Ibuku meninggal karena terlalu emosional. Pasalnya, hari yang seharusnya menjadi hari pernikahanku, kini pengantin wanitanya malah berubah menjadi mitra bisnis Ezra. Pada saat ibuku mengembuskan napas terakhirnya, hari pernikahanku berubah menjadi hari pemakamannya. Namun, Ezra memerintahkan agar pesta pernikahan tetap dilanjutkan seperti biasa dan bahkan memintaku untuk memasangkan cincin pernikahan ke jari Naila secara langsung. "Cepat! Pasangkan cincin itu padanya. Malam ini, aku akan memberimu penjelasan," katanya sambil menggertakkan giginya. Aku mengabaikan amarah Ezra dan menggendong jenazah ibuku meninggalkan hotel. Pukul delapan malam, pernikahan dengan pengantin yang diganti itu selesai dengan "sempurna". Naila memposting di Instagram dan postingannya mendapat puluhan ribu suka. [ Yay! Hari ini aku akhirnya menikahi pria idamanku. Terima kasih pada pihak ketiga yang sadar diri dan pergi. ] Tak lama kemudian, Ezra juga memposting. [ Orang yang nggak layak, nggak pantas dicintai. ] Di kamar jenazah yang dingin, aku memberikan tanda suka pada postingan mereka berdua dan menulis komenta. [ Semoga langgeng. ] Kemudian, aku mengemas barang-barangku sambil memeluk kotak abu jenazah ibuku. Namun, ketika aku sampai di rumah baru yang kubeli, aku menemukan Ezra sedang berciuman penuh gairah dengan Naila di sofa baruku.
View MoreEzra akhirnya tetap tidak bisa melihatku.Nenek berkata, "Aku sudah janji sama Farah. Dia bilang, dia nggak mau melihatmu lagi seumur hidup."Ketika semua kekuasaan dan statusnya dicabut, Ezra tidak kehilangan akal. Namun, pada saat mendengar kata-kata ini, Ezra benar-benar kehilangan kewarasannya.Dia memandang ke arah aula tempat jasadku terbaring dan berniat untuk menerobos masuk. Namun kali ini, bukan hanya Teddy, melainkan semua orang maju bersama untuk menahannya dan menjatuhkannya ke lantai.Ezra berteriak keras, "Farah! Kamu pasti belum mati! Kamu nggak mungkin mati! Aku nggak mengizinkanmu mati! Kenapa kamu mati?! Apa hakmu mati?!"Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Ezra.Dengan air mata yang tertahan, Nenek menggertakkan giginya sambil berkata, "Hak apa?! Dia itu manusia! Dia bukan milikmu!""Dulu, kamu menyembunyikan ketidakpuasanmu terlalu baik! Demi mewarisi Keluarga Tanoto, kamu berpura-pura mencintainya! Kamu menipunya!""Dia mencintaimu, itulah sebabnya dia b
"Mana mungkin?" Ezra membelalak tidak percaya. Dia mulai terbatuk sambil menutup mulutnya dengan tangan. Batuknya semakin keras, seolah paru-parunya akan keluar.Naila yang melihat kondisinya ini, langsung melangkah maju dan menepuk-nepuk bahunya dengan lembut untuk mencoba menenangkannya.Dia menatap Nenek dan menangis dengan suara serak, "Nenek! Anda ini nenek kandung Ezra. Kenapa Anda juga perlakukan Ezra begini! Dia nggak boleh terlalu emosional, paru-parunya nggak kuat."Sambil berkata demikian, dia berlutut untuk berpura-pura kasihan. "Suruh Farah keluar. Kalau dia benar-benar cemburu, aku bisa pergi. Asalkan Ezra baik-baik saja, aku rela melakukan apa saja."Air mata mengalir deras di wajah Naila. Bahkan di saat seperti ini, dia masih mencoba menggunakan citra diri yang penuh belas kasihan untuk menarik perhatian dan mencoba menunjukkan bahwa dia adalah satu-satunya yang benar-benar peduli pada Ezra.Nenek turun dari tangga dengan langkah tegas. Dia mengayunkan tangan dan member
Ketika Ezra yang kehilangan akal mengemudikan mobilnya dan menerobos gerbang besar Keluarga Tanoto untuk mencariku, Nenek sedang berlutut dan melantunkan doa untukku dan ibuku.Tubuhku yang tak bernyawa dan sisa tulang ibuku diletakkan di bawah patung doa.Mobil Ezra akhirnya berhenti di depan aula sembahyang. Airbag-nya meledak, tetapi kepalanya tetap penuh darah akibat benturan."Farah! Keluar kau sekarang juga!" Dia berteriak seperti anjing gila dan memekik di depan aula.Nenek hanya menghentikan lantunan doanya sebentar, jari-jarinya terus memutar tasbih dan melanjutkan doanya dengan ketulusan hati. Dia berharap aku dan ibuku bisa menuju kebahagiaan di alam baka.Sampai akhirnya, Naila mengemudikan mobil dan menyusul dari belakang. Dia turun dari mobil sambil berteriak, "Nenek, tolong jangan salahkan Ezra!"Saat itu, tasbih di tangan Nenek terputus. Butir-butir tasbihnya berjatuhan ke tanah dan bergulir ke segala arah."Berlutut!"Nenek berdiri dan membentak, "Cepat berlutut di dep
