Menyadari menyebut Revan juga tidak berhasil, Olivia mulai bermain curang, dia memeluk lengan Pamela erat-erat sembari berkata, "Nggak! Pokoknya aku nggak akan membiarkanmu pergi!"Kesabaran Pamela hampir habis, dia memperingatkan Olivia, "Lepaskan, jangan sampai aku memukulmu!Meskipun tidak leluasa bergerak karena hamil, mengusir gadis manja seperti Olivia bukanlah masalah bagi Pamela.Olivia bersikap seolah tak takut mati, "Pukul saja aku! Pukul! Mati pun aku nggak akan membiarkanmu pergi!" katanya.Melihatnya seperti itu, Pamela tidak tega memukulnya, "Semua anggota Keluarga Dirgantara sakit, ya? Kalian anggap apa aku?"Saat ini, Adsila dan Albert ikut keluar.Melihat Olivia yang bertingkah tidak rasional, Adsila menghela napas tak berdaya, kemudian berkata dengan cemas, "Bibi, Olivia seperti ini karena nggak ingin kamu pergi .... Bagaimana kalau kamu kembali dulu dan bicara dengan Paman? Aku rasa ada kesalahpahaman di antara kalian ...."Pamela mendongak menatap Adsila, lalu merai
Tak lama kemudian, mereka tiba di apartemen tempat Pamela, Marlon dan Ariel tinggal bersama.Begitu memasuki ruangan, Pamela langsung duduk di sofa. Enam bulan tidak pulang, kucing peliharaannya sangat bersemangat, terus-menerus mengelilinginya.Marlon pergi ke dapur besar yang terbuka untuk memanaskan segelas susu dan membawanya keluar, "Bos, mau minum yang hangat?" tanyanya.Pamela mengiakan, tapi tidak menyentuh gelas susu itu, dia hanya memeluk kucingnya, entah apa yang dia pikirkan ....Adsila datang untuk pertama kalinya, dia melihat sekeliling, kemudian melihat Pamela memeluk seekor kucing, dia sedikit khawatir, "Bibi, kamu sedang hamil, bukankah sebaiknya jangan sedekat itu dengan binatang?"Pamela melirik Adsila sambil berkata, "Terserah aku."Adsila terdiam.Sebelumnya Pamela tidak pernah bersikap seperti itu padanya, sekarang Pamela pasti menganggapnya berpihak pada Agam, sehingga ikut marah padanya.Marlon mencuci buah dan meletakkannya di atas meja, kemudian berkata sambil
Adsila tidak ingin Marlon mengetahui kondisi mentalnya, jadi dia ingin segera keluar dari kamar ini ....Akan tetapi, ketika dia berbalik dan pintu baru terbuka sedikit, sebuah tangan besar menariknya dan menutup kembali pintu itu.Adsila kaget, dia mengerutkan kening, tapi tidak berani menoleh, "Pak Marlon, kamu ... kamu mau apa?"Marlon berdiri di belakangnya, mengembuskan napas hangat ke telinganya disertai aroma bir, "Nggak mau apa-apa," jawabnya.Jantung Adsila berdegap kencang, bunyinya sekeras suara gendang, "Kalau begitu biarkan aku keluar! Aku ... aku mau ke toilet!"Marlon tersenyum sambil berkata, "Kamar mandi ada di sebelah kirimu, pergilah!"Adsila melihat ke sebelah kiri, benar saja ada kamar mandi di sana, tapi ini kamar mandi dalam kamarnya Marlon, dia tidak pantas memakainya!Lagipula, tujuan utamanya bukan mau ke kamar mandi, melainkan keluar dari sini."Pak Marlon, aku nggak suka menggunakan kamar mandi di kamar pria, tolong biarkan aku keluar!" pinta Adsila.Marlon
Marlon menjawab, "Nggak tuh! Temperamennya selalu seperti ini. Dia jarang marah, tapi sekali marah akan sangat menakutkan. Lihat, aku saja nggak berani bicara dengannya."Adsila mulai khawatir lagi. "Oh .... Baiklah."Marlon mengangkat tangannya, memegang lembut bahu Adsila, membawanya ke sisi ranjang, lalu mendorongnya untuk duduk, kemudian menjelaskan, "Bukannya aku sengaja membawamu ke kamarku, tapi hanya ini wilayahku, kamar lain di tempati Bos dan Ariel, aku nggak berani membawamu ke wilayah mereka tanpa izin, kalau sampai ketahuan, aku bisa dipukuli mereka!"Adsila duduk di ranjang yang empuk, merasa sedikit tidak nyaman, tetapi setelah mendengarkan penjelasan Marlon, agaknya dia mengerti sedikit, jadi tidak bangkit lagi.Selama ini dia tahu Marlon dan Ariel tinggal bersama, tapi dia baru tahu kalau Pamela juga tinggal bersama mereka.Ruang yang dipakai wanita lebih banyak, karena wanita punya banyak pakaian, kosmetik dan lainnya, sedangkan pria lebih sederhana, cukup kamar tidur
