Andra berjalan di sampingnya sambil berpikir sejenak sebelum berkata dengan ragu, "Lala, aku baru saja melihat Agam datang untuk memberimu makan malam dan kamu menerimanya! Jadi, kamu bersiap untuk berdamai dengan Agam?"Ekspresi Pamela agak membeku dan dia tidak langsung menjawab pertanyaan Andra. "Tuan Muda Andra, mau makan barbeku?"Andra, "..."Meski Pamela tidak menjawab secara langsung, dia sudah menebak jawabannya....Kembali ke ruang tamu Keluarga Yanuar, semua orang langsung merasa lapar dan bersemangat begitu mencium aroma barbeku.Pamela menyerahkan barbeku kepada Adsila. "Kalian makan dulu, aku akan ke kamar mandi."Adsila menerima barbeku dan melihatnya. "Bibi, apakah ini hadiah dari paman?"Pamela tidak menjawab, hanya berbalik dan berjalan ke kamar mandi."Siapa lagi kalau bukan Kak Agam!" Justin berdiri untuk mengambil bungkusan barbeku dan membukanya dengan penuh semangat sebelum mengeluarkan tusuk sate daging dan menyerahkannya kepada Ariel dulu.Ariel menerimanya ta
Adsila mengakui dengan jujur, "Ya, seharusnya Pak Marlon. Kami datang bersama. Dia dan Bu Ariel akan mengantarku pulang."Akhirnya Albert bertanya, "Adsila, apa hubunganmu dengan Pak Marlon?"Adsila tertegun dan merasa agak tidak enak. "Albert, kenapa kamu menanyakan hal itu? aku nggak punya hubungan apa pun dengan Pak Marlon!"Albert berkata, "Kalau nggak ada, kenapa dia begitu peduli padamu? Kudengar beberapa rekan di perusahaan bilang kamu datang ke perusahaan hanya untuk Pak Marlon? Apakah itu benar?"Adsila mengaku, "Ya ... aku pergi ke Perusahaan Vasant karena dia."Albert merasa sangat kecewa setelah menerima jawaban tulus dari pacarnya, tetapi dia merasa tenang karena kejujuran pacarnya. "Adsila, terima kasih telah bersedia mengatakan yang sebenarnya kepadaku. Sekarang kamu masih suka Pak Marlon?"Sebenarnya Adsila ingin menghindari pertanyaan ini. "Entah aku menyukainya atau nggak, aku nggak mungkin bersamanya. Albert, aku sudah setuju untuk menerimamu, jadi aku akan serius de
Ekspresi Andra agak datar, kemudian sudut bibirnya terangkat dengan sinis. "Jadi kamu sebagai kakaknya akan mengabaikan perselisihan keluarga dan membiarkan adikmu menikah dengan keluarga musuh?"Jason berkata dengan raut wajah serius, "Nggak mudah bagiku untuk menemukan Pamela dan aku juga nggak mau membuatnya nggak bahagia. Aku akan memberikan apa pun yang dia inginkan. Walaupun dia menikah dengan Keluarga Dirgantara, itu akan tetap terjadi di bawah pengawasanku. Kalau Agam berani menindasnya lagi, aku akan langsung membunuhnya!"Andra memandang Jason beberapa saat, lalu bertingkah seolah ketakutan. "Punya kakak ipar sepertimu sungguh menakutkan!"Jason tidak berpikir demikian. "Kalau takut, menjauhlah dariku!"Andra tersenyum. "Jason, sebagai teman, apakah kamu akan menganggapku sebagai adik iparmu? Aku akan memperlakukan Pamela lebih baik daripada Agam."Jason langsung menyentak, "Dia nggak menyukaimu."Senyuman di wajah Andra membeku, lalu mengangkat bahunya. "Hanya karena sekaran
Pamela berkata tanpa minat, "Aku sangat berterima kasih karena telah datang menemuiku, tapi aku nggak mau membicarakan hal ini denganmu."Andra tersenyum. "Aku cuma ingin bertanya, kalau kamu ingin berdamai dengan Agam, bagaimana denganku?"Pamela mengangkat bulu matanya yang tebal dan menatapnya dengan tatapan yang tulus sebelum berkata, "Andra, aku menganggapmu sebagai teman dan kita akan selalu menjadi teman."Raut wajah Andra menjadi muram. Setelah beberapa saat, dia tersenyum sinis. "Selamanya? Lala, kamu nggak pernah memikirkanku!""Aku jelas nggak punya perasaan untukmu dan masih ingin memintaku memberikan perasaanku padamu. Itu namanya genit, tapi aku nggak seperti itu!" Setelah mengatakan itu, Pamela menguap dan berdiri. "Kalian nikmatilah makanannya. Aku pergi mandi dan tidur dulu!"Adsila juga berdiri. "Bibi, biarkan aku membantumu naik ke atas untuk beristirahat!"Pamela tidak menolak Adsila dan mengizinkannya membantunya naik ke atas bersama.Wajah muram Andra terlihat aga