Aku tidak benar-benar pergi. Rohku melayang di udara, menyaksikan Nenek tidak sengaja menekan tombol untuk menjawab panggilan telepon karena terlalu sedih.Dari seberang sana, terdengar suara Ezra yang penuh amarah. "Farah! Kamu sembunyi di mana?! Apa kamu pikir bersembunyi seperti anjing bisa mengancamku?!""Katakan! Kamu pergi menemui Nenek, ya?! Apa kamu pikir dengan berlindung padanya, kamu bisa memaksaku? Kukasih tahu ya! Di rumah ini, sekarang akulah yang berkuasa!"Nenek terengah-engah karena emosi. Tubuhnya goyah, dia mundur sambil memegang dadanya dan ponselnya terjatuh ke lantai.Bunyi ponsel yang jatuh ke lantai semakin memicu amarah Ezra. Dia sepertinya mengira aku sedang mendiamkannya sebagai bentuk protes."Kenapa nggak bicara? Kamu sudah mati ya?"Mendengar kata-kata itu, aku tiba-tiba ingin memberitahunya. Benar, aku sudah mati. Bukankah sekarang kamu dan Naila bisa hidup bahagia bersama untuk selamanya?"Farah! Cepat bicara!" Ezra menggeram dengan marah. "Kukasih tahu
Aku mati, mati di dalam rumah sakit.Sebelum napasku benar-benar habis, Nenek Ezra bersimpuh di samping tempat tidurku dan memanggil namaku berulang kali dengan suara penuh kesedihan."Farah! Kenapa kamu seperti ini? Bagaimana ini bisa terjadi?"Mata nenek memerah. Air matanya mengalir dan dia memohon padaku dengan penuh isak, "Jangan tutup matamu, bertahanlah sedikit lagi. Ezra segera tiba."Namun aku tahu, aku tidak akan bisa bertahan lebih lama.Tulang rusukku patah karena tendangan Ezra. Dua di antaranya menusuk paru-paruku, menciptakan lubang besar yang membuatku kesulitan bernapas. Setiap napas disertai suara memilukan. Keguguran ini membuatku terus menerus kehilangan darah tanpa henti.Sepanjang lorong rumah sakit menuju ruang gawat darurat, darahku membentuk garis merah yang memanjang. Bisa bertahan sampai sekarang saja sudah menjadi keajaiban.Setelah keluar dari ruang gawat darurat, dokter hanya menatapku dengan penuh penyesalan, lalu menggelengkan kepala kepada nenek Ezra."
Aku menggigit erat gigi-gigiku dan menolak untuk membuka mulut, sementara Ezra terus menamparku dengan kasar dan memaksaku untuk menyerah. Akhirnya, dia mencengkeram rahangku dengan kedua tangannya, mencoba membuka mulutku dengan kasar.Dada Ezra bergetar hebat. Napasnya memburu dan dia berteriak dengan marah, "Cepat! Kalau nggak mau makan, sekarang juga minta maaf sama Naila! Lalu mohon sama aku, bilang kamu nggak mau pergi dan kamu ingin tetap jadi Nyonya Keluarga Tanoto!"Rasa sakit yang menusuk menjalar dari sudut bibirku. Kepalaku terasa seolah-olah akan terbelah menjadi dua oleh kekuatannya. Namun, aku tetap menatap Ezra dengan mata yang penuh dengan kemarahan dan kebencian.Mungkin karena dia menyadari bahwa aku hampir mati, seberkas kesadaran muncul di matanya. Akhirnya, Ezra melepaskan tangannya.Aku terengah-engah dan buru-buru merangkak di lantai, mencoba untuk mengumpulkan sisa abu ibuku. Namun tiba-tiba, Naila sengaja membuka semua jendela."Ezra, di sini terlalu pengap. P
Aku terduduk lemas di genangan darah. Seluruh tubuhku terasa seperti hancur berkeping-keping oleh rasa sakit yang luar biasa. Namun, yang lebih menyakitkan adalah perutku, tempat di mana kehidupan baru sedang tumbuh.Rasa anyir yang pahit mengalir dari bibirku dan air mata yang terus mengalir memburamkan penglihatanku. Aku memeluk kotak abu ibuku erat-erat dan mencoba untuk berdiri. Namun, tubuhku tidak mau bergerak.Tanganku yang gemetar meraba perutku, lalu tiba-tiba darah segar menyembur keluar dari mulutku.Pemandangan itu membuat Naila ketakutan. Dia mencengkeram lengan Ezra erat-erat. Wajahnya yang biasanya tampak lembut berubah pucat."Farah! Jangan pura-pura! Aku cuma menyentuhmu sedikit. Jangan berlagak seperti hampir mati!" Ezra berdiri di kejauhan. Wajahnya gelap dan penuh amarah. Dengan santai, dia mengeluarkan tisu untuk membersihkan sepatunya yang terkena darahku.Mata Naila memerah dan air matanya hampir tumpah. Dengan ekspresi polos, dia menatapku sambil berkata, "Ezra!
