"Maksud, Pak Satria?""Bukan saya tak mencintai almarhumah istri saya. Tapi ... sejak awal bertemu dengan Mbak Hanah, saya merasa kagum sendiri. Dan sekarang, Tuhan telah mengambil istri yang juga saya kagumi. Saya cintai dan saya sayangi. Saya mencintainya. Tapi ... apa daya, kami tak bisa lagi bersama di dunia ini. Dan niat saya ajak Mbak Hanah ke sini, saya ingin bicarakan hal ini."Aku masih belum mengerti."Maksud Bapak bahas soal ini?" heranku."Ini, ini, maaf sekali. Mungkinkah Tuhan ambil Vira supaya saya bisa bawa Mbak Hanah ke kehidupan saya?"Degh.Kuteguk habis saliva ini. Mengatur nafas dan coba angkat bicara. "Bawa saya ... bawa saya ke kehidupan Bapak?" Sangat terkejut sekali hati ini.Ia manggut-manggut pelan sambil tersenyum. "Gak mungkin, Pak, saya ini jauh dari sosok almarhumah yang cantik, baik, pintar, sekolahnya tinggi sampai ia bisa menjadi seorang dokter." Aku memang merasa insecure sekali."Bukan soal itu. Tapi ini soal rasa. Apalah arti semua itu kalau hati
Saat di kafe itu, Pak Satria benar-benar melamarku. Ia mengajakku untuk membangun rumah tangga bersama, dan kini kami sudah menikah. Dua bulan setelah lamaran resmi ke rumah, kami menikah di gedung yang telah di persiapkan pihak Pak Satria. Tentunya Resti yang ikut nimbrung. Eh, bukan nimbrung. Full mengenai pernikahan, Resti dan suaminya yang persiapkan. Wedding organizer mereka yang tunjuk. Tentunya kami sebagai calon pengantin kala itu hanya menyampaikan konsep saja. Design gaun pengantin yang aku kenakan di buat oleh seorang designer ternama. Dia adalah designer idolaku. Kesampaian juga untuk pakai baju rancangannya. Mas Jimy dan Tika?Mereka ternyata sudah bercerai. Di usia anak mereka yang baru menginjak tiga setengah tahun, Tika putuskan untuk bercerai. Jadi, saat di kafe itu, ternyata posisi Mas Jimy sudah menduda. Menurut berita, ia tinggal di luar kota, hingga pada akhirnya mereka kembali lagi ke rumah yang dulu pernah kami tinggali bersama. Mas Jimy menduda setelah tahu ka
Setiap pagi aku memasak, walaupun ada dua asisten rumah tangga, tapi aku lebih suka masak masakan sendiri untuk suami dan keluarga. Mereka hanya membantu saja. Baby sitter khusus menjaga Kaila dan fokus pada kebutuhan Kaila saja. Plus cuci pakaian Kaila.Setelah selesai masak, kami sarapan bersama. Ibu Alhamdulillah selalu memposisikan diriku sebagai menantu yang ia idamkan, jadinya, tinggal di rumah ini aku tak merasa asing lagi. Setelah sarapan seperti biasa aku antar Mas Satria ke mobil. Takzim untuk memberikan doa terbaik demi kelancaran karir suami. Setelah Mas Satria pergi, barulah aku pergi ke butik milikku sambil mengantar Afni ke sekolah karena satu arah. Oh ya, selain butik, aku juga mempunyai sebuah toko baju di salah satu Mall besar. Karena aku juga ingin menjual bermacam pakaian variatif, tak hanya pakaian ekslusif hasil rancangan seorang designer. Dan untuk toko baju, ada asistenku yang handle. Aku hanya datang untuk chek barang dan perkembangan toko. Jadi, untuk diri
Sudah pukul 11.45 tengah malam Mas Satria belum juga pulang. Di hubungi nomornya malah tak aktif, seketika pikiran buruk pun terlintas di benak ini. Takutnya sesuatu terjadi pada Mas Satria.Afni sudah terlelap sejak pukul sembilan tadi, pun dengan Kaila, ia masih terlelap pula dengan wajah yang manis. Kucoba hubungi Mas Satria lagi.Tudt ... Tudt ...Akhirnya nomor Mas Satria aktif juga. Tapi, dia tak mengangkat panggilan dariku. Mungkinkah dia di perjalanan pulang? Tak ada pesan atau chat masuk untuk memberi kabar. Rasa khawatir ini seketika makin memuncak.Rasa penasaran dan khawatir makin menggebu-gebu. Sejak lima bulan menikah, ini baru kali pertama Mas Satria pulang terlambat. Memang tadi dia mengabari, tapi, kalau pekerjaan yang ia kerjakan sampai selarut ini? Kenapa tidak besok saja? Ini sama saja makan waktu setengah hari. Dan bukan untuk sidang besok, kan? Tak mungkin ada klien mengadu dan di kabulkan sidang dalam waktu satu hari. Seketika teringat dengan kezoliman Mas Jim
"Pak Kadir? Pak Arman? Suami saya mas Satria belum pulang?" tanyaku pada security jaga gerbang masuk."Belum, Non! Saya juga menunggu," jawabnya. Memang Pak Kadir masih meminum kopi hitam bersama Pak Arman."Oh, ya sudah." Aku manggut-manggut lalu kembali ke teras rumah. Lalu sambil menunggu kembali kuhubungi nomornya.Tudt! Tudt! Tudt!Deg!Mas Satria reject panggilan dariku?Seketika dugaan buruk kini muncul. Apa jangan-jangan dia ...?"Happy birthday to you! Happy birthday to you!"Sontak aku menoleh ke samping. Kaget dan terkejut."Happy birthday, happy birthday, happy birthday to youuuuu!"Cup.Mas Satria mengecup keningku dengan cara mencuri. Aku kaget. Netra ini masih terbelalak dengan kehadiran dirinya yang secara tiba-tiba. Bagaimana bisa? Pintu gerbang dan Pak Satpam masih diam? Kapan dia masuk?"Selamat ulang tahun Sayang." Aku terpesona. Ia memberiku sebuket bunga mawar yang sangat indah. Aku meraihnya dengan masih merasa heran. "Mas? Kok ...?"Ia mengunci bibirku dengan
Selamat Datang di Season 2 HANYA KARENA TAK BERPENDIDIKAN TINGGIBAB 89***POV HANAH SRI NINGRUM***"Ma, kita berangkat dulu, ya. Dah, Ma!" Afni yang kini sudah beranjak remaja karena sudah kelas 3 SMP, melambaikan tangan usai mengecup punggung tanganku."Dadah, Bunda!" Kaila, putri Mas Satria yang sudah bertahun-tahun menerima aku sebagai ibu sambungnya, kini sudah duduk di bangku sekolah dasar. Tepatnya kelas empat sekolah dasar. Mereka lebih dulu masuk ke dalam kendaraan ayahnya, karena Mas Satria masih di dalam."Dadah, Sayang! Bekal kalian jangan lupa dimakan, ya. Biar gak banyak jajan sembarangan!" pesanku pada keduanya. Begitu setiap hari, karena aku memang mengusahakan, setiap hari mereka berangkat ke sekolah, makan siang selalu dibawa dari rumah. Itu juga pesan Mas Satria, supaya anak-anak tidak banyak jajan sembarangan."Bunda, semalam Mbak Afni teleponan sama cowok loh. Hihi!" Bungsuku, Kaila, nyeloteh dari dalam mobil. Aku pun terkekeh kala kini Afni yang sangat menyaya
Mesin mobil yang kini sudah memarkir rapi di halaman rumah pun telah dimatikan. Kini aku tinggal menunggu siapa yang muncul dari balik pintu sana. Pria atau wanita. Keluarga atau orang asing. Ini masih tanda tanya.Netraku memicing. Pintu sebelah kiri sudah membuka, artisnya yang datang ke mari bukan hanya satu orang. Lalu, kini sebuah wedgess berwarna coklat pun telah coba menginjak paving, sedang yang mengenakannya masih terhalang oleh pintu.Pintu sebelah kanan pun kini membuka. Aku yang di sini pun kini sudah tak dibuat keheranan. Ternyata, yang datang ke mari adalah Mbak Maya. Dia adalah kakak kandung Mas Satria yang ke dua. Adik ibunya sahabatnya, Resti.Ia memang tak sendiri. Ia ke mari bersama seorang perempuan yang bagiku lumayan asing. Tapi, kalau tidak salah Perempuan itu ada di tangkapan kamera yang tersimpan di album pernikahan. Sayangnya, aku tak begitu kenal, karena dia bukanlah bagian dari keluarga. Kata Mas Satria, dia adalah sahabat Mas Satria dulu. Tentu kusambut h
"Maksud Mbak ke mari, Mbak itu mau ajakkin kamu untuk ikut kumpul-kumpul. Acaranya siang ini. Bisa 'kan? Nanti yang datang itu keluarga kita juga banyak. Kamu 'kan sudah lama menikah dengan Satria. Kamu jarang sekali gabung," kata Mbak Maya pada Maksud dan tujuannya ke mari.Lantas aku mengernyitkan kening. "Pertemuan?" "Iya."Aku memang sejak dulu tidak pernah diajak pertemuan seperti apa yang Mbak Maya bilang. Jelas aku heran, kenapa dia bilang aku jarang gabung. "Mbak bilang saya jarang gabung? Ya saya tidak tahu kalau Mbak punya kegiatan rutin seperti itu dengan keluarga." "Iya sih, sebenarnya memang dulu waktu kamu awal menikah dengan Satria, kamu belum diajak, karena … ya takut gimana gitu. Tapi, nanti siang kamu ikut, ya? Ke kafe Jasmine. Kamu tahu?" Informasi dari Mbak Maya tidak asing. Jasmine kafe bukan tempat yang baru di telingaku."Iya, Mbak, Hanah tahu," jawabku."Ya udah, nanti Mbak tunggu kamu di sana."Maka setelah itu pun aku pun memutuskan untuk menyetujui ikut ke