Dev Pov
Gue berjalan menelusuri lorong sekolah. Kayak biasa, banyak cewek genit yang mencoba menyapa gue. Tapi, gue abaikan sapaan gak penting mereka. Pagi ini mood gue bener-bener lagi berantakan gara-gara setan kecil bernama Hanna.
"KYAAAAAAA ... LO APAIN BIBIR GUE IBLIS SIALAAN??"
Dia menjerit histeris disusul dengan aksi anarkisnya yang menghujani tubuh gue dengan pukulan-pukulan penuh emosinya. Demi Tuhan! Apa yang ada di pikiran Hanna? Sampai dia mengira kalau gue abis apa-apain bibirnya lantas langsung gebukin gue begitu saja. Padahal, untuk menyentuh bibirnya saja gue belum sempat karena keburu ada yang menyalakan lampu.
Parahnya, bokap sama nyokap berikut adik gue datang bersamaan seolah mereka
Hanna Pov Aku dan Bang Milo sedang dalam perjalanan menuju rumah Juna. Beberapa saat yang lalu, aku dijemput Bang Milo di sekitar jalan yang tak jauh dari SMA Bimantara. Dan kini, motor Bang Milo sudah melaju memasuki jalanan besar yang cukup sepi dan jarang dilalui kendaraan umum. Hanya beberapa kendaraan pribadi saja yang terkadang melintas, itu pun bisa dihitung jari."Bang, emang mau ngapain sih lo ke rumah Juna?" tanyaku setengah berteriak, menandingi suara deru mesin motor Bang Milo yang sedang melaju cukup cepat saat ini."Gue mau ambil sesuatu dari dia, ya sekalian main-main aja. Kan udah lama banget gue gak main ke rumahnya. Gue juga kangen sama Tante Alya...." jawab Bang Milo balas berteriak.Aku mengangguk sekilas, lalu k
Author Pov Dua pasang manusia itu kini tengah berjalan-jalan mengelilingi mall. Bintang yang didampingi Adam berjalan di depan dan Hanna yang dibarengi Dev memilih untuk berjalan di belakang mereka. Hanna tidak menyangka kalau di kesempatan ini dia akan kembali dipertemukan dengan Dev. Padahal, Hanna berharap cowok sialan itu lenyap saja dari muka bumi ini."Han, kita masuk toko aksesoris itu ya!" seru Bintang menoleh, meminta pendapat pada teman sekelasnya.Hanna dengan wajah masam hanya mengangguk setuju ketika memberikan tanggapan atas seruan Bintang barusan. Mengulas senyuman terima kasih, Bintang pun diam-diam bersyukur karena Hanna sudah mau pergi menemaninya. Kemudian, Bintang pun langsung membelokkan langkahnya menuju toko yang ditunjuknya tadi. Sementara itu, Hanna masih setia
Langit biru sudah bergantikan senja. Jarum jam sudah bertengger di angka 6 petang. Gadis berambut sebahu itu masih setia berjalan sendiri menelusuri trotoar jalanan yang dilalui para pejalan kaki. Sejumlah mobil, motor dan sebagainya berlalu lalang di arealnya masing-masing. Tapi hal itu tidak membuat Hanna tertarik sama sekali, dia justru sedang terlarut dalam lamunannya.Lamunan kecil yang berkaitan dengan masa lalunya, di mana dulu dia begitu akrab dengan lelaki itu. Saking akrabnya, dia sampai tidak mau berjauhan barang seinci pun dengan partner incrime-nya tersebut semasa masih tinggal di kota kembang dulu.Namun rupanya, keakraban yang terjalin di antara keduanya malah membuat sang partner menyalahartikan kedekatan mereka saat itu. Dalam sekejap, hubungan persahabatan keduanya pun tercerai berai karena tindakan sang partner yang kelewat batas. Dan karena hal itu, Hanna pun menjadi ben
Dev Pov Gue cuma berusaha buat pasang muka biasa saja di depan Hanna. Setelah insiden gue cium dia di depan warung tadi dan berujung dengan sorakan menggoda dari sebagian pengunjung warung angkringan ini, gue akhirnya berhasil juga bikin Hanna jadi cewek penurut. Paling enggak, dia gak berani menentang perkataan gue lagi kayak di awal. Muehehe.Dengan tundukan kepala dan muka merah padamnya yang menahan malu bercampur emosi, dia pun gak menolak lagi pas gue ajak dia buat tetep makan di warung angkringan ini. Gak ada pilihan lain. Karena sebelumnya, gue sudah buat sedikit kehebohan di lahan orang. Jadi, mana mungkin kalau kita langsung pergi gitu aja, kan?And then, saat ini gue lagi memandang cewek mungil bermuka galak itu yang lagi melahap makanannya penuh napsu. Gue rasa, dia membayangkan makanan itu dengan wujud gue deh. Soalnya, pandangan tajam bercampur sorot pembunuh yang ia tujukan gak p
