Dia tidak menyangka, setelah sekian lama, ketidakpercayaan pria ini padanya masih sangat menyakitinya."Nggak."Dia tidak akan minta maaf atas perbuatan yang tidak dia lakukan.Minta maaf artinya mengaku bersalah.Menyaksikan konflik di antara tamu terhormat yang terjadi di dekat pintu restoran, para pelayan tidak berani melerainya, mereka pun memanggil manajer restoran ....Kehadiran manajer restoran menarik perhatian tamu lainnya, banyak di antara mereka ikut menyaksikan keributan yang terjadi!Frida dan lainnya juga mendengar keributan tersebut, mendengar kabar adanya perselisihan antara Agam dan dua wanita, Frida tidak bisa tinggal diam, dia segera meminta Olivia memapahnya ke sana!Frida berjalan melewati kerumunan dan melihat Agam sedang memegang kerah Pamela, memintanya untuk minta maaf kepada Sophia yang kepalanya berdarah.Sedangkan Pamela dengan mata memerah dan ekspresi keras kepala menolak untuk meminta maaf.Sementara Sophia mencoba membujuk, mengatakan dirinya baik-baik s
Pamela tersenyum sambil berkata, "Oke, aku akan minta maaf pada Sophia!"Frida menunjukkan senyum bahagia, "Baguslah Pamela, Nenek tahu kamu orang yang bijaksana," katanya.Pamela menghampiri Sophia.Tatapan Sophia jelas dipenuhi rasa bangga, tapi dia berpura-pura murah hati dan melambaikan tangan sambil berkata, "Nggak perlu, Pamela, aku tahu kamu pasti nggak .... Ah!"Sebelum selesai bicara, Pamela menjambak rambut Sophia, menarik dan membenturkan kepalanya ke meja kasir!Semuanya terjadi begitu cepat, Sophia secara tiba-tiba merasakan sakit dan menjerit sebelum sempat bereaksi.Semua orang terkejut, tak ada yang menyangka situasi akan menjadi seperti ini.Saat Agam hendak menghentikannya, Pamela sudah selesai membenturkan kepala Sophia.Agam melihat luka baru di kening Sophia, dengan tatapan marah dia bertanya dengan suara dingin, "Sebenarnya apa maumu?"Pamela mendorong Sophia ke pelukan Agam, lalu mengambil tisu di meja kasir dan menyeka tangannya. "Aku ini orangnya paling benci d
Selesai bicara, Pamela hendak melewati Frida dan pergi."Pamela ..." panggil Frida. Dia tak berdaya, tetapi masih khawatir dan ingin menghentikan Pamela."Biarkan dia pergi!" kata Agam, nadanya begitu tenang hingga tidak ada emosi yang terdengar.Frida tertegun, kemudian menoleh menatap Agam sambil mengerutkan kening dengan cemas ....Pamela berhenti sejenak, lalu berjalan keluar tanpa menoleh.Di tengah kekacauan, Olivia mengejarnya, "Pamela! Tunggu!" teriaknya.Pamela tidak bisa berjalan cepat dengan perutnya yang besar, mendengar teriakan Olivia, dia tidak menghentikan langkahnya, tapi tetap tersusul dengan mudah.Olivia merentangkan tangannya, menghalangi jalan Pamela, kemudian berkata dengan ekspresi tidak senang, "Pamela, kenapa tadi kamu bicara seperti itu pada Nenek? Kamu tahu nggak, selama ini Nenek sangat mengkhawatirkanmu!"Pamela mengerutkan bibirnya, kemudian bertanya, "Mengkhawatirkanku atau anak dalam kandunganku?"Olivia mengerutkan kening dan menjawab, "Tentu saja kedu
Menyadari menyebut Revan juga tidak berhasil, Olivia mulai bermain curang, dia memeluk lengan Pamela erat-erat sembari berkata, "Nggak! Pokoknya aku nggak akan membiarkanmu pergi!"Kesabaran Pamela hampir habis, dia memperingatkan Olivia, "Lepaskan, jangan sampai aku memukulmu!Meskipun tidak leluasa bergerak karena hamil, mengusir gadis manja seperti Olivia bukanlah masalah bagi Pamela.Olivia bersikap seolah tak takut mati, "Pukul saja aku! Pukul! Mati pun aku nggak akan membiarkanmu pergi!" katanya.Melihatnya seperti itu, Pamela tidak tega memukulnya, "Semua anggota Keluarga Dirgantara sakit, ya? Kalian anggap apa aku?"Saat ini, Adsila dan Albert ikut keluar.Melihat Olivia yang bertingkah tidak rasional, Adsila menghela napas tak berdaya, kemudian berkata dengan cemas, "Bibi, Olivia seperti ini karena nggak ingin kamu pergi .... Bagaimana kalau kamu kembali dulu dan bicara dengan Paman? Aku rasa ada kesalahpahaman di antara kalian ...."Pamela mendongak menatap Adsila, lalu merai
