Share

7. Teman Baru

Penulis: MikaArayu
last update Terakhir Diperbarui: 2020-10-15 17:17:32

Author Pov

Hari libur yang membosankan. 

Hanna menguap untuk ke sekian kalinya. Dia sedang rebahan santai di sofa malas yang ada di ruangan tengah. Sambil menonton kartun favoritnya yang tayang di tanggal merah selain hari minggu, dia lantas mencomot keripik kentang di dalam toples yang dipangkunya.

"Hanna, lo leha-leha mulu dari tadi pagi, gak joging lo?" 

Kepala gadis itu lantas menoleh ke asal suara. Milo, kakaknya kini berjalan menghampiri Hanna dan lekas duduk di sofa sebelah sofa malas yang ditempati Hanna.

"Mau ke mana lo, Bang?" alih-alih menjawab pertanyaan Milo, Hanna justru malah bertanya balik sambil meneliti penampilan sang kakak yang mengenakan pakaian casual dengan ransel kecil tersampir di salah satu pundaknya.

"Gue mau ke tempat latihan karate gue dulu. Udah lama gak main ke sana, sekalian mau adu kemampuan aja sama temen-temen lama. Mumpung lagi libur sekolah juga...." tukas Milo seraya mengikat tali sepatunya.

Mendengar Milo hendak pergi ke tempat karate, Hanna langsung bangun dari posisi rebahannya. Kini, dia menatap kakaknya itu dengan sorot berbinar.

"Lo mau ke tempat karate? Gue ikut ya, Bang!" pinta Hanna antusias. 

"Ikut? Emangnya lo gak ada acara sama temen-temen lo?" toleh Milo menaikkan sebelah alis.

"Ada sih, tapi masih entar sore sama si Zola. Ayolah, Bang ... daripada gue lumutan nungguin rumah kan gue mending ikut elo. Duo B juga lagi dibawa ibu negara jalan-jalan kan," bujuk Hanna mengguncang lengan kakaknya.

"Haduh ... ya udah deh, ayo! Tapi lo ganti baju dulu sana, gak pake lama!" titah Milo setelah setuju untuk mengajak adiknya.

"Aye aye, Capten! Kasih gue waktu lima menit," cetus Hanna sigap beranjak, lalu ia pun berlari menuju tangga yang langsung dinaikinya.

Melihat adiknya yang superlincah, Milo hanya geleng-geleng saja. Lalu, ia pun meraih toples yang masih terbuka dan mengambil keripik kentang untuk dimasukkan ke dalam mulutnya. 

Sesuai waktu yang sudah ditentukan sebelumnya, Hanna pun muncul di menit ke 5. Dia berlari kecil menuruni tangga, menghampiri kakaknya yang sedang duduk bersandar sambil memainkan ponsel di tangannya.

"Yuk, Bang!" seru Hanna membuat Milo mengangkat muka lantas menoleh ke arah Hanna.

Dilihatnya, Hanna sudah berganti pakaian dengan celana jeans robek-robek dan kaus hitam kebesaran yang cukup simple untuk penampilannya. Rambutnya ia gerai, sebuah topi hitam Hanna pakai dengan posisi terbalik. 

"Simple amat tampilan lo," gumam Milo berkomentar.

"Lah, kan lo mau bawa gue ke tempat Karate. Masa iya gue pake gaun seksi buat datang ke sana," sahut Hanna memutar bola mata.

"Iya sih," angguk Milo setuju, "Tapi--ah, ya udah deh ... ayo!" Milo pun turut berdiri setelah mematikan televisi terlebih dahulu. Lalu, ia merangkul Hanna sembari berjalan kompak menuju pintu utama.

---

Sesampainya di tempat Karate bekas Milo dulu belajar bela diri, Hanna pun dikenalkan pada teman-teman Milo yang seperguruan dengannya waktu dulu. Semuanya begitu antusias menyambut kedatangan Milo yang ditemani adiknya. Bahkan, beberapa dari teman Milo pun langsung mengakrabkan diri dengan Hanna yang dasarnya memang memiliki sifat mudah bergaul juga sangat supel. Membuat Milo tidak terlalu cemas jika adiknya ditinggal ke dalam untuk sekadar bertemu dulu dengan mantan pelatihnya. Milo pun melenggang bersama semua teman-temannya yang juga belum menemui sang pelatih.

"Hanna, ya?" sapa seorang cowok tinggi yang sudah mengenakan pakaian serba putih khas karate bersabuk hitam di pinggang.

Gadis itu lantas menoleh, dia memang sedang duduk menunggu selagi kakaknya masuk ke dalam aula untuk bertemu dengan pelatihnya. 

"Iya. Lo siapa?" tanya Hanna balik lantas mendongak dan sedikit terpana dengan ketampanan cowok yang saat ini masih berdiri di belakangnya. Hanna juga cewek normal yang bisa menyukai lawan jenisnya, okey!

"Oh, kenalin.... " sahutnya seraya mengulurkan tangan kanan, "Gue Arjuna, tapi biasa dipanggil Juna," ucapnya memperkenalkan diri yang langsung dijabat oleh tangan kecil Hanna.

"Oke, salam kenal Juna. Seperti yang udah lo tau, gue Hanna...." balas Hanna tersenyum ramah.

Tangan mereka sudah terlepas dan sekarang Arjuna mendudukkan diri di sebelah Hanna. 

"By the way, lo ini adik kandung Milo?" lontar Juna melirik. Sedikit mengamati postur muka Hanna yang memang ada mirip-miripnya dengan Milo.

Alis Hanna terangkat sebelah, senyuman geli pun tersungging dari bibirnya, "Iya lah, masa adik bohongan...." kerling Hanna sejenak, disusul dengan geleng-geleng kepala.

Juna sedikit tak percaya, mengingat dulu saat ia masih sama-sama belajar karate di bawah perguruan yang sama dengan Milo. Juna belum pernah sekalipun mendengar Milo menyinggung soal adiknya ini. Jadi, bukan salah Juna kan kalau dia sedikit ragu?

"Lo temen Bang Milo?" tegur Hanna membuyarkan pikiran Juna.

"Ah? Emm ... I-iya, dulu kita belajar bela diri bareng di Dojo ini. Cuman, di periode ke dua ... Milo memutuskan buat keluar dan pindah perguruan katanya," jelas Juna, Hanna pun manggut-manggut karena baru tahu. 

Dulu, Hanna memang tidak tinggal di Jakarta, jadi wajar kalau Hanna banyak ketinggalan berita tentang kakaknya di masa lampau.

"Oh iya, lo sekolah di mana?" tanya Hanna lagi, entah kenapa mengobrol dengan Juna rasa nyaman langsung didapatkannya.

"Gue? Emm ... gue sekolah di SMA Garuda. Kalo elo?" 

"Dulu sih di Saruna Bakti bareng Bang Milo juga, tapi karena satu dan lain hal ... gue dipindahin ke Bimantara," ujar Hanna menggedikkan bahu.

"Bimantara?" ulang Juna tertegun tak menyangka.

"Iya. Kenapa? Kok, kayak kaget gitu denger gue sekolah di sana...." tatap Hanna heran.

Juna tercengir gak jelas, tangannya malah mengusap tengkuk seperti orang salah tingkah. "Gak apa-apa sih, cuman ... di Bimantara ada Bokap gue," gumam Juna meringis.

"Oh, ya? Siapa? Bokap lo guru? Guru apa? Mungkin, gue pernah ke ajar juga sama Bokap lo juga," cerocos Hanna sangat ingin tahu.

"No!" geleng Juna, "Bokap gue Kepala sekolah di Bimantara," cetus Juna membuat Hanna terbelalak.

"Seriously??" pekik Hanna spechless, "Jadi, lo itu anak Pak Fero?" 

Giliran Juna yang sekarang menunjukkan raut kagetnya, "Lo kenal dekat sama Bokap gue?"

"Gak deket-deket banget sih, cuma kayaknya Bokap lo sama Bokap gue itu berteman baik deh sejak dulu," pikir Hanna, mengingat bagaimana akrabnya Papa Hanna dan Kepala sekolah itu sewaktu Hanna pertama kali dipindahkan.

Juna manggut-manggut, dia baru tahu juga kalau ayahnya berteman dengan papa Hanna yang berarti, papa Milo juga. Kenapa Juna tidak mengetahuinya sejak dulu, ya?

Di tengah asyiknya perbincangan mereka, tiba-tiba saja sebuah tendangan cukup keras mendarat di punggung Juna. Membuat Hanna terpekik kaget saat melihat tubuh jangkung Juna sampai tersungkur ke aspal sana. 

"Juna!" seru Hanna lekas berdiri.

Gadis itu lalu menengok ke belakang. Ia sempat terkejut saat mendapati sosok kakaknya yang sudah memakai pakaian khas karate seperti Juna dengan sabuk hitam yang setara. 

"Bangun lo, Jun! Masa baru ketemu lagi lo jadi letoy gitu. Kemampuan bela diri lo dibuang ke mana, eh?" lontar Milo bersedekap, dia menyeringai ketika melihat Juna mulai bangkit berdiri.

Kini, Juna pun sudah kembali berdiri menghadap Milo yang berdiri angkuh di atas lantai. Sementara Juna masih menjejaki aspal sambil mengusap ujung hidungnya yang tersusut aspal. 

"Kampret lo, Mil! Demennya maen belakang," delik Juna lekas melangkah menaiki lagi dua undakan lantai, hingga akhirnya ia berhadapan langsung dengan Milo dalam jarak yang cukup dekat.

Milo tersenyum lebar lantas mengajak Juna ber-highfive ria sembari saling berpelukan ala cowok-cowok jantan biasanya. Melihat kelakuan dua cowok itu, Hanna pun hanya mampu geleng-geleng. Dia pikir Juna musuhan dengan Milo, tahunya Milo cuman iseng mau bikin muka tampan Juna sedikit lecet sepertinya.

Emang dasar ya, absurd banget kelakuan cowok!

----

"Woaah, jadi ade lo ini jago bela diri juga?" pekik Juna takjub.

Milo lantas mengangguk mantap, "Iya. Dan gue berani bertaruh, dibanding elo ... kemampuan bertarungnya pasti lebih jago ade gue!" cetus Milo bangga sembari memakan mie ayam yang sudah ia lahap setengahnya.

Dipuji sang kakak Hanna jadi tersenyum malu. Apalagi Milo memujinya di depan cowok sekeren Juna, siapa yang gak tersipu coba?

Pletak.

"Aw!" jerit Hanna mengusap kepala belakangnya, lalu menatap Milo dengan tajam karena sudah berani menjitaknya.

"Lagak lo udah kayak cewek aja!" rutuk Milo memutar bola mata.

"Dih, emang ade lo cewek kali, Mil! Muka cantik gitu lo kira apaan emang? Lo cakep-cakep katarak," sambar Juna membela sekaligus memuji gadis itu, membuat Hanna semakin tersipu dibuatnya.

"Haish, cewek jadi-jadian sih iya," gerutu Milo sambil memalingkan muka ke lain arah.

Duagh.

"Anjrit!" kini giliran Milo yang berteriak kesakitan, tulang keringnya langsung berdenyut setelah ditendang ujung sneaker Hanna. 

"Hanna, sakit anjir! Kasar banget lo jadi cewek...." maki Milo meringis seraya menaikkan kaki kirinya ke atas paha kanan dan mengusap tulang keringnya yang masih berdenyut.

"Rasain lo!" sungut Hanna menyumpahi, lantas tanpa ragu ia pun memeletkan lidahnya meledek Milo.

Melihat tingkah lucu dari Hanna yang tak henti mengejek kakaknya, Juna jadi senyum-senyum sendiri. Baru kali ini dia menemukan cewek semacam Hanna. Maksudnya, selama ini Juna banyak digandrungi cewek-cewek cantik dengan berbagai karakter, tapi yang seperti Hanna baru pertama kali ini ia temui. Selain cantik, jago bela diri--meskipun Juna belum lihat secara langsung--, lucu dan gak tomboy-tomboy banget pula. Duh, Juna jadi kesengsem.

"Udah ah gue mau ke toilet dulu," tiba-tiba saja Hanna berdiri pamit ke toilet.

Juna mendongak menatap gadis itu, "Perlu gue antar, Han?" tawar Juna antusias.

Lagi-lagi kedua pipi Hanna merona, entah apa yang terjadi. Tapi semenjak kenalan sama Juna, reaksi dari dalam diri Hanna begitu cepat mencuat memberikan efek yang besar di wajah cantiknya itu.

"Gak usah, gue bisa sendiri kok...." tolak Hanna sok imut, membuat Milo memasang ekspresi ingin muntah tatkala melihat gelagat adiknya yang sedikit lebay tak biasanya.

"Duh, Juna ... lo udah kayak satpam aja mau sok-sok ngejagain ade gue. Tenang aja! Dia mah gak perlu penjagaan, orang sama kakaknya sendiri aja doyan nyiksa," oceh Milo ala kadarnya, yang langsung mengacungkan jari telunjuk dan tengahnya ketika Hanna siap untuk menyerang lagi bagian dari tubuhnya.

Setelah mengabaikan perkataan kakaknya, Hanna pun lekas melengos meninggalkan dua cowok yang masih duduk anteng di meja itu. Seusai adu kemampuan bela diri antar sesama alumni perguruan karate di bawah pelatihan Shimpay Ziko-chan, Milo memang langsung mengajak adiknya untuk makan di kantin belakang Dojo karate itu. Bahkan, Juna pun ikut serta, katanya dia sekalian mau lebih kenal dekat sama adik Milo. 

Sepeninggal Hanna yang izin ke toilet, i-Phone Milo pun berdering. Sebuah panggilan masuk perlu ia jawab detik ini juga. 

Mama calling!

"Wait ya, Jun, nyokap gue nih...." ujar Milo menggoyangkan benda tipis di tangannya.

Juna mengangguk, lalu Milo pun beranjak dari duduknya. Mengambil arah ke tempat yang cukup lenggang. Kemudian Milo pun segera menjawab panggilannya.

"Ya, Ma?" sambut Milo.

"Kamu di mana? Kok rumah kosong?"

"Milo lagi di Dojo Karate tempat dulu Milo latihan, Ma. Emang kenapa?" 

"Hanna juga?" tanya mamanya menambahkan.

"Iya, Hanna ikut Milo tadi. Dia bosan kalo harus sendirian jaga rumah katanya," terang Milo, "Mama sama Bara, Barie udah pulang?" tanya balik Milo.

"Udah, Mil, kamu cepetan pulang, ya. Mama mau titipin Bara sama Barie ke kamu nih. Mama harus susulin Papa ke tempat pertemuan kliennya," suruh Mamanya terdengar begitu tergesa.

"Ck. Tanggal merah gini masih aja ngurusin kerjaan...." dumel Milo jengah.

"Udah deh, kedengeran sama Papa kamu bisa diomelin panjang lebar kamu, Mil...." hardik Nia mengingatkan.

"Iya iya. Ya udah, sekarang Milo langsung pulang deh," putus cowok itu setengah terpaksa.

"Iya, Mil, Mama tunggu ya...."

Dan sambungan pun diputuskan langsung oleh mamanya. 

"Huh, kerjaan mulu yang diutamain. Heran deh, orangtua sekarang tuh kayaknya lebih mementingkan uang ketimbang anak-anaknya sendiri," gerutu Milo kesal, lantas kembali melangkahkan kaki menemui Juna.

Sekembalinya Milo ke meja, Hanna belum muncul juga. Dia hanya melihat Juna yang sedang asyik menyeruput es campur di gelasnya. 

"Jun," Milo menepuk pundak Juna cukup keras.

"Uhuk uhuk, Monyet! Lo mau bikin gue ketemu Tuhan?" maki Juna mengumpat, karena ia baru saja dibuat tersedak gara-gara ulah Milo.

"Hehe, sorry, Brad ... gue sengaja," cengir Milo konyol yang langsung dipelototi Juna, "Eh, gak sengaja maksud gue, Jun...." ralatnya buru-buru, daripada dibogem Juna. 

"Gak berperasaan banget lo sama gue," gerutu Juna mendelik.

"Iya, sorry." kekeh Milo menaik turunkan alisnya, "Duh, si Hanna masih lama gak ya?" gumam Milo berkacak pinggang.

"Kenapa emang? Lo mau balik?" tanya Juna mendongak.

"Iya, disuruh nyokap nih," angguk Milo mengiyakan.

"Ya udah, balik aja sana!" usir Juna membuat Milo berdecak lantas menjitak kepala Juna anarkis.

"Lo ngejitak mulu, kalo gue geger otak gimana?" bentak Juna tak terima.

"Baru sekali juga," protes Milo mencolek dagu Juna jahil.

"Haish, tau ah." Juna menepis tangan Milo kasar, "Eh, tapi kalo lo mau balik duluan ya balik aja, Mil, kayaknya ade lo masih lama deh...." ungkap Juna mengira-ngira.

"Lah, terus kalo gue balik ... entar si Hanna gimana? Masa gue tinggalin," semprot Milo memelotot horor.

"Kan ada guee, Mil!" seru Juna membusungkan dada.

"Hah? Maksud lo?" dahi Milo spontan mengkerut.

"Ya Hanna biar gue yang antar deh. Gampang soal itu!" ujar Juna siap sedia.

"Lo yang antar? Ah, engga deh, entar lo modusin ade gue lagi," Milo menggeleng gak rela.

Melihat ketidakrelaan dari sorot mata Milo, Juna pun mendengus keki "Duh, Mil otak lo kebanyakan nonton sinetron. Kagak bakal gue modusin Hanna, kalo seriusin sih bisa jadi...." seloroh Juna terkikik.

"Cih! Model kayak lo mau seriusin ade gue, label buaya daratnya lo hapus dulu tuh dari jidat lo," sembur Milo menoyor jidat Juna.

"Ah elah, Mil, serius gue. Gak bakal deh gue modusin Hanna. Gue cuma mau berniat baik aja buat bantuin lo," cetus Juna meyakinkan.

"Bener nih?" tatap Milo serius.

"Iyalah, Mil, kita temenan udah berapa lama sih?" cetus Juna sedikit sewot.

Di sela Milo yang meragukan niat baik Juna, iPhonenya bergetar lagi. Kali ini satu pesan Whatsapp yang masuk. Milo pun mengeceknya langsung dan ternyata itu pesan dari mamanya yang menyuruhnya untuk segera pulang.

"Dari nyokap lo, ya?" tebak Juna menaikkan sebelah alis, Milo lantas langsung mengangguk.

"Tuh kan, udah ... Hanna biar balik sama gue aja. Masa lo gak percaya sih sama gue?" Juna masih mengotot.

Milo berpikir sejenak, sampai akhirnya dia pun menyerah dan mau tak mau cowok itu pun menyetujui usulan dari Juna. 

"Oke deh gue percayain Hanna sama lo. Tapi jangan macem-macem lo sama ade gue, kalo berani modusin Hanna ... lo bonyok pas pulang nanti!" ancam Milo tak main-main.

"Iya, Tuan. Hamba paham," angguk Juna membungkuk hormat.

Milo berdecak muak. Lantas setelah kembali melayangkan ancaman pada Juna, cowok itu pun lekas pergi memenuhi panggilan ibu negara yang sudah cerewet menyuruhnya buru-buru pulang.

---

Devano Abraham.

Dia bersama sebagian bandit Bimantara lainnya sedang berkumpul di sebuah parking area kafe. Mereka baru saja selesai mengadakan pertemuan sekaligus merayakan kesembuhan salah satu kaki tangan Dev, Adam Sinclair. Senin kemarin, ia sudah mulai masuk sekolah lagi, dan baru Rabu ini mereka bisa berkumpul bareng setelah berhasil membooking kafe untuk tempat perayaannya. Mumpung tanggal merah juga katanya. Mereka sengaja memilih waktu di siang hari, karena mereka tidak ingin terhanyut oleh minum-minuman beralkohol yang bisa membahayakan siapa pun ketika waktunya pulang.

"Setelah ini, ada rencana ke mana dulu, Bos?" tanya Panca yang bertengger di atas ninja hijaunya sendiri.

"Gue gak tau. Tanya yang lainnya aja deh," sahut Dev mengangkat bahu tak acuh.

"Ke rumah gue aja, yok! Lumayan lah, bisa ngelakuin hal sesuka lo pada kalo di sana," ajak Adam mengusulkan.

"Lah, emang bini lo gak bakal ngamuk, Dam?" tanya Okan menyambar.

Adam mengibaskan sebelah tangan, "Tenang aja, dia udah jinak kok...." kekeh Adam terlampau santai.

"Lo kata dia burung pake dijinakin dulu," komentar Berry yang membuat semuanya tertawa konyol, kecuali Dev.

Cowok itu justru sedang memokuskan pandangannya ke satu arah yang baru saja melintas dengan mata yang menyipit sebagai tanda penajaman di penglihatannya. Lantas, tangannya mencengkeram stang harley-nya dengan sangat kuat ketika sosok yang dilihatnya benar-benar orang yang sangat dikenalinya.

"Berengsek," geram Dev mengumpat, membuat Adam menoleh cepat saat mendengar umpatan dari mulut pimpinan banditnya.

"Dev, lo kenapa?" tanya Adam ingin tahu.

Dev lantas menggeleng, dia meraih helmnya dan bersiap untuk mengenakannya. Membuat semua anak buahnya ikut bersiap-siap untuk mengikutinya walau belum tahu apa yang tengah terjadi pada Dev.

"Lo semua gak perlu ikut, langsung pada ke rumah Adam aja. Entar gue nyusul," komando Dev membuat seluruh anak buahnya saling berpandangan tak mengerti.

"Tapi, Bos, lo sendiri mau ke mana?" tanya Panca penasaran.

"Ada satu hal yang harus gue urus," jawab Dev datar dengan rahang yang mengeras.

"Lo gak butuh bantuan kita?" tawar Adam yang langsung dibalas dengan gelengan kepala oleh Dev.

"Serius, Bos?" timpal Okan kali ini.

"Serius. Gue bisa nyelesein urusan gue sendiri," tegas Dev menatap anak buahnya bergantian.

Setelah akhirnya tidak ada yang berkomentar lagi, Dev pun segera memakai helm dan menjalankan harley-nya meninggalkan seluruh anak buahnya yang masih saling berpandangan heran.

"Lo yakin Bos Devano bakal baik-baik aja?" tanya Okan mencolek pundak Panca.

"Lo ngeraguin kemampuan Bos sendiri, huh?" tatap Panca tajam.

"Ya gak gitu juga, cuman--"

"Udah deh, Bos kita itu pimpinan terkuat. Gak bakal deh dia kenapa-kenapa, yakin aja kalau Bos Dev pasti bisa kelarin urusannya tanpa bantuan kita!" sela Adam meyakinkan sesama anggota banditnya.

Sepeninggal Dev yang pergi seorang diri, Adam pun mengajak yang lainnya untuk menyatroni rumahnya. Entah kenapa, sepulangnya ia dari rumah sakit hari minggu kemarin, Adam jadi merasa betah di rumah. Hal itu mungkin dikarenakan sikap istrinya yang kian melunak. 

Istri? Yeah, Adam sudah menikah. Dan hal itu hanya diketahui oleh orang-orang terdekatnya saja. 

***

"Ini gak apa-apa nih Jun lo anterin gue balik?" tanya Hanna setengah berteriak, mengalahkan desauan angin di sepanjang perjalanan pulang.

"Its okey, gue seneng kok bisa nganter lo balik," balas Juna dari balik helm fullface merahnya.

Jadi, sekembalinya Hanna dari toilet, di meja hanya tersisa mangkuk dan gelas kotor yang sudah ditumpuk ke atas. Sementara penghuninya tinggal Arjuna yang sedang anteng bermain ponsel. Setelah Hanna bertanya mengenai keberadaan kakaknya, Juna pun menjelaskan ke mana perginya Milo beserta alasannya. Membuat Hanna kesal karena kakaknya tidak mau menunggu Hanna sampai kembali.

Alhasil, Hanna pun diantar Juna sesuai janji cowok itu kepada Milo sebelum kakak Hanna pulang duluan. Dan sekarang, mereka lagi berada di atas ninja merah Juna dalam perjalanan menuju ke rumah Hanna. 

Namun tanpa mereka duga, tiba-tiba saja sebuah motor Harley datang menyalip sekaligus mengadang ninja Juna sampai terhenti mendadak. Beruntung, Juna dan Hanna tidak terpental dari motor yang direm secara mendadak itu.

"Wah, cari mati tuh orang!" ucap Juna emosi.

Hanna masih sedikit kaget dengan kejadian barusan. Jantungnya hampir terlepas dari tempatnya gara-gara diadang tiba-tiba seperti itu.

"Han, lo gak apa-apa?" tanya Juna melepas helm, lantas menolehkan kepala ke arah belakang.

Hanna menelan ludah, ia menggeleng di tengah rasa kagetnya yang masih melanda. Dan kekagetannya itu semakin bertambah ketika Hanna melihat sosok yang dibencinya yang ternyata kini tengah duduk di atas motor Harley yang berposisi memiring di depan sana lantas membuka helm diiringi dengan sorot tajam yang langsung menusuk mata Hanna.

"Iblis sialan, " desis Hanna spontan, membuat Juna mengernyit dan mengikuti arah pandang Hanna dengan gerakan slow motion.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
mey mey
ingat masa2 sekolah dul
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Hanna (Bukan Gadis Biasa)   8. Tragedi di Siang Bolong

    Hanna Pov "Iblis sialan...."Cowok itu, si iblis Devano menuruni motornya. Dan sekarang dia melangkah ke arahku yang juga udah melompat turun dari ninja milik Juna."Lo kenal sama dia?" tanya Juna berbisik, teman baruku ini ikut turun juga dari motornya."Dia musuh gue," balasku tanpa mengalihkan tatapan yang aku sorotkan ke arah iblis itu.Langkah cowok itu udah semakin dekat, dan di saat Juna yang siap menghalangi agar Dev tidak mendekatiku. Aku pun meliriknya lantas menggeleng, "Gue bisa handle dia kok," ucapku mantap."Tapi, Han--""Lo gak percaya sama gue?" potongku menatapnya serius.Akh

    Terakhir Diperbarui : 2020-10-15
  • Hanna (Bukan Gadis Biasa)   9. Terperangkap di sarang iblis

    Author PovTerdampar di sarang iblis. Di luar hujan deras. Berniat pulang pun tidak diizinkan. Alhasil? Hanna terdampar di kasur Queensize Zola yang berseprai motif cewek banget. Berbaring tengkurap dengan wajah dibenamkan ke bantal.Drrt drrt drrt,Hanna terperenyak, ponselnya bergetar. Mungkin ada telepon masuk atau bisa saja cuman pesan dari aplikasi Whatsaap dan BBM-nya. Tangan Hanna pun lekas merogoh ke saku celana belakang.Setelah benda tipis itu Hanna genggam, ia pun menjauhkan wajah dari bantal putih empuk milik Zola yang harum aroma mawar kesukaan gadis yang menyukai kakaknya itu.Hanna mengerutkan dahi, rupanya ada BBM masuk, dan saat dibuka nama Arjuna Baratayudha pun muncul beri

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-04
  • Hanna (Bukan Gadis Biasa)   10. Pembalasan Hanna

    Dev PovGue berjalan menelusuri lorong sekolah. Kayak biasa, banyak cewek genit yang mencoba menyapa gue. Tapi, gue abaikan sapaan gak penting mereka. Pagi ini mood gue bener-bener lagi berantakan gara-gara setan kecil bernama Hanna."KYAAAAAAA ... LO APAIN BIBIR GUE IBLIS SIALAAN??"Dia menjerit histeris disusul dengan aksi anarkisnya yang menghujani tubuh gue dengan pukulan-pukulan penuh emosinya. Demi Tuhan! Apa yang ada di pikiran Hanna? Sampai dia mengira kalau gue abis apa-apain bibirnya lantas langsung gebukin gue begitu saja. Padahal, untuk menyentuh bibirnya saja gue belum sempat karena keburu ada yang menyalakan lampu.Parahnya, bokap sama nyokap berikut adik gue datang bersamaan seolah mereka

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-05
  • Hanna (Bukan Gadis Biasa)   11. Bertemu lagi?

    Hanna Pov Aku dan Bang Milo sedang dalam perjalanan menuju rumah Juna. Beberapa saat yang lalu, aku dijemput Bang Milo di sekitar jalan yang tak jauh dari SMA Bimantara. Dan kini, motor Bang Milo sudah melaju memasuki jalanan besar yang cukup sepi dan jarang dilalui kendaraan umum. Hanya beberapa kendaraan pribadi saja yang terkadang melintas, itu pun bisa dihitung jari."Bang, emang mau ngapain sih lo ke rumah Juna?" tanyaku setengah berteriak, menandingi suara deru mesin motor Bang Milo yang sedang melaju cukup cepat saat ini."Gue mau ambil sesuatu dari dia, ya sekalian main-main aja. Kan udah lama banget gue gak main ke rumahnya. Gue juga kangen sama Tante Alya...." jawab Bang Milo balas berteriak.Aku mengangguk sekilas, lalu k

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-05
  • Hanna (Bukan Gadis Biasa)   12. Berkeliling Mall

    Author Pov Dua pasang manusia itu kini tengah berjalan-jalan mengelilingi mall. Bintang yang didampingi Adam berjalan di depan dan Hanna yang dibarengi Dev memilih untuk berjalan di belakang mereka. Hanna tidak menyangka kalau di kesempatan ini dia akan kembali dipertemukan dengan Dev. Padahal, Hanna berharap cowok sialan itu lenyap saja dari muka bumi ini."Han, kita masuk toko aksesoris itu ya!" seru Bintang menoleh, meminta pendapat pada teman sekelasnya.Hanna dengan wajah masam hanya mengangguk setuju ketika memberikan tanggapan atas seruan Bintang barusan. Mengulas senyuman terima kasih, Bintang pun diam-diam bersyukur karena Hanna sudah mau pergi menemaninya. Kemudian, Bintang pun langsung membelokkan langkahnya menuju toko yang ditunjuknya tadi. Sementara itu, Hanna masih setia

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-06
  • Hanna (Bukan Gadis Biasa)   13. Warung Angkringan

    Langit biru sudah bergantikan senja. Jarum jam sudah bertengger di angka 6 petang. Gadis berambut sebahu itu masih setia berjalan sendiri menelusuri trotoar jalanan yang dilalui para pejalan kaki. Sejumlah mobil, motor dan sebagainya berlalu lalang di arealnya masing-masing. Tapi hal itu tidak membuat Hanna tertarik sama sekali, dia justru sedang terlarut dalam lamunannya.Lamunan kecil yang berkaitan dengan masa lalunya, di mana dulu dia begitu akrab dengan lelaki itu. Saking akrabnya, dia sampai tidak mau berjauhan barang seinci pun dengan partner incrime-nya tersebut semasa masih tinggal di kota kembang dulu.Namun rupanya, keakraban yang terjalin di antara keduanya malah membuat sang partner menyalahartikan kedekatan mereka saat itu. Dalam sekejap, hubungan persahabatan keduanya pun tercerai berai karena tindakan sang partner yang kelewat batas. Dan karena hal itu, Hanna pun menjadi ben

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-07
  • Hanna (Bukan Gadis Biasa)   14. Cowok Kampret

    Dev Pov Gue cuma berusaha buat pasang muka biasa saja di depan Hanna. Setelah insiden gue cium dia di depan warung tadi dan berujung dengan sorakan menggoda dari sebagian pengunjung warung angkringan ini, gue akhirnya berhasil juga bikin Hanna jadi cewek penurut. Paling enggak, dia gak berani menentang perkataan gue lagi kayak di awal. Muehehe.Dengan tundukan kepala dan muka merah padamnya yang menahan malu bercampur emosi, dia pun gak menolak lagi pas gue ajak dia buat tetep makan di warung angkringan ini. Gak ada pilihan lain. Karena sebelumnya, gue sudah buat sedikit kehebohan di lahan orang. Jadi, mana mungkin kalau kita langsung pergi gitu aja, kan?And then, saat ini gue lagi memandang cewek mungil bermuka galak itu yang lagi melahap makanannya penuh napsu. Gue rasa, dia membayangkan makanan itu dengan wujud gue deh. Soalnya, pandangan tajam bercampur sorot pembunuh yang ia tujukan gak p

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-07
  • Hanna (Bukan Gadis Biasa)   15. Flashback

    Author Pov Kota kembang, Bandung.Pagi itu terlihat dua anak manusia tengah berboncengan di atas motor matic sang lelaki yang berperan sebagai pengendara. Sementara seorang gadis berambut panjang sebahu berada di belakangnya sebagai penumpang setia di setiap paginya.Selain hari Sabtu dan Minggu, setiap pagi sebelum jarum jam bertengger ke angka 7, dua insan manusia berseragam putih biru itu selalu bersama-sama menaiki matic hitam-putih milik sang lelaki. Berangkat bersama menuju sekolah swasta elite menengah pertama yang terletak di pusat kota Bandung."Han, sepulang sekolah nanti kamu ada acara gak?" Teriak lelaki bernama belakang Abraham itu pada gadis yang duduk di belakangnya."Kayaknya enggak deh, emang kenapa?" Tanya balik Hanna, gadis berambut lebat sebahu itu.Devano Abraham, dia mengulas senyum kecil di balik helm yang membungku

    Terakhir Diperbarui : 2020-11-10

Bab terbaru

  • Hanna (Bukan Gadis Biasa)   45. Pulih dari Trauma - END

    Satu bulan telah berlalu. Sejak kejadian mengenaskan yang menimpa Hanna di malam itu, pada akhirnya Arjuna digiring juga ke balik jeruji. Ya, perbuatannya tidak bisa ditoleransi oleh sekadar kata maaf. Dia sudah melakukan tindakan asusila terhadap seorang gadis tak berdosa. Meski tidak sampai ke tahap yang lebih mengerikan, tapi Arjuna tetap bersalah. Untuk itu, setelah Milo dan Panca puas menghajarnya hingga babak belur, mereka pun lantas menjebloskan Arjuna ke kantor polisi untuk dihakimi. Tidak ada yang bisa menolongnya. Hukum telah berbicara dan saksi serta korban pun sudah ada di depan mata.Milo tidak menyangka, kenapa Arjuna bisa sampai sebajingan itu. Padahal dulu Milo selalu menganggap Arjuna sebagai teman baiknya. Malah ia pun sempat mempunyai niatan untuk mendekatkan Arjuna dengan Hanna seandainya tidak keburu ada petisi dari orangtuanya yang menyatakan bahwa Hanna akan dijodohkan dengan Devano.Lalu malam itu, Arjuna nyaris merenggut kehormata

  • Hanna (Bukan Gadis Biasa)   44. Malam Nahas

    Untuk pertama kalinya, Hanna meluruhkan air mata di tengah dirinya yang merasa dilecehkan oleh perlakuan Arjuna. Gadis itu tak berdaya ketika kedua tangannya telah Arjuna genggam kuat dalam satu cekalan tangan besarnya. Sementara satu tangannya lagi berusaha untuk menjelajahi bagian tubuh Hanna di sela bibirnya yang tak henti memagut kasar bibir dari sang gadis. Hanna ingin melepaskan diri dari jeratan Arjuna, tapi bahkan energinya seperti tersedot habis hingga kini ia merasa tak berdaya atas sesuatu yang menimpanya. Hanna tidak menyangka jika Arjuna akan bersikap sejahat ini kepadanya, membuat kedua belah pipi Hanna semakin dibanjiri air mata ketika tangan kanan Arjuna sudah hampir mencapai tujuannya.Tidak! Hanna tidak bisa diam saja. Untuk itu, demi menghentikan gerakan tangan Arjuna yang sudah merayap nakal ke bagian paha sang gadis, dengan sigap Hanna pun menggigit sudut bibir Arjuna sekuat tenaga. Sontak, cowok itu pun memekik. Refleks ia pun melepaskan geng

  • Hanna (Bukan Gadis Biasa)   43. Sifat Asli

    "Jadi, setelah gue ceritain kebusukan si Devano sialan itu, apa tanggapan lo hah?" lontar Arjuna menatap datar. Berharap bahwa Hanna akan berpihak kepadanya untuk melawan orang yang akan ia berikan pelajaran atas perilaku buruknya di masa lalu.Sementara itu, Hanna sendiri tidak mengerti harus berbuat apa. Di satu sisi, Hanna tidak sepenuhnya percaya kepada Arjuna setelah beberapa jam yang lalu Hanna mengetahui kebusukan Arjuna juga yang sengaja mengurungnya di ruangan tersebut. Tapi di sisi lain, Hanna pun takut kalau-kalau Devano memang berbuat seperti apa yang sudah Arjuna ceritakan kepadanya secara gamblang.Ya, Hanna mendengar bahwa Devano adalah penyebab dari meninggalnya sepupu perempuannya. Mirisnya, sepupunya itu meninggal dengan cara tragis alias melenyapkan dirinya sendiri. Kaget memang, tapi apakah semua itu benar? Atau, bisa saja Arjuna sedang mengada-ngada doang kan? Pikir Hanna menebak-nebak.Untuk sesaat, Hanna terdiam. Berusaha mencerna

  • Hanna (Bukan Gadis Biasa)   42. Sebuah Tujuan

    "JUNA, BUKA PINTUNYA!!" teriak Hanna menggedor pintu. Merasa dikhianati oleh cowok yang sudah ia percaya sepenuhnya.Ya, Hanna merasa sangat dongkol sekaligus murka ketika tahu bahwa Arjuna membawanya ke basecamp dirinya hanya untuk mengurung Hanna di dalam sebuah ruangan. Padahal mulanya, Hanna berpikir bahwa cowok itu murni ingin menolongnya tanpa ada niat jahat yang terselubung. Tapi kini, setelah ia tahu siapa Arjuna sebenarnya, Hanna pun merasa marah dan juga ingin sekali rasanya ia meninju muka tampan cowok itu berkali-kali."JUNA, BUKA PINTUNYA! KELUARIN GUE DARI SINI, JUNA SIALAN!" serunya lagi sangat lantang. Membuat ia sampai harus terengah-engah akibat suara teriakannya yang supermenggelegar."JUNA!"Hanna memukul pintu di hadapannya ketika suara teriakannya tak digubris sama sekali. Lalu ia menggeram kesal karena Arjuna sudah menjebaknya seperti ini. "Gue gak nyangka. Ternyata si Juna orang jahat. Tapi kenapa dia memper

  • Hanna (Bukan Gadis Biasa)   41. Menghilangnya Hanna

    Zola mengucek kedua matanya ketika ia dibangunkan oleh bunyi ketukan yang berasal dari balik pintu kamarnya. Sejenak, gadis itu pun menguap sembari menggeliat dengan kedua tangan yang direntangkan ke atas.Tok tok tok.Ketukan itu kembali terdengar, membuat Zola lantas segera beranjak dari tempat tidurnya dan mulai menyeret kedua kakinya dengan malas. Lagi-lagi ia menguap lebar. Saat seharusnya ia sedang tidur nyenyak, tapi justru ketukan itu malah membuatnya terganggu hingga akhirnya ia terbangun.Sampai ketika Zola tiba di depan pintu, ia pun segera membuka kunci sekaligus menarik knop pintu hingga terbuka. Sontak, terpampanglah sosok wanita berdaster biru lusuh yang kini sedang membungkuk santun di hadapannya. Sementara itu, Zola merasa aneh kala mendapati salah satu pembantunya yang saat ini berada di depan matanya."Bik Sum, ada apa?" lontar gadis itu bersuara serak ciri khas orang bangun tidur. Untuk sesaat, Zola pun me

  • Hanna (Bukan Gadis Biasa)   40. Gelisah

    Milo sedang berjalan mondar-mandir di tengah rasa gelisahnya yang melanda. Langit sudah menggelap tapi bahkan Hanna belum pulang sama sekali. Membuat Milo merasa khawatir karena selain itu ponsel adiknya pun tak bisa dihubungi."Ke mana si Hanna. Kenapa udah malem begini dia belum pulang juga," gumam cowok itu mendecak resah. Sesekali, ia pun melayangkan pandangannya ke arah jam raksasa yang tergantung di sudut ruangan tengah rumahnya."Duh bahaya ini sih. Bisa diinterogasi sama ibu negara sama bapak negara kalo misalkan mereka tau anak gadisnya belum pulang. Lagian, tuh anak pergi ke mana sih. Kelewatan banget kalo pergi main. Bikin gue belingsatan aja jadinya," tukas Milo mengembuskan napas gusar. Kemudian, tahu-tahu ponsel yang berada di dalam saku celana kargonya pun berdering. Mengejutkan cowok itu hingga kini ia pun tampak terkesiap di tengah helaan napasnya."Mudah-mudahan ini telepon dari Hanna," harapnya sembari merogoh ponsel. Lantas,

  • Hanna (Bukan Gadis Biasa)   39. Kembalinya Arjuna

    Gadis itu menekan sakelar bel yang terletak di sudut kanan atas pintu di hadapannya. Sepulang sekolah, ia memang langsung ngacir sebelum rencananya berantakan seandainya dihalangi oleh Devano. Apalagi setelah berita perjodohan itu diutarakan oleh pihak orangtua, Hanna yakin, cowok itu pasti akan semakin banyak bertingkah.Setelah menekan sakelar untuk kedua kalinya, tak lama kemudian seseorang muncul dan membukakan pintu tersebut. Seketika, Hanna pun mengulas senyumannya kala ia berhadapan langsung dengan seorang wanita berambut demimor."Eh, Hanna!" serunya menatap berbinar. Selanjutnya, wanita yang tak lain adalah ibunya Arjuna pun lekas memeluk tubuh Hanna dengan senyum yang tak memudar."Apa kabar, Sayang? Udah lama banget ya kita gak ketemu," ujar wanita itu sembari menyudahi pelukannya."Apa kabar, Tante?" tanya Hanna balas tersenyum."Baik. Seperti yang kamu lihat. Kamu sendiri gimana? Duh, Tante kangen banget deh sama kamu...."

  • Hanna (Bukan Gadis Biasa)   38. Berita Perjodohan

    Seminggu telah berlalu tanpa terasa. Kehidupan Hanna seakan terjungkir balik ketika ia mendapat kabar bahwa kedua orangtuanya sudah sama-sama sepakat untuk menjodohkannya dengan cowok yang sampai saat ini masih ia anggap sebagai musuh bebuyutannya.Ya, entah bagaimana ceritanya, tahu-tahu saja tadi malam ibu negara membicarakan perihal yang sangat penting dengannya di depan Milo juga sang papa. Dan sangatlah mengejutkan ketika Milo sudah tahu lebih dulu soal perjodohan ini. Hanna begitu kaget luar biasa.Pantas saja selama ini Milo dan Devano sering bertegur sapa melalui pesan singkat yang tak jarang Hanna temukan ketika ia sedang duduk bersebelahan dengan kakaknya. Rupanya, inilah alasan dari balik sikap akur kedua cowok itu. Tapi yang membuat Hanna semakin dongkol ialah, kenapa Milo selalu menghindar setiap kali dirinya bertanya soal ia yang menjadi begitu akrab dengan Devano.Padahal seingatnya, bukankah selama ini Milo selalu muak jika harus berintera

  • Hanna (Bukan Gadis Biasa)   37. Aneh tapi Nyata

    "WOY, COWOK GAK TAU DIRI. KELUAR LO! BERANI-BERANINYA LO BIKIN ADIK KESAYANGAN GUE NANGIS. KALO LO NGERASA GENTLE, SINI LO BAKU HANTAM AJA SAMA GUE. GAK ADA AHLAK BANGET LO PAKE ACARA NANGISIN ADIK GUE. MINTA GUE HAJAR APA GIMANA LO?"Di siang seterik ini, Hanna yang sedang rebahan santai di atas tempat tidurnya pun seketika terperanjat kaget kala mendengar suara teriakan penuh emosi dari luar sana. Ya, secepat kilat Hanna pun beranjak dari posisinya guna memeriksa keadaan di luar sana melalui balkon kamarnya. Lalu, ketika ia mendapati Devano yang sedang berdiri dari balik pagar rumahnya, matanya pun memelotot kaget sekaligus teringat akan setitik masalah yang ia ketahui telah diciptakan oleh kakaknya sendiri."Bencana besar ini sih. Si iblis Devano jelas gak akan terima kalo tau adiknya punya masalah sama Bang Milo. Sementara itu, emosi Abang gue sendiri pun masih belum stabil setelah gue tegur dia kayak tadi. Wah, bisa-bisa perang dunia ke 3 bakalan pec

DMCA.com Protection Status