Share

Bab 4

Penulis: Baheera Anastasia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-03 11:04:59
Aku menggigit erat gigi-gigiku dan menolak untuk membuka mulut, sementara Ezra terus menamparku dengan kasar dan memaksaku untuk menyerah. Akhirnya, dia mencengkeram rahangku dengan kedua tangannya, mencoba membuka mulutku dengan kasar.

Dada Ezra bergetar hebat. Napasnya memburu dan dia berteriak dengan marah, "Cepat! Kalau nggak mau makan, sekarang juga minta maaf sama Naila! Lalu mohon sama aku, bilang kamu nggak mau pergi dan kamu ingin tetap jadi Nyonya Keluarga Tanoto!"

Rasa sakit yang menusuk menjalar dari sudut bibirku. Kepalaku terasa seolah-olah akan terbelah menjadi dua oleh kekuatannya. Namun, aku tetap menatap Ezra dengan mata yang penuh dengan kemarahan dan kebencian.

Mungkin karena dia menyadari bahwa aku hampir mati, seberkas kesadaran muncul di matanya. Akhirnya, Ezra melepaskan tangannya.

Aku terengah-engah dan buru-buru merangkak di lantai, mencoba untuk mengumpulkan sisa abu ibuku. Namun tiba-tiba, Naila sengaja membuka semua jendela.

"Ezra, di sini terlalu pengap. Paru-parumu nggak terlalu baik, jadi aku buka jendela untuk sirkulasi udara." Sambil berbicara, dia juga menyalakan AC dengan kekuatan maksimal.

"Jangan!"

Aku mengabaikan rasa sakit di seluruh tubuhku dan berlari ke arah Naila.

Namun, dalam sekejap mata, angin kencang dari luar dan sirkulasi udara AC menyebarkan abu ibuku ke seluruh ruangan. Yang tersisa hanyalah beberapa pecahan tulang kecil di lantai yang bergoyang pelan terbawa angin.

"Ah! Maaf ya, Farah! Aku cuma khawatir sama kesehatan Ezra, jadi aku buka jendela. Aku nggak nyangka akan membuat abu ibumu ...."

Naila berjalan mendekat, lalu menginjak sisa pecahan tulang itu dengan sengaja. Wajahnya berpura-pura polos sambil berkedip seolah-olah tak bersalah.

"Maaf ya, aku telah membuat ibumu benar-benar hilang menjadi debu."

Mataku merah karena marah. Aku melompat ke arahnya dan mencengkeram lehernya erat-erat. "Kubunuh kau!" Aku mencengkeram leher Naila dengan kekuatan penuh, berniat untuk mati bersamanya.

Namun, Ezra yang begitu peduli pada Naila, tentu tidak membiarkanku melakukan itu. Aku kembali terlempar ke genangan darah di lantai dan tubuhku terasa remuk.

"Farah! Aku benar-benar muak sama kamu! Kamu benar-benar nggak mau lagi jadi Nyonya Keluarga Tanoto, ya?!" Ezra berteriak dengan bengis. "Kalau nggak mau, kenapa kamu nggak pergi?! Kenapa nggak pergi dari sini?!"

Aku tidak bisa menahan tawa sinisku. "Kamu nggak mengerti bahasa manusia, Ezra? Aku ingin pergi, tapi kamu yang nggak membiarkanku pergi."

Ezra ingin berlari ke arahku, tetapi Naila menahannya. Dia hanya bisa menunjukku dengan amarah yang meluap-luap dan berteriak keras, "Farah! Kenapa kamu mau pergi?! Apa hakmu untuk pergi?!"

"Kalau kamu ingin pergi, kenapa selama ini seperti anjing terus mengekor di sisiku? Apa kamu begitu rendah? Bukankah yang kamu inginkan hanyalah uang?!"

"Dulu ibumu menyelamatkanku, bukankah itu karena dia tahu aku adalah orang dari Keluarga Tanoto? Dia menggunakan nyawanya yang lebih rendah dari sampah untuk menukar rasa bersalahku!"

"Dia berhasil! Setelah itu, semua orang memaksaku untuk memperlakukanmu dengan baik. Kalau begitu, kenapa sekarang kamu malah ingin pergi?!" Ezra meraung dalam amarah yang tak terkendali.

