Author Pov
"Welcome to the my land, Mrs Devil...."
Dev, cowok itu menunjukkan seringaian iblisnya. Berharap gadis di hadapannya memiliki rasa takut karena melihatnya di depan mata. Namun sepertinya, Hanna tidak gentar melihat salah satu amunisi yang Dev tunjukkan.
Alih-alih takut, gadis di hadapannya justru malah mengangkat dagu berani menatap Dev sengit. Seperti apapun keadaannya, Hanna memang tidak akan pernah takut pada musuh bebuyutannya itu. Bahkan dihadapkan dengan seribu orang semacam Dev pun, Hanna akan sanggup meladeninya.
Dev menarik kembali rentangan tangannya. Ia memajukan lagi langkahnya hingga kini tubuh tegapnya berada tepat di hadapan Hanna. Gadis itu harus sedikit menengadah karena tubuh Dev lebih tinggi darinya. Maklum, tubuh Hanna yang mungil hanya mampu mencapai bahu si cowok itu saja.
"Selamat datang di Bimantara. Gue harap, lo akan betah ya bersekolah di sini," tukas Dev tak lepas dari seringaian khasnya. Sementara Hanna, kedua tangannya justru sudah terkepal kuat di masing-masing sisi tubuh.
Betah pala lo! dumel Hanna dalam hati.
Ingin sekali rasanya ia menghajar cowok menyebalkan itu, tapi lagi-lagi Hanna harus bersabar sampai saatnya tiba. Tapi kapan? Entahlah. Hanya Hanna dan Tuhan saja yang bisa menentukan.
---
Saruna Bakti? Ya. Sekolah elite yang sudah lama menjadi sekolahan musuh bebuyutannya. Tapi itu dulu, karena mulai hari ini, musuhnya itu justru malah berada di dalam daerah kekuasaannya.
Keberuntungan yang sangat menyenangkan bukan?
Saat mendengar Hanna telah dipindahalihkan ke Bimantara, Dev awalnya sedikit tidak percaya. Akan tetapi, ketika ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, Dev pun akhirnya percaya kalau takdir indah yang Tuhan berikan itu memang tidak pernah main-main. Kehadiran gadis mungil itu sepertinya akan membuat hari-hari Dev lebih bersemangat dan menyenangkan. Keberadaan Hanna di sekolah yang sama, membuat Dev terus tersenyum puas tanpa bosan.
Meskipun berbeda angkatan, tapi itu bukan sebuah masalah bagi seorang Dev. Dengan adanya gadis itu, Dev merasa dunianya akan jauh lebih bersinar.
"Bos?" Dev tersadar dari pikirannya, ia lantas menoleh ke belakang.
Panca. Salah satu kaki tangannya setelah Adam, dia mencondongkan sedikit badannya ke depan. Mulutnya mendekati telinga Dev, ia pun membisikkan sesuatu pada pimpinan geng yang diikutinya itu.
"Keadaan Adam udah membaik. Apa lo mau nengok ke rumahnya?" seperti itulah bisikan Panca.
Dev langsung berbalik setengah badan. Itu kabar baik untuknya!
Tanpa mempedulikan guru sejarah yang tengah menerangkan di depan kelas, Dev pun berniat untuk mencari tahu lebih jelas perihal berita yang Panca sampaikan. Dev sangat antusias ingin mendengarkan kelanjutan kabar baik yang Panca ungkapkan sesaat lalu.
"Terus, apa dia udah boleh dijenguk?" tanya Dev, sepertinya dia tidak sabar ingin melihat keadaan partner sehidup-sematinya itu.
Panca mengangguk, "Menurut kabar dari Okan sih, katanya Adam udah bisa dijenguk. Orangtuanya juga ngebolehin kita dateng ke rumah sakit tempatnya dirawat," ujar Panca detail.
