Ya, tapi nggak juga."Agam masih menunduk dan membalik satu halaman dokumen di depannya, kembali menuntut, "Jadi, ya atau nggak?"Pamela berkata dengan jujur, "Video itu dipublikasikan wanita itu. Tapi, suaranya direkam oleh ponselku yang aku tambahkan setelahnya."Agam mendengus. "Aku memintamu menjadi pengiring pengantin, tapi kamu malah merusak pernikahan mereka. Bagaimana kamu akan mempertanggungjawabkannya?"Pamela mengerutkan kening. "Paman, jujur saja. Ini urusan keluarga kalian dan aku nggak seharusnya ikut campur. Tapi, pria bajingan seperti itu adalah musuh semua orang. Begitu aku melihatnya, aku punya kewajiban untuk memusnahkannya!"Agam menarik bibirnya membentuk senyum tipis, lalu mencibir, "Nggak disangka kalau Nona Alister adalah seorang penegak keadilan."Pamela menjawab dengan marah, "Si Leroy itu bukan cuma selingkuh di belakang Adsila, tapi dia juga meremas tanganku waktu kita salaman. Jadi, sudah jelas bagaimana cabulnya sifat manusia si
Setelah reka adegan "ciuman bohongan" itu selesai, Pamela buru-buru mendorong Agam menjauh.Dia mengambil lukisan itu dari tangan Ervin dan berjalan menjauh dengan tangan terangkat. Setelah melangkah beberapa saat, dia berbalik, mengedipkan mata dan memberikan anggukan pada Agam, "Paman, terima kasih! Kamu cukup tampan hari ini!"Mata Agam menatap dalam dan menarik bibir tipisnya tanpa mengatakan apa pun.Si kecil itu mengatakan kalau dia tampan setelah diberi hadiah?Ervin memperhatikan dari kejauhan saat Pamela memasuki halaman dengan langkah riang. Tanpa sadar, dia pun menunjukkan senyum senang, lalu mengatakan, "Tuan muda, Nona Alister sebenarnya ... cukup menggemaskan!"Agam menatap Ervin dengan tatapan dingin, lalu menjawab, "Masih berani lihat?"Ervin mengalihkan pandangannya karena takut. Dia mencoba mengubah topik, "Tuan muda, kita mau ke mana setelah ini?""Perusahaan.""Baik!"...Keesokan harinya.Pamela sedang menyantap makan siang penuh nutrisi yang dibuat sendiri oleh Ny
Mendongak ke arah yang ditunjuk Adsila, sosok Agam yang jangkung dan dingin sedang melewati koridor kaca di lantai dua. Dia memang diikuti oleh seorang wanita berambut keriting dengan perawakan tinggi dan cantik. Pinggangnya ramping dan kakinya juga jenjang.Pamela kembali menarik pandangannya, tetapi tidak ada yang berubah dari ekspresinya. Dia berucap dengan nada ringan, "Sudah, biarkan saja."Adsila menimpali bingung, "Bibi, suamimu bertemu dengan wanita lain di lantai atas. Tapi kamu nggak mau peduli?"Pamela dengan cueknya meminum jus yang dia pesan, masih menjawab santai, "Aku nggak peduli."Adsila baru diselingkuhi oleh pacarnya yang berengsek. Saat ini, dia juga minum banyak dan mabuk. Dia makin nggak bisa tenang ketika melihat situasi semacam ini."Nggak bisa! Kalau bibi nggak mau peduli dengan paman, aku yang akan mengurusnya! Cih, dia sudah menikah, tapi masih ngurusin wanita lain! Paman benar-benar membuatku kecewa!"Adsila mengangkat tinjunya dengan marah dan gusar sambil
Suara seorang pria yang renyah dan rendah begitu menyentak di tengah hingar bingar bar. Suara itu pun terdengar pelan di telinga Pamela.Pamela baru memejamkan matanya sebentar, tetapi sudah ada orang yang berbicara dengannya.Karena merasa terganggu, dia mengerutkan kening tidak senang dan membuka matanya. Dia melihat seorang pria berdiri di bawah gemerlap lampu-lampu yang indah, dengan senyuman dan alisnya yang terkembang indah.Dia mengenakan celana panjang dan jas hitam, kemeja putih tanpa dasi. Dua kancing bagian atas kemejanya juga terbuka, menunjukkan sedikit tulang selangkanya.Apa yang tersembunyi di balik kemejanya juga penuh dengan keanggunan.Malaikat maut!Tidak mendapatkan jawaban gadis di depannya, senyum di wajah pria itu makin dalam. Dia bertanya lagi dengan suara hangat, "Apa kamu sendirian?"Pamela menjawab dengan suara malas, "Nggak."Pria itu terkekeh dengan elegan, "Kalau begitu, apa kamu keberatan kalau aku duduk di sini?"Meskipun lawan bicaranya sangat tampan,
