Kalana menatap Johan dengan wajah memelas sembari berkata, "Kakek, aku nggak begitu .... Pamela yang menjebakku ...."Johan yang kecewa pun membuang muka, dia tidak ingin melihat manusia seperti itu di keluarga yang dia banggakan.Kalana yang tidak lagi mendapat simpati dari keluarga maupun teman-temannya, benar-benar hancur.Begitu diambang kehancuran, seseorang akan menggila. Kalana menunjuk Pamela yang dengan tenang memapah Anisa."Dia! Dia yang merencanakan semua ini! Kalau nggak, untuk apa dia memalsukan kematiannya sendiri dan berdiri di sini tanpa luka sedikit pun?" teriak Kalana.Johan dan Anisa mengerutkan kening melihat Kalana yang masih juga keras kepala.Pamela menatapnya, kemudian tersenyum kecil, "Tanpa luka sedikit pun? Kalana, di mana matamu? Kamu nggak lihat aku terluka?" balasnya.Sambil berbicara, Pamela menunjuk kain kasa yang melingkari dahinya.Alis Kalana berkerut erat, sayangnya tatapan mata tidak bisa membunuh!"Pamela, kamu hanya cedera ringan, kenapa malah me
Setelah itu, Jason mengalihkan pandangannya ke luar pintu, lalu berkata, "Pak Polisi di luar, masuklah. Tolong bersihkan Keluarga Yanuar, bawa dan didik dia, berikan hukuman yang sepantasnya!"Kalana tercengang. Ada polisi? Tanpa sadar dia melihat ke arah pintu ....Benar saja, beberapa petugas polisi berjalan masuk, dua dari mereka mendekat dan memborgol Stevi terlebih dahulu. Sisanya berjalan ke arah Kalana, membungkuk untuk membantunya berdiri, lalu memborgolnya.Melihat situasi ini, Kalana segera tersadar, dia berusaha melepaskan borgol yang terpasang di pergelangan tangannya, berkata dengan tidak kooperatif, "Apa-apaan ini? Kenapa kalian menangkapku?"Kepala Polisi merespons, "Nona Kalana, Anda dicurigai sebagai dalang dibalik kasus penyewaan pembunuh bayaran, silakan ikut kami ke kantor untuk bekerja sama dalam penyelidikan."Kalana mencibir, "Aku menyewa pembunuh bayaran? Apa kalian punya bukti? Pasti Pamela si wanita jalang ini yang melaporkan aku, 'kan? Huh, itu semua omong ko
Setelah Kalana dibawa pergi oleh petuga polisi, Johan dan Anisa hanya bisa menghela napas!Huh! Bagaimana pun Kalana adalah cucu yang mereka sayangi selama bertahun-tahun, kini dia harus dijebloskan ke penjara, mana mungkin mereka tidak merasakan apa-apa!Namun, mereka juga tahu jelas, Kalana yang sekarang berbeda dengan Kalana semasa kecil, dia harus menerima akibat dari segala perbuatannya.Jason menatap polisi yang membawa Kalana pergi, tatapannya menyimpan kerumitan yang tak bisa diungkapkan.Setelah menarik pandangannya, dia menatap Pamela.Melihat kain kasa yang mengelilingi luka di dahi Pamela, Jason merasa tidak tega sekaligus bersyukur karena adiknya masih hidup!Dia tidak bisa menahan diri untuk memeluk Pamela, kemudian berkata, "Syukurlah, syukurlah kamu masih hidup! Pamela, untunglah kamu baik-baik saja, Kakak takut setengah mati, tahu, nggak?"Pamela yang dipeluk erat secara tiba-tiba tidak segera meronta, dia tidak terlalu keberatan dengan tindakan Jason, juga tidak terla
Ekspresi wajah pria itu tidak jelas, dia menatap Pamela dengan mata sayu ....Olivia membungkam mulutnya, dia melihat dengan mata kepalanya sendiri reaksi Agam ketika mengira Pamela sudah meninggal, dia tahu seberapa pentingnya Pamela bagi Agam, juga memahami perasaan Agam saat ini pasti sangat rumit, lebih baik dia tidak ikut campur!Pamela mendekati Agam, lalu menyapa, "Paman."Setelah mendekat, barulah dia menyadari Agam memegang sebatang rokok yang belum dinyalakan.Entah karena rumah sakit tidak mengizinkannya merokok atau karena alasan lain.Sepertinya sudah lama sekali Agam tidak merokok.Ekspresi Agam sulit ditebak, dia membuang rokok yang belum dinyalakan itu ke tong sampah di dekat sana, lalu melepas mantel dan memakaikannya pada Pamela.Tanpa mengatakan apa pun, Agam berbalik dan pergi.Pamela mengerutkan kening, mengikutinya dari belakang ....Meski kurang responsif, Olivia bisa merasakan kejanggalan antara Agam dan Pamela. Dia tidak berani terlalu dekat, hanya diam-diam me