Senyuman lega pun tersungging di bibir Dev. "Baguslah, pulang sekolah nanti kita rame-rame jengukin Adam. Sekalian ada yang mau kita bahas di sana!" intruksi Dev serius. Panca mengangguk. Tapi detik selanjutnya, pandangannya terarah lurus ke belakang Dev.
"Kenapa lo?" tanya Dev mengernyit.
Belum sempat Panca menjawab, sebuah tepukan ringan sudah mendarat di pundaknya. Dev spontan berbalik dan mendapati Shena, guru sejarahnya sedang berkacak pinggang dengan tatapan berang menghunus tajam.
"Devano Abraham...." geram wanita berambut sepundak itu.
Dev pun memberikan cengiran lebarnya tanpa merasa berdosa sama sekali. "Iya, Bu? Saya hadir di depan Ibu," jawabnya santai tanpa beban.
"Perhatikan ke depan atau kamu saya keluarkan sekarang juga!" perintah Shena memberikan pilihan.
Tanpa rasa takut, Dev mengerutkan kening seolah berpikir. Sejurus kemudian, ia pun memamerkan deretan giginya kembali yang putih bersih tanpa noda--kayak tagline iklan di tv, pfft.
"Saya pilih option pertama dong, Bu. Kan, saya anak baik. Hehe...." lontarnya enteng, seenteng mencomot gorengan Mang Dudi di kantin sekolah.
Mendengar jawaban ringan sejenis yang Dev utarakan, Shena pun menghela napas. Sejujurnya, ia sudah sangat lelah dalam menghadapi kelakuan murid seperti Dev, namun apa boleh buat? Shena hanya bisa mengusap muka tanpa mampu bertindak lebih lanjut.
---
Tak lupa, anak buah yang lainnya pun segera dikabari oleh Panca. Dev berniat mengajak mereka semua untuk menjenguk Adam. Sayangnya, hanya sebagian saja yang bisa ikut, karena katanya yang lain sedang ada urusan pribadi yang tidak bisa mereka batalkan. Dev pun memaklumi.
"Semuanya udah kumpul?" tanya Dev pada Panca.
Yang ditanya pun mengedarkan pandangan ke sekeliling. Mengabsen siapa saja yang akan ikut bersama Dev ke rumah sakit. Setelah yakin dengan hitungannya, Panca lantas kembali melihat Dev.
"Semuanya udah lengkap, Bos. Ada 15 orang yang akan ikut," ujar Panca.
Dev mengangguk,"Oke, lebih baik kita berangkat sekarang!" komando Dev.
Dan ketika deru mesin dari harley davidson hitam milik Dev sudah berbunyi, anak buahnya pun serentak ikut menghidupkan mesin motornya masing-masing.
Perjalanan dipimpin Dev, semuanya turut mengikuti dari belakang. Menimbulkan suara bising mesin motor yang memekakkan telinga seluruh penghuni Bimantara yang baru saja muncul dari koridor.
"Ya ampun! Berisik banget sih kayak di arena balapan," komentar Hanna kesal sekeluarnya ia dari koridor.
"Udah biasa, Han...." sahut Bintang terkekeh.
"Tapi bikin telinga gue congean nih kalo kayak gitu caranya!" keluh Hanna gak terima sehingga membuat bibirnya mengerucut sebal.
Bintang hanya geleng-geleng sembari mengusap punggung Hanna. Bagi Bintang dan murid Bimantara lainnya, hal seperti itu sudah menjadi makan siang rutin yang harus diterima oleh telinga mereka.
Jika ada yang berani menegur atau apapun itu, maka hidupnya akan dibuat tak tenang oleh pentolan Bimantara yang terkenal dengan seringai iblisnya. Siapa lagi kalau bukan Devano Abraham. Cowok tampan sejuta pesona yang mampu membius kaum hawa dalam sekejap mata.
----
Pasca dihajar dan dibikin KA-O oleh gadis semungil Hanna, kondisi Adam pun akhirnya membaik. Meskipun belum bisa dikatakan sembuh, tapi setidaknya Adam sudah melewati masa rawannya.