Matanya penuh air mata dan ketidakpercayaan melingkupi dirinya. Dia tidak percaya bahwa aku benar-benar tidak menginginkan status sebagai Nyonya Keluarga Tanoto.

Bukankah dulu aku begitu mencintainya?

Wajah Ezra tampak begitu muram. Bahkan ketika Naila mencoba membujuknya untuk pergi, dia tetap terperangkap dalam amarahnya.

Akhirnya, setelah Naila mengeluh bahwa lehernya sakit dan sulit bernapas, Ezra mulai tenang dan mengatakan bahwa dia akan segera membawanya ke rumah sakit.

Sementara itu, aku terbaring di genangan darahku sendiri. Entah sudah berapa banyak tulang di tubuhku yang patah. Darah terus mengalir dari tubuhku tanpa henti. Ezra tidak peduli sedikit pun.

Sebelum pergi, dia menoleh ke arahku dan berkata dengan nada dingin, "Jangan coba-coba menemui nenekku. Awas saja kalau kamu melakukannya ...."

Pintu tertutup keras. Dia tidak menoleh lagi dan hanya meninggalkan kata-kata terakhir yang menusuk hati, "Jangan salahkan aku kalau aku nggak punya belas kasihan terakhir!"

Aku tidak lagi punya kekuatan untuk berdiri. Hanya bisa tertawa sinis sambil menyaksikan mereka pergi. Ketika suara langkah kaki mereka menjauh, aku memungut sisa-sisa pecahan tulang ibuku dengan tangan gemetaran, memeluknya erat, lalu menangis sejadi-jadinya.

Angin bertiup masuk melalui jendela yang terbuka. Laporan pemeriksaan kehamilan yang basah oleh darah itu terbang ke arah kakiku.

Dengan tangan gemetar, aku mengambilnya. Aku terdiam sesaat, merenungkan bagaimana angin itu bisa menerbangkannya.

Kesadaranku semakin memudar, kelopak mataku terasa sangat berat. Aku terkulai di genangan darah, merasakan detak jantungku semakin melemah.

Hidupku perlahan-lahan lenyap. Sebelum sepenuhnya kehilangan kesadaran, aku berhasil menekan sebuah nomor telepon.

Tak lama kemudian, suara pintu terbuka dengan sidik jari terdengar. Awalnya, aku mengira itu Ezra. Namun, mataku tak lagi mampu terbuka, kelopak mataku perlahan menutup.

Di saat-saat terakhir, aku mendengar ....

Suara dering telepon yang semakin mendekat. Dan aku melihatnya.

Nenek Ezra. Wanita yang selama ini hidup sederhana, tetapi memegang kendali penuh atas kehidupan dan kematian Keluarga Tanoto, muncul di hadapanku.

"Farah!"

Di saat itu, tasbih di tangan nenek Ezra retak.

Satu per satu butirannya jatuh, bergulir ke dalam genangan darah di bawahku. Darah yang mewakili semua harapan Keluarga Tanoto, yang kini berubah menjadi ketiadaan.

Kenapa, di saat-saat terakhir hidupku, aku masih harus melihatnya?

Bab terkait

  • Hari Pernikahanku Menjadi Kematian Ibuku   Bab 5

    Aku mati, mati di dalam rumah sakit.Sebelum napasku benar-benar habis, Nenek Ezra bersimpuh di samping tempat tidurku dan memanggil namaku berulang kali dengan suara penuh kesedihan."Farah! Kenapa kamu seperti ini? Bagaimana ini bisa terjadi?"Mata nenek memerah. Air matanya mengalir dan dia memohon padaku dengan penuh isak, "Jangan tutup matamu, bertahanlah sedikit lagi. Ezra segera tiba."Namun aku tahu, aku tidak akan bisa bertahan lebih lama.Tulang rusukku patah karena tendangan Ezra. Dua di antaranya menusuk paru-paruku, menciptakan lubang besar yang membuatku kesulitan bernapas. Setiap napas disertai suara memilukan. Keguguran ini membuatku terus menerus kehilangan darah tanpa henti.Sepanjang lorong rumah sakit menuju ruang gawat darurat, darahku membentuk garis merah yang memanjang. Bisa bertahan sampai sekarang saja sudah menjadi keajaiban.Setelah keluar dari ruang gawat darurat, dokter hanya menatapku dengan penuh penyesalan, lalu menggelengkan kepala kepada nenek Ezra."