Author Pov Kota kembang, Bandung.Pagi itu terlihat dua anak manusia tengah berboncengan di atas motor matic sang lelaki yang berperan sebagai pengendara. Sementara seorang gadis berambut panjang sebahu berada di belakangnya sebagai penumpang setia di setiap paginya.Selain hari Sabtu dan Minggu, setiap pagi sebelum jarum jam bertengger ke angka 7, dua insan manusia berseragam putih biru itu selalu bersama-sama menaiki matic hitam-putih milik sang lelaki. Berangkat bersama menuju sekolah swasta elite menengah pertama yang terletak di pusat kota Bandung."Han, sepulang sekolah nanti kamu ada acara gak?" Teriak lelaki bernama belakang Abraham itu pada gadis yang duduk di belakangnya."Kayaknya enggak deh, emang kenapa?" Tanya balik Hanna, gadis berambut lebat sebahu itu.Devano Abraham, dia mengulas senyum kecil di balik helm yang membungku
AUTHOR POV"ARGHTT!!" Panca mengerang kesakitan ketika rusuknya diinjak kasar oleh cowok berambut spike yang berseragam berbeda dengan dirinya.Setelah melewati perkelahian sengit yang membuat dirinya harus kalah, kini Panca pun terkapar tak berdaya di bawah kaki si penyerang."Kenapa? Sakit, eh?" Tanya cowok berambut spike itu semakin menekan rusuknya dengan ujung sepatu sport yang ia pakai, sehingga membuat Panca kembali menjerit tertahan tak bisa melawan."Uhuk uhuk," dia terbatuk, sakitnya bukan main ia rasakan.Sungguh! Dia memerlukan bantuan seseorang saat ini. Setidaknya Dev, ya Panca membutuhkan Dev di saat seperti ini."Cih! Ini bahkan gak ada apa-apanya dibanding sama penghianatan lo terhadap gue," ujarnya seraya membungkuk dan kembali mencengkeram kerah seragam Panca yang sudah dinodai bercak darah.
Bel jam istirahat berdering nyaring. Selepas BuAnke mengakhiri pembahasan fisikanya selama dua jam penuh, beliau pun kini mengemasi peralatan mengajarnya dan melenggang meninggalkan kelas 11 IPA 1. Seketika, semua murid pun ikut berhamburan keluar kelas. Ada juga beberapa orang yang hanya duduk diam di bangku masing-masing. Entah karena malas kemana-mana atau bisa jadi mereka sedang bokek.“Hanna, kamu mau ke kantin?” tanya Bintang seusai mengemasi alat tulisnya ke dalam laci meja.Hanna lantas mengangguk, ia pun baru saja selesai merapikan buku dan bolpoinnya ke dalam laci meja juga, “Mau dong. Lo gimana? Kalo mau ke kantin juga, kita bareng aja sekalian....” ajak Hanna semangat.
Jreng~Aku di siniDi atas awanAku tertawan paras cantik rupawanTak jemu-jemu, aku memandangIngin ku merayu dengarkan aku berlagu....Dev melantunkan sebuah lagu dengan petikan gitar di tangan. Saat ini dia sedang duduk di atas kursi tepat di tengah lapangan yang sepertinya memang sudah dipersiapkan secara matang sebelum memanggil semua penonton yang masih sesama penghuni SMA BIMANTARA juga.Pekikan tertahan dari para siswi penggemar pentolan Bimantara itu tak dapat disembunyikan lagi. Mereka semua bahkan merasa kalau saat ini Dev sedang menyan
Satu bulan telah berlalu. Sejak kejadian mengenaskan yang menimpa Hanna di malam itu, pada akhirnya Arjuna digiring juga ke balik jeruji. Ya, perbuatannya tidak bisa ditoleransi oleh sekadar kata maaf. Dia sudah melakukan tindakan asusila terhadap seorang gadis tak berdosa. Meski tidak sampai ke tahap yang lebih mengerikan, tapi Arjuna tetap bersalah. Untuk itu, setelah Milo dan Panca puas menghajarnya hingga babak belur, mereka pun lantas menjebloskan Arjuna ke kantor polisi untuk dihakimi. Tidak ada yang bisa menolongnya. Hukum telah berbicara dan saksi serta korban pun sudah ada di depan mata.Milo tidak menyangka, kenapa Arjuna bisa sampai sebajingan itu. Padahal dulu Milo selalu menganggap Arjuna sebagai teman baiknya. Malah ia pun sempat mempunyai niatan untuk mendekatkan Arjuna dengan Hanna seandainya tidak keburu ada petisi dari orangtuanya yang menyatakan bahwa Hanna akan dijodohkan dengan Devano.Lalu malam itu, Arjuna nyaris merenggut kehormata
Untuk pertama kalinya, Hanna meluruhkan air mata di tengah dirinya yang merasa dilecehkan oleh perlakuan Arjuna. Gadis itu tak berdaya ketika kedua tangannya telah Arjuna genggam kuat dalam satu cekalan tangan besarnya. Sementara satu tangannya lagi berusaha untuk menjelajahi bagian tubuh Hanna di sela bibirnya yang tak henti memagut kasar bibir dari sang gadis. Hanna ingin melepaskan diri dari jeratan Arjuna, tapi bahkan energinya seperti tersedot habis hingga kini ia merasa tak berdaya atas sesuatu yang menimpanya. Hanna tidak menyangka jika Arjuna akan bersikap sejahat ini kepadanya, membuat kedua belah pipi Hanna semakin dibanjiri air mata ketika tangan kanan Arjuna sudah hampir mencapai tujuannya.Tidak! Hanna tidak bisa diam saja. Untuk itu, demi menghentikan gerakan tangan Arjuna yang sudah merayap nakal ke bagian paha sang gadis, dengan sigap Hanna pun menggigit sudut bibir Arjuna sekuat tenaga. Sontak, cowok itu pun memekik. Refleks ia pun melepaskan geng
"Jadi, setelah gue ceritain kebusukan si Devano sialan itu, apa tanggapan lo hah?" lontar Arjuna menatap datar. Berharap bahwa Hanna akan berpihak kepadanya untuk melawan orang yang akan ia berikan pelajaran atas perilaku buruknya di masa lalu.Sementara itu, Hanna sendiri tidak mengerti harus berbuat apa. Di satu sisi, Hanna tidak sepenuhnya percaya kepada Arjuna setelah beberapa jam yang lalu Hanna mengetahui kebusukan Arjuna juga yang sengaja mengurungnya di ruangan tersebut. Tapi di sisi lain, Hanna pun takut kalau-kalau Devano memang berbuat seperti apa yang sudah Arjuna ceritakan kepadanya secara gamblang.Ya, Hanna mendengar bahwa Devano adalah penyebab dari meninggalnya sepupu perempuannya. Mirisnya, sepupunya itu meninggal dengan cara tragis alias melenyapkan dirinya sendiri. Kaget memang, tapi apakah semua itu benar? Atau, bisa saja Arjuna sedang mengada-ngada doang kan? Pikir Hanna menebak-nebak.Untuk sesaat, Hanna terdiam. Berusaha mencerna
"JUNA, BUKA PINTUNYA!!" teriak Hanna menggedor pintu. Merasa dikhianati oleh cowok yang sudah ia percaya sepenuhnya.Ya, Hanna merasa sangat dongkol sekaligus murka ketika tahu bahwa Arjuna membawanya ke basecamp dirinya hanya untuk mengurung Hanna di dalam sebuah ruangan. Padahal mulanya, Hanna berpikir bahwa cowok itu murni ingin menolongnya tanpa ada niat jahat yang terselubung. Tapi kini, setelah ia tahu siapa Arjuna sebenarnya, Hanna pun merasa marah dan juga ingin sekali rasanya ia meninju muka tampan cowok itu berkali-kali."JUNA, BUKA PINTUNYA! KELUARIN GUE DARI SINI, JUNA SIALAN!" serunya lagi sangat lantang. Membuat ia sampai harus terengah-engah akibat suara teriakannya yang supermenggelegar."JUNA!"Hanna memukul pintu di hadapannya ketika suara teriakannya tak digubris sama sekali. Lalu ia menggeram kesal karena Arjuna sudah menjebaknya seperti ini. "Gue gak nyangka. Ternyata si Juna orang jahat. Tapi kenapa dia memper
Zola mengucek kedua matanya ketika ia dibangunkan oleh bunyi ketukan yang berasal dari balik pintu kamarnya. Sejenak, gadis itu pun menguap sembari menggeliat dengan kedua tangan yang direntangkan ke atas.Tok tok tok.Ketukan itu kembali terdengar, membuat Zola lantas segera beranjak dari tempat tidurnya dan mulai menyeret kedua kakinya dengan malas. Lagi-lagi ia menguap lebar. Saat seharusnya ia sedang tidur nyenyak, tapi justru ketukan itu malah membuatnya terganggu hingga akhirnya ia terbangun.Sampai ketika Zola tiba di depan pintu, ia pun segera membuka kunci sekaligus menarik knop pintu hingga terbuka. Sontak, terpampanglah sosok wanita berdaster biru lusuh yang kini sedang membungkuk santun di hadapannya. Sementara itu, Zola merasa aneh kala mendapati salah satu pembantunya yang saat ini berada di depan matanya."Bik Sum, ada apa?" lontar gadis itu bersuara serak ciri khas orang bangun tidur. Untuk sesaat, Zola pun me
Milo sedang berjalan mondar-mandir di tengah rasa gelisahnya yang melanda. Langit sudah menggelap tapi bahkan Hanna belum pulang sama sekali. Membuat Milo merasa khawatir karena selain itu ponsel adiknya pun tak bisa dihubungi."Ke mana si Hanna. Kenapa udah malem begini dia belum pulang juga," gumam cowok itu mendecak resah. Sesekali, ia pun melayangkan pandangannya ke arah jam raksasa yang tergantung di sudut ruangan tengah rumahnya."Duh bahaya ini sih. Bisa diinterogasi sama ibu negara sama bapak negara kalo misalkan mereka tau anak gadisnya belum pulang. Lagian, tuh anak pergi ke mana sih. Kelewatan banget kalo pergi main. Bikin gue belingsatan aja jadinya," tukas Milo mengembuskan napas gusar. Kemudian, tahu-tahu ponsel yang berada di dalam saku celana kargonya pun berdering. Mengejutkan cowok itu hingga kini ia pun tampak terkesiap di tengah helaan napasnya."Mudah-mudahan ini telepon dari Hanna," harapnya sembari merogoh ponsel. Lantas,
Gadis itu menekan sakelar bel yang terletak di sudut kanan atas pintu di hadapannya. Sepulang sekolah, ia memang langsung ngacir sebelum rencananya berantakan seandainya dihalangi oleh Devano. Apalagi setelah berita perjodohan itu diutarakan oleh pihak orangtua, Hanna yakin, cowok itu pasti akan semakin banyak bertingkah.Setelah menekan sakelar untuk kedua kalinya, tak lama kemudian seseorang muncul dan membukakan pintu tersebut. Seketika, Hanna pun mengulas senyumannya kala ia berhadapan langsung dengan seorang wanita berambut demimor."Eh, Hanna!" serunya menatap berbinar. Selanjutnya, wanita yang tak lain adalah ibunya Arjuna pun lekas memeluk tubuh Hanna dengan senyum yang tak memudar."Apa kabar, Sayang? Udah lama banget ya kita gak ketemu," ujar wanita itu sembari menyudahi pelukannya."Apa kabar, Tante?" tanya Hanna balas tersenyum."Baik. Seperti yang kamu lihat. Kamu sendiri gimana? Duh, Tante kangen banget deh sama kamu...."
Seminggu telah berlalu tanpa terasa. Kehidupan Hanna seakan terjungkir balik ketika ia mendapat kabar bahwa kedua orangtuanya sudah sama-sama sepakat untuk menjodohkannya dengan cowok yang sampai saat ini masih ia anggap sebagai musuh bebuyutannya.Ya, entah bagaimana ceritanya, tahu-tahu saja tadi malam ibu negara membicarakan perihal yang sangat penting dengannya di depan Milo juga sang papa. Dan sangatlah mengejutkan ketika Milo sudah tahu lebih dulu soal perjodohan ini. Hanna begitu kaget luar biasa.Pantas saja selama ini Milo dan Devano sering bertegur sapa melalui pesan singkat yang tak jarang Hanna temukan ketika ia sedang duduk bersebelahan dengan kakaknya. Rupanya, inilah alasan dari balik sikap akur kedua cowok itu. Tapi yang membuat Hanna semakin dongkol ialah, kenapa Milo selalu menghindar setiap kali dirinya bertanya soal ia yang menjadi begitu akrab dengan Devano.Padahal seingatnya, bukankah selama ini Milo selalu muak jika harus berintera
"WOY, COWOK GAK TAU DIRI. KELUAR LO! BERANI-BERANINYA LO BIKIN ADIK KESAYANGAN GUE NANGIS. KALO LO NGERASA GENTLE, SINI LO BAKU HANTAM AJA SAMA GUE. GAK ADA AHLAK BANGET LO PAKE ACARA NANGISIN ADIK GUE. MINTA GUE HAJAR APA GIMANA LO?"Di siang seterik ini, Hanna yang sedang rebahan santai di atas tempat tidurnya pun seketika terperanjat kaget kala mendengar suara teriakan penuh emosi dari luar sana. Ya, secepat kilat Hanna pun beranjak dari posisinya guna memeriksa keadaan di luar sana melalui balkon kamarnya. Lalu, ketika ia mendapati Devano yang sedang berdiri dari balik pagar rumahnya, matanya pun memelotot kaget sekaligus teringat akan setitik masalah yang ia ketahui telah diciptakan oleh kakaknya sendiri."Bencana besar ini sih. Si iblis Devano jelas gak akan terima kalo tau adiknya punya masalah sama Bang Milo. Sementara itu, emosi Abang gue sendiri pun masih belum stabil setelah gue tegur dia kayak tadi. Wah, bisa-bisa perang dunia ke 3 bakalan pec