"Jadi, si cewek iblis itu sekolah di Bimantara?"
Dev mengangguk, saat ini dia sedang duduk di kursi sisi kanan ranjang Adam. Sementara Panca berdiri santai di belakang Dev. Anggota yang lainnya? Mereka berjaga-jaga di luar ruangan dan separuhnya lagi izin pulang karena ada urusan mendadak.
Adam merasa tersanjung karena kawan-kawannya menyempatkan diri untuk menjenguknya. Meskipun tidak lama, tapi Adam sangat bersyukur memiliki teman yang solid seperti mereka. Terutama Devano, sahabat karibnya sejak di bangku SMP.
Mendengar kabar Hanna pindah sekolah ke Bimantara. Tangan kanan Adam yang gak dililit selang infus tampak mengepal. Dia bersumpah untuk membalas perlakuan gadis itu jika sudah sembuh nanti.
"Lo gak usah khawatir, Dam ... soal cewek itu biar gue sama Panca aja yang urus. Lo fokus aja dulu sama tahap penyembuhan lo!" ujar Dev seolah tahu apa yang tengah dipikirkan Adam.
Adam lantas mengangguk pelan, dia belum bisa bergerak sesuka hati. Badannya masih sakit bahkan seperti nyaris remuk, kepalanya dibebat perban dan kaki kanannya digips akibat terkena tendangan maut dari Hanna saat tawuran tempo hari. Menyebabkan tulang dalamnya sedikit retak dan menggeser.
"Terus apa rencana lo, Dev?" tanya Adam menatap, dia adalah satu-satunya anggota bandit yang diperbolehkan memanggil Dev tanpa embel-embel 'Bos'.
Dev tercenung beberapa saat. Jemarinya mengetuk dagu selagi berpikir. Sampai saat ini, Dev juga belum tahu apa yang akan ia lakukan terhadap gadis tangguh seperti Hanna. Di matanya, Hanna itu adalah iblis cantik yang cukup sulit untuk ditaklukan. Apalagi perihal hati, rasa benci yang tertanam di hati Hanna, seakan sudah cukup tebal menyelimuti sisi lembut hatinya.
"Untuk masalah itu gue belum punya ide apapun. Tapi lo jangan ikut mikir ... biar gue yang atur semua. Lo harus sembuh, karena tanpa kehadiran lo ... formasi kita gak lengkap, Bro!" tutur Dev tulus.
Adam menyungging senyum tipis di bibir. Untuk kesekian kalinya, Adam kembali bersyukur bersahabat dengan Dev.
---
Hanya satu orang yang memanggilnya dengan sebutan itu. Dev menoleh ke arah sofa dan langkahnya langsung belok menghampiri sang adik manisnya. Zola Abraham.
"Yes, My Little sist...." sahut Dev seraya mengecup kening Zola penuh sayang.
Dev pun mengempaskan bokong ke atas sofa, tepat di sebelah Zola yang kayaknya lagi asyik nonton acara televisi yang kurang Dev mengerti.
"Zola dengar, katanya Hanna dipindahin papanya ke sekolah Kak Deva, ya?" lontar Zola penasaran.
Dev menoleh menatap adiknya, "Kamu tau dari siapa?"
"Emm ... dari Kak Milo," jawab Zola pelan.
Dev menegakkan duduknya seketika. Dia memiringkan duduknya agar bisa menghadap Zola. "Milo? Kamu dideketin dia?" selidik Dev menatap tajam.
Zola menggeleng sedikit takut, pasalnya kakaknya ini sangat benci pada kakak Hanna. Jadi, Zola harus hati-hati dalam membahas soal Milo--lelaki yang disukainya selama ini.
"Dek, jawab dong!" desak Dev tak sabar.
"Eng--enggak kok, Kak. Kak Milo gak deketin Zola. Cuma tadi kebetulan aja kita papasan di kantin, terus Zola tanya duluan deh Kak Milo nya ... bagaimana pun juga, Zola juga kan pengin tau kabar tentang sahabat Zola, Kak...." jelas Zola jujur.
