"Pak Kadir? Pak Arman? Suami saya mas Satria belum pulang?" tanyaku pada security jaga gerbang masuk."Belum, Non! Saya juga menunggu," jawabnya. Memang Pak Kadir masih meminum kopi hitam bersama Pak Arman."Oh, ya sudah." Aku manggut-manggut lalu kembali ke teras rumah. Lalu sambil menunggu kembali kuhubungi nomornya.Tudt! Tudt! Tudt!Deg!Mas Satria reject panggilan dariku?Seketika dugaan buruk kini muncul. Apa jangan-jangan dia ...?"Happy birthday to you! Happy birthday to you!"Sontak aku menoleh ke samping. Kaget dan terkejut."Happy birthday, happy birthday, happy birthday to youuuuu!"Cup.Mas Satria mengecup keningku dengan cara mencuri. Aku kaget. Netra ini masih terbelalak dengan kehadiran dirinya yang secara tiba-tiba. Bagaimana bisa? Pintu gerbang dan Pak Satpam masih diam? Kapan dia masuk?"Selamat ulang tahun Sayang." Aku terpesona. Ia memberiku sebuket bunga mawar yang sangat indah. Aku meraihnya dengan masih merasa heran. "Mas? Kok ...?"Ia mengunci bibirku dengan
Selamat Datang di Season 2 HANYA KARENA TAK BERPENDIDIKAN TINGGIBAB 89***POV HANAH SRI NINGRUM***"Ma, kita berangkat dulu, ya. Dah, Ma!" Afni yang kini sudah beranjak remaja karena sudah kelas 3 SMP, melambaikan tangan usai mengecup punggung tanganku."Dadah, Bunda!" Kaila, putri Mas Satria yang sudah bertahun-tahun menerima aku sebagai ibu sambungnya, kini sudah duduk di bangku sekolah dasar. Tepatnya kelas empat sekolah dasar. Mereka lebih dulu masuk ke dalam kendaraan ayahnya, karena Mas Satria masih di dalam."Dadah, Sayang! Bekal kalian jangan lupa dimakan, ya. Biar gak banyak jajan sembarangan!" pesanku pada keduanya. Begitu setiap hari, karena aku memang mengusahakan, setiap hari mereka berangkat ke sekolah, makan siang selalu dibawa dari rumah. Itu juga pesan Mas Satria, supaya anak-anak tidak banyak jajan sembarangan."Bunda, semalam Mbak Afni teleponan sama cowok loh. Hihi!" Bungsuku, Kaila, nyeloteh dari dalam mobil. Aku pun terkekeh kala kini Afni yang sangat menyaya
Mesin mobil yang kini sudah memarkir rapi di halaman rumah pun telah dimatikan. Kini aku tinggal menunggu siapa yang muncul dari balik pintu sana. Pria atau wanita. Keluarga atau orang asing. Ini masih tanda tanya.Netraku memicing. Pintu sebelah kiri sudah membuka, artisnya yang datang ke mari bukan hanya satu orang. Lalu, kini sebuah wedgess berwarna coklat pun telah coba menginjak paving, sedang yang mengenakannya masih terhalang oleh pintu.Pintu sebelah kanan pun kini membuka. Aku yang di sini pun kini sudah tak dibuat keheranan. Ternyata, yang datang ke mari adalah Mbak Maya. Dia adalah kakak kandung Mas Satria yang ke dua. Adik ibunya sahabatnya, Resti.Ia memang tak sendiri. Ia ke mari bersama seorang perempuan yang bagiku lumayan asing. Tapi, kalau tidak salah Perempuan itu ada di tangkapan kamera yang tersimpan di album pernikahan. Sayangnya, aku tak begitu kenal, karena dia bukanlah bagian dari keluarga. Kata Mas Satria, dia adalah sahabat Mas Satria dulu. Tentu kusambut h
"Maksud Mbak ke mari, Mbak itu mau ajakkin kamu untuk ikut kumpul-kumpul. Acaranya siang ini. Bisa 'kan? Nanti yang datang itu keluarga kita juga banyak. Kamu 'kan sudah lama menikah dengan Satria. Kamu jarang sekali gabung," kata Mbak Maya pada Maksud dan tujuannya ke mari.Lantas aku mengernyitkan kening. "Pertemuan?" "Iya."Aku memang sejak dulu tidak pernah diajak pertemuan seperti apa yang Mbak Maya bilang. Jelas aku heran, kenapa dia bilang aku jarang gabung. "Mbak bilang saya jarang gabung? Ya saya tidak tahu kalau Mbak punya kegiatan rutin seperti itu dengan keluarga." "Iya sih, sebenarnya memang dulu waktu kamu awal menikah dengan Satria, kamu belum diajak, karena … ya takut gimana gitu. Tapi, nanti siang kamu ikut, ya? Ke kafe Jasmine. Kamu tahu?" Informasi dari Mbak Maya tidak asing. Jasmine kafe bukan tempat yang baru di telingaku."Iya, Mbak, Hanah tahu," jawabku."Ya udah, nanti Mbak tunggu kamu di sana."Maka setelah itu pun aku pun memutuskan untuk menyetujui ikut ke
"Memang kenapa dengan lulusan SMA, Tante? Mbak?" Aku mempertanyakan, apa yang salah dengan pendidikan yang minim ini. Mentang-mentang mereka orang kota, pasti minimal pendidikan ya D3, tapi apa mereka juga mampu bersaing? Aku saja bisa jadi seperti ini. Pasti mereka juga lebih dariku."Ya bukan salah, Hanah, hanya saja, kalau go internasional, pendidikan minim itu 'kan, gimana ya? Bahasa asing juga mungkin kurang kamu kuasai," kata Mbak Maya seakan tak ingin membelaku. Oh, aku paham, aku diundang kemari pasti untuk direndahkan seperti ini. Aku pikir memang keluarga semua, nyatanya ini semua teman-teman Mbak Maya. Baiklah, karena aku sudah terlanjur duduk di kursi ini, aku akan jabani. Tidak boleh sampai aku kena mental. Ini pasti ulah Mbak Maya, jadi dia yang harus menanggung akibatnya."Betul, Tan. Aku sih kuasai bahasa asing ada tiga. Jepang, Spanyol, tentu sama English. Aku menguasainya." Nindi berucap mengunggulkan dirinya. Hemh, aku ingin terkekeh sendiri rasanya. Kenapa ada ora
"Oiya, Mbak Nindi sarjana informatika, ya? Sekarang kerja di mana, Mbak?" Lalu aku melirik Mbak Maya, "Mbak Maya juga lulusan manajemen, ya. Tapi saya salut, Mbak Maya lebih membaktikan diri menjadi seorang ibu rumah tangga."Pasti Mbak Maya dan Nindi kaget. Dengan nada yang aku buat senyaman mungkin, membuat Mbak Maya dan wanita di dekatnya itu terpelongo hebat."Kamu apaan sih, Hanah? Ya jelas Nindi ini sekarang adalah seorang model majalah ternama. Sedangkan mbakmu ini, memang tidak bekerja karena lebih mengedepankan keluarga. Untuk apa juga berkarir, jadi ibu rumah tangga itu besar pahalanya!" pekik kesal Mbak Maya. Aku sangatlah puas sekali, dirinya terpancing emosi yang berlebihan.Nindi juga seperti angkuh dengan gelarnya sebagai model, tanpa ia pahami, lulusan informatika, kenapa jadi model? Lucu.Baru aku akan menanggapi, rekan Mbak Maya sudah lebih dulu buka suara. "Lho, Jeng Maya kok gitu? Kita di sini beberapa ada yang wanita karier, lho! Saya owner resto, Jeng Rani pemili
"Hah, KDRT? Seperti kasus artis yang saat ini lagi viral, ya? Kenapa, kok kamu cantik begini, dan pintar kena KDRT?" Lagi beberapa penasaran dengan kehidupan Nindi. Aku di dalam hati tersenyum puas. Jawablah sesuka hatimu, Nindi. Setidaknya, tema telah beralih. Hem. Hanah dilawan. Langsung Mbak Maya menepis pertanyaan dari rekannya. Ia memasang wajah yang kesal bukan main. "Eh, KDRT itu gak kandang rupa. Mau cantik, mau jelek, itu yang salah suaminya. Ini mantan suami Nindi, emang gak tahu diri aja." Nindi pun kini seperti gelisah. Ia duduk tak nyaman, karena tema sudah beralih padanya. "Katanya model terkenal, tapi saya gak lihat beritanya? Atau saya yang gak lihat bolak-balik di beranda sosmed saya, ya?" celetuk Tante Rani dengan raut wajah yang dibuat penasaran. "Eh, Nindi bukan model yang tukang tebar pesona, tukang kasih berita rumah tangganya. Dia ini gak gitu." Aku tak habis pikir, dibayar dengan apa Mbak Maya bisa membela Perempuan itu sejak tadi. Lalu kini ia melirik Nind
"Eh, turunkan nada bicaranya. Kamu model 'kan? Jaga attitude saat bicara." Tante Rani, si wanita cantik yang sepertinya paling kekinian dandanannya, protes atas Nindi. Hemh, betul juga. Mana attitude dia?Nindi seakan tersentak kaget. Ia kena malu berat. Andai ada lubang, pasti dia masuk ke dalamnya."Maaf, Tante, tapi Tante menghina saya. Tante perlu tahu, saya ini 'kan model profesional. Satu ucapan atau bahkan satu kalimat Tante ucapkan, itu bisa viral. Tante bisa kena bully fans saya." Nindi nyatanya tidak bisa merendahkan suaranya. Salut, aku salut."Hemh? Kena bully? Aduh, segitunya, ya. Ck." Salah seorang berkomentar sinis. "Nindi, udah, udah duduk!" titah Mbak Maya. Sepertinya dia juga takut kena malu. Andai saja aku kalah di awal, pasti aku yang ada di posisi seperti kucing kelaparan, kucing perlu kasih sayang. Sekarang terbalik.Nindi pun langsung duduk atas saran dari Mbak Maya. Wajahnya ditekuk kesal tingkat Ratu Inggris. Entah sedekat apa mereka ini, aku tidak terlalu me