Adsila selesai memasak enam hidangan dan satu sup, Marlon membantu menyusunnya di atas meja.Justin sudah lapar sejak tadi, dia menarik Ariel keluar dari kamarnya untuk makan bersama ....Adsila keluar dari dapur setelah mencuci tangannya dan melihat Ariel dan Justin duduk berdampingan, sedangkan Marlon duduk di hadapan mereka, dengan kursi kosong di sebelahnya.Marlon tersenyum menatapnya, seolah sedang menunggunya untuk duduk di sana.Selain itu hanya menyisakan kursi utama.Sebenarnya Adsila tidak ingin duduk di samping Marlon, tapi sebagai tamu tidak mungkin dia duduk di kursi utama, 'kan?Akhirnya dia tidak memilih. "Mana Bibi?" tanyanya."Katanya nggak lapar, nanti baru makan," jawab Ariel.Adsila mengerutkan kening, kemudian menggerutu, "Nggak bisa begitu dong, nanti sayurnya keburu dingin. Aku mau panggil Bibi dulu."Sambil bicara, dia berjalan menuju kamar Pamela.Setelah mengetuk pintu, Adsila memasuki kamar Pamela, terlihat Pamela bersandar di tempat tidur sedang membaca buk
Adsila berteriak gembira, "Pasti Paman datang untuk menemuimu, tapi dia segan untuk ke atas! Perilaku pria kaku seperti Paman memang seperti itu, bagaimana kalau aku suruh Paman naik ke atas?""Dia nggak disambut di sini," jawab Pamela. Setelah menatap ke bawah beberapa saat, dia menutup tirai, hatinya jauh lebih tenang jika tidak melihatnya.Melihat sikap dingin Pamela, ekspresi bahagia di wajah Adsila pun memudar. Merasa tak berdaya, dia mengernyitkan bibirnya, lalu diam-diam membuka tirai dan mengintip ke bawah, tapi area di bawah sudah kosong. Paman dan mobilnya sudah tidak ada. Apa dia sudah pergi?'Paman ini .... Dia pergi begitu saja?''Kenapa nggak berdiri lebih lama? Biar Bibi melihat ketulusannya!'Pamela yang ditarik paksa bangkit dari tempat tidur pun tidak ingin berbaring lagi, "Bukannya tadi bilang mau makan? Ayo, kita makan," ajaknya.Adsila menggangguk, memaksakan dirinya tersenyum, lalu berkata, "Baik! Ayo kita makan."Pamela keluar dari kamar, berjalan menuju ruang ma
Jason menjawab, "Aku datang menemui Pamela, apa dia di sini?"Adsila merasa aneh, "Kamu datang menemui Bibi? Kak Jason, apa kamu dekat dengan Bibi? Ada perlu apa kamu mencarinya?"Sebelum Jason bicara lagi, Pamela sudah muncul di belakang Adsila, menatapnya dengan acuh tak acuh, kemudian bertanya, "Ada apa Tuan Jason mencariku?"Melihat kedatangan Pamela, Adsila menyingkir untuk memberi jalan.Bertemu kembali dengan adik yang telah menghilang selama enam bulan, mata Jason menegang, kemudian berubah rileks karena lega, disertai mata yang memerah, dia bertanya, "Pamela, enam bulan ini kamu ke mana saja?"Pamela mengerutkan kening. "Sepertinya seharian ini semua orang menanyakan hal ini, aku nggak perlu melaporkan perjalananku pada kalian, ke mana pun aku pergi, yang penting aku baik-baik saja, bukan begitu?"Jason yang selalu memandang tinggi ke atas sama sekali tidak marah mendapatkan perlakuan Pamela yang tidak sopan. Dia mengangguk dengan gembira, "Benar, yang penting kamu sudah pulan
Pamela bersandar di kasur, melanjutkan membaca buku yang belum selesai dia baca tadi, dia tidak peduli Jason mengikutinya, dia hanya berpura-pura tidak melihatnya.Mata Jason melihat sekeliling ruangan, kemudian menatap Pamela yang perutnya sudah membesar, lalu berkata dengan serius, "Pamela, pulanglah bersama Kakak."Pamela perlahan membalikkan halaman bukunya, "Pulang? Aku sudah di rumahku sendiri, aku harus pulang ke mana lagi?" jawabnya.Jason berjalan ke sisi Pamela, duduk di sampingnya dengan anggun, lalu berkata, "Kamu tahu maksudku."Bulu mata panjang Pamela terangkat, dia berkata, "Pak Jason, bisakah kamu memberitahuku dulu, bagaimana kamu tahu aku ada di sini? Apakah adik baikmu, Justin, yang memberitahumu? Atau sahabat baikmu, Andra?"Jason tidak merahasiakannya. "Agam yang memberitahuku."Pamela terkejut, jawaban Jason di luar dugaannya."Uh, bukannya kalian musuh bebuyutan? Nggak disangka masih berhubungan," kata Pamela.Jason menghela napas, kemudian membujuk, "Pamela, ki
Bam!Pamela menutup buku di tangannya dengan kesal, dia tidak tahan lagi."Tuan Jason, aku harus bilang berapa kali? Aku sudah dewasa sekarang, aku bisa menjaga diriku sendiri, juga akan bertanggung jawab pada kesehatanku, kamu nggak usah khawatir," marah Pamela.Jason memahami penolakan Pamela, tapi dia benar-benar tidak bisa tenang.Bagi wanita, melahirkan itu ibarat melewati pintu neraka, jika terjadi kesalahan, ke mana dia harus menyesalinya?Namun, dari responsnya saat ini, Pamela nggak mungkin mau ikut pulang dengannya ....Jason berpikir sejenak, lalu berkompromi, "Oke, kamu boleh tinggal di sini. Besok Kakak akan mengirim seseorang ke sini untuk menjagamu, Kakak juga akan mengunjungimu setiap hari."Pamela benar-benar kesal. "Nggak perlu," katanya."Kita sepakati seperti itu! Kalau nggak mau ikut dengan Kakak, kamu harus mengizinkan Kakak membuat pengaturan seperti ini, baru Kakak bisa tenang," kata Jason, tidak memberikan kesempatan pada Pamela untuk menolak, dia bangkit dari
Adsila tersadar, lalu menjulingkan matanya pada Marlon, kemudian berkata dengan kesal, "Ya, betul! Aku ini sering diabaikan, puas? Bukankah dulu kamu juga mengabaikanku? Apa menyindirku membuatmu senang?"Setelah dimarahi, Marlon tertegun sejenak, tapi kemudian tertawa terbahak-bahak, "Nggak, nggak! Kamu sudah membuatku luluh, sekarang aku di pihakmu! Jangan marah!"Wajah Adsila memanas, apa ....Apa maksudnya sudah membuatnya luluh?Sebenarnya apa yang dibicarakan pria ini?Ariel meletakkan sendoknya, lalu berdiri sambil berkata, "Aku sudah selesai makan, kalian makanlah pelan-pelan."Setelah itu, dia kembali ke kamarnya, di meja makan hanya menyisakan Adsila, berhadapan dengan Marlon yang wajahnya penuh senyuman."Itu .... Aku mau lihat Bibi dulu!"Baru saja dia akan pergi, Marlon malah menariknya kembali sambil berkata, "Untuk saat ini jangan ganggu Bos dulu, hari ini dia hanya ingin menenangkan diri."Apa boleh buat, Adsila duduk kembali.Dia tidak berselera makan ataupun minum.Ma
Setelah sup pengar disiapkan, pembantu menyajikannya pada Agam yang matanya sudah terbuka lebar.Agam meminum dua teguk, lalu melambaikan tangannya dengan wajah cemberut.Para pelayan tidak berani memberinya lagi, mereka meletakkan sup itu dan menyingkir.Frida duduk di samping Agam, menatapnya dengan wajah sedih, lalu menasihati, "Minumlah sup pengar ini, lalu mandilah agar sadar. Sudah dewasa begini masih mabuk parah."Agam sakit kepala, dia menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, salah satu lengannya diletakkan di dahi, menutupi matanya, dia tidak merespons ucapan Frida.Frida melihat kilatan cahaya di saku celana jasnya, dia mengulurkan tangan dan mengeluarkan ponsel Agam yang tidak bersuara.Nomor penelepon tidak tersimpan di kontak, Frida teringat sesuatu, matanya berbinar, lalu menjawab panggilan itu untuk cucunya."Agam, kamu sudah sampai di rumah?"Terdengar suara Sophia dari ujung telepon.Mata Frida yang berbinar redup dalam sekejap. "Dia sudah sampai di rumah. Sophia nggak
Frida mengangguk. "Baguslah kalau nggak apa-apa. Masa kehamilan Pamela sudah besar, Nenek benar-benar khawatir dia lahir prematur karena emosi! Huh, persalinan itu sangat berisiko .... Oh, ya, jangan beritahukan apa yang terjadi hari ini pada kakekmu. Jangan sampai si bodoh itu memandang sebelah mata pada Pamela lagi!""Ya, ya, aku mengerti!"...Di hotel.Sophia menari sendirian di dalam kamar sambil mendengarkan musik jazz yang elegan.Pengikutnya, Kelvin, masuk untuk membawakan anggur merah. Melihat Sophia menari dengan penuh antusias, Kelvin bertanya, "Nona, ada hal menggembirakan apa?"Gerakan Sophia melambat dan dia tersenyum. "Aku kelihatan gembira?"Kelvin mengangguk, lalu menjawab seraya membuka botol anggur merah, "Ya! Nona tampak sangat ceria hari ini. Apakah ada kejadian spesial hari ini?"Sophia berhenti menari. "Hari ini, wanita bernama Pamela itu akhirnya muncul!"Kelvin yang tengah menuang anggur pun berhenti. "Hah? Bukankah Pamela itu musuh cinta Nona? Kenapa Nona mala