Mendengarnya, Dev pun menghela napas lega. Dia hanya tidak suka kalau sampai adik satu-satunya yang dia sayangi didekati oleh Milo. Walaupun Milo adalah kakak dari Hanna, tapi Dev sudah terlanjur tidak suka pada lelaki itu. Tersimpan dendam di dalam hatinya untuk Milo.
"Kak Deva, kok pertanyaan aku yang tadi gak dijawab sih?" rengek Zola mengguncang lengan Devano.
"Emangnya Hanna gak bilang langsung sama kamu?" tanya balik Dev menoleh lagi.
Zola menggeleng, "Enggak. Zola nanya lewat line sama WA juga Hanna gak ngebales...."
"Iya, Kakak lihat tadi di sekolah Hanna emang pindah ke Bimantara. Kakak aja sampe kaget pas tau dia dipindahin ke sekolah Kakak...." cetus Dev tersenyum miring. Lantas, ia merebahkan kepala ke kepala sofa sambil menatap langit-langit ruang tengah yang digantungi lampu hias.
Hanna, cewek itu susah banget gue taklukin.
Dev membuang napas kasar, ia memejamkan mata sambil berharap rasa lelah segera lenyap dari dalam dirinya. Dan cowok itu pun berdoa, semoga suatu saat nanti rasa benci di hati cewek itu bisa terkupas secara perlahan.
"Dengan begitu ... i will got you, Mrs Devil!" bisiknya bertekad, membuat Zola mengernyit heran ketika tanpa sengaja melihat kakaknya seperti bergumam sendiri.
Hanna Pov"HANNA HOME'S!" Aku berteriak lantang sesampainya di dalam rumah. Walaupun hanya desauan angin yang menyahut tapi tidak mengapa, itu sudah biasa. Suasana sepi yang menyambut bahkan sudah menjadi hal lumrah di rumah ini. Memang benar adanya, setiap aku pulang duluan, pasti hanya keheningan yang mendominasi.Hari ini cukup melelahkan, terlebih ketika pertama kalinya aku bertemu dengan cowok sialan itu di sekolah baruku. Devano Abraham, iblis itu sepertinya tidak pernah mau untuk sekadar tidak mengusikku."KAK HANHAN!" Wajahku yang semula menunduk lesu, seketika terangkat semangat saat mendengar suara seruan dari arah tangga. Mataku lantas berbinar tatkala mendapati dua bocah lucu nan menggemaskan kini tengah berlarian ke arahku. Mereka adalah si kembar Bara dan Barie. Karena inisial namanya dari hurup B, aku pun menjulukinya dengan sebutan Duo B.Dan se
Hanna PovSendi lututku terasa hampir copot. Upacara baru saja selesai. Akhirnya, rutinitas di senin pagi yang membosankan itu berhasil kulewati juga.Aku mendaratkan bokong di bangku kelas. Lega banget rasanya, setelah berdiri kurang lebih satu jam di bawah sengatan sinar mentari pagi yang membuat keringat mengguyur di sekujur tubuh, akhirnya selesai juga.Bintang, teman baruku itu mencolek bahuku hingga aku menoleh."Kenapa, Bin?""Temenin ke kantin yuk, Han! Aku haus nih...."Duh, Bintang mengajakku ke kantin di tengah rasa mager yang melanda. Ya ampun! Kalo gue nolak dia kecewa gak ya?"Ayo dong, Han! Tenggorokan aku kering nih, masa kamu tega biarin aku kehausan kayak gini sih...." lanjutnya membujuk, tangannya kini sibuk mengguncang bahuku."Duh, Bin, gue--""Aku traktir deh," selanya cepat,
Author PovHari libur yang membosankan.Hanna menguap untuk ke sekian kalinya. Dia sedang rebahan santai di sofa malas yang ada di ruangan tengah. Sambil menonton kartun favoritnya yang tayang di tanggal merah selain hari minggu, dia lantas mencomot keripik kentang di dalam toples yang dipangkunya."Hanna, lo leha-leha mulu dari tadi pagi, gak joging lo?"Kepala gadis itu lantas menoleh ke asal suara. Milo, kakaknya kini berjalan menghampiri Hanna dan lekas duduk di sofa sebelah sofa malas yang ditempati Hanna."Mau ke mana lo, Bang?" alih-alih menjawab pertanyaan Milo, Hanna justru malah bertanya balik sambil meneliti penampilan sang kakak yang mengenakan pakaian casual dengan ransel kecil tersampir
Hanna Pov "Iblis sialan...."Cowok itu, si iblis Devano menuruni motornya. Dan sekarang dia melangkah ke arahku yang juga udah melompat turun dari ninja milik Juna."Lo kenal sama dia?" tanya Juna berbisik, teman baruku ini ikut turun juga dari motornya."Dia musuh gue," balasku tanpa mengalihkan tatapan yang aku sorotkan ke arah iblis itu.Langkah cowok itu udah semakin dekat, dan di saat Juna yang siap menghalangi agar Dev tidak mendekatiku. Aku pun meliriknya lantas menggeleng, "Gue bisa handle dia kok," ucapku mantap."Tapi, Han--""Lo gak percaya sama gue?" potongku menatapnya serius.Akh
Author PovTerdampar di sarang iblis. Di luar hujan deras. Berniat pulang pun tidak diizinkan. Alhasil? Hanna terdampar di kasur Queensize Zola yang berseprai motif cewek banget. Berbaring tengkurap dengan wajah dibenamkan ke bantal.Drrt drrt drrt,Hanna terperenyak, ponselnya bergetar. Mungkin ada telepon masuk atau bisa saja cuman pesan dari aplikasi Whatsaap dan BBM-nya. Tangan Hanna pun lekas merogoh ke saku celana belakang.Setelah benda tipis itu Hanna genggam, ia pun menjauhkan wajah dari bantal putih empuk milik Zola yang harum aroma mawar kesukaan gadis yang menyukai kakaknya itu.Hanna mengerutkan dahi, rupanya ada BBM masuk, dan saat dibuka nama Arjuna Baratayudha pun muncul beri
Dev PovGue berjalan menelusuri lorong sekolah. Kayak biasa, banyak cewek genit yang mencoba menyapa gue. Tapi, gue abaikan sapaan gak penting mereka. Pagi ini mood gue bener-bener lagi berantakan gara-gara setan kecil bernama Hanna."KYAAAAAAA ... LO APAIN BIBIR GUE IBLIS SIALAAN??"Dia menjerit histeris disusul dengan aksi anarkisnya yang menghujani tubuh gue dengan pukulan-pukulan penuh emosinya. Demi Tuhan! Apa yang ada di pikiran Hanna? Sampai dia mengira kalau gue abis apa-apain bibirnya lantas langsung gebukin gue begitu saja. Padahal, untuk menyentuh bibirnya saja gue belum sempat karena keburu ada yang menyalakan lampu.Parahnya, bokap sama nyokap berikut adik gue datang bersamaan seolah mereka
Hanna Pov Aku dan Bang Milo sedang dalam perjalanan menuju rumah Juna. Beberapa saat yang lalu, aku dijemput Bang Milo di sekitar jalan yang tak jauh dari SMA Bimantara. Dan kini, motor Bang Milo sudah melaju memasuki jalanan besar yang cukup sepi dan jarang dilalui kendaraan umum. Hanya beberapa kendaraan pribadi saja yang terkadang melintas, itu pun bisa dihitung jari."Bang, emang mau ngapain sih lo ke rumah Juna?" tanyaku setengah berteriak, menandingi suara deru mesin motor Bang Milo yang sedang melaju cukup cepat saat ini."Gue mau ambil sesuatu dari dia, ya sekalian main-main aja. Kan udah lama banget gue gak main ke rumahnya. Gue juga kangen sama Tante Alya...." jawab Bang Milo balas berteriak.Aku mengangguk sekilas, lalu k