Lantai dua Uirel Bar adalah sebuah ruangan kelas atas, kedap suara dari hingar bingar bar yang riuh di lantai bawah. Dua lantai ini seperti dua dunia yang berbeda.Panggilan Pamela kepada Adsila tidak dijawab dan tidak ada yang tahu di mana ruangan dia berada.Manajer Uirel Bar melihat Pamela dan menyapanya dengan penuh hormat, "Nona Alister, apa nona mencari Tuan Marlon?"Pamela menggeleng pelan, lalu bertanya, "Apa kamu tahu di ruang mana nona dari Keluarga Andonis berada?"Manajer itu berkata, "Hari ini kami nggak menerima tamu anggota Keluarga Andonis."Adsila menyelinap masuk untuk menemui Agam tanpa melalui proses masuk yang normal.Pamela berpikir sejenak, lalu bertanya lagi, "Di ruang mana Agam berada?"Manajer menjawab dengan jujur, "Nona Alister, Pak Agam ada di ruang Snow."Ruang Snow adalah ruangan terbesar dan termewah di Uirel Bar, yang diperuntukkan bagi kalangan atas.Baru Pamela akan pergi ke ruang Snow untuk melihat apakah Adsila ada di sana, suara berisik Jovita terd
Ruangan ini memang disebut ruangan pribadi, tetapi sebenarnya bagian dalamnya lebih seperti rumah satu lantai yang sangat luas.Di dalam ruangan ini, lampunya remang-remang dan terdengar alunan musik yang dimainkan secara langsung oleh sebuah grup musik.Semua orang di dalam ruangan ini berpakaian indah. Mereka sedang minum-minum sambil bercanda tawa dengan kelompok teman mereka masing-masing.Tatapan Pamela menyapu kerumunan orang ini untuk mencari sosok Adsila.Tiba-tiba, seorang gadis dengan rambut berwarna merah muda berlari cepat ke arahnya. "Bi ...."Sebelum Adsila bisa memanggil Pamela dengan sebutan "bibi", Pamela langsung menahan jari telunjuknya di bibir Adsila sambil berkata, "Di luar, panggil namaku!"Adsila mengerutkan bibirnya dan berkata, "Baiklah! Lala ...."Pamela mengernyit sambil mengamati Adsila dari ujung kepala hingga ujung kakinya untuk memeriksa apakah Adsila terluka atau tidak. "Ada apa denganmu? Kenapa kamu menelepon dan meminta agar aku menyelamatkanmu?" tany
Felix tersenyum sambil menyodorkan sebuah alat pengocok dadu pada Pamela. "Dik, aku juga nggak akan main yang rumit-rumit supaya kamu nggak bilang aku menindasmu! Kita bandingkan saja poin siapa yang lebih besar. Tiga babak, oke?"Pamela menganggukkan kepalanya dan menjawab, "Oke, makasih, ya."Adsila yang berada di sampingnya mulai panik. "Lala, aku sudah bersalah, jangan main dengan mereka! Aku minum saja, berapa botol pun bisa kuminum!"Bagaimana mungkin Bibi bisa menang melawan tiga pria mesum itu? Kalau kalah, Bibi akan ditindas oleh mereka! Nggak ...' pikir Adsila.Pamela menepuk-nepuk tangan Adsila sambil berkata, "Shh! Diam saja, nggak apa-apa."Apanya yang tidak apa-apa?!Adsila ingin menelepon pamannya untuk meminta bantuan, tetapi ponselnya diambil oleh salah satu preman itu!Sebelum permainannya dimulai, mereka sudah dikerumuni oleh orang-orang yang datang menonton keramaian ini ....Pamela dan Felix masing-masing memegang sebuah pengocok dadu.Felix mengangkat tangannya da
Adsila berkata dengan malu, "Tapi ...."Pamela langsung menebak maksud Adsila. "Ada yang penting di ponsel itu?" tanya Pamela.Adsila pun menganggukkan kepalanya dengan malu.Dengan alis terangkat, Pamela berbalik dan bertanya pada Felix, "Apa lagi yang mau kamu mainkan?"Felix menatap Pamela dengan tatapan penuh harapan sambil menjawab, "Dik, kali ini, mari kita abaikan kalah atau menang! Kalau kamu memainkan rolet ini sekali saja denganku, ponsel ini akan kukembalikan pada kalian!"Pamela melihat rolet permainan di atas meja, tampaknya sangat membosankan."Baiklah, aku akan main denganmu!" kata Pamela.Felix tersenyum dengan bangga sambil berkata, "Peraturannya adalah, tutup mata dan hentikan roletnya. Aku akan melakukan apa yang kamu pilih, begitu pula sebaliknya!"Pamela mengernyit. Sepertinya dia kurang menyetujui peraturan ini. "Nggak bisa pilih sendiri saja?"Felix menggeleng dan menjawab, "Nggak seru kalau begitu!"Pamela pun menjawab dengan pasrah, "Ya sudah!"Kali ini, Felix