Pamela mengabaikan penyelidikan Sophia, matanya kembali terfokus pada anak dalam pelukan Sophia. Karena anak itu memakai topeng, dia tidak bisa melihat wajahnya."Berapa umur anakmu?" tanya Pamela.Sophia menjawab, "Tahun ini Kevin berusia dua tahun."Dua tahun ....Mata Pamela tidak pernah lepas dari wajah kecil anak bertopeng Manusia Robot itu.Meskipun topeng menutupi seluruh wajahnya, bagian mata tetap terlihat, mata yang hitam dan berbinar ....Setelah menyadari dirinya sedang ditatap, anak itu membalas tatapan Pamela sambil memiringkan kepalanya, seolah sedang memikirkan sesuatu, terlihat sangat lucu.Melihat Pamela dan Kevin saling memandang, kewaspadaan yang tak terlihat melintas di wajah Sophia.Dia sengaja mengulurkan tangan untuk menutup jarak antar keduanya sambil berkata, "Kevin, mau balon yang mana? Cepat pilih, Ayah masih menunggu kita di hotel! Jangan biarkan Ayah menunggu terlalu lama."Anak itu tersadar, dia mendongak menatap balon-balon itu dan akhirnya memilih balon
Sebagai ibu, sebenarnya dia khawatir si kembar akan diam-diam menangis karena belum terbiasa bersekolah.Saat menjemput beberapa hari yang lalu, si kembar keluar sambil menangis.Untungnya hari ini mereka tidak menangis lagi, keduanya terlihat ceria."Bagus! Ibu belikan kalian balon, pilih satu yang kalian suka," kata Pamela."Asik!""Aku suka gambar kelinci!"Si kembar berlari gembira menuju pria tua penjual balon itu ....Pria tua itu juga dengan baik hati membungkuk, membiarkan mereka memilih.Melihat anak-anak berhasil beradaptasi di sekolah, Pamela merasa lega.Saat ini, dia memperhatikan Revan yang tidak pergi memilih balon, tapi berdiri menunduk sendirian."Kenapa? Kenapa nggak ke sana memilih balon?" tanya Pamela dengan hangat.Revan tercengang, lalu bertanya, "Apa aku juga dapat?"Pamela mengerutkan kening, lalu membalas bertanya, "Kenapa nggak? Apa mungkin Ibu nggak membelikannya untukmu?"Mata Revan berbinar, lalu tersenyum, "Terima kasih, Ibu."Setelah itu, barulah Revan be
Heri mengerutkan bibir dan berkata dengan sedih, "Tapi Bu ... aku menyukai keduanya ...."Anak kecil selalu serakah.Meskipun Pamela biasanya memanjakan anak-anak, dia sangat ketat ketika membahas prinsip, tidak pernah lengah."Kalau suka keduanya, kamu boleh tanya pada Ibu apakah boleh membeli satu lagi, nggak boleh ambil punya Kak Revan. Kak Revan juga suka balon, kalau kamu ambil, Kak Revan nggak punya balon lagi! Kalau kamu jadi Kak Revan, kamu suka nggak adik seperti itu?" kata Pamela."Bu, Heri salah ...." Heri memahami apa yang dikatakan Pamela dan memperbaiki kesalahannya, dia memandang Revan sambil berkata, "Kak, maaf. Kita main sama-sama balonnya, kamu juga boleh memainkan punyaku."Revan merasa lega dan tersenyum bahagia, "Ya! Ayo main bersama!"Emosi anak berubah dengan cepat, mereka berdamai dengan mudah.Si putri bungsu, Vani, mengikuti kedua kakaknya sambil membawa balon kelinci berwarna merah muda pilihannya. Meski paling muda, nyatanya gadis kecil itu lebih dewasa dala
Mendengar suara Sophia, pria itu perlahan menoleh. Wajahnya sangat tampan, tapi tampak ada kemurungan yang mendalam di antara kedua alisnya. Dia menatap Sophia dan tidak berkata apa-apa.Ada jendela yang terbuka di kamar itu, angin bertiup masuk, tirai putih yang tertiup angin berkibar di sekitar pria itu, memberikan keindahan yang tidak wajar pada pria yang duduk di kursi roda sepanjang tahun itu.Sepertinya Sophia sudah terbiasa dengan diamnya pria itu, jadi tidak terlalu memedulikannya. Dia berjalan ke arahnya dan menutup jendela, kemudian berbalik dan bertanya padanya, "Aku lihat makanan di ruang makan belum disentuh, kamu nggak makan siang, apakah sudah minum obat?"Pria itu akhirnya bicara, "Ya, sudah."Sophia melirik botol obat di meja samping tempat tidur, lalu berkata, "Alex, kita kembali untuk membantu Ayah menjual semua perusahaan dan aset lainnya di sini. Kita bisa tenang setelah semuanya selesai, nggak akan ada urusan bisnis lagi di sini."Pria itu memandang kota di luar j
Dia dan Sophia adalah kekasih masa kecil.Sebelum kecelakaan, dia dan Sophia sudah menikah satu tahun, mereka punya satu anak, bernama Kevin Ferdinan.Semua informasi ini dia dapatkan ketika siuman, juga merupakan semua kenangan di otaknya.Meskipun sudah banyak obat yang diminum selama tiga tahun ini, dia tetap tidak mengingat apapun. Dokter juga menyatakan bahwa kakinya mungkin tidak akan pernah pulih ....Air hangat yang membasahi tubuh pria tersebut tidak menghilangkan rasa lelahnya, bahkan memberikan perasaan yang sangat kacau.Saat ini, terdengar ketukan di pintu kamar mandi, suara Sophia kembali terdengar dari luar."Alex, kamu benar-benar nggak butuh bantuan? Aku khawatir kamu tergelincir dan nggak bisa bangkit ....""Aku nggak apa-apa, perhatikan saja Kevin," jawab Alex.Sophia mencoba memutar pegangan pintu kamar mandi, tapi tidak terbuka, alisnya berkerut erat.Tadi 'kan sudah dipesan jangan mengunci pintu, kenapa dikunci juga?"Oke, kalau sudah selesai panggil aku, aku bant
Dia mencintai pria ini, sejak pertama kali mereka bertemu, dia sudah sangat mencintainya.Jadi, sekalipun alat reproduksinya bermasalah, dia tidak peduli.Asalkan Agam bisa terus di sisinya, dia bisa dikatakan berhasil dan bahagia!Namun, memang seharusnya ada anak di antara mereka. Dengan begitu, ada dorongan untuk memupuk perasaan dan membentuk ikatan di antara keduanya.Jadi, sebelum Agam sembuh total, dia menyuruh orang mengambil kembali anak yang dia buang, lalu berbohong pada Agam bahwa itu adalah anak mereka.Saat melihat anak itu, Agam sama sekali tidak curiga, dia percaya anak itu adalah anaknya.Karena, mereka terlalu mirip!Hanya saja, sejak kecil anak itu tidak menyukai Sophia, tak peduli seberapa baik dan sayang Sophia padanya, anak itu tidak pernah mau memanggilnya ibu.Ada kalanya Sophia kehilangan kesabaran, dia sangat ingin memukul anak itu, tapi dia takut ketahuan Agam, sehingga terus menahan diri.Dia telah sampai di titik ini, jika tidak menahan diri, bukankah semua
Olivia mengerutkan alisnya, menatap Pamela dengan hati-hati, lalu berkata, "Kak Pamela, apa kamu curiga suaminya itu ...."Ada kecurigaan dalam hati Pamela, tetapi dia merasa kecurigaannya tidak masuk akal.Mana mungkin Agam?Sekalipun Sophia menahan Agam dan menghindari pemantauan mereka, mana mungkin Agam bersedia tinggal bersama wanita keji itu dan memiliki anak dengannya?"Sudahlah, aku juga nggak tahu apa yang kucurigai, katanya suaminya dari Keluarga Ferdinan, mungkin aku yang terlalu curigaan," kata Pamela.Hingga saat ini, Pamela tidak mengetahui bahwa sebenarnya dia melahirkan tiga anak kembar. Semua orang takut dia akan marah karena hal ini, sehingga mereka sepakat untuk tidak menceritakan hal tersebut kepadanya.Akan tetapi, Olivia mengetahuinya. Tanpa sadar dia mencurigai anak yang digendong Sophia adalah bayi pertama yang dilahirkan Pamela.Olivia menggertakkan giginya, lalu berkata, "Aku akan cari tahu siapa suaminya!"Pamela tidak terlalu memperhatikan reaksi Olivia, dia
Olivia menggembungkan pipinya, lalu berkata, "Lihat, 'kan! Aku tahu pasti kalian kurang cermat memantaunya! Utusan kami juga begitu, mereka nggak menemukan kejanggalan di Perusahaan Tessa, juga nggak mendengar kabar Sophia sudah menikah! Maka dari itu aku merasa aneh, Sophia sengaja menyembunyikan pernikahannya, juga soal dia punya anak! Normalnya kalau wanita menikah, pasti ingin seluruh dunia mengetahui dan menyaksikan kebahagiaannya! Sebaliknya Sophia malah menutupi kabar baik ini, pasti ada sesuatu!"Ariel berkata dengan ekspresi serius, "Kalau dia memang ingin menyembunyikannya, kenapa dia kembali dengan membawa anaknya? Apalagi semudah itu bertemu dengan Bos? Bukankah itu bertentangan?"Olivia menggerutu, "Mana kutahu! Aku datang untuk meminta kalian menyelidiki tujuan kepulangan Sophia, selidiki juga suami dan anaknya. Lebih bagus lagi kalau bisa dapat foto dan informasi penting lainnya! Untuk sementara aku nggak ingin keluarga kami dikagetkan dengan hal ini. Kakek dan Nenek sud
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen