Ada banyak notifikasi panggilan tidak terjawab. Selain dari Marlon dan Ariel, paling banyak dari Andra.Dia mempertimbangkan sejenak apakah dia perlu membalas pesan Andra bahwa dia baik-baik saja ....Berbagai akun sosial media pribadinya dibanjiri dengan pesan yang dikirimkan oleh Andra. Semua pesan itu berisi menanyakan dirinya di mana, bagaimana kondisinya saat ini dan semacamnya ....Hatinya sedikit tersentuh. Akhirnya, dia mengirimkan satu pesan balasan untuk pria itu. "Aku baik-baik saja, tadi ponselku sudah kehabisan baterai."Dalam hitungan detik, Andra mengirimkan pesan balasan. "Lala, sekarang kamu berada di mana?"Pamela membalasnya. "Aku nggak ingin memberitahumu."Kalau dia memberi tahu Andra keberadaannya, pria itu pasti akan datang menemuinya.Hubungan Andra dan Jason sangat baik, jadi Jason tidak mungkin tidak membiarkannya masuk.Andra kembali mengirimkan pesan untuknya lagi. "Mengapa kamu nggak mau memberitahuku?"Pamela membalasnya. "Nanti kamu juga akan tahu sendiri
Agam yang berada di layar ponsel tampak sedikit menyipitkan matanya dan berkata, "Melihat kamu."Pria itu hanya mengucapkan dua kata lagi.Pamela memasang ekspresi kesal dan berkata, "Pak Agam, kalau ada urusan, cepat katakan. Kalau nggak ada, aku sudah mau tidur sekarang!"Pria itu menjawab, "Tidurlah."Pamela yang memang tidak ingin berlama-lama melihat pria itu, langsung berkata, "Oke, kalau begitu aku akhiri panggilan video ini!"Melalui nada bicaranya, tidak dapat diketahui bagaimana perasaan Agam saat ini. Namun, nada bicaranya terdengar sangat mengintimidasi. "Kamu boleh tidur, tapi nggak boleh mengakhiri panggilan video ini."'Apa? Dasar pria gila!' Pamela memasang ekspresi seakan-akan dia baru mendengar sesuatu di luar nalarnya dan berkata, "Aku mau tidur, kalau aku nggak mengakhiri panggilan video ini, bagaimana aku bisa tidur? Apa kamu menginginkanku melakukan siaran langsung saat tidur?"Agam menopang dagunya dengan satu tangannya, seolah-olah meminta Pamela tidur tanpa men
Suara Sophia terdengar sedikit panik. "Ervin, kenapa Agam nggak bisa dihubungi? Apa kalian sudah sampai di rumah?"Ervin berkata, "Hmm, Tuan sudah istirahat."Sophia jelas-jelas mencurigai Ervin tidak berbicara jujur padanya, dia berkata, "Dia sudah istirahat? Kalau begitu, kenapa dia nggak bisa dihubungi?"Ervin menyampaikan maksud tuannya, dia berkata, "Mungkin ponsel Tuan sudah kehabisan baterai dan nggak aktif! Nona Sophia jangan khawatir, Tuan baik-baik saja.""Hmm, syukurlah dia baik-baik saja! Kalau begitu, besok pagi aku baru menghubunginya lagi!"Setelah panggilan telepon Sophia berakhir, Ervin menoleh dan melapor pada Agam, "Tuan, aku sudah memberi tahu Nona Sophia bahwa Tuan sudah istirahat.""Hmm," jawab Agam seperti orang yang sedang hanyut dalam pemikirannya sendiri.Setelah berpikir sejenak, Ervin berkata, "Tuan, sepertinya Nyonya tinggal di kediaman Keluarga Yanuar. Apa aku perlu mengirim orang ke sana untuk menjemputnya?"Agam menyipitkan matanya sambil menatap gadisny
Sosok bayangan kecil berjalan keluar dari sudut ruangan yang gelap ...."Ayah ...."Ekspresi gelisah terpampang jelas di wajah Revan. Saat dia sudah berjalan mendekati sofa, dia menghentikan langkahnya, tidak berani melangkah maju lagi ....Sebenarnya dulu dia sangat mengandalkan ayah angkatnya ini, tetapi sejak Pamela pergi, setiap hari sosok ayah angkatnya ini memancarkan aura yang sangat menakutkan, sehingga membuatnya sering kali tidak berani mendekati pria itu.Sementara itu, setelah melihat orang yang berada di sudut ruangan adalah Revan, ekspresi serius Agam berubah menjadi ekspresi rileks. Dia mengangkat lengannya dan melambaikan tangannya kepada bocah itu. "Kemarilah."Revan berjalan dengan hati-hati menghampiri pria itu. Ekspresi ketakutan tampak jelas di wajahnya.Walaupun tinggal di sini jauh lebih aman dibandingkan saat dia tinggal di kediaman Keluarga Yanuar dulu dan tidak ada seorang pun yang memukulinya, tetapi dia tetap tidak bisa merasakan tempat ini seperti rumahnya
Pamela sudah lama tidak tertidur senyenyak ini. Mungkin karena dia menempati kamar yang ditempatinya saat dia masih kecil ....Sepanjang malam, tidak ada mimpi aneh yang mengganggu tidurnya, sehingga dia bisa tertidur dengan lelap.Setelah bangun tidur, dia menggosok-gosok matanya. Kemudian, dia turun dari tempat tidur dan mandi, lalu berjalan ke lemari pakaian untuk mencari baju ganti.Jason sudah meminta orang menyiapkan sangat banyak pakaian ibu hamil secara khusus untuknya. Semua pakaian itu baru dengan label yang masih tergantung dengan baik.Pamela memilih satu pakaian yang terlihat nyaman untuk dikenakan. Kemudian, dia melepaskan baju tidurnya dan mengenakan pakaian ibu hamil itu.Selesai berpakaian, dia pergi mengambil ponselnya seperti biasa.Dia berjalan ke arah ponselnya, lalu mengambil ponselnya dan ingin melihat waktu sejenak. Namun, begitu dia melihat layar ponselnya, indra penglihatannya langsung disambut oleh wajah tampan dan dingin Agam!"Ah!" teriak Pamela dengan terk
Pamela malas menanggapi Justin, dia langsung mendorong pemuda itu ke samping, lalu melangkahkan kakinya melewati pemuda itu dan turun ke lantai bawah untuk sarapan.Diabaikan oleh Pamela, Justin mendengus dengan kesal. Kemudian, dia berbalik dan mengikuti Pamela dari belakang. "Eh! Pamela! Kapan kamu tahu kamu adalah kakakku?"Sambil berpegangan pada pegangan tangga, Pamela menuruni tangga dengan hati-hati. Dia hanya menanggapi ucapan Justin dengan singkat. "Aku bukan kakakmu."Justin mengulurkan tangannya untuk memapah kakaknya yang sedang hamil besar itu. "Kamu adalah kakakku! Kemarin aku sudah mendengar semuanya! Kamu adalah Rembulan!"Pamela tidak menepis tangan Justin yang memapahnya. Dia melirik pemuda itu sekilas dan berkata, "Biarpun aku adalah Rembulan, aku juga bukan kakakmu!"Justin mengerutkan keningnya dan berkata, "Kamu adalah kakakku! Kita hanya beda ibu, tapi satu ayah. Kenapa kamu bukan kakakku?"Setelah menuruni tangga terakhir, Pamela menepis tangan Justin yang sedan
"Pamela, nanti siang akan ada pakar gizi yang datang membuatkan makanan untukmu. Kamu ingin makan malam apa? Sepulang kerja, aku akan membeli bahan-bahan makanan untukmu."Karena dia sudah memutuskan untuk tinggal di sini, Pamela tidak ingin merugikan dirinya sendiri hanya karena sungkan. Setelah berpikir sejenak, dia berkata, "Aku ingin makan hotpot!"Jason mengerutkan keningnya dan berkata dengan nada sedikit tidak senang, "Sebaiknya sekarang kamu jangan memakan makanan pedas dulu."Pamela juga tidak ingin berdebat dengan pria itu. "Oh, kalau begitu aku pesan makanan sendiri saja."Mendengar ucapan adiknya, Jason benar-benar tidak berdaya. Dia berkata dengan nada agak lembut, "Baiklah kalau begitu. Sepulang kerja aku akan pergi membeli sayuran, daging cincang dan bahan makanan hotpot lainnya. Setelah aku pulang, kita makan hotpot bersama."Setelah menjawab "hmm" singkat, Pamela menundukkan kepalanya untuk memakan sosisnya. Setelah menelan sosis tersebut, dia berkata dengan nada seriu
Justin berkata, "Cih! Kamu adalah Pamela! Biarpun kamu adalah kakakku, kamu juga nggak bisa ikut campur dalam hal seperti ini!"Pamela mengunyah rotinya dengan santai dan berkata, "Aku nggak peduli denganmu. Tapi, Ariel adalah keluargaku, dia selalu menuruti ucapanku. Selama aku nggak setuju, hubungan kalian nggak akan bisa bertahan lama!"Ekspresi Justin langsung berubah drastis, "Kak Pamela! Kakakku sayang, jangan seperti ini ...."Dia tahu Ariel memanggil Pamela dengan panggilan Bos, pacarnya itu pasti akan menuruti semua ucapan Pamela!Tidak hanya itu, sekarang Jason juga menuruti ucapan Pamela!Dia memang sangat khawatir Jason tidak mengizinkannya menjalin hubungan dengan Ariel. Kalau ada Pamela yang membantunya bicara, pasti tidak masalah!Pamela mengulurkan satu lengannya dengan malas. "Berikan aku selembar tisu."Justin segera melaksanakan perintah Pamela. Dia meletakkan selembar tisu ke telapak tangan Pamela dengan penuh hormat.Setelah memasukkan potongan roti terakhirnya ke
Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m
"Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon
Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,
Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,
Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.
Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,
Phillip menaikkan alisnya sambil berkata, "Jangan khawatir, paling-paling hanya jari tangannya yang disentuh, nggak akan jadi masalah besar. Cedera otot dan tulang akan pulih dalam beberapa bulan. Kalian bisa merawatnya dengan baik di rumah, dijamin dia akan segera pulih."Lesti tidak tega mendengarnya, dia bergegas ke arah Phillip untuk memukulnya, tetapi sebelum berhasil mendekat, pengawal sudah menghentikannya.Fabian juga khawatir, dia segera memeluk Lesti erat-erat ke sisinya, "Kalau benar nggak ada hubungannya dengan Ririn, dia pasti akan keluar dengan selamat, tetapi kalau sebaliknya, kamu harusnya tahu ...."Suara Fabian tiba-tiba berubah dingin. Dia tidak pernah menyangka penculikan putri kandungnya ternyata berhubungan dengan putri tirinya ini.Namun, dia juga tidak terlalu bodoh dan langsung bertanya, "Bagaimana seorang gadis seperti Ririn bisa membawa Dian?""Bahkan kaca mobilnya pecah, pasti ada yang membantunya.""Mungkinkah ada hubungannya dengan ayah kandung Ririn?"Phi
"Benar aku menemui ayah kandungku, tapi hanya satu kali, aku nggak berniat kembali ke sisinya!""Kalau nggak, aku pasti sudah dari dulu meninggalkan Keluarga Sandiga, tapi aku peduli padamu, Ayah. Ayah sudah menjagaku selama bertahun-tahun, aku sudah menganggapmu sebagai ayah kandungku. Kenapa Ayah memperlakukan kami seperti ini?""Sekarang Phillip berbicara nggak bermoral dan melimpahkan semua kesalahan padaku. Ayah harus melihat kebenarannya!"Lesti mengangguk berulang kali, tapi di saat bersamaan, dia penasaran, kapan Ririn menemui Juko?Gadis itu tidak mengatakan apa pun padanya, tapi malah tertangkap oleh Phillip.Sepertinya kejadian yang menimpa Dian memang berhubungan dengannya. Lesti hanya ingin menyelesaikan masalah ini secepatnya agar Phillip tidak berlama-lama di sana.Dia sama sekali tidak punya pemikiran seperti itu, apalagi untuk rujuk dengan Juko.Dia hanya ingin melahirkan putranya dengan selamat di Keluarga Sandiga. Kelak Keluarga Sandiga akan menjadi milik putranya, d
Phillip paling benci ditunjuk orang saat berbicara dengannya. Dia bangkit dari duduknya, seketika tubuhnya lebih tinggi dari Fabian."Kamu masih berani mengaku sebagai ayah kandungnya Dian, kalau aku jadi kamu, aku akan memilih diam dan menyingkir.""Demi putri orang lain, kamu menuduhku mengancam Ririn. Dari ekspresi bersalahnya saja sudah cukup membuktikan kalau masalah ini berhubungan dengannya.""Sekalipun nggak percaya padaku, minimal gunakan otakmu. Pantas saja Perusahaan Sandiga semakin terpuruk, cepat atau lambat akan tamat di tanganmu."Phillip tidak lagi memberi muka. Saat mengucapkan kata-kata ini, dia mundur berulang kali, memegangi dadanya dan hampir kehabisan napas.Lesti melupakan tubuh lemahnya dan maju beberapa langkah, "Begini caramu berbicara dengan ayah mertuamu? Apa Ririn pernah menyinggungmu? Sebelumnya dia bahkan menyukaimu, Ririn masih kecil, kenapa kamu memperlakukannya seperti ini?"Dia mengatakannya berulang kali, tetapi sikap Phillip sudah jelas dan para pen