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Hari Pernikahanku Menjadi Kematian Ibuku   Bab 6

    Aku tidak benar-benar pergi. Rohku melayang di udara, menyaksikan Nenek tidak sengaja menekan tombol untuk menjawab panggilan telepon karena terlalu sedih.Dari seberang sana, terdengar suara Ezra yang penuh amarah. "Farah! Kamu sembunyi di mana?! Apa kamu pikir bersembunyi seperti anjing bisa mengancamku?!""Katakan! Kamu pergi menemui Nenek, ya?! Apa kamu pikir dengan berlindung padanya, kamu bisa memaksaku? Kukasih tahu ya! Di rumah ini, sekarang akulah yang berkuasa!"Nenek terengah-engah karena emosi. Tubuhnya goyah, dia mundur sambil memegang dadanya dan ponselnya terjatuh ke lantai.Bunyi ponsel yang jatuh ke lantai semakin memicu amarah Ezra. Dia sepertinya mengira aku sedang mendiamkannya sebagai bentuk protes."Kenapa nggak bicara? Kamu sudah mati ya?"Mendengar kata-kata itu, aku tiba-tiba ingin memberitahunya. Benar, aku sudah mati. Bukankah sekarang kamu dan Naila bisa hidup bahagia bersama untuk selamanya?"Farah! Cepat bicara!" Ezra menggeram dengan marah. "Kukasih tahu

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Hari Pernikahanku Menjadi Kematian Ibuku   Bab 7

    Ketika Ezra yang kehilangan akal mengemudikan mobilnya dan menerobos gerbang besar Keluarga Tanoto untuk mencariku, Nenek sedang berlutut dan melantunkan doa untukku dan ibuku.Tubuhku yang tak bernyawa dan sisa tulang ibuku diletakkan di bawah patung doa.Mobil Ezra akhirnya berhenti di depan aula sembahyang. Airbag-nya meledak, tetapi kepalanya tetap penuh darah akibat benturan."Farah! Keluar kau sekarang juga!" Dia berteriak seperti anjing gila dan memekik di depan aula.Nenek hanya menghentikan lantunan doanya sebentar, jari-jarinya terus memutar tasbih dan melanjutkan doanya dengan ketulusan hati. Dia berharap aku dan ibuku bisa menuju kebahagiaan di alam baka.Sampai akhirnya, Naila mengemudikan mobil dan menyusul dari belakang. Dia turun dari mobil sambil berteriak, "Nenek, tolong jangan salahkan Ezra!"Saat itu, tasbih di tangan Nenek terputus. Butir-butir tasbihnya berjatuhan ke tanah dan bergulir ke segala arah."Berlutut!"Nenek berdiri dan membentak, "Cepat berlutut di dep

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Hari Pernikahanku Menjadi Kematian Ibuku   Bab 8

    "Mana mungkin?" Ezra membelalak tidak percaya. Dia mulai terbatuk sambil menutup mulutnya dengan tangan. Batuknya semakin keras, seolah paru-parunya akan keluar.Naila yang melihat kondisinya ini, langsung melangkah maju dan menepuk-nepuk bahunya dengan lembut untuk mencoba menenangkannya.Dia menatap Nenek dan menangis dengan suara serak, "Nenek! Anda ini nenek kandung Ezra. Kenapa Anda juga perlakukan Ezra begini! Dia nggak boleh terlalu emosional, paru-parunya nggak kuat."Sambil berkata demikian, dia berlutut untuk berpura-pura kasihan. "Suruh Farah keluar. Kalau dia benar-benar cemburu, aku bisa pergi. Asalkan Ezra baik-baik saja, aku rela melakukan apa saja."Air mata mengalir deras di wajah Naila. Bahkan di saat seperti ini, dia masih mencoba menggunakan citra diri yang penuh belas kasihan untuk menarik perhatian dan mencoba menunjukkan bahwa dia adalah satu-satunya yang benar-benar peduli pada Ezra.Nenek turun dari tangga dengan langkah tegas. Dia mengayunkan tangan dan member

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Hari Pernikahanku Menjadi Kematian Ibuku   Bab 9

    Ezra akhirnya tetap tidak bisa melihatku.Nenek berkata, "Aku sudah janji sama Farah. Dia bilang, dia nggak mau melihatmu lagi seumur hidup."Ketika semua kekuasaan dan statusnya dicabut, Ezra tidak kehilangan akal. Namun, pada saat mendengar kata-kata ini, Ezra benar-benar kehilangan kewarasannya.Dia memandang ke arah aula tempat jasadku terbaring dan berniat untuk menerobos masuk. Namun kali ini, bukan hanya Teddy, melainkan semua orang maju bersama untuk menahannya dan menjatuhkannya ke lantai.Ezra berteriak keras, "Farah! Kamu pasti belum mati! Kamu nggak mungkin mati! Aku nggak mengizinkanmu mati! Kenapa kamu mati?! Apa hakmu mati?!"Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Ezra.Dengan air mata yang tertahan, Nenek menggertakkan giginya sambil berkata, "Hak apa?! Dia itu manusia! Dia bukan milikmu!""Dulu, kamu menyembunyikan ketidakpuasanmu terlalu baik! Demi mewarisi Keluarga Tanoto, kamu berpura-pura mencintainya! Kamu menipunya!""Dia mencintaimu, itulah sebabnya dia b

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Hari Pernikahanku Menjadi Kematian Ibuku   Bab 1

    Ketika aku pulang ke rumah dengan memeluk kotak abu jenazah ibuku, waktu sudah larut malam. Cahaya bulan terasa dingin dan menusuk hingga ke tulang.Baru saja tiba di depan pintu, aku melihat sepatu hak tinggi milik Naila diletakkan di posisi pemilik rumah. Ini bukan pertama kalinya Naila datang ke sini.Sejak tiga tahun lalu, ketika Naila menjadi mitra senior Ezra di perusahaan, dia sering datang dengan alasan "urusan pekerjaan". Entah itu pagi-pagi sekali atau larut malam, bahkan saat hujan deras sekalipun, ambisi "karier"-nya tetap tidak terbendung.Awalnya, aku masih sempat ribut soal ini, tapi Ezra hanya menyuruhku menempatkan diriku dengan benar. Dia berkata, "Perusahaan menghasilkan uang. Kamu yang nggak melakukan apa-apa yang menikmatinya."Lama-kelamaan, jika aku protes lagi, Ezra akan mendiamkanku selama berhari-hari hingga aku meminta maaf terlebih dahulu. Saat itu, aku masih mencintai Ezra, jadi aku terus meyakinkan diriku sendiri.Namun, yang kudapatkan sebagai balasannya

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Hari Pernikahanku Menjadi Kematian Ibuku   Bab 2

    Saat Ezra hampir berhasil merebut kotak abu ibuku untuk digunakan mengubur anjing kampung yang disebutnya, aku bertindak spontan. Aku menggigit pergelangan tangannya dengan keras. Rasa anyir langsung memenuhi mulutku, membuatku merasa mual hingga ingin muntah."Wanita jalang!" Dengan wajah penuh amarah, Ezra menamparku dengan keras.Aku terjatuh, tetapi tetap memeluk erat kotak abu ibuku. Kepalaku terbentur ujung meja hingga menghasilkan bunyi keras."Ezra!"Naila segera mendekat dengan wajah panik memeriksa tangan Ezra yang terluka. Setelah memastikan keadaannya, dia menatapku dengan tatapan tidak senang."Farah, kenapa kamu menggigit Ezra? Dia sangat peduli padamu. Cuma kotak abu, apa kamu masih khawatir Ezra nggak akan mempersiapkan yang lebih baik untuk almarhum ibumu setelah ini?"Aku memeluk kotak abu ibuku erat-erat dan mencoba berdiri dengan susah payah. Darah dari kepalaku menetes ke kotak abu, membentuk bercak-bercak kecil. Ibuku sangat menyayangiku semasa hidupnya, tetapi di

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03
  • Hari Pernikahanku Menjadi Kematian Ibuku   Bab 3

    Aku terduduk lemas di genangan darah. Seluruh tubuhku terasa seperti hancur berkeping-keping oleh rasa sakit yang luar biasa. Namun, yang lebih menyakitkan adalah perutku, tempat di mana kehidupan baru sedang tumbuh.Rasa anyir yang pahit mengalir dari bibirku dan air mata yang terus mengalir memburamkan penglihatanku. Aku memeluk kotak abu ibuku erat-erat dan mencoba untuk berdiri. Namun, tubuhku tidak mau bergerak.Tanganku yang gemetar meraba perutku, lalu tiba-tiba darah segar menyembur keluar dari mulutku.Pemandangan itu membuat Naila ketakutan. Dia mencengkeram lengan Ezra erat-erat. Wajahnya yang biasanya tampak lembut berubah pucat."Farah! Jangan pura-pura! Aku cuma menyentuhmu sedikit. Jangan berlagak seperti hampir mati!" Ezra berdiri di kejauhan. Wajahnya gelap dan penuh amarah. Dengan santai, dia mengeluarkan tisu untuk membersihkan sepatunya yang terkena darahku.Mata Naila memerah dan air matanya hampir tumpah. Dengan ekspresi polos, dia menatapku sambil berkata, "Ezra!

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03

Bab terbaru

  • Hari Pernikahanku Menjadi Kematian Ibuku   Bab 9

    Ezra akhirnya tetap tidak bisa melihatku.Nenek berkata, "Aku sudah janji sama Farah. Dia bilang, dia nggak mau melihatmu lagi seumur hidup."Ketika semua kekuasaan dan statusnya dicabut, Ezra tidak kehilangan akal. Namun, pada saat mendengar kata-kata ini, Ezra benar-benar kehilangan kewarasannya.Dia memandang ke arah aula tempat jasadku terbaring dan berniat untuk menerobos masuk. Namun kali ini, bukan hanya Teddy, melainkan semua orang maju bersama untuk menahannya dan menjatuhkannya ke lantai.Ezra berteriak keras, "Farah! Kamu pasti belum mati! Kamu nggak mungkin mati! Aku nggak mengizinkanmu mati! Kenapa kamu mati?! Apa hakmu mati?!"Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Ezra.Dengan air mata yang tertahan, Nenek menggertakkan giginya sambil berkata, "Hak apa?! Dia itu manusia! Dia bukan milikmu!""Dulu, kamu menyembunyikan ketidakpuasanmu terlalu baik! Demi mewarisi Keluarga Tanoto, kamu berpura-pura mencintainya! Kamu menipunya!""Dia mencintaimu, itulah sebabnya dia b

  • Hari Pernikahanku Menjadi Kematian Ibuku   Bab 8

    "Mana mungkin?" Ezra membelalak tidak percaya. Dia mulai terbatuk sambil menutup mulutnya dengan tangan. Batuknya semakin keras, seolah paru-parunya akan keluar.Naila yang melihat kondisinya ini, langsung melangkah maju dan menepuk-nepuk bahunya dengan lembut untuk mencoba menenangkannya.Dia menatap Nenek dan menangis dengan suara serak, "Nenek! Anda ini nenek kandung Ezra. Kenapa Anda juga perlakukan Ezra begini! Dia nggak boleh terlalu emosional, paru-parunya nggak kuat."Sambil berkata demikian, dia berlutut untuk berpura-pura kasihan. "Suruh Farah keluar. Kalau dia benar-benar cemburu, aku bisa pergi. Asalkan Ezra baik-baik saja, aku rela melakukan apa saja."Air mata mengalir deras di wajah Naila. Bahkan di saat seperti ini, dia masih mencoba menggunakan citra diri yang penuh belas kasihan untuk menarik perhatian dan mencoba menunjukkan bahwa dia adalah satu-satunya yang benar-benar peduli pada Ezra.Nenek turun dari tangga dengan langkah tegas. Dia mengayunkan tangan dan member

  • Hari Pernikahanku Menjadi Kematian Ibuku   Bab 7

    Ketika Ezra yang kehilangan akal mengemudikan mobilnya dan menerobos gerbang besar Keluarga Tanoto untuk mencariku, Nenek sedang berlutut dan melantunkan doa untukku dan ibuku.Tubuhku yang tak bernyawa dan sisa tulang ibuku diletakkan di bawah patung doa.Mobil Ezra akhirnya berhenti di depan aula sembahyang. Airbag-nya meledak, tetapi kepalanya tetap penuh darah akibat benturan."Farah! Keluar kau sekarang juga!" Dia berteriak seperti anjing gila dan memekik di depan aula.Nenek hanya menghentikan lantunan doanya sebentar, jari-jarinya terus memutar tasbih dan melanjutkan doanya dengan ketulusan hati. Dia berharap aku dan ibuku bisa menuju kebahagiaan di alam baka.Sampai akhirnya, Naila mengemudikan mobil dan menyusul dari belakang. Dia turun dari mobil sambil berteriak, "Nenek, tolong jangan salahkan Ezra!"Saat itu, tasbih di tangan Nenek terputus. Butir-butir tasbihnya berjatuhan ke tanah dan bergulir ke segala arah."Berlutut!"Nenek berdiri dan membentak, "Cepat berlutut di dep

  • Hari Pernikahanku Menjadi Kematian Ibuku   Bab 6

    Aku tidak benar-benar pergi. Rohku melayang di udara, menyaksikan Nenek tidak sengaja menekan tombol untuk menjawab panggilan telepon karena terlalu sedih.Dari seberang sana, terdengar suara Ezra yang penuh amarah. "Farah! Kamu sembunyi di mana?! Apa kamu pikir bersembunyi seperti anjing bisa mengancamku?!""Katakan! Kamu pergi menemui Nenek, ya?! Apa kamu pikir dengan berlindung padanya, kamu bisa memaksaku? Kukasih tahu ya! Di rumah ini, sekarang akulah yang berkuasa!"Nenek terengah-engah karena emosi. Tubuhnya goyah, dia mundur sambil memegang dadanya dan ponselnya terjatuh ke lantai.Bunyi ponsel yang jatuh ke lantai semakin memicu amarah Ezra. Dia sepertinya mengira aku sedang mendiamkannya sebagai bentuk protes."Kenapa nggak bicara? Kamu sudah mati ya?"Mendengar kata-kata itu, aku tiba-tiba ingin memberitahunya. Benar, aku sudah mati. Bukankah sekarang kamu dan Naila bisa hidup bahagia bersama untuk selamanya?"Farah! Cepat bicara!" Ezra menggeram dengan marah. "Kukasih tahu

  • Hari Pernikahanku Menjadi Kematian Ibuku   Bab 5

    Aku mati, mati di dalam rumah sakit.Sebelum napasku benar-benar habis, Nenek Ezra bersimpuh di samping tempat tidurku dan memanggil namaku berulang kali dengan suara penuh kesedihan."Farah! Kenapa kamu seperti ini? Bagaimana ini bisa terjadi?"Mata nenek memerah. Air matanya mengalir dan dia memohon padaku dengan penuh isak, "Jangan tutup matamu, bertahanlah sedikit lagi. Ezra segera tiba."Namun aku tahu, aku tidak akan bisa bertahan lebih lama.Tulang rusukku patah karena tendangan Ezra. Dua di antaranya menusuk paru-paruku, menciptakan lubang besar yang membuatku kesulitan bernapas. Setiap napas disertai suara memilukan. Keguguran ini membuatku terus menerus kehilangan darah tanpa henti.Sepanjang lorong rumah sakit menuju ruang gawat darurat, darahku membentuk garis merah yang memanjang. Bisa bertahan sampai sekarang saja sudah menjadi keajaiban.Setelah keluar dari ruang gawat darurat, dokter hanya menatapku dengan penuh penyesalan, lalu menggelengkan kepala kepada nenek Ezra."

  • Hari Pernikahanku Menjadi Kematian Ibuku   Bab 4

    Aku menggigit erat gigi-gigiku dan menolak untuk membuka mulut, sementara Ezra terus menamparku dengan kasar dan memaksaku untuk menyerah. Akhirnya, dia mencengkeram rahangku dengan kedua tangannya, mencoba membuka mulutku dengan kasar.Dada Ezra bergetar hebat. Napasnya memburu dan dia berteriak dengan marah, "Cepat! Kalau nggak mau makan, sekarang juga minta maaf sama Naila! Lalu mohon sama aku, bilang kamu nggak mau pergi dan kamu ingin tetap jadi Nyonya Keluarga Tanoto!"Rasa sakit yang menusuk menjalar dari sudut bibirku. Kepalaku terasa seolah-olah akan terbelah menjadi dua oleh kekuatannya. Namun, aku tetap menatap Ezra dengan mata yang penuh dengan kemarahan dan kebencian.Mungkin karena dia menyadari bahwa aku hampir mati, seberkas kesadaran muncul di matanya. Akhirnya, Ezra melepaskan tangannya.Aku terengah-engah dan buru-buru merangkak di lantai, mencoba untuk mengumpulkan sisa abu ibuku. Namun tiba-tiba, Naila sengaja membuka semua jendela."Ezra, di sini terlalu pengap. P

  • Hari Pernikahanku Menjadi Kematian Ibuku   Bab 3

    Aku terduduk lemas di genangan darah. Seluruh tubuhku terasa seperti hancur berkeping-keping oleh rasa sakit yang luar biasa. Namun, yang lebih menyakitkan adalah perutku, tempat di mana kehidupan baru sedang tumbuh.Rasa anyir yang pahit mengalir dari bibirku dan air mata yang terus mengalir memburamkan penglihatanku. Aku memeluk kotak abu ibuku erat-erat dan mencoba untuk berdiri. Namun, tubuhku tidak mau bergerak.Tanganku yang gemetar meraba perutku, lalu tiba-tiba darah segar menyembur keluar dari mulutku.Pemandangan itu membuat Naila ketakutan. Dia mencengkeram lengan Ezra erat-erat. Wajahnya yang biasanya tampak lembut berubah pucat."Farah! Jangan pura-pura! Aku cuma menyentuhmu sedikit. Jangan berlagak seperti hampir mati!" Ezra berdiri di kejauhan. Wajahnya gelap dan penuh amarah. Dengan santai, dia mengeluarkan tisu untuk membersihkan sepatunya yang terkena darahku.Mata Naila memerah dan air matanya hampir tumpah. Dengan ekspresi polos, dia menatapku sambil berkata, "Ezra!

  • Hari Pernikahanku Menjadi Kematian Ibuku   Bab 2

    Saat Ezra hampir berhasil merebut kotak abu ibuku untuk digunakan mengubur anjing kampung yang disebutnya, aku bertindak spontan. Aku menggigit pergelangan tangannya dengan keras. Rasa anyir langsung memenuhi mulutku, membuatku merasa mual hingga ingin muntah."Wanita jalang!" Dengan wajah penuh amarah, Ezra menamparku dengan keras.Aku terjatuh, tetapi tetap memeluk erat kotak abu ibuku. Kepalaku terbentur ujung meja hingga menghasilkan bunyi keras."Ezra!"Naila segera mendekat dengan wajah panik memeriksa tangan Ezra yang terluka. Setelah memastikan keadaannya, dia menatapku dengan tatapan tidak senang."Farah, kenapa kamu menggigit Ezra? Dia sangat peduli padamu. Cuma kotak abu, apa kamu masih khawatir Ezra nggak akan mempersiapkan yang lebih baik untuk almarhum ibumu setelah ini?"Aku memeluk kotak abu ibuku erat-erat dan mencoba berdiri dengan susah payah. Darah dari kepalaku menetes ke kotak abu, membentuk bercak-bercak kecil. Ibuku sangat menyayangiku semasa hidupnya, tetapi di

  • Hari Pernikahanku Menjadi Kematian Ibuku   Bab 1

    Ketika aku pulang ke rumah dengan memeluk kotak abu jenazah ibuku, waktu sudah larut malam. Cahaya bulan terasa dingin dan menusuk hingga ke tulang.Baru saja tiba di depan pintu, aku melihat sepatu hak tinggi milik Naila diletakkan di posisi pemilik rumah. Ini bukan pertama kalinya Naila datang ke sini.Sejak tiga tahun lalu, ketika Naila menjadi mitra senior Ezra di perusahaan, dia sering datang dengan alasan "urusan pekerjaan". Entah itu pagi-pagi sekali atau larut malam, bahkan saat hujan deras sekalipun, ambisi "karier"-nya tetap tidak terbendung.Awalnya, aku masih sempat ribut soal ini, tapi Ezra hanya menyuruhku menempatkan diriku dengan benar. Dia berkata, "Perusahaan menghasilkan uang. Kamu yang nggak melakukan apa-apa yang menikmatinya."Lama-kelamaan, jika aku protes lagi, Ezra akan mendiamkanku selama berhari-hari hingga aku meminta maaf terlebih dahulu. Saat itu, aku masih mencintai Ezra, jadi aku terus meyakinkan diriku sendiri.Namun, yang kudapatkan sebagai balasannya

DMCA.com Protection Status