"Tadinya aku mengira kamu nggak spesial bagiku, hanya salah satu dari sekian banyak wanita yang suka padaku, tanpa kamu, aku nggak akan merasakan apa-apa," kata Marlon."Tapi, sejak kamu nggak masuk kantor, setiap hari rasanya ada yang kurang, sering kali aku teringat saat-saat kamu berkeliaran di hadapanku ..." sambungnya."Melihatmu bersama pria lain, aku cemburu! Bagaimana bisa kamu bersikap baik pada pria lain seperti sikapmu padaku?" lanjutnya."Aku nggak terima kamu bersikap baik pada pria lain," sambungnya lagi."Kamu nggak boleh bersikap baik pada pria lain," lanjutnya lagi."Aku nggak mau!" tambahnya.Perasaan Adsila kacau.Marlon ini sedang apa? Bersikap manja?"Pak Marlon ..." kata Adsila pelan.Marlon mengusap matanya ke bahu Adsila, "Kenapa kamu nggak mencobanya sekali lagi? Kembalilah padaku. Setelah kita bersama, aku janji nggak akan melakukan kontak dengan wanita lain, aku hanya berkencan denganmu seorang! Oke? Beri aku kesempatan, cobalah denganku? Hm?"Napas Adsila te
Setelah bicara, Pamela berbalik, masuk ke kamarnya dan menutup pintu.Adsila terlihat sedih, Pamela sepertinya benar-benar tidak menginginkan pamannya lagi ...."Kalau nggak mau pergi, malam ini boleh tidur di kamarku, aku nggak keberatan."Marlon berbisik ke telinga Adsila sambil tersenyum.Adsila tersadar, teringat kembali akan pembicaraan mereka barusan, dia tersenyum pahit sambil berkata, "Aku terima niat baik Pak Marlon, tapi aku tidur di ruang tamu saja."Sekalipun Pamela tidak ingin mengobrol dengannya, Adsila juga tidak boleh pergi, dia harus membantu pamannya menjaga Pamela!Bagaimana kalau Pamela tiba-tiba menghilang lagi seperti dulu?Marlon tersenyum seakan lupa dirinya baru saja ditolak. "Yakin menginap di sini? Kalau begitu malam ini kamu yang masak, aku merindukan masakanmu!"Adsila tersipu, lalu menatapnya dengan heran sambil berkata, "Kalaupun aku menginap di sini, tetap saja aku ini tamu, bagaimana bisa kamu meminta tamu memasak untukmu?"Marlon merentangkan tangannya
Dia menoleh, melihat ekspresi cemberut pria itu, lalu bertanya dengan hati-hati, "Jadi ... kalau Pamela benar-benar nggak peduli padamu lagi, Agam, apa yang akan kamu lakukan?"Rahang Agam menegang, dia tidak mengatakan apa-apa, hanya menghidupkan mesin mobil dan mulai menjalankannya.Melihat sikap pria itu, Sophia mengira antara Agam dan Pamela sudah berakhir. Satu-satunya yang menahannya adalah anak dalam perut Pamela!Sophia menghela nafas, berkata seolah sangat khawatir, "Agam, kalau memang nggak cocok, jangan dipaksakan lagi! Sebenarnya, setelah bertemu hari ini, aku merasa temperamen Pamela agak buruk ....""Bukannya aku bilang dia nggak baik, aku hanya merasa dia nggak cocok denganmu, kalian akan kelelahan," lanjutnya.Setelah memutar kemudi, Agam berkata dengan suara pelan, "Dia masih muda, masih punya sifat kekanak-kanakan. Aku mewakili dia minta maaf padamu atas kejadian hari ini. Aku akan bertanggung jawab sepenuhnya kalau ada bekas luka di dahimu akibat kejadian hari ini, a
Dia juga nona besar yang dimanjakan, sejak kecil tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tapi demi cinta, dia belajar dengan giat ....Karena memiliki tujuan yang jelas, dia belajar dengan cepat dan mempunyai beberapa hidangan andalan.Sekarang kalau dipikir-pikir, dia merasa konyol, dia belajar giat untuk pertama kalinya demi seorang pria, bukan demi dirinya sendiri."Apa kamu merasa kita berdua sekarang seperti sedang menjalani kehidupan berumah tangga?"Ketika mendengar kata-kata Marlon, Adsila yang sedang menumis daging kembali tersadar, pipinya memerah, tapi perasaan yang lebih jelas adalah tidak senang, "Pak Marlon, kalau kamu ingin membantu, maka bantulah tanpa bicara, kalau kamu terus bicara ngawur, lebih baik kamu keluar!"Marlon tersenyum sambil berkata, "Aku mengatakannya karena merasa begitu, kamu marah?"Adsila mendengus, tidak menghiraukannya lagi.Saat keduanya menyiapkan bahan masak, terdengar suara orang membuka pintu dari luar ....Keduanya menoleh ke arah pi
Adsila mengambil mentimun di atas meja, melemparkannya ke arah Justin, lalu memarahinya, "Apa maksudmu kencan? Bisa bicara nggak kamu?"Justin berjongkok untuk menghindarinya, kemudian merevisi, "Oke, aku menggunakan kata yang salah, kuganti! Apakah kamu dan Marlon pacaran?"Adsila semakin kesal, "Pacaran kepalamu!" makinya.Justin mengerutkan kening kebingungan. "Kalau begitu, kamu ke sini untuk kerja bakti?" tanyanya.Adsila mendengus, "Bibiku ada di sini! Aku mewakili Paman menjaga Bibi, nggak boleh?"Justin tiba-tiba menyadari, "Oh, ternyata ini demi Pamela! Oh ya, bagaimana kabar Pamela dan Kak Agam? Kenapa dia nggak pulang ke kediaman Keluarga Dirgantara?"Begitu menyebut paman dan bibinya, seketika Adsila cemas, "Memangnya kenapa? Begitu bertemu suasananya sangat buruk, terjadi hal yang nggak menyenangkan, mereka berpisah! Jadi Bibi datang ke sini!" teriaknya.Secara tidak sadar Justin juga mengkhawatirkan Pamela, "Berpisah? Apa Kak Agam nggak menyusul ke sini? Selama ini dia me
Adsila selesai memasak enam hidangan dan satu sup, Marlon membantu menyusunnya di atas meja.Justin sudah lapar sejak tadi, dia menarik Ariel keluar dari kamarnya untuk makan bersama ....Adsila keluar dari dapur setelah mencuci tangannya dan melihat Ariel dan Justin duduk berdampingan, sedangkan Marlon duduk di hadapan mereka, dengan kursi kosong di sebelahnya.Marlon tersenyum menatapnya, seolah sedang menunggunya untuk duduk di sana.Selain itu hanya menyisakan kursi utama.Sebenarnya Adsila tidak ingin duduk di samping Marlon, tapi sebagai tamu tidak mungkin dia duduk di kursi utama, 'kan?Akhirnya dia tidak memilih. "Mana Bibi?" tanyanya."Katanya nggak lapar, nanti baru makan," jawab Ariel.Adsila mengerutkan kening, kemudian menggerutu, "Nggak bisa begitu dong, nanti sayurnya keburu dingin. Aku mau panggil Bibi dulu."Sambil bicara, dia berjalan menuju kamar Pamela.Setelah mengetuk pintu, Adsila memasuki kamar Pamela, terlihat Pamela bersandar di tempat tidur sedang membaca buk
Adsila berteriak gembira, "Pasti Paman datang untuk menemuimu, tapi dia segan untuk ke atas! Perilaku pria kaku seperti Paman memang seperti itu, bagaimana kalau aku suruh Paman naik ke atas?""Dia nggak disambut di sini," jawab Pamela. Setelah menatap ke bawah beberapa saat, dia menutup tirai, hatinya jauh lebih tenang jika tidak melihatnya.Melihat sikap dingin Pamela, ekspresi bahagia di wajah Adsila pun memudar. Merasa tak berdaya, dia mengernyitkan bibirnya, lalu diam-diam membuka tirai dan mengintip ke bawah, tapi area di bawah sudah kosong. Paman dan mobilnya sudah tidak ada. Apa dia sudah pergi?'Paman ini .... Dia pergi begitu saja?''Kenapa nggak berdiri lebih lama? Biar Bibi melihat ketulusannya!'Pamela yang ditarik paksa bangkit dari tempat tidur pun tidak ingin berbaring lagi, "Bukannya tadi bilang mau makan? Ayo, kita makan," ajaknya.Adsila menggangguk, memaksakan dirinya tersenyum, lalu berkata, "Baik! Ayo kita makan."Pamela keluar dari kamar, berjalan menuju ruang ma
Jason menjawab, "Aku datang menemui Pamela, apa dia di sini?"Adsila merasa aneh, "Kamu datang menemui Bibi? Kak Jason, apa kamu dekat dengan Bibi? Ada perlu apa kamu mencarinya?"Sebelum Jason bicara lagi, Pamela sudah muncul di belakang Adsila, menatapnya dengan acuh tak acuh, kemudian bertanya, "Ada apa Tuan Jason mencariku?"Melihat kedatangan Pamela, Adsila menyingkir untuk memberi jalan.Bertemu kembali dengan adik yang telah menghilang selama enam bulan, mata Jason menegang, kemudian berubah rileks karena lega, disertai mata yang memerah, dia bertanya, "Pamela, enam bulan ini kamu ke mana saja?"Pamela mengerutkan kening. "Sepertinya seharian ini semua orang menanyakan hal ini, aku nggak perlu melaporkan perjalananku pada kalian, ke mana pun aku pergi, yang penting aku baik-baik saja, bukan begitu?"Jason yang selalu memandang tinggi ke atas sama sekali tidak marah mendapatkan perlakuan Pamela yang tidak sopan. Dia mengangguk dengan gembira, "Benar, yang penting kamu sudah pulan