Author Pov Dua pasang manusia itu kini tengah berjalan-jalan mengelilingi mall. Bintang yang didampingi Adam berjalan di depan dan Hanna yang dibarengi Dev memilih untuk berjalan di belakang mereka. Hanna tidak menyangka kalau di kesempatan ini dia akan kembali dipertemukan dengan Dev. Padahal, Hanna berharap cowok sialan itu lenyap saja dari muka bumi ini."Han, kita masuk toko aksesoris itu ya!" seru Bintang menoleh, meminta pendapat pada teman sekelasnya.Hanna dengan wajah masam hanya mengangguk setuju ketika memberikan tanggapan atas seruan Bintang barusan. Mengulas senyuman terima kasih, Bintang pun diam-diam bersyukur karena Hanna sudah mau pergi menemaninya. Kemudian, Bintang pun langsung membelokkan langkahnya menuju toko yang ditunjuknya tadi. Sementara itu, Hanna masih setia
Satu bulan telah berlalu. Sejak kejadian mengenaskan yang menimpa Hanna di malam itu, pada akhirnya Arjuna digiring juga ke balik jeruji. Ya, perbuatannya tidak bisa ditoleransi oleh sekadar kata maaf. Dia sudah melakukan tindakan asusila terhadap seorang gadis tak berdosa. Meski tidak sampai ke tahap yang lebih mengerikan, tapi Arjuna tetap bersalah. Untuk itu, setelah Milo dan Panca puas menghajarnya hingga babak belur, mereka pun lantas menjebloskan Arjuna ke kantor polisi untuk dihakimi. Tidak ada yang bisa menolongnya. Hukum telah berbicara dan saksi serta korban pun sudah ada di depan mata.Milo tidak menyangka, kenapa Arjuna bisa sampai sebajingan itu. Padahal dulu Milo selalu menganggap Arjuna sebagai teman baiknya. Malah ia pun sempat mempunyai niatan untuk mendekatkan Arjuna dengan Hanna seandainya tidak keburu ada petisi dari orangtuanya yang menyatakan bahwa Hanna akan dijodohkan dengan Devano.Lalu malam itu, Arjuna nyaris merenggut kehormata
Untuk pertama kalinya, Hanna meluruhkan air mata di tengah dirinya yang merasa dilecehkan oleh perlakuan Arjuna. Gadis itu tak berdaya ketika kedua tangannya telah Arjuna genggam kuat dalam satu cekalan tangan besarnya. Sementara satu tangannya lagi berusaha untuk menjelajahi bagian tubuh Hanna di sela bibirnya yang tak henti memagut kasar bibir dari sang gadis. Hanna ingin melepaskan diri dari jeratan Arjuna, tapi bahkan energinya seperti tersedot habis hingga kini ia merasa tak berdaya atas sesuatu yang menimpanya. Hanna tidak menyangka jika Arjuna akan bersikap sejahat ini kepadanya, membuat kedua belah pipi Hanna semakin dibanjiri air mata ketika tangan kanan Arjuna sudah hampir mencapai tujuannya.Tidak! Hanna tidak bisa diam saja. Untuk itu, demi menghentikan gerakan tangan Arjuna yang sudah merayap nakal ke bagian paha sang gadis, dengan sigap Hanna pun menggigit sudut bibir Arjuna sekuat tenaga. Sontak, cowok itu pun memekik. Refleks ia pun melepaskan geng
"Jadi, setelah gue ceritain kebusukan si Devano sialan itu, apa tanggapan lo hah?" lontar Arjuna menatap datar. Berharap bahwa Hanna akan berpihak kepadanya untuk melawan orang yang akan ia berikan pelajaran atas perilaku buruknya di masa lalu.Sementara itu, Hanna sendiri tidak mengerti harus berbuat apa. Di satu sisi, Hanna tidak sepenuhnya percaya kepada Arjuna setelah beberapa jam yang lalu Hanna mengetahui kebusukan Arjuna juga yang sengaja mengurungnya di ruangan tersebut. Tapi di sisi lain, Hanna pun takut kalau-kalau Devano memang berbuat seperti apa yang sudah Arjuna ceritakan kepadanya secara gamblang.Ya, Hanna mendengar bahwa Devano adalah penyebab dari meninggalnya sepupu perempuannya. Mirisnya, sepupunya itu meninggal dengan cara tragis alias melenyapkan dirinya sendiri. Kaget memang, tapi apakah semua itu benar? Atau, bisa saja Arjuna sedang mengada-ngada doang kan? Pikir Hanna menebak-nebak.Untuk sesaat, Hanna terdiam. Berusaha mencerna
"JUNA, BUKA PINTUNYA!!" teriak Hanna menggedor pintu. Merasa dikhianati oleh cowok yang sudah ia percaya sepenuhnya.Ya, Hanna merasa sangat dongkol sekaligus murka ketika tahu bahwa Arjuna membawanya ke basecamp dirinya hanya untuk mengurung Hanna di dalam sebuah ruangan. Padahal mulanya, Hanna berpikir bahwa cowok itu murni ingin menolongnya tanpa ada niat jahat yang terselubung. Tapi kini, setelah ia tahu siapa Arjuna sebenarnya, Hanna pun merasa marah dan juga ingin sekali rasanya ia meninju muka tampan cowok itu berkali-kali."JUNA, BUKA PINTUNYA! KELUARIN GUE DARI SINI, JUNA SIALAN!" serunya lagi sangat lantang. Membuat ia sampai harus terengah-engah akibat suara teriakannya yang supermenggelegar."JUNA!"Hanna memukul pintu di hadapannya ketika suara teriakannya tak digubris sama sekali. Lalu ia menggeram kesal karena Arjuna sudah menjebaknya seperti ini. "Gue gak nyangka. Ternyata si Juna orang jahat. Tapi kenapa dia memper
Zola mengucek kedua matanya ketika ia dibangunkan oleh bunyi ketukan yang berasal dari balik pintu kamarnya. Sejenak, gadis itu pun menguap sembari menggeliat dengan kedua tangan yang direntangkan ke atas.Tok tok tok.Ketukan itu kembali terdengar, membuat Zola lantas segera beranjak dari tempat tidurnya dan mulai menyeret kedua kakinya dengan malas. Lagi-lagi ia menguap lebar. Saat seharusnya ia sedang tidur nyenyak, tapi justru ketukan itu malah membuatnya terganggu hingga akhirnya ia terbangun.Sampai ketika Zola tiba di depan pintu, ia pun segera membuka kunci sekaligus menarik knop pintu hingga terbuka. Sontak, terpampanglah sosok wanita berdaster biru lusuh yang kini sedang membungkuk santun di hadapannya. Sementara itu, Zola merasa aneh kala mendapati salah satu pembantunya yang saat ini berada di depan matanya."Bik Sum, ada apa?" lontar gadis itu bersuara serak ciri khas orang bangun tidur. Untuk sesaat, Zola pun me
Milo sedang berjalan mondar-mandir di tengah rasa gelisahnya yang melanda. Langit sudah menggelap tapi bahkan Hanna belum pulang sama sekali. Membuat Milo merasa khawatir karena selain itu ponsel adiknya pun tak bisa dihubungi."Ke mana si Hanna. Kenapa udah malem begini dia belum pulang juga," gumam cowok itu mendecak resah. Sesekali, ia pun melayangkan pandangannya ke arah jam raksasa yang tergantung di sudut ruangan tengah rumahnya."Duh bahaya ini sih. Bisa diinterogasi sama ibu negara sama bapak negara kalo misalkan mereka tau anak gadisnya belum pulang. Lagian, tuh anak pergi ke mana sih. Kelewatan banget kalo pergi main. Bikin gue belingsatan aja jadinya," tukas Milo mengembuskan napas gusar. Kemudian, tahu-tahu ponsel yang berada di dalam saku celana kargonya pun berdering. Mengejutkan cowok itu hingga kini ia pun tampak terkesiap di tengah helaan napasnya."Mudah-mudahan ini telepon dari Hanna," harapnya sembari merogoh ponsel. Lantas,
Gadis itu menekan sakelar bel yang terletak di sudut kanan atas pintu di hadapannya. Sepulang sekolah, ia memang langsung ngacir sebelum rencananya berantakan seandainya dihalangi oleh Devano. Apalagi setelah berita perjodohan itu diutarakan oleh pihak orangtua, Hanna yakin, cowok itu pasti akan semakin banyak bertingkah.Setelah menekan sakelar untuk kedua kalinya, tak lama kemudian seseorang muncul dan membukakan pintu tersebut. Seketika, Hanna pun mengulas senyumannya kala ia berhadapan langsung dengan seorang wanita berambut demimor."Eh, Hanna!" serunya menatap berbinar. Selanjutnya, wanita yang tak lain adalah ibunya Arjuna pun lekas memeluk tubuh Hanna dengan senyum yang tak memudar."Apa kabar, Sayang? Udah lama banget ya kita gak ketemu," ujar wanita itu sembari menyudahi pelukannya."Apa kabar, Tante?" tanya Hanna balas tersenyum."Baik. Seperti yang kamu lihat. Kamu sendiri gimana? Duh, Tante kangen banget deh sama kamu...."
Seminggu telah berlalu tanpa terasa. Kehidupan Hanna seakan terjungkir balik ketika ia mendapat kabar bahwa kedua orangtuanya sudah sama-sama sepakat untuk menjodohkannya dengan cowok yang sampai saat ini masih ia anggap sebagai musuh bebuyutannya.Ya, entah bagaimana ceritanya, tahu-tahu saja tadi malam ibu negara membicarakan perihal yang sangat penting dengannya di depan Milo juga sang papa. Dan sangatlah mengejutkan ketika Milo sudah tahu lebih dulu soal perjodohan ini. Hanna begitu kaget luar biasa.Pantas saja selama ini Milo dan Devano sering bertegur sapa melalui pesan singkat yang tak jarang Hanna temukan ketika ia sedang duduk bersebelahan dengan kakaknya. Rupanya, inilah alasan dari balik sikap akur kedua cowok itu. Tapi yang membuat Hanna semakin dongkol ialah, kenapa Milo selalu menghindar setiap kali dirinya bertanya soal ia yang menjadi begitu akrab dengan Devano.Padahal seingatnya, bukankah selama ini Milo selalu muak jika harus berintera
"WOY, COWOK GAK TAU DIRI. KELUAR LO! BERANI-BERANINYA LO BIKIN ADIK KESAYANGAN GUE NANGIS. KALO LO NGERASA GENTLE, SINI LO BAKU HANTAM AJA SAMA GUE. GAK ADA AHLAK BANGET LO PAKE ACARA NANGISIN ADIK GUE. MINTA GUE HAJAR APA GIMANA LO?"Di siang seterik ini, Hanna yang sedang rebahan santai di atas tempat tidurnya pun seketika terperanjat kaget kala mendengar suara teriakan penuh emosi dari luar sana. Ya, secepat kilat Hanna pun beranjak dari posisinya guna memeriksa keadaan di luar sana melalui balkon kamarnya. Lalu, ketika ia mendapati Devano yang sedang berdiri dari balik pagar rumahnya, matanya pun memelotot kaget sekaligus teringat akan setitik masalah yang ia ketahui telah diciptakan oleh kakaknya sendiri."Bencana besar ini sih. Si iblis Devano jelas gak akan terima kalo tau adiknya punya masalah sama Bang Milo. Sementara itu, emosi Abang gue sendiri pun masih belum stabil setelah gue tegur dia kayak tadi. Wah, bisa-bisa perang dunia ke 3 bakalan pec