Untungnya Pamela hanya malas meladeni Andra, bukan karena punya kesan baik padanya ....Agam tidak ada, Olivia khawatir Pamela akan direbut pria lain....Sekolah Harmoni, Kota Marila.Mobil berhenti tak jauh dari pintu gerbang sekolah.Di jam pulang sekolah, banyak orang tua dan wali yang menjemput anaknya, mereka mengantre di depan gerbang.Sekolah paling mewah di Kota Marila ini mempunyai peraturan yang ketat. Untuk menjamin keselamatan anak-anak, hanya satu orang tua yang boleh masuk, agar suasana tidak terlalu ramai dan menimbulkan kekacauan sehingga mengganggu konsentrasi guru.Olivia berinisiatif turun untuk mengantre. "Kak, aku yang jemput mereka, kamu tunggu saja di mobil," pesannya.Pamela mengiakan.Namun, dia tidak menunggu di dalam mobil, melainkan ikut turun dan berdiri di samping mobil, memandangi gerbang sekolah.Seorang pria tua berjualan balon di gerbang sekolah. Pamela pikir anak-anak pasti menyukainya, jadi dia mendekat, menanyakan harga, bermaksud membeli tiga balo
Sophia memandang anak bertopeng Manusia Robot di pelukannya dengan bahagia, "Ya, ini anakku! Aku sudah menikah, kamu pasti belum tahu. Ini anakku dengan suamiku. Namanya Kevin. Kevin, sayang, panggil Bibi Pamela," katanya.Anak bertopeng Manusia Robot itu tidak menuruti ucapan Sophia untuk menyapa Pamela, dia fokus pada balon di tangan pria tua itu ....Pamela mengerutkan kening, memandang Sophia dengan kritis. "Kamu sudah menikah? Dengan siapa?" tanyanya.Sophia tersenyum lebar sambil menjawab, "Kamu nggak mengenalnya. Dia orang biasa, tumbuh besar di luar negeri, sejak kami menikah, dia belum pernah pulang. Pamela, seharusnya kamu nggak pernah bertemu dengannya.""Oh, ya?" Pamela menyipitkan mata, ekspresinya tenang, tapi berpikir dalam-dalam.Sophia tertawa melihat ekspresi Pamela. "Pamela, kamu nggak mengira suamiku Agam, 'kan?" tanyanya.Mendengar Sophia menyebut nama Agam, hati Pamela menegang, matanya menatap Sophia dengan rasa ingin tahu.Tidak ada kejanggalan di wajah Sophia,
Pamela mengabaikan penyelidikan Sophia, matanya kembali terfokus pada anak dalam pelukan Sophia. Karena anak itu memakai topeng, dia tidak bisa melihat wajahnya."Berapa umur anakmu?" tanya Pamela.Sophia menjawab, "Tahun ini Kevin berusia dua tahun."Dua tahun ....Mata Pamela tidak pernah lepas dari wajah kecil anak bertopeng Manusia Robot itu.Meskipun topeng menutupi seluruh wajahnya, bagian mata tetap terlihat, mata yang hitam dan berbinar ....Setelah menyadari dirinya sedang ditatap, anak itu membalas tatapan Pamela sambil memiringkan kepalanya, seolah sedang memikirkan sesuatu, terlihat sangat lucu.Melihat Pamela dan Kevin saling memandang, kewaspadaan yang tak terlihat melintas di wajah Sophia.Dia sengaja mengulurkan tangan untuk menutup jarak antar keduanya sambil berkata, "Kevin, mau balon yang mana? Cepat pilih, Ayah masih menunggu kita di hotel! Jangan biarkan Ayah menunggu terlalu lama."Anak itu tersadar, dia mendongak menatap balon-balon itu dan akhirnya memilih balon
Sebagai ibu, sebenarnya dia khawatir si kembar akan diam-diam menangis karena belum terbiasa bersekolah.Saat menjemput beberapa hari yang lalu, si kembar keluar sambil menangis.Untungnya hari ini mereka tidak menangis lagi, keduanya terlihat ceria."Bagus! Ibu belikan kalian balon, pilih satu yang kalian suka," kata Pamela."Asik!""Aku suka gambar kelinci!"Si kembar berlari gembira menuju pria tua penjual balon itu ....Pria tua itu juga dengan baik hati membungkuk, membiarkan mereka memilih.Melihat anak-anak berhasil beradaptasi di sekolah, Pamela merasa lega.Saat ini, dia memperhatikan Revan yang tidak pergi memilih balon, tapi berdiri menunduk sendirian."Kenapa? Kenapa nggak ke sana memilih balon?" tanya Pamela dengan hangat.Revan tercengang, lalu bertanya, "Apa aku juga dapat?"Pamela mengerutkan kening, lalu membalas bertanya, "Kenapa nggak? Apa mungkin Ibu nggak membelikannya untukmu?"Mata Revan berbinar, lalu tersenyum, "Terima kasih, Ibu."Setelah itu, barulah Revan be
Heri mengerutkan bibir dan berkata dengan sedih, "Tapi Bu ... aku menyukai keduanya ...."Anak kecil selalu serakah.Meskipun Pamela biasanya memanjakan anak-anak, dia sangat ketat ketika membahas prinsip, tidak pernah lengah."Kalau suka keduanya, kamu boleh tanya pada Ibu apakah boleh membeli satu lagi, nggak boleh ambil punya Kak Revan. Kak Revan juga suka balon, kalau kamu ambil, Kak Revan nggak punya balon lagi! Kalau kamu jadi Kak Revan, kamu suka nggak adik seperti itu?" kata Pamela."Bu, Heri salah ...." Heri memahami apa yang dikatakan Pamela dan memperbaiki kesalahannya, dia memandang Revan sambil berkata, "Kak, maaf. Kita main sama-sama balonnya, kamu juga boleh memainkan punyaku."Revan merasa lega dan tersenyum bahagia, "Ya! Ayo main bersama!"Emosi anak berubah dengan cepat, mereka berdamai dengan mudah.Si putri bungsu, Vani, mengikuti kedua kakaknya sambil membawa balon kelinci berwarna merah muda pilihannya. Meski paling muda, nyatanya gadis kecil itu lebih dewasa dala
Mendengar suara Sophia, pria itu perlahan menoleh. Wajahnya sangat tampan, tapi tampak ada kemurungan yang mendalam di antara kedua alisnya. Dia menatap Sophia dan tidak berkata apa-apa.Ada jendela yang terbuka di kamar itu, angin bertiup masuk, tirai putih yang tertiup angin berkibar di sekitar pria itu, memberikan keindahan yang tidak wajar pada pria yang duduk di kursi roda sepanjang tahun itu.Sepertinya Sophia sudah terbiasa dengan diamnya pria itu, jadi tidak terlalu memedulikannya. Dia berjalan ke arahnya dan menutup jendela, kemudian berbalik dan bertanya padanya, "Aku lihat makanan di ruang makan belum disentuh, kamu nggak makan siang, apakah sudah minum obat?"Pria itu akhirnya bicara, "Ya, sudah."Sophia melirik botol obat di meja samping tempat tidur, lalu berkata, "Alex, kita kembali untuk membantu Ayah menjual semua perusahaan dan aset lainnya di sini. Kita bisa tenang setelah semuanya selesai, nggak akan ada urusan bisnis lagi di sini."Pria itu memandang kota di luar j
Dia dan Sophia adalah kekasih masa kecil.Sebelum kecelakaan, dia dan Sophia sudah menikah satu tahun, mereka punya satu anak, bernama Kevin Ferdinan.Semua informasi ini dia dapatkan ketika siuman, juga merupakan semua kenangan di otaknya.Meskipun sudah banyak obat yang diminum selama tiga tahun ini, dia tetap tidak mengingat apapun. Dokter juga menyatakan bahwa kakinya mungkin tidak akan pernah pulih ....Air hangat yang membasahi tubuh pria tersebut tidak menghilangkan rasa lelahnya, bahkan memberikan perasaan yang sangat kacau.Saat ini, terdengar ketukan di pintu kamar mandi, suara Sophia kembali terdengar dari luar."Alex, kamu benar-benar nggak butuh bantuan? Aku khawatir kamu tergelincir dan nggak bisa bangkit ....""Aku nggak apa-apa, perhatikan saja Kevin," jawab Alex.Sophia mencoba memutar pegangan pintu kamar mandi, tapi tidak terbuka, alisnya berkerut erat.Tadi 'kan sudah dipesan jangan mengunci pintu, kenapa dikunci juga?"Oke, kalau sudah selesai panggil aku, aku bant
Dia mencintai pria ini, sejak pertama kali mereka bertemu, dia sudah sangat mencintainya.Jadi, sekalipun alat reproduksinya bermasalah, dia tidak peduli.Asalkan Agam bisa terus di sisinya, dia bisa dikatakan berhasil dan bahagia!Namun, memang seharusnya ada anak di antara mereka. Dengan begitu, ada dorongan untuk memupuk perasaan dan membentuk ikatan di antara keduanya.Jadi, sebelum Agam sembuh total, dia menyuruh orang mengambil kembali anak yang dia buang, lalu berbohong pada Agam bahwa itu adalah anak mereka.Saat melihat anak itu, Agam sama sekali tidak curiga, dia percaya anak itu adalah anaknya.Karena, mereka terlalu mirip!Hanya saja, sejak kecil anak itu tidak menyukai Sophia, tak peduli seberapa baik dan sayang Sophia padanya, anak itu tidak pernah mau memanggilnya ibu.Ada kalanya Sophia kehilangan kesabaran, dia sangat ingin memukul anak itu, tapi dia takut ketahuan Agam, sehingga terus menahan diri.Dia telah sampai di titik ini, jika tidak menahan diri, bukankah semua