Tak lama kemudian, mereka tiba di apartemen tempat Pamela, Marlon dan Ariel tinggal bersama.Begitu memasuki ruangan, Pamela langsung duduk di sofa. Enam bulan tidak pulang, kucing peliharaannya sangat bersemangat, terus-menerus mengelilinginya.Marlon pergi ke dapur besar yang terbuka untuk memanaskan segelas susu dan membawanya keluar, "Bos, mau minum yang hangat?" tanyanya.Pamela mengiakan, tapi tidak menyentuh gelas susu itu, dia hanya memeluk kucingnya, entah apa yang dia pikirkan ....Adsila datang untuk pertama kalinya, dia melihat sekeliling, kemudian melihat Pamela memeluk seekor kucing, dia sedikit khawatir, "Bibi, kamu sedang hamil, bukankah sebaiknya jangan sedekat itu dengan binatang?"Pamela melirik Adsila sambil berkata, "Terserah aku."Adsila terdiam.Sebelumnya Pamela tidak pernah bersikap seperti itu padanya, sekarang Pamela pasti menganggapnya berpihak pada Agam, sehingga ikut marah padanya.Marlon mencuci buah dan meletakkannya di atas meja, kemudian berkata sambil
Adsila tidak ingin Marlon mengetahui kondisi mentalnya, jadi dia ingin segera keluar dari kamar ini ....Akan tetapi, ketika dia berbalik dan pintu baru terbuka sedikit, sebuah tangan besar menariknya dan menutup kembali pintu itu.Adsila kaget, dia mengerutkan kening, tapi tidak berani menoleh, "Pak Marlon, kamu ... kamu mau apa?"Marlon berdiri di belakangnya, mengembuskan napas hangat ke telinganya disertai aroma bir, "Nggak mau apa-apa," jawabnya.Jantung Adsila berdegap kencang, bunyinya sekeras suara gendang, "Kalau begitu biarkan aku keluar! Aku ... aku mau ke toilet!"Marlon tersenyum sambil berkata, "Kamar mandi ada di sebelah kirimu, pergilah!"Adsila melihat ke sebelah kiri, benar saja ada kamar mandi di sana, tapi ini kamar mandi dalam kamarnya Marlon, dia tidak pantas memakainya!Lagipula, tujuan utamanya bukan mau ke kamar mandi, melainkan keluar dari sini."Pak Marlon, aku nggak suka menggunakan kamar mandi di kamar pria, tolong biarkan aku keluar!" pinta Adsila.Marlon
Marlon menjawab, "Nggak tuh! Temperamennya selalu seperti ini. Dia jarang marah, tapi sekali marah akan sangat menakutkan. Lihat, aku saja nggak berani bicara dengannya."Adsila mulai khawatir lagi. "Oh .... Baiklah."Marlon mengangkat tangannya, memegang lembut bahu Adsila, membawanya ke sisi ranjang, lalu mendorongnya untuk duduk, kemudian menjelaskan, "Bukannya aku sengaja membawamu ke kamarku, tapi hanya ini wilayahku, kamar lain di tempati Bos dan Ariel, aku nggak berani membawamu ke wilayah mereka tanpa izin, kalau sampai ketahuan, aku bisa dipukuli mereka!"Adsila duduk di ranjang yang empuk, merasa sedikit tidak nyaman, tetapi setelah mendengarkan penjelasan Marlon, agaknya dia mengerti sedikit, jadi tidak bangkit lagi.Selama ini dia tahu Marlon dan Ariel tinggal bersama, tapi dia baru tahu kalau Pamela juga tinggal bersama mereka.Ruang yang dipakai wanita lebih banyak, karena wanita punya banyak pakaian, kosmetik dan lainnya, sedangkan pria lebih sederhana, cukup kamar tidur
"Pak Marlon, tolong jangan bercanda seperti itu lagi denganku!" Adsila benar-benar marah, baru bicara beberapa kata, Marlon sudah mulai tidak serius lagi.Tidak ada lagi senyuman di wajah Marlon, dia menatap Adsila dalam-dalam sambil berkata, "Aku nggak bercanda, aku sangat serius sekarang."Adsila bisa mendengar suara degupan jantungnya, sekeras suara gendang, dia tidak percaya dengan keseriusan yang dikatakan Marlon, hanya merasa dirinya sedang diledek, dia pun memperjelas statusnya, "Kalaupun serius sudah terlambat, aku sudah punya pacar!"Marlon menyerahkan ponsel padanya sambil berkata, "Gampang, telepon dan campakkan saja Albert."Setelah tertegun sejenak, Adsila berdiri dan berkata dengan marah, "Pak Marlon, apakah seperti ini sikapmu dalam menghadapi cinta? Bisa kamu campakkan sesuka hati? Kamu nggak menghormati pacarku, aku akan menghormatinya sendiri! Dia sangat baik, aku nggak akan mencampakkannya!"Marlon mengernyitkan bibir dan bertanya, "Kamu menyukainya?"Mata Adsila ber