Mesin mobil yang kini sudah memarkir rapi di halaman rumah pun telah dimatikan. Kini aku tinggal menunggu siapa yang muncul dari balik pintu sana. Pria atau wanita. Keluarga atau orang asing. Ini masih tanda tanya.Netraku memicing. Pintu sebelah kiri sudah membuka, artisnya yang datang ke mari bukan hanya satu orang. Lalu, kini sebuah wedgess berwarna coklat pun telah coba menginjak paving, sedang yang mengenakannya masih terhalang oleh pintu.Pintu sebelah kanan pun kini membuka. Aku yang di sini pun kini sudah tak dibuat keheranan. Ternyata, yang datang ke mari adalah Mbak Maya. Dia adalah kakak kandung Mas Satria yang ke dua. Adik ibunya sahabatnya, Resti.Ia memang tak sendiri. Ia ke mari bersama seorang perempuan yang bagiku lumayan asing. Tapi, kalau tidak salah Perempuan itu ada di tangkapan kamera yang tersimpan di album pernikahan. Sayangnya, aku tak begitu kenal, karena dia bukanlah bagian dari keluarga. Kata Mas Satria, dia adalah sahabat Mas Satria dulu. Tentu kusambut h
"Maksud Mbak ke mari, Mbak itu mau ajakkin kamu untuk ikut kumpul-kumpul. Acaranya siang ini. Bisa 'kan? Nanti yang datang itu keluarga kita juga banyak. Kamu 'kan sudah lama menikah dengan Satria. Kamu jarang sekali gabung," kata Mbak Maya pada Maksud dan tujuannya ke mari.Lantas aku mengernyitkan kening. "Pertemuan?" "Iya."Aku memang sejak dulu tidak pernah diajak pertemuan seperti apa yang Mbak Maya bilang. Jelas aku heran, kenapa dia bilang aku jarang gabung. "Mbak bilang saya jarang gabung? Ya saya tidak tahu kalau Mbak punya kegiatan rutin seperti itu dengan keluarga." "Iya sih, sebenarnya memang dulu waktu kamu awal menikah dengan Satria, kamu belum diajak, karena … ya takut gimana gitu. Tapi, nanti siang kamu ikut, ya? Ke kafe Jasmine. Kamu tahu?" Informasi dari Mbak Maya tidak asing. Jasmine kafe bukan tempat yang baru di telingaku."Iya, Mbak, Hanah tahu," jawabku."Ya udah, nanti Mbak tunggu kamu di sana."Maka setelah itu pun aku pun memutuskan untuk menyetujui ikut ke
"Memang kenapa dengan lulusan SMA, Tante? Mbak?" Aku mempertanyakan, apa yang salah dengan pendidikan yang minim ini. Mentang-mentang mereka orang kota, pasti minimal pendidikan ya D3, tapi apa mereka juga mampu bersaing? Aku saja bisa jadi seperti ini. Pasti mereka juga lebih dariku."Ya bukan salah, Hanah, hanya saja, kalau go internasional, pendidikan minim itu 'kan, gimana ya? Bahasa asing juga mungkin kurang kamu kuasai," kata Mbak Maya seakan tak ingin membelaku. Oh, aku paham, aku diundang kemari pasti untuk direndahkan seperti ini. Aku pikir memang keluarga semua, nyatanya ini semua teman-teman Mbak Maya. Baiklah, karena aku sudah terlanjur duduk di kursi ini, aku akan jabani. Tidak boleh sampai aku kena mental. Ini pasti ulah Mbak Maya, jadi dia yang harus menanggung akibatnya."Betul, Tan. Aku sih kuasai bahasa asing ada tiga. Jepang, Spanyol, tentu sama English. Aku menguasainya." Nindi berucap mengunggulkan dirinya. Hemh, aku ingin terkekeh sendiri rasanya. Kenapa ada ora
"Oiya, Mbak Nindi sarjana informatika, ya? Sekarang kerja di mana, Mbak?" Lalu aku melirik Mbak Maya, "Mbak Maya juga lulusan manajemen, ya. Tapi saya salut, Mbak Maya lebih membaktikan diri menjadi seorang ibu rumah tangga."Pasti Mbak Maya dan Nindi kaget. Dengan nada yang aku buat senyaman mungkin, membuat Mbak Maya dan wanita di dekatnya itu terpelongo hebat."Kamu apaan sih, Hanah? Ya jelas Nindi ini sekarang adalah seorang model majalah ternama. Sedangkan mbakmu ini, memang tidak bekerja karena lebih mengedepankan keluarga. Untuk apa juga berkarir, jadi ibu rumah tangga itu besar pahalanya!" pekik kesal Mbak Maya. Aku sangatlah puas sekali, dirinya terpancing emosi yang berlebihan.Nindi juga seperti angkuh dengan gelarnya sebagai model, tanpa ia pahami, lulusan informatika, kenapa jadi model? Lucu.Baru aku akan menanggapi, rekan Mbak Maya sudah lebih dulu buka suara. "Lho, Jeng Maya kok gitu? Kita di sini beberapa ada yang wanita karier, lho! Saya owner resto, Jeng Rani pemili
"Hah, KDRT? Seperti kasus artis yang saat ini lagi viral, ya? Kenapa, kok kamu cantik begini, dan pintar kena KDRT?" Lagi beberapa penasaran dengan kehidupan Nindi. Aku di dalam hati tersenyum puas. Jawablah sesuka hatimu, Nindi. Setidaknya, tema telah beralih. Hem. Hanah dilawan. Langsung Mbak Maya menepis pertanyaan dari rekannya. Ia memasang wajah yang kesal bukan main. "Eh, KDRT itu gak kandang rupa. Mau cantik, mau jelek, itu yang salah suaminya. Ini mantan suami Nindi, emang gak tahu diri aja." Nindi pun kini seperti gelisah. Ia duduk tak nyaman, karena tema sudah beralih padanya. "Katanya model terkenal, tapi saya gak lihat beritanya? Atau saya yang gak lihat bolak-balik di beranda sosmed saya, ya?" celetuk Tante Rani dengan raut wajah yang dibuat penasaran. "Eh, Nindi bukan model yang tukang tebar pesona, tukang kasih berita rumah tangganya. Dia ini gak gitu." Aku tak habis pikir, dibayar dengan apa Mbak Maya bisa membela Perempuan itu sejak tadi. Lalu kini ia melirik Nind
"Eh, turunkan nada bicaranya. Kamu model 'kan? Jaga attitude saat bicara." Tante Rani, si wanita cantik yang sepertinya paling kekinian dandanannya, protes atas Nindi. Hemh, betul juga. Mana attitude dia?Nindi seakan tersentak kaget. Ia kena malu berat. Andai ada lubang, pasti dia masuk ke dalamnya."Maaf, Tante, tapi Tante menghina saya. Tante perlu tahu, saya ini 'kan model profesional. Satu ucapan atau bahkan satu kalimat Tante ucapkan, itu bisa viral. Tante bisa kena bully fans saya." Nindi nyatanya tidak bisa merendahkan suaranya. Salut, aku salut."Hemh? Kena bully? Aduh, segitunya, ya. Ck." Salah seorang berkomentar sinis. "Nindi, udah, udah duduk!" titah Mbak Maya. Sepertinya dia juga takut kena malu. Andai saja aku kalah di awal, pasti aku yang ada di posisi seperti kucing kelaparan, kucing perlu kasih sayang. Sekarang terbalik.Nindi pun langsung duduk atas saran dari Mbak Maya. Wajahnya ditekuk kesal tingkat Ratu Inggris. Entah sedekat apa mereka ini, aku tidak terlalu me
"Hanah?"Saat aku baru saja keluar dari butik, hendak pulang ke rumah, tiba-tiba Mbak Maya menghampiriku di parkiran. Ia tadi tidak ikut dengan para kerabatnya untuk memilih busana di butik. Tapi, kenapa sekarang ke mari? Aku pun langsung urung membuka pintu kendaraan."Mbak Maya?" Aku langsung menyapa dan menyambutnya dengan manis. Tentu ini bukan manis gula-gula aroma menyenangkan, hanya senyum sumringah, karena tadi aku menang atasnya. Terbukti, para kerabatnya belanja di butik milikku dengan riang gembira."Kamu jangan merasa menang, ya? Kamu diunggulakan oleh mereka, tapi kamu tetap saja, tidak selevel dengan keluarga Satria."Ucapannya yang kurang tahu malu ini tidak membuat hatiku tersayat-sayat. Aku biasa saja. Mengarungi rumah tangga dulu dengan Mas Jimy, hal seperti ini sudah santapan sehari-hari.Aku pun lantas menghadapi Mbak Maya, perempuan yang seharusnya sudah berperilaku baik karena sudah berusia kepala 5. Dia kurang pantas kalau seperti ini."Diunggulkan? Saya tidak b
Aku benar-benar kaget melihat suami Mbak Maya, yang katanya sedang sibuk di kantor, tapi sekarang malah ada di dalam mobil bersama seorang wanita. Mas Brata, yang usianya sudah tak lagi muda sedang bermain dengan wanita yang sangat jauh usia di bawahnya. Itu bukan putrinya, aku jelas paham dari bahasa tubuh mereka. Mereka ada main di belakang.Lampu merah telah berganti hijau. Kendaraan kini melaju kembali. Kami pun berdampingan melaju ke arah yang sama. Pasti Mbak Maya tidak mengetahui perihal ini. Di pertigaan depan, ternyata Mas Brata malah belok ke arah yang berbeda denganku. Banyak tempat yang bisa dituju di sana, ada Mall, pasar juga ada, tempat makan banyak, bahkan menuju ke arah apartemen kelas menengah. Oiya, satu lagi itu bisa mengarah ke kawasan lokalisasi. Tapi, itu bukan urusanku. Jadi, aku lebih baik langsung menuju rumah untuk segera memasak. Sebenarnya hatiku juga usil, kenapa pria seperti enteng bila mendua di luar sana. Namun, mengingat sikap Mbak Maya, aku jadi tak