Melihat Tuan Muda berjalan keluar, Calvin tadinya ingin mengikuti, tapi Anisa justru menghentikannya."Calvin, kamu jangan pergi, temani kami di sini," cegat Anisa.Calvin terlihat kesulitan, "Uh, itu ...."Saat ini Jason terus memikirkan kondisi kesehatan Pamela, sama sekali tidak menyadari Calvin telah dicegat oleh Anisa, dia berjalan keluar sendirian.Setelah Jason keluar, Anisa langsung bertanya, "Calvin, katakan yang sebenarnya! Kenapa kaki Jason bisa terluka? Lukanya serius, nggak?"Untuk menenangkan Johan dan Anisa, Calvin tidak berani meninggalkan mereka begitu saja.Meskipun tempat ini bukan kamar mayat sungguhan, melainkan kamar cadangan tak terpakai yang digunakan pihak rumah sakit untuk membantu Pamela, kamar yang sudah bertahun-tahun menganggur itu tetap saja agak seram, tidak baik jika kedua orang tua itu berlama-lama di sana.Calvin berkata, "Nyonya, aku benar-benar nggak berbohong. Luka kaki Tuan Muda nggak serius, hanya perlu pemulihan, juga nggak akan menimbulkan damp
Calvin tertekan menghadapi pertanyaan dari Johan, dia menjawab dengan berat, "Tuan, Tuan Muda dan Nona Pamela ...."Johan melotot sambil mengancam, "Jangan membodohiku, lebih baik kamu katakan yang sebenarnya, kalau sampai aku tahu kamu membohongiku, kamu akan tahu akibatnya!"Calvin merasa tak sanggup merahasiakannya lagi, cepat atau lambat Tuan akan mengetahuinya, setelah berpikir sejenak, dia berkata tak berdaya, "Karena ... karena Nona Pamela ....""Karena dia adalah penyelamat Kakek, Keluarga Yanuar berutang padanya."Saat ini suara Jason terdengar, menyela ucapan yang hampir dilontarkan Calvin.Johan dan Anisa menoleh ke arah datangnya suara, terlihat cucu sulung mereka yang menggunakan tongkat sudah kembali.Melihat Tuan Muda sudah kembali, Calvin menghela napas lega. Di bawah tekanan Tuan dan Nyonya barusan, dia hampir saja membocorkan identitas Nona Pamela, untung saja ....Jason yang menggunakan tongkat berjalan mendekati Johan dan Anisa, lalu menyerahkan sebotol obat di tang
Saat itu, takutnya Pamela akan menghadapi masalah besar.Jason sadar, dia adalah kakak yang buruk. Untuk saat ini, hal yang bisa dia lakukan adalah melindungi dunia Pamela dan tidak membuat masalah untuknya.Di saat yang sama, di ruang VIP rumah sakit.Frida terbaring di ranjang rumah sakit, dia tertidur di bawah pengaruh obat penenang, tapi alisnya berkerut erat, dalam tidur pun dia tidak rileks.Di samping ranjang, Tomi duduk di kursi roda, memandangi istrinya dengan penuh perhatian, dia sangat mengkhawatirkannya.Dalam situasi ini, mereka harus menjaga emosi Frida, tidak boleh membuatnya kesal. Setelah siuman, dia pasti akan menanyakan kabar Pamela lagi.Uh! Gadis kecil itu bernasib buruk, dia meninggal di usia muda!"Kakek, bagaimana keadaan Nenek?"Tomi menghela napas meratapi istrinya, tiba-tiba terdengar suara seorang wanita datang dari belakang ....Karena perhatiannya tertuju pada Frida, Tomi tidak bisa membedakan suara itu dengan cermat, dia mengira cucunyalah yang telah kemb
Melihat Frida berusaha bangkit, Pamela segera mengulurkan tangan untuk membantunya, dia juga menaikkan bantal belakang Frida, agar dia bisa bersandar dengan nyaman.Setelah duduk, Frida meraih tangan Pamela, lalu menepuknya dengan lembut sambil berkata, "Pamela, kamu ini, kenapa nggak memberi tahu Nenek kalau kamu hamil? Kalau bukan kejadian hari ini, Nenek sampai sekarang pun nggak tahu kalau kamu hamil."Pamela duduk di tepi ranjang, tersenyum pada Frida, kemudian menjelaskan, "Aku bukan sengaja mau merahasiakannya, aku cuma takut Nenek cemas, juga takut Nenek mengaturku, melarangku melakukan berbagai hal ...."Frida mengerutkan dahi, berkata dengan nada tegas, "Apa mungkin Nenek nggak cemas? Kamu ini cucu menantuku, kamu dan anak dalam perutmu sama pentingnya bagi Nenek. Kamu nggak ingin Nenek mengaturmu, lihat, sekarang kamu berkeliaran di luar sampai tertabrak, 'kan? Untung saja nggak ada yang serius, kalau nggak, bagaimana Nenek bisa menerima kenyataan ini?"Pamela mengangguk, "H