"Pak Marlon, tolong jangan bercanda seperti itu lagi denganku!" Adsila benar-benar marah, baru bicara beberapa kata, Marlon sudah mulai tidak serius lagi.Tidak ada lagi senyuman di wajah Marlon, dia menatap Adsila dalam-dalam sambil berkata, "Aku nggak bercanda, aku sangat serius sekarang."Adsila bisa mendengar suara degupan jantungnya, sekeras suara gendang, dia tidak percaya dengan keseriusan yang dikatakan Marlon, hanya merasa dirinya sedang diledek, dia pun memperjelas statusnya, "Kalaupun serius sudah terlambat, aku sudah punya pacar!"Marlon menyerahkan ponsel padanya sambil berkata, "Gampang, telepon dan campakkan saja Albert."Setelah tertegun sejenak, Adsila berdiri dan berkata dengan marah, "Pak Marlon, apakah seperti ini sikapmu dalam menghadapi cinta? Bisa kamu campakkan sesuka hati? Kamu nggak menghormati pacarku, aku akan menghormatinya sendiri! Dia sangat baik, aku nggak akan mencampakkannya!"Marlon mengernyitkan bibir dan bertanya, "Kamu menyukainya?"Mata Adsila ber
"Tadinya aku mengira kamu nggak spesial bagiku, hanya salah satu dari sekian banyak wanita yang suka padaku, tanpa kamu, aku nggak akan merasakan apa-apa," kata Marlon."Tapi, sejak kamu nggak masuk kantor, setiap hari rasanya ada yang kurang, sering kali aku teringat saat-saat kamu berkeliaran di hadapanku ..." sambungnya."Melihatmu bersama pria lain, aku cemburu! Bagaimana bisa kamu bersikap baik pada pria lain seperti sikapmu padaku?" lanjutnya."Aku nggak terima kamu bersikap baik pada pria lain," sambungnya lagi."Kamu nggak boleh bersikap baik pada pria lain," lanjutnya lagi."Aku nggak mau!" tambahnya.Perasaan Adsila kacau.Marlon ini sedang apa? Bersikap manja?"Pak Marlon ..." kata Adsila pelan.Marlon mengusap matanya ke bahu Adsila, "Kenapa kamu nggak mencobanya sekali lagi? Kembalilah padaku. Setelah kita bersama, aku janji nggak akan melakukan kontak dengan wanita lain, aku hanya berkencan denganmu seorang! Oke? Beri aku kesempatan, cobalah denganku? Hm?"Napas Adsila te
Setelah bicara, Pamela berbalik, masuk ke kamarnya dan menutup pintu.Adsila terlihat sedih, Pamela sepertinya benar-benar tidak menginginkan pamannya lagi ...."Kalau nggak mau pergi, malam ini boleh tidur di kamarku, aku nggak keberatan."Marlon berbisik ke telinga Adsila sambil tersenyum.Adsila tersadar, teringat kembali akan pembicaraan mereka barusan, dia tersenyum pahit sambil berkata, "Aku terima niat baik Pak Marlon, tapi aku tidur di ruang tamu saja."Sekalipun Pamela tidak ingin mengobrol dengannya, Adsila juga tidak boleh pergi, dia harus membantu pamannya menjaga Pamela!Bagaimana kalau Pamela tiba-tiba menghilang lagi seperti dulu?Marlon tersenyum seakan lupa dirinya baru saja ditolak. "Yakin menginap di sini? Kalau begitu malam ini kamu yang masak, aku merindukan masakanmu!"Adsila tersipu, lalu menatapnya dengan heran sambil berkata, "Kalaupun aku menginap di sini, tetap saja aku ini tamu, bagaimana bisa kamu meminta tamu memasak untukmu?"Marlon merentangkan tangannya
Dia menoleh, melihat ekspresi cemberut pria itu, lalu bertanya dengan hati-hati, "Jadi ... kalau Pamela benar-benar nggak peduli padamu lagi, Agam, apa yang akan kamu lakukan?"Rahang Agam menegang, dia tidak mengatakan apa-apa, hanya menghidupkan mesin mobil dan mulai menjalankannya.Melihat sikap pria itu, Sophia mengira antara Agam dan Pamela sudah berakhir. Satu-satunya yang menahannya adalah anak dalam perut Pamela!Sophia menghela nafas, berkata seolah sangat khawatir, "Agam, kalau memang nggak cocok, jangan dipaksakan lagi! Sebenarnya, setelah bertemu hari ini, aku merasa temperamen Pamela agak buruk ....""Bukannya aku bilang dia nggak baik, aku hanya merasa dia nggak cocok denganmu, kalian akan kelelahan," lanjutnya.Setelah memutar kemudi, Agam berkata dengan suara pelan, "Dia masih muda, masih punya sifat kekanak-kanakan. Aku mewakili dia minta maaf padamu atas kejadian hari ini. Aku akan bertanggung jawab sepenuhnya kalau ada bekas luka di dahimu akibat kejadian hari ini, a