Saat Ezra hampir berhasil merebut kotak abu ibuku untuk digunakan mengubur anjing kampung yang disebutnya, aku bertindak spontan. Aku menggigit pergelangan tangannya dengan keras. Rasa anyir langsung memenuhi mulutku, membuatku merasa mual hingga ingin muntah."Wanita jalang!" Dengan wajah penuh amarah, Ezra menamparku dengan keras.Aku terjatuh, tetapi tetap memeluk erat kotak abu ibuku. Kepalaku terbentur ujung meja hingga menghasilkan bunyi keras."Ezra!"Naila segera mendekat dengan wajah panik memeriksa tangan Ezra yang terluka. Setelah memastikan keadaannya, dia menatapku dengan tatapan tidak senang."Farah, kenapa kamu menggigit Ezra? Dia sangat peduli padamu. Cuma kotak abu, apa kamu masih khawatir Ezra nggak akan mempersiapkan yang lebih baik untuk almarhum ibumu setelah ini?"Aku memeluk kotak abu ibuku erat-erat dan mencoba berdiri dengan susah payah. Darah dari kepalaku menetes ke kotak abu, membentuk bercak-bercak kecil. Ibuku sangat menyayangiku semasa hidupnya, tetapi di
Ketika aku pulang ke rumah dengan memeluk kotak abu jenazah ibuku, waktu sudah larut malam. Cahaya bulan terasa dingin dan menusuk hingga ke tulang.Baru saja tiba di depan pintu, aku melihat sepatu hak tinggi milik Naila diletakkan di posisi pemilik rumah. Ini bukan pertama kalinya Naila datang ke sini.Sejak tiga tahun lalu, ketika Naila menjadi mitra senior Ezra di perusahaan, dia sering datang dengan alasan "urusan pekerjaan". Entah itu pagi-pagi sekali atau larut malam, bahkan saat hujan deras sekalipun, ambisi "karier"-nya tetap tidak terbendung.Awalnya, aku masih sempat ribut soal ini, tapi Ezra hanya menyuruhku menempatkan diriku dengan benar. Dia berkata, "Perusahaan menghasilkan uang. Kamu yang nggak melakukan apa-apa yang menikmatinya."Lama-kelamaan, jika aku protes lagi, Ezra akan mendiamkanku selama berhari-hari hingga aku meminta maaf terlebih dahulu. Saat itu, aku masih mencintai Ezra, jadi aku terus meyakinkan diriku sendiri.Namun, yang kudapatkan sebagai balasannya
Ketika aku pulang ke rumah dengan memeluk kotak abu jenazah ibuku, waktu sudah larut malam. Cahaya bulan terasa dingin dan menusuk hingga ke tulang.Baru saja tiba di depan pintu, aku melihat sepatu hak tinggi milik Naila diletakkan di posisi pemilik rumah. Ini bukan pertama kalinya Naila datang ke sini.Sejak tiga tahun lalu, ketika Naila menjadi mitra senior Ezra di perusahaan, dia sering datang dengan alasan "urusan pekerjaan". Entah itu pagi-pagi sekali atau larut malam, bahkan saat hujan deras sekalipun, ambisi "karier"-nya tetap tidak terbendung.Awalnya, aku masih sempat ribut soal ini, tapi Ezra hanya menyuruhku menempatkan diriku dengan benar. Dia berkata, "Perusahaan menghasilkan uang. Kamu yang nggak melakukan apa-apa yang menikmatinya."Lama-kelamaan, jika aku protes lagi, Ezra akan mendiamkanku selama berhari-hari hingga aku meminta maaf terlebih dahulu. Saat itu, aku masih mencintai Ezra, jadi aku terus meyakinkan diriku sendiri.Namun, yang kudapatkan sebagai balasannya ...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments