Janda Terhormat (9)
.
Tubuhku masih saja membeku setelah mendengar pengakuan dari Reina bahwa kini dia tengah hamil. Rasanya masih belum percaya dengan apa yang dia katakan. Bagaimana mungkin, dia hamil sedang statusnya saja seorang janda?
Dia masih terisak, sepertinya apa yang sedang dirasakannya kini benar-benar menyiksa batinnya. Namun, jika memang apa yang dia rasakan sangat mengganggu hatinya lantas mengapa dia tidak menceritakannya pada orang lain?
"Ka-kamu hamil?" tanyaku terbata.
Reina menganggukkan kepalanya dengan airmata yang masih meleleh di kedua pipinya. Aku hanya bisa mendesah pelan melihat pengakuan darinya.
"Apa kah anak Adit?"
Seketika dia menatapku, lalu menggeleng pelan. Sontak hal itu membuatku semakin terkejut.
"Berapa usia kandungannya?" tanyaku lagi saat kulihat dia jauh lebih ramah kepadaku.
Bisa kulihat raut frustasi dalam wajahnya. Sepertinya hal ini benar-benar telah mengganggu pikiranny
Janda Terhormat (10).Aku masih memikirkan mengenai masalah yang sedang dihadapi oleh Reina. Bukan tanpa alasan, aku pun juga turut sedih dengan keadaan yang menimpanya. Terlebih dia selalu saja menganggapku sebagai musuh. Aku ingin kami berdamai karena memang aku tidak memiliki masalah dengannya."Tapi aku mohon dengan sangat, jangan katakan hal ini pada Adit karena aku tidak ingin dia menghabisi kakak iparnya."Ah, perilaku macam apa ini? Itu artinya dia rela menjebak Adit supaya mau rujuk dengannya dan Adit tak akan pernah tahu bahwa anak yang sedang dikandungnya adalah darah daging kakak iparnya?"Kenapa? Kenapa kamu lakukan ini?" tanyaku dengan gerap.Jujur saja, setelah aku tahu apa maksud dibalik dia menginginkan kembali dengan Adit rasanya hatiku telah mati rasa. Jika sebelumnya aku merasa sangat khawatir padanya, tapi semenjak aku tau alasannya perasaanku seketika telah berubah."Nurma, kamu tahu 'kan Bang Dewa nggak akan ce
Janda Terhormat (11).Reina yang semula bak seekor burung beo, kini diam seribu bahasa ketika Adit datang dan memergoki kami yang tengah berdebat mengenai bayi yang dikandung olehnya. Dia bisa saja menyembunyikan kenyataan ini dari orang-orang disekitarnya, tapi apakah mungkin jika bangkai lambat laun tak akan tercium juga?"Kenapa diam? Emangnya ada yang hamil?" tanya Adit sekali lagi ketika aku dan Reina masih terdiam.Seketika Reina tersadar dari lamunannya, lalu menggeleng keras. "Enggak, apaan, sih. Hamil apa? Salah denger kali," ujarnya tak jujur membuatku menghela nafas panjang.Kenapa harus berbohong lagi untuk menutupi kesalahannya? Bukankah satu kebohongan akan menimbulkan kebohongan berikutnya?Shima diturunkan dari gendongan, lalu berlari memelukku yang masih berdiri tak jauh dari ibunya. Gadis sekecil ini selalu tahu, di mana tempat yang membuatnya nyaman."Shima. Kemari," kata Reina datar, tapi dijawab dengan gelengan k
Janda Terhormat (12).Seburuk-buruknya hidupku, sebuah kesetiaan dan kehormatan harga diriku selalu kujunjung tinggi. Mungkin boleh saja Reina bersikap demikian padaku, tapi dalam kamus hidupku memang tak akan pernah ada namanya berkhianat dari pasangan, merebut pasangan orang lain, atau yang lebih parah menggoda suami orang hingga hamil di luar nikah.Sungguh, aku sendiri pernah merasakan hal itu. Mana mungkin aku akan melakukan hal yang sama pada sesama wanita? Bahkan telah kutanamkan dalam hatiku bahwa sebisa mungkin aku akan menjadi seorang janda terhormat yang tak akan dengan mudahnya di dekati oleh pria lain.Dan kini, setelah kebaikan yang kuberikan pada Reina, dia justru menyulut api amarah lagi padaku. Betapa jahatnya? Ketika aku telah berusaha untuk menepis semua keburukan yang dia lakukan, tapi dengan bangganya dia justru menuduhku demi menyelamatkan nama baiknya.Oh ... Reina, aku sungguh tak habis pikir. Bukan kah hidup dalam kejujura
Berbuat zina saja sudah berdosa, apalagi jika sampai menggugurkan kandungan? Bukankah hal itu akan jauh lebih hina dan berdosa?Reina dan Adit masing saling terdiam, tapi bisa kulihat dengan jelas kedua bahu Adit naik turun. Khas orang yang sedang menahan amarah. Bagaimana dia tidak marah, jika ternyata mantan istrinya mengandung benih dari suami kakak kandungnya."Gimana? Kamu siap?""Adit! Apa kamu lupa dengan profesimu?" bentakku kasar, karena Adit semakin terlihat hilang kendali.Sebagai teman, aku tidak mungkin membiarkan Adit jatuh pada lubang dalam. Jika dia melakukan kesalahan, maka sudah sewajarnya aku mengingatkan.Adit lantas mengacak rambutnya kasar, lalu memukul keras dinding yang ada di sampingnya. Lambat laun, justru Adit lah yang menurutku adalah orang paling menyedihkan atas kejadian ini.Aku yakin kini Adit tengah memikirkan banyak hal di dalam kepalanya. Selain mengenai Shima, itu juga termasuk deng
Janda Terhormat (14)Pov Reina.Aku masih menangis pilu ketika Nurma meninggalkan rumahku. Beberapa saat yang lalu dia datang kemari, menanyakan perihal keadaanku yang terlihat kacau. Memang, hidupku sedang kacau, terlebih setelah perpisahanku dengan Adit.Kulihat dengan jelas bahu Adit yang naik turun menahan amarah. Mungkin dia sama terkejutnya dengan Nurma karena aku kini tengah mengandung anak dari Bang Dewa, kakak ipar Adit.Kuremas perutku yang masih rata. Rasanya bayi yang ada di dalam sana sungguh pembawa sial. Andai saja dia tidak hadir di dalam rahimku, pasti semua tidak akan serunyam ini."Siapkan mentalmu, ayo ikut bersamaku menemui Bang Dewa," tutur Adit ketus saat Nurma telah melesat pergi dari rumahku.Jantungku berdetak semakin cepat. Bisa-bisa aku dihabisi oleh Bang Dewa ataupun Kak Tiana kalau sampai mereka tahu tentang kehamilanku. Bagaimana aku bisa seceroboh ini, hamil dengan mantan kakak iparