Hanna Pov
"HANNA HOME'S!"
Aku berteriak lantang sesampainya di dalam rumah. Walaupun hanya desauan angin yang menyahut tapi tidak mengapa, itu sudah biasa. Suasana sepi yang menyambut bahkan sudah menjadi hal lumrah di rumah ini. Memang benar adanya, setiap aku pulang duluan, pasti hanya keheningan yang mendominasi.
Hari ini cukup melelahkan, terlebih ketika pertama kalinya aku bertemu dengan cowok sialan itu di sekolah baruku. Devano Abraham, iblis itu sepertinya tidak pernah mau untuk sekadar tidak mengusikku.
"KAK HANHAN!"
Wajahku yang semula menunduk lesu, seketika terangkat semangat saat mendengar suara seruan dari arah tangga. Mataku lantas berbinar tatkala mendapati dua bocah lucu nan menggemaskan kini tengah berlarian ke arahku. Mereka adalah si kembar Bara dan Barie. Karena inisial namanya dari hurup B, aku pun menjulukinya dengan sebutan Duo B.
Dan sekarang, si Duo B ini sedang memeluk kaki kanan-kiriku secara bersamaan.
"Astaga, kalian ini...." dengusku pelan, tapi senang juga sih bisa ketemu mereka lagi.
Kedua bocah lucu berusia 5 tahun ini semakin erat memeluk kakiku yang terlapisi kain kaus kaki yang mencapai betis. Sejurus kemudian, aku pun menjauhkan keduanya dari kakiku. Mereka lantas mendongak guna menatapku diiringi dengan dahi yang berkerut kompak.
Menatap balik keduanya, aku pun tersenyum manis. Lalu, aku berlutut menyejajarkan tubuhku dengan tinggi mereka yang masih setara dengan pinggulku.
"You know what? I am so miss you both...." gumamku girang seraya merentangkan kedua tangan untuk membawa Duo B ke dalam pelukan. Dan bahagianya, mereka pun balas memeluk sama eratnya.
"Bara kangen sama Kak Hanhan...." ucap bocah berlesung pipit ini lantas mengecup pipi kiriku.
"Barie juga, kangen banget sama Kak Hanhan," susul adiknya tak mau kalah.
Aku tersenyum lebar ketika bocah kembar ini kembali memelukku begitu erat. Kuusap kepala mereka. Dua-duanya sangat menggemaskan. Selain wajahnya tampan dan berpipi gembil, Duo B ini adalah moodbuster-ku yang paling ampuh.
---
"
Bara dan Barie mengangguk semangat dengan kompak. Aku terkekeh saat pipi gembil Bara dipenuhi sisa es krim cokelat yang sedang asyik dijilatnya.
"Belepotan gini deh. Pelan-pelan dong makannya," ucapku gemas sembari membersihkan noda es krim yang menempel di pipi Bara.
"Bara terlalu bersemangat, Kak, jadi Bara gak sabar buat habisinnya,"
Astaga! Bara ini emang paling bisa menjawab dari pada Barie. Mereka ini kembar, tapi karakternya bertolak belakang. Jika Bara terlalu berani, maka Barie hanyalah sosok pemalu. Tapi, seperti apapun perbedaannya, aku tetap sayang mereka berdua.
"Han, lo kapan balik?" aku menoleh saat Bang Milo turun dari tangga dengan rambut yang berantakan.
Ya ampun! Kakakku ini pasti baru bangun tidur. Dan aku baru sadar kalau ternyata Bang Milo sudah pulang sebelum aku. Kok, aku gak lihat motornya ya tadi?
"Heh, Duo B! Kalian bikin Kak Milo kaget tau gak? Kakak pikir kalian itu menghilang, eh ... taunya malah ada di sini. Mana lagi pada makan es krim, " omel Bang Milo yang kemudian matanya menatap es krim yang sedang disantap si Duo B, "Enak banget kayaknya! Kakak minta dong," lanjut Bang Milo menelan ludah, lantas mendudukkan diri di sebelah Bara yang masih asyik menjilati es krimnya.
Bara menoleh tapi hanya sebentar, dia kembali melahap cemilan beku itu.
"Gak mau. Kak Milo kan pelit, kalo Kak Milo mau beli aja sana!" ujar Bara meleletkan lidah.
Dan aku cuma ketawa puas melihat muka Bang Milo yang dongkol karena lontaran Bara barusan.
Sudah kubilang, kelakuan Bara ini sangat jauh berbeda dengan adiknya yang hanya terlahir dalam jarak 2 menit setelah si gembil Bara turun ke dunia. Bara ... Bara, masih kecil sudah pandai berceloteh apalagi kalau besar nanti?
----
A
Sebenarnya, aku gak mau ngasih terlalu banyak, tapi apalah dayaku jika mereka sudah memaksa apalagi merajuk. Tangisannya itu bisa menggemparkan ke sepenjuru Indonesia. Dan walaupun Barie tak selincah kakaknya, tapi percaya atau tidak dia bisa mengamuk juga kalo keinginannya tidak dituruti.
It means, mau gak mau aku pun terpaksa memenuhi kemauan mereka. Semoga saja mereka gak terserang sakit gigi setelah kuberi mereka es krim sebanyak tadi.
"Duo B udah tidur, Han?" tegur Bang Milo saat melihatku menuruni tangga.
Aku mengangguk, "Udah. Baru aja...."
Bang Milo menaikkan dua kakinya ke atas meja. Dia sedang rebahan santai sambil memindah-mindahkan chanel televisi.
"Mereka ke sini diantar siapa, Bang?" tanyaku setelah duduk di sebelah Bang Milo.
"Sama Tante Ketrin, untung aja gue udah pulang. Kalo enggak, gue gak tau deh Duo B dititipin ke siapa. Lo kan tau sendiri kalo orangtua kita sering banget pulang larut," jawabnya sambil melempar remot ke atas meja.
"Ck! Apaan sih, Bang, main lempar-lempar aja. Kalo rusak, Ibu negara kita yang cantik bisa ngomel sepanjang malam tau...." delikku mengingatkan bagaimana cerewetnya mama ketika barang di rumah ada yang rusak atau hilang tanpa sebab. Kemudian, aku pun meraih remot tak berdosa itu untuk mengeceknya terlebih dahulu.
Bang Milo hanya mengangkat bahu cuek. Sementara aku bernapas lega karena remotnya baik-baik saja. Kalau sampai benda itu rusak, mungkin mama bakalan potong uang jajan untuk yang merusaknya.
Dan aku masih peduli sama abangku tercinta ini. Lihat! Kurang baik apa aku sebagai adik?
"Gimana?" tiba-tiba saja pertanyaan ambigu tercetus dari mulut Bang Milo.
Aku menoleh menatapnya bingung. Maksudnya apa, ya?
"Gimana apanya?" tanyaku meminta penjelasan.
"Sekolahan baru lo? Lo betah gak di sana?"
Oh. Aku bergumam sejenak, setelah menaruh remot ke atas meja secara baik-baik, aku pun menyandarkan punggung ke sandaran sofa.
"Lumayan lah, Bang, temen-temen baru gue pada asik kok. Ya meskipun ada sebagian sih yang kurang ajar ... tapi sejauh ini gue bisa tanganin, kok," jelasku santai, sekilas ingatanku pun melayang pada murid bernama Bias.
Seandainya Bang Milo dengar apa yang diucapin sama cowok berengsek itu tadi, aku yakin ... tanpa ragu Bang Milo pasti sudah menyerang muka sok tampannya itu hingga babak belur.
"Syukurlah.... " desahnya lega, "Kalo ada yang macem-macem, bilang aja sama gue. Gue gak akan tinggal diam ngeliat adik gue diganggu siapa pun!" tuturnya terdengar sangat tegas. Dan aku selalu terharu kalo Bang Milo udah bilang kayak gitu. Rasanya, aku jadi pengin nangis ... hiks.
Well, biarpun aku hobi berantem ... tapi aku ini cewek normal yang punya sisi hati lembut. Aku juga bukan manusia berhati batu yang gak bisa nangis kalo ada hal yang bikin terharu mengundang air mata.
----
Sungguh enak menjadi bocah kembar itu, setelah tidur di kamarku selama hampir 2 jam lamanya. Saat bangun, mereka mengeluh lapar minta dibikinkan nasi goreng. Beruntung yang mintanya itu Duo B kesayangan aku. Kalo misalnya permintaan itu terlontar dari Bang Milo, mungkin aku akan melengos gak peduli sambil berkata 'Lo punya tangan buat digunain hal yang bermanfaat, jadi masak aja sendiri selagi bisa!'
Dan setelah kata-kata mutiara itu aku cetuskan, Bang Milo pun cuma bisa berdecak sebal sambil terpaksa melakukan apa yang sebenarnya malas ia lakukan. Hahaha.
"KAK HANHAN, BARA LAPER!!"
Oh ya ampun! Aku lupa kalo ada si kembar yang sedang menungguku di meja makan.
Selepas nasi gorengnya berpindah tempat ke dalam dua piring yang kusediakan, wajan pun kutaruh kembali ke atas kompor. Kemudian, tanpa berlama-lama lagi aku langsung meluncur ke meja makan membawa dua piring nasi goreng di masing-masing tanganku.
"I'm here, Boys...." seruku riang seraya lekas menyajikan nasi goreng bercampur sosis kesukaan mereka di atas meja.
"Hemm ... Bara gak sabar pengen abisin nih, Kak!" ujar Bara berbinar.
"Barie juga...." timpal Barie semangat 45 saat nasi sudah ada di depan mata.
Sebelum mereka menyantap nasi goreng buatanku, aku pun menahan bahu keduanya hingga dengan spontan Duo B pun menoleh kompak melempar tatapan--'apa-lagi-sih-Kak?'--nya padaku.
Aku mengulum senyum. Sedetik kemudian, kusorongkan bibirku guna mengecup pipi gembil Bara dan Barie bergantian.
"Selamat makan, Duo B...." ucapku lembut sembari kembali melepas bahu mereka yang semula kutahan.
Bocah kembar itu pun terkikik geli, lalu dengan semangat mereka pun melahap nasi goreng buatanku. Mereka itu pintar, tanpa kuperingatkan pun mereka meniup dulu nasi yang ada di sendoknya masing-masing sebelum dimasukkan ke mulut.
Aku jadi tersenyum bangga memiliki dua bocah kembar ini. Meskipun mereka gak terlahir dari rahim yang sama denganku, tapi aku sudah menganggap keduanya seperti adik kandungku sendiri.
Uuh ... aku sangat menyayangi mereka.
Selagi aku memperhatikan bocah kembar yang tampak menikmati nasi goreng buatanku, perhatianku pun teralih ke asal suara derap langkah yang kuhafal tanpa harus melihatnya. Sosok jangkung Bang Milo pun muncul memasuki ruang makan yang tak jauh dari dapur.
Rapi banget. Mau ke mana dia?
"Han, gue keluar bentar ya... titip Bara sama Barie, jangan ditinggal-tinggal!" ujar Bang Milo sekaligus berpesan sembari menyisir rambut hitamnya dengan jari.
Aku mengernyit, meneliti pakaian yang dipakainya dari ujung celana sampai ke kerah kaus v-neck abu yang dilapis jaket kulit trendinya.
"Mau ke mana?" selidikku. Kalo sudah keren begini sih biasanya mau ketemuan sama cewek.
"Kepo deh!" deliknya mendecak.
Dih. Kayak yang dia enggak aja!
"Mau nemuin cewek, ya?" tebakku tepat sasaran, karena setelah mendengar ucapanku muka Bang Milo pun langsung kaget setengah hidup.
Kalau sudah menunjukkan reaksi seperti itu, tanpa harus kudesak pun, jawabannya pasti iya kan?
"Sotoy lo ah!" bantah Bang Milo sambil mengibaskan tangan kanan, tapi seakan sedang berbohong mukanya pun dipalingkan ke arah lain.
"Halah! Gue mana bisa dibohongin sih, Bang...." senyumku miring.
"Udah ah ... gue telat." katanya buru-buru, "Bye ... bye, Duo B!" alihnya melambai ke si kembar sambil berlalu meninggalkan ruang makan.
Seperginya Bang Milo, aku hanya mengangkat bahu tak acuh seraya mengalihkan kembali perhatianku ke arah Bara dan Barie yang sudah menghabiskan setengahnya di piring masing-masing.
"Kak Hanhan!" panggil Bara mendongak.
"Ya, kenapa Bara?" balasku menatap.
"Kak Milo mau ke mana sih?"
"Mau main sama temannya. Kenapa? Bara mau pesan dibawain apa sama Kak Milo? Nanti Kak Hanhan mintain deh," tawarku inisiatif. Akan tetapi, Bara terlihat tidak berminat untuk dibawakan apapun oleh Bang Milo.
"Oh iya, Kak. Tadi Bara dengar Kak Hanhan bilang kalo Kak Milo mau nemuin cewek. Emangnya cewek itu apa? Kok, Kak Milo semangat banget buat nemuin cewek?" lontar Bara tampak penasaran.
Sepertinya, bocah 5 tahun ini belum paham dengan kata cewek. Yang dia pikir, cewek itu pasti sebuah objek. Padahal, aku juga kan cewek. Seandainya Bara tahu kalau cewe itu bersifat lawan jenis mungkin dia tidak akan banyak bertanya lagi.
----
"Ih, kepedean banget kamu, Han!"
"Bodo amat! Gue mah gitu orangnya. Hahaha,"
"Terserah deh, aku kalah mulu ngomong sama kamu. Ya udah, aku tutup dulu ya ... udah disuruh turun buat makan malam nih sama Kak Deva,"
Mendengar Zola sebutin nama kakaknya, aku cuma bisa puter bola mata mendadak jengah. Si Zola ini, apa gak kesiksa ya punya kakak macem iblis Devano gitu?Kalo gue sih, ngeri!
"Oke deh, mau titip salam buat Abang gue gak?" godaku menjahili. Dan kurasa, saat ini pipi Zola pasti udah memerah akibat blushing.
"Apaan deh kamu, Han! Udah ah, byee...."
"HAHAHA," tawaku pecah bersamaan dengan berakhirnya percakapan via phone antara aku dan Zola.
Sedetik berikutnya, aku pun memasukkan iPhone-ku ke dalam saku. Lantas memalingkan perhatian ke arah si kembar yang tengah asyik menonton film kartun di DVD yang kuputar setengah jam lalu.
Aku melihat jam dinding, sudah jam 8 malam tapi Tante Ketrin belum datang menjemput. Tante Ketrin itu ibunya si kembar, dan biasanya dia tidak pernah telat seperti ini.
Tiba-tiba saja perasaanku gak enak. Duuh kenapa, ya?
"Hanna!" aku sedikit terperanjat, kepalaku pun menoleh ke asal suara dan mendapati Mama yang tengah berjalan gelisah menuju sofa.
Duo B ikut melongok di balik sofa. Matanya berbinar ketika melihat mama yang baru saja pulang disusul oleh papa yang muncul belakangan.
"Bunda Nia!!" seru mereka kompak, dengan gesit Duo B pun melompat dari sofa lalu berlari ke arah mama.
Kulihat Mama pun membungkuk dengan kedua tangan yang direntangkan. Kini, Bara dan Barie sudah berada di pelukan mama. Namun, saat kuamati dari balik sofa, sepertinya ada yang aneh. Tapi apa, ya?
Setelah kuperhatikan baik-baik, baru aku sadar kalo air muka mama begitu sedih bercampur panik. Perasaanku pun kembali gak enak. Ada apa ini?
---
"Iya, Sayang. Mungkin, selama 3 hari ke depan Mama sama Papa bakalan gak pulang. Kami akan mengurus jenazah Om sama Tante kamu di Bengkulu sana. Mama harap, kalian bisa jaga diri ya di sini...." tutur mama mengusap bahuku.
Aku mengangguk, sesekali menghapus air mata yang meluncur turun tanpa bisa kucegah.
"Selama Papa sama Mama pergi, kamu sama kakak kamu jangan bikin masalah! Jadilah anak baik, karena mulai sekarang ... baik buruknya tingkah laku kalian pasti akan ditiru sama si kembar. Dan Papa gak mau kalau kalian sampai memberikan contoh yang gak baik sama adik-adik kalian," pesan papa panjang lebar.
Aku kembali mengangguk patuh. Papa benar! Mulai saat ini aku punya adik yang harus mendapat didikan terbaik, apalagi Duo B itu termasuk anak yang pintar. Bahaya kalau aku atau pun Bang Milo sampai memperlihatkan perilaku yang buruk pada mereka!
"Kalo gitu, kami berangkat ya, Sayang. Bilangin sama kakak kamu kalo dia pulang nanti," pamit mama lantas memelukku.
Setelah cukup lama berpelukan dengan mama, kini giliran papa yang memelukku. Tak lama kemudian, mama dan papa pun berjalan ke arah mobil. Aku hanya berdiri melambai di atas teras. Semoga saja, perjalanan mereka ke Bengkulu lancar tanpa hambatan. Dan semoga, arwah Tante Ketrin sama Om Damar tenang di sisi-NYA.
Tin.
Aku tersadar dari pikiranku. Bunyi klakson itu berasal dari mobil papa yang siap melaju. Tanganku melambai lagi saat mama melongokkan kepala sambil mengangkat tangannya. Dan detik selanjutnya, Alphard hitam itu pun melaju ke luar halaman.
Baru saja aku memutuskan untuk masuk, tiba-tiba telingaku menangkap suara mesin motor yang berhenti di depan teras. Aku berbalik dan mendapati Bang Milo baru saja turun dari motornya.
"Mama sama Papa pergi lagi, Han? Mereka mau ke mana?" tanya Bang Milo sesudah melepas helmnya.
"Iya, Bang. Mereka mau ke bandara, " anggukku sambil memberitahu.
Bang Milo melangkah menaiki teras. Kedua alisnya bertaut, "Ngurusin kerjaan lagi?"
"Bukan, Bang. Tapi...." ucapku menggantung.
"Tapi apa?"
"Mama sama Papa mau ke Bengkulu, mereka mau ngurusin jenazah Om Damar sama Tante Ketrin di sana," terangku lalu menghela napas berat.
"APA?"
Aku mendongak menatap raut kaget yang menghiasi wajah Bang Milo. Tanpa terasa, air mata pun kembali menetes tak bisa kucegah.
Kulihat, bibir Bang Milo bergetar tak karuan. Mungkin dia teramat syok mendengar berita duka ini. Reaksinya gak jauh berbeda sepertiku, bahkan aku langsung berlari ke ruang tamu karena khawatir si kembar melihat tangisanku.
Sampai akhirnya Bara dan Barie tertidur di kamarku, aku baru mau menemui mama dan papa.
"Mulai saat ini, si kembar bakal tinggal sama kita, Bang. Dan gue gak tau harus bilang apa kalo nanti mereka nanyain mama papanya," ujarku gusar memeluk tubuh Bang Milo yang masih membeku di tempat.
Hanna PovSendi lututku terasa hampir copot. Upacara baru saja selesai. Akhirnya, rutinitas di senin pagi yang membosankan itu berhasil kulewati juga.Aku mendaratkan bokong di bangku kelas. Lega banget rasanya, setelah berdiri kurang lebih satu jam di bawah sengatan sinar mentari pagi yang membuat keringat mengguyur di sekujur tubuh, akhirnya selesai juga.Bintang, teman baruku itu mencolek bahuku hingga aku menoleh."Kenapa, Bin?""Temenin ke kantin yuk, Han! Aku haus nih...."Duh, Bintang mengajakku ke kantin di tengah rasa mager yang melanda. Ya ampun! Kalo gue nolak dia kecewa gak ya?"Ayo dong, Han! Tenggorokan aku kering nih, masa kamu tega biarin aku kehausan kayak gini sih...." lanjutnya membujuk, tangannya kini sibuk mengguncang bahuku."Duh, Bin, gue--""Aku traktir deh," selanya cepat,
Author PovHari libur yang membosankan.Hanna menguap untuk ke sekian kalinya. Dia sedang rebahan santai di sofa malas yang ada di ruangan tengah. Sambil menonton kartun favoritnya yang tayang di tanggal merah selain hari minggu, dia lantas mencomot keripik kentang di dalam toples yang dipangkunya."Hanna, lo leha-leha mulu dari tadi pagi, gak joging lo?"Kepala gadis itu lantas menoleh ke asal suara. Milo, kakaknya kini berjalan menghampiri Hanna dan lekas duduk di sofa sebelah sofa malas yang ditempati Hanna."Mau ke mana lo, Bang?" alih-alih menjawab pertanyaan Milo, Hanna justru malah bertanya balik sambil meneliti penampilan sang kakak yang mengenakan pakaian casual dengan ransel kecil tersampir
Hanna Pov "Iblis sialan...."Cowok itu, si iblis Devano menuruni motornya. Dan sekarang dia melangkah ke arahku yang juga udah melompat turun dari ninja milik Juna."Lo kenal sama dia?" tanya Juna berbisik, teman baruku ini ikut turun juga dari motornya."Dia musuh gue," balasku tanpa mengalihkan tatapan yang aku sorotkan ke arah iblis itu.Langkah cowok itu udah semakin dekat, dan di saat Juna yang siap menghalangi agar Dev tidak mendekatiku. Aku pun meliriknya lantas menggeleng, "Gue bisa handle dia kok," ucapku mantap."Tapi, Han--""Lo gak percaya sama gue?" potongku menatapnya serius.Akh
Author PovTerdampar di sarang iblis. Di luar hujan deras. Berniat pulang pun tidak diizinkan. Alhasil? Hanna terdampar di kasur Queensize Zola yang berseprai motif cewek banget. Berbaring tengkurap dengan wajah dibenamkan ke bantal.Drrt drrt drrt,Hanna terperenyak, ponselnya bergetar. Mungkin ada telepon masuk atau bisa saja cuman pesan dari aplikasi Whatsaap dan BBM-nya. Tangan Hanna pun lekas merogoh ke saku celana belakang.Setelah benda tipis itu Hanna genggam, ia pun menjauhkan wajah dari bantal putih empuk milik Zola yang harum aroma mawar kesukaan gadis yang menyukai kakaknya itu.Hanna mengerutkan dahi, rupanya ada BBM masuk, dan saat dibuka nama Arjuna Baratayudha pun muncul beri
Dev PovGue berjalan menelusuri lorong sekolah. Kayak biasa, banyak cewek genit yang mencoba menyapa gue. Tapi, gue abaikan sapaan gak penting mereka. Pagi ini mood gue bener-bener lagi berantakan gara-gara setan kecil bernama Hanna."KYAAAAAAA ... LO APAIN BIBIR GUE IBLIS SIALAAN??"Dia menjerit histeris disusul dengan aksi anarkisnya yang menghujani tubuh gue dengan pukulan-pukulan penuh emosinya. Demi Tuhan! Apa yang ada di pikiran Hanna? Sampai dia mengira kalau gue abis apa-apain bibirnya lantas langsung gebukin gue begitu saja. Padahal, untuk menyentuh bibirnya saja gue belum sempat karena keburu ada yang menyalakan lampu.Parahnya, bokap sama nyokap berikut adik gue datang bersamaan seolah mereka
Hanna Pov Aku dan Bang Milo sedang dalam perjalanan menuju rumah Juna. Beberapa saat yang lalu, aku dijemput Bang Milo di sekitar jalan yang tak jauh dari SMA Bimantara. Dan kini, motor Bang Milo sudah melaju memasuki jalanan besar yang cukup sepi dan jarang dilalui kendaraan umum. Hanya beberapa kendaraan pribadi saja yang terkadang melintas, itu pun bisa dihitung jari."Bang, emang mau ngapain sih lo ke rumah Juna?" tanyaku setengah berteriak, menandingi suara deru mesin motor Bang Milo yang sedang melaju cukup cepat saat ini."Gue mau ambil sesuatu dari dia, ya sekalian main-main aja. Kan udah lama banget gue gak main ke rumahnya. Gue juga kangen sama Tante Alya...." jawab Bang Milo balas berteriak.Aku mengangguk sekilas, lalu k
Author Pov Dua pasang manusia itu kini tengah berjalan-jalan mengelilingi mall. Bintang yang didampingi Adam berjalan di depan dan Hanna yang dibarengi Dev memilih untuk berjalan di belakang mereka. Hanna tidak menyangka kalau di kesempatan ini dia akan kembali dipertemukan dengan Dev. Padahal, Hanna berharap cowok sialan itu lenyap saja dari muka bumi ini."Han, kita masuk toko aksesoris itu ya!" seru Bintang menoleh, meminta pendapat pada teman sekelasnya.Hanna dengan wajah masam hanya mengangguk setuju ketika memberikan tanggapan atas seruan Bintang barusan. Mengulas senyuman terima kasih, Bintang pun diam-diam bersyukur karena Hanna sudah mau pergi menemaninya. Kemudian, Bintang pun langsung membelokkan langkahnya menuju toko yang ditunjuknya tadi. Sementara itu, Hanna masih setia
Langit biru sudah bergantikan senja. Jarum jam sudah bertengger di angka 6 petang. Gadis berambut sebahu itu masih setia berjalan sendiri menelusuri trotoar jalanan yang dilalui para pejalan kaki. Sejumlah mobil, motor dan sebagainya berlalu lalang di arealnya masing-masing. Tapi hal itu tidak membuat Hanna tertarik sama sekali, dia justru sedang terlarut dalam lamunannya.Lamunan kecil yang berkaitan dengan masa lalunya, di mana dulu dia begitu akrab dengan lelaki itu. Saking akrabnya, dia sampai tidak mau berjauhan barang seinci pun dengan partner incrime-nya tersebut semasa masih tinggal di kota kembang dulu.Namun rupanya, keakraban yang terjalin di antara keduanya malah membuat sang partner menyalahartikan kedekatan mereka saat itu. Dalam sekejap, hubungan persahabatan keduanya pun tercerai berai karena tindakan sang partner yang kelewat batas. Dan karena hal itu, Hanna pun menjadi ben
Satu bulan telah berlalu. Sejak kejadian mengenaskan yang menimpa Hanna di malam itu, pada akhirnya Arjuna digiring juga ke balik jeruji. Ya, perbuatannya tidak bisa ditoleransi oleh sekadar kata maaf. Dia sudah melakukan tindakan asusila terhadap seorang gadis tak berdosa. Meski tidak sampai ke tahap yang lebih mengerikan, tapi Arjuna tetap bersalah. Untuk itu, setelah Milo dan Panca puas menghajarnya hingga babak belur, mereka pun lantas menjebloskan Arjuna ke kantor polisi untuk dihakimi. Tidak ada yang bisa menolongnya. Hukum telah berbicara dan saksi serta korban pun sudah ada di depan mata.Milo tidak menyangka, kenapa Arjuna bisa sampai sebajingan itu. Padahal dulu Milo selalu menganggap Arjuna sebagai teman baiknya. Malah ia pun sempat mempunyai niatan untuk mendekatkan Arjuna dengan Hanna seandainya tidak keburu ada petisi dari orangtuanya yang menyatakan bahwa Hanna akan dijodohkan dengan Devano.Lalu malam itu, Arjuna nyaris merenggut kehormata
Untuk pertama kalinya, Hanna meluruhkan air mata di tengah dirinya yang merasa dilecehkan oleh perlakuan Arjuna. Gadis itu tak berdaya ketika kedua tangannya telah Arjuna genggam kuat dalam satu cekalan tangan besarnya. Sementara satu tangannya lagi berusaha untuk menjelajahi bagian tubuh Hanna di sela bibirnya yang tak henti memagut kasar bibir dari sang gadis. Hanna ingin melepaskan diri dari jeratan Arjuna, tapi bahkan energinya seperti tersedot habis hingga kini ia merasa tak berdaya atas sesuatu yang menimpanya. Hanna tidak menyangka jika Arjuna akan bersikap sejahat ini kepadanya, membuat kedua belah pipi Hanna semakin dibanjiri air mata ketika tangan kanan Arjuna sudah hampir mencapai tujuannya.Tidak! Hanna tidak bisa diam saja. Untuk itu, demi menghentikan gerakan tangan Arjuna yang sudah merayap nakal ke bagian paha sang gadis, dengan sigap Hanna pun menggigit sudut bibir Arjuna sekuat tenaga. Sontak, cowok itu pun memekik. Refleks ia pun melepaskan geng
"Jadi, setelah gue ceritain kebusukan si Devano sialan itu, apa tanggapan lo hah?" lontar Arjuna menatap datar. Berharap bahwa Hanna akan berpihak kepadanya untuk melawan orang yang akan ia berikan pelajaran atas perilaku buruknya di masa lalu.Sementara itu, Hanna sendiri tidak mengerti harus berbuat apa. Di satu sisi, Hanna tidak sepenuhnya percaya kepada Arjuna setelah beberapa jam yang lalu Hanna mengetahui kebusukan Arjuna juga yang sengaja mengurungnya di ruangan tersebut. Tapi di sisi lain, Hanna pun takut kalau-kalau Devano memang berbuat seperti apa yang sudah Arjuna ceritakan kepadanya secara gamblang.Ya, Hanna mendengar bahwa Devano adalah penyebab dari meninggalnya sepupu perempuannya. Mirisnya, sepupunya itu meninggal dengan cara tragis alias melenyapkan dirinya sendiri. Kaget memang, tapi apakah semua itu benar? Atau, bisa saja Arjuna sedang mengada-ngada doang kan? Pikir Hanna menebak-nebak.Untuk sesaat, Hanna terdiam. Berusaha mencerna
"JUNA, BUKA PINTUNYA!!" teriak Hanna menggedor pintu. Merasa dikhianati oleh cowok yang sudah ia percaya sepenuhnya.Ya, Hanna merasa sangat dongkol sekaligus murka ketika tahu bahwa Arjuna membawanya ke basecamp dirinya hanya untuk mengurung Hanna di dalam sebuah ruangan. Padahal mulanya, Hanna berpikir bahwa cowok itu murni ingin menolongnya tanpa ada niat jahat yang terselubung. Tapi kini, setelah ia tahu siapa Arjuna sebenarnya, Hanna pun merasa marah dan juga ingin sekali rasanya ia meninju muka tampan cowok itu berkali-kali."JUNA, BUKA PINTUNYA! KELUARIN GUE DARI SINI, JUNA SIALAN!" serunya lagi sangat lantang. Membuat ia sampai harus terengah-engah akibat suara teriakannya yang supermenggelegar."JUNA!"Hanna memukul pintu di hadapannya ketika suara teriakannya tak digubris sama sekali. Lalu ia menggeram kesal karena Arjuna sudah menjebaknya seperti ini. "Gue gak nyangka. Ternyata si Juna orang jahat. Tapi kenapa dia memper
Zola mengucek kedua matanya ketika ia dibangunkan oleh bunyi ketukan yang berasal dari balik pintu kamarnya. Sejenak, gadis itu pun menguap sembari menggeliat dengan kedua tangan yang direntangkan ke atas.Tok tok tok.Ketukan itu kembali terdengar, membuat Zola lantas segera beranjak dari tempat tidurnya dan mulai menyeret kedua kakinya dengan malas. Lagi-lagi ia menguap lebar. Saat seharusnya ia sedang tidur nyenyak, tapi justru ketukan itu malah membuatnya terganggu hingga akhirnya ia terbangun.Sampai ketika Zola tiba di depan pintu, ia pun segera membuka kunci sekaligus menarik knop pintu hingga terbuka. Sontak, terpampanglah sosok wanita berdaster biru lusuh yang kini sedang membungkuk santun di hadapannya. Sementara itu, Zola merasa aneh kala mendapati salah satu pembantunya yang saat ini berada di depan matanya."Bik Sum, ada apa?" lontar gadis itu bersuara serak ciri khas orang bangun tidur. Untuk sesaat, Zola pun me
Milo sedang berjalan mondar-mandir di tengah rasa gelisahnya yang melanda. Langit sudah menggelap tapi bahkan Hanna belum pulang sama sekali. Membuat Milo merasa khawatir karena selain itu ponsel adiknya pun tak bisa dihubungi."Ke mana si Hanna. Kenapa udah malem begini dia belum pulang juga," gumam cowok itu mendecak resah. Sesekali, ia pun melayangkan pandangannya ke arah jam raksasa yang tergantung di sudut ruangan tengah rumahnya."Duh bahaya ini sih. Bisa diinterogasi sama ibu negara sama bapak negara kalo misalkan mereka tau anak gadisnya belum pulang. Lagian, tuh anak pergi ke mana sih. Kelewatan banget kalo pergi main. Bikin gue belingsatan aja jadinya," tukas Milo mengembuskan napas gusar. Kemudian, tahu-tahu ponsel yang berada di dalam saku celana kargonya pun berdering. Mengejutkan cowok itu hingga kini ia pun tampak terkesiap di tengah helaan napasnya."Mudah-mudahan ini telepon dari Hanna," harapnya sembari merogoh ponsel. Lantas,
Gadis itu menekan sakelar bel yang terletak di sudut kanan atas pintu di hadapannya. Sepulang sekolah, ia memang langsung ngacir sebelum rencananya berantakan seandainya dihalangi oleh Devano. Apalagi setelah berita perjodohan itu diutarakan oleh pihak orangtua, Hanna yakin, cowok itu pasti akan semakin banyak bertingkah.Setelah menekan sakelar untuk kedua kalinya, tak lama kemudian seseorang muncul dan membukakan pintu tersebut. Seketika, Hanna pun mengulas senyumannya kala ia berhadapan langsung dengan seorang wanita berambut demimor."Eh, Hanna!" serunya menatap berbinar. Selanjutnya, wanita yang tak lain adalah ibunya Arjuna pun lekas memeluk tubuh Hanna dengan senyum yang tak memudar."Apa kabar, Sayang? Udah lama banget ya kita gak ketemu," ujar wanita itu sembari menyudahi pelukannya."Apa kabar, Tante?" tanya Hanna balas tersenyum."Baik. Seperti yang kamu lihat. Kamu sendiri gimana? Duh, Tante kangen banget deh sama kamu...."
Seminggu telah berlalu tanpa terasa. Kehidupan Hanna seakan terjungkir balik ketika ia mendapat kabar bahwa kedua orangtuanya sudah sama-sama sepakat untuk menjodohkannya dengan cowok yang sampai saat ini masih ia anggap sebagai musuh bebuyutannya.Ya, entah bagaimana ceritanya, tahu-tahu saja tadi malam ibu negara membicarakan perihal yang sangat penting dengannya di depan Milo juga sang papa. Dan sangatlah mengejutkan ketika Milo sudah tahu lebih dulu soal perjodohan ini. Hanna begitu kaget luar biasa.Pantas saja selama ini Milo dan Devano sering bertegur sapa melalui pesan singkat yang tak jarang Hanna temukan ketika ia sedang duduk bersebelahan dengan kakaknya. Rupanya, inilah alasan dari balik sikap akur kedua cowok itu. Tapi yang membuat Hanna semakin dongkol ialah, kenapa Milo selalu menghindar setiap kali dirinya bertanya soal ia yang menjadi begitu akrab dengan Devano.Padahal seingatnya, bukankah selama ini Milo selalu muak jika harus berintera
"WOY, COWOK GAK TAU DIRI. KELUAR LO! BERANI-BERANINYA LO BIKIN ADIK KESAYANGAN GUE NANGIS. KALO LO NGERASA GENTLE, SINI LO BAKU HANTAM AJA SAMA GUE. GAK ADA AHLAK BANGET LO PAKE ACARA NANGISIN ADIK GUE. MINTA GUE HAJAR APA GIMANA LO?"Di siang seterik ini, Hanna yang sedang rebahan santai di atas tempat tidurnya pun seketika terperanjat kaget kala mendengar suara teriakan penuh emosi dari luar sana. Ya, secepat kilat Hanna pun beranjak dari posisinya guna memeriksa keadaan di luar sana melalui balkon kamarnya. Lalu, ketika ia mendapati Devano yang sedang berdiri dari balik pagar rumahnya, matanya pun memelotot kaget sekaligus teringat akan setitik masalah yang ia ketahui telah diciptakan oleh kakaknya sendiri."Bencana besar ini sih. Si iblis Devano jelas gak akan terima kalo tau adiknya punya masalah sama Bang Milo. Sementara itu, emosi Abang gue sendiri pun masih belum stabil setelah gue tegur dia kayak tadi. Wah, bisa-bisa perang dunia ke 3 bakalan pec