Adsila mengerucutkan bibirnya. "Nggak, aku nggak mau pergi! Bibi, sekarang sudah hampir fajar. Aku akan menemanimu sampai fajar, lalu pulang naik taksi!"Albert baru saja marah karena Marlon dan Adsila sendiri tidak memahami pikirannya dengan jelas saat menelepon, jadi dia menghindari kontak dengan Marlon lagi.Kalau sekarang dia turun, Marlon pasti tidak akan membiarkannya pulang sendirian, jadi lebih baik tidak pergi.Setelah Marlon pergi saat fajar, Adsila bisa pergi sendiri."Oh ya, Bibi! Aku sudah mengetahui semua tentang Sophia! Mau dengar?" Adsila mengedipkan mata dengan misterius.Pamela setengah bersandar di samping kasur dan melihat ponselnya. Raut wajahnya agak membeku setelah mendengar ini dan menegakkan kepala untuk melihat ke arah Adsila. "Katakan."Melihat bibinya tertarik, Adsila berbaring di tepi kasur dan memegang dagunya dengan tangan sambil memberitahunya."Bibi, kamu juga tahu Paman sengaja menjaga jarak dari Kalana yang salah mengira dia telah menyelamatkan Paman,
"Kamu memang layak disebut keponakan pamanmu, cukup pandai membelanya juga." Pamela mengerutkan bibirnya dengan sinis. "Dalam kasusku, menyembunyikan masalah dan berbohong adalah kejahatan yang sama. Terlebih lagi, aku bertanya padanya apakah ada yang dia sembunyikan sesuatu dariku, tapi dia nggak beri tahu aku apa pun."Adsila menghela napas. "Aku juga seorang wanita. Tentu saja aku mengerti betapa nggak enaknya disembunyikan dan ditipu oleh seseorang yang kamu percayai! Tapi Bibi, bukankah menurutmu sebenarnya Paman agak takut padamu? Memikirkan konsekuensi dari kemarahanmu, dia pasti nggak akan berani mengatakannya!"Pamela menganggapnya lucu. "Oh, kenapa dia takut padaku? Kamu nggak lihat saat dia marah dan menyerangku!?"Adsila merentangkan tangannya dan berkata, "Sama seperti hari ini, sebenarnya Paman sama sekali nggak peduli dengan Keluarga Yanuar. Karena kamu ada di sini, dia nggak berani masuk karena takut membuatmu marah."Pamela, "..."Adsila melanjutkan, "Selain itu, alasa
Ternyata pengalaman Agam agak mirip dengan pengalamannya. Ibunya menghilang saat masih kecil, tidak diketahui keberadaannya dan hidup atau matinya tidak pasti."Lalu sekarang di mana ayahnya?"Adsila menghela napas. "Setelah ibunya Paman kabur dari rumah, ayahnya Paman nggak pernah keluar untuk bersenang-senang lagi. Nggak lama kemudian, dia pergi ke kuil di Gunung Manawi untuk menjadi biksu!""Tuan Tomi mengutus orang ke Gunung Manawi beberapa kali untuk mencarinya, tapi ayahnya Paman menolak turun gunung dan Tuan Tomi jatuh sakit karenanya.""Setelah itu, Kakek Tomi mengetahui cucunya dan putra sebelumnya adalah dua orang yang bertolak belakang. Saat putranya masih muda, dia nggak melakukan pekerjaan serius dan hidup dalam pesta pora. Cucunya yang hampir berusia 30 tahun cuma tahu cara bekerja dan nggak mau menyentuh seorang wanita. Lambat laun, ada rumor di dunia luar kalau tuan muda Keluarga Dirgantara suka pria ....""Kakek Tomi cemas dan memaksa paman untuk menikah, bilang wanita
Meskipun Pamela agak tersentuh oleh masa lalu Agam, dia tidak akan mengabaikan masalah lain karena hal ini.Dia terdiam selama dua detik, lalu berkata, "Kalau begitu, itu tergantung apakah pamanmu bisa menangani masalah pribadinya. Aku nggak akan melanggar prinsipku untuk siapa pun."Adsila senang saat mendengar ini. "Jangan khawatir, Bibi. Paman pasti bisa mengatasinya. Dia sangat mencintaimu! Sebenarnya aku sangat senang Paman bertemu denganmu. Karena kamu, dia menjadi lebih hidup seperti manusia sungguhan!"Benarkah itu?Pamela agak lelah, jadi dia menggerakkan tubuhnya dan berbaring dengan kepala di atas bantal. Setelah mendengarkan Adsila berbicara tentang masa lalu Agam, dia merasa sangat getir.Dia mengambil ponselnya dan membuka ruang obrolan dengan Agam. Dia mengetik tiga kata dengan jari rampingnya dan mengirimkannya pada Agam: "Selamat malam, Paman."Beberapa detik kemudian, dia menerima balasan dari pria itu.Yang juga terdiri dari tiga kata: "Selamat malam, Nak."Setelah m
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen