Adsila tidak ingin Marlon mengetahui kondisi mentalnya, jadi dia ingin segera keluar dari kamar ini ....Akan tetapi, ketika dia berbalik dan pintu baru terbuka sedikit, sebuah tangan besar menariknya dan menutup kembali pintu itu.Adsila kaget, dia mengerutkan kening, tapi tidak berani menoleh, "Pak Marlon, kamu ... kamu mau apa?"Marlon berdiri di belakangnya, mengembuskan napas hangat ke telinganya disertai aroma bir, "Nggak mau apa-apa," jawabnya.Jantung Adsila berdegap kencang, bunyinya sekeras suara gendang, "Kalau begitu biarkan aku keluar! Aku ... aku mau ke toilet!"Marlon tersenyum sambil berkata, "Kamar mandi ada di sebelah kirimu, pergilah!"Adsila melihat ke sebelah kiri, benar saja ada kamar mandi di sana, tapi ini kamar mandi dalam kamarnya Marlon, dia tidak pantas memakainya!Lagipula, tujuan utamanya bukan mau ke kamar mandi, melainkan keluar dari sini."Pak Marlon, aku nggak suka menggunakan kamar mandi di kamar pria, tolong biarkan aku keluar!" pinta Adsila.Marlon
Marlon menjawab, "Nggak tuh! Temperamennya selalu seperti ini. Dia jarang marah, tapi sekali marah akan sangat menakutkan. Lihat, aku saja nggak berani bicara dengannya."Adsila mulai khawatir lagi. "Oh .... Baiklah."Marlon mengangkat tangannya, memegang lembut bahu Adsila, membawanya ke sisi ranjang, lalu mendorongnya untuk duduk, kemudian menjelaskan, "Bukannya aku sengaja membawamu ke kamarku, tapi hanya ini wilayahku, kamar lain di tempati Bos dan Ariel, aku nggak berani membawamu ke wilayah mereka tanpa izin, kalau sampai ketahuan, aku bisa dipukuli mereka!"Adsila duduk di ranjang yang empuk, merasa sedikit tidak nyaman, tetapi setelah mendengarkan penjelasan Marlon, agaknya dia mengerti sedikit, jadi tidak bangkit lagi.Selama ini dia tahu Marlon dan Ariel tinggal bersama, tapi dia baru tahu kalau Pamela juga tinggal bersama mereka.Ruang yang dipakai wanita lebih banyak, karena wanita punya banyak pakaian, kosmetik dan lainnya, sedangkan pria lebih sederhana, cukup kamar tidur
"Pak Marlon, tolong jangan bercanda seperti itu lagi denganku!" Adsila benar-benar marah, baru bicara beberapa kata, Marlon sudah mulai tidak serius lagi.Tidak ada lagi senyuman di wajah Marlon, dia menatap Adsila dalam-dalam sambil berkata, "Aku nggak bercanda, aku sangat serius sekarang."Adsila bisa mendengar suara degupan jantungnya, sekeras suara gendang, dia tidak percaya dengan keseriusan yang dikatakan Marlon, hanya merasa dirinya sedang diledek, dia pun memperjelas statusnya, "Kalaupun serius sudah terlambat, aku sudah punya pacar!"Marlon menyerahkan ponsel padanya sambil berkata, "Gampang, telepon dan campakkan saja Albert."Setelah tertegun sejenak, Adsila berdiri dan berkata dengan marah, "Pak Marlon, apakah seperti ini sikapmu dalam menghadapi cinta? Bisa kamu campakkan sesuka hati? Kamu nggak menghormati pacarku, aku akan menghormatinya sendiri! Dia sangat baik, aku nggak akan mencampakkannya!"Marlon mengernyitkan bibir dan bertanya, "Kamu menyukainya?"Mata Adsila ber
"Tadinya aku mengira kamu nggak spesial bagiku, hanya salah satu dari sekian banyak wanita yang suka padaku, tanpa kamu, aku nggak akan merasakan apa-apa," kata Marlon."Tapi, sejak kamu nggak masuk kantor, setiap hari rasanya ada yang kurang, sering kali aku teringat saat-saat kamu berkeliaran di hadapanku ..." sambungnya."Melihatmu bersama pria lain, aku cemburu! Bagaimana bisa kamu bersikap baik pada pria lain seperti sikapmu padaku?" lanjutnya."Aku nggak terima kamu bersikap baik pada pria lain," sambungnya lagi."Kamu nggak boleh bersikap baik pada pria lain," lanjutnya lagi."Aku nggak mau!" tambahnya.Perasaan Adsila kacau.Marlon ini sedang apa? Bersikap manja?"Pak Marlon ..." kata Adsila pelan.Marlon mengusap matanya ke bahu Adsila, "Kenapa kamu nggak mencobanya sekali lagi? Kembalilah padaku. Setelah kita bersama, aku janji nggak akan melakukan kontak dengan wanita lain, aku hanya berkencan denganmu seorang! Oke? Beri aku kesempatan, cobalah denganku? Hm?"Napas Adsila te
Setelah bicara, Pamela berbalik, masuk ke kamarnya dan menutup pintu.Adsila terlihat sedih, Pamela sepertinya benar-benar tidak menginginkan pamannya lagi ...."Kalau nggak mau pergi, malam ini boleh tidur di kamarku, aku nggak keberatan."Marlon berbisik ke telinga Adsila sambil tersenyum.Adsila tersadar, teringat kembali akan pembicaraan mereka barusan, dia tersenyum pahit sambil berkata, "Aku terima niat baik Pak Marlon, tapi aku tidur di ruang tamu saja."Sekalipun Pamela tidak ingin mengobrol dengannya, Adsila juga tidak boleh pergi, dia harus membantu pamannya menjaga Pamela!Bagaimana kalau Pamela tiba-tiba menghilang lagi seperti dulu?Marlon tersenyum seakan lupa dirinya baru saja ditolak. "Yakin menginap di sini? Kalau begitu malam ini kamu yang masak, aku merindukan masakanmu!"Adsila tersipu, lalu menatapnya dengan heran sambil berkata, "Kalaupun aku menginap di sini, tetap saja aku ini tamu, bagaimana bisa kamu meminta tamu memasak untukmu?"Marlon merentangkan tangannya
Dia menoleh, melihat ekspresi cemberut pria itu, lalu bertanya dengan hati-hati, "Jadi ... kalau Pamela benar-benar nggak peduli padamu lagi, Agam, apa yang akan kamu lakukan?"Rahang Agam menegang, dia tidak mengatakan apa-apa, hanya menghidupkan mesin mobil dan mulai menjalankannya.Melihat sikap pria itu, Sophia mengira antara Agam dan Pamela sudah berakhir. Satu-satunya yang menahannya adalah anak dalam perut Pamela!Sophia menghela nafas, berkata seolah sangat khawatir, "Agam, kalau memang nggak cocok, jangan dipaksakan lagi! Sebenarnya, setelah bertemu hari ini, aku merasa temperamen Pamela agak buruk ....""Bukannya aku bilang dia nggak baik, aku hanya merasa dia nggak cocok denganmu, kalian akan kelelahan," lanjutnya.Setelah memutar kemudi, Agam berkata dengan suara pelan, "Dia masih muda, masih punya sifat kekanak-kanakan. Aku mewakili dia minta maaf padamu atas kejadian hari ini. Aku akan bertanggung jawab sepenuhnya kalau ada bekas luka di dahimu akibat kejadian hari ini, a
Dia juga nona besar yang dimanjakan, sejak kecil tidak pernah mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tapi demi cinta, dia belajar dengan giat ....Karena memiliki tujuan yang jelas, dia belajar dengan cepat dan mempunyai beberapa hidangan andalan.Sekarang kalau dipikir-pikir, dia merasa konyol, dia belajar giat untuk pertama kalinya demi seorang pria, bukan demi dirinya sendiri."Apa kamu merasa kita berdua sekarang seperti sedang menjalani kehidupan berumah tangga?"Ketika mendengar kata-kata Marlon, Adsila yang sedang menumis daging kembali tersadar, pipinya memerah, tapi perasaan yang lebih jelas adalah tidak senang, "Pak Marlon, kalau kamu ingin membantu, maka bantulah tanpa bicara, kalau kamu terus bicara ngawur, lebih baik kamu keluar!"Marlon tersenyum sambil berkata, "Aku mengatakannya karena merasa begitu, kamu marah?"Adsila mendengus, tidak menghiraukannya lagi.Saat keduanya menyiapkan bahan masak, terdengar suara orang membuka pintu dari luar ....Keduanya menoleh ke arah pi
Adsila mengambil mentimun di atas meja, melemparkannya ke arah Justin, lalu memarahinya, "Apa maksudmu kencan? Bisa bicara nggak kamu?"Justin berjongkok untuk menghindarinya, kemudian merevisi, "Oke, aku menggunakan kata yang salah, kuganti! Apakah kamu dan Marlon pacaran?"Adsila semakin kesal, "Pacaran kepalamu!" makinya.Justin mengerutkan kening kebingungan. "Kalau begitu, kamu ke sini untuk kerja bakti?" tanyanya.Adsila mendengus, "Bibiku ada di sini! Aku mewakili Paman menjaga Bibi, nggak boleh?"Justin tiba-tiba menyadari, "Oh, ternyata ini demi Pamela! Oh ya, bagaimana kabar Pamela dan Kak Agam? Kenapa dia nggak pulang ke kediaman Keluarga Dirgantara?"Begitu menyebut paman dan bibinya, seketika Adsila cemas, "Memangnya kenapa? Begitu bertemu suasananya sangat buruk, terjadi hal yang nggak menyenangkan, mereka berpisah! Jadi Bibi datang ke sini!" teriaknya.Secara tidak sadar Justin juga mengkhawatirkan Pamela, "Berpisah? Apa Kak Agam nggak menyusul ke sini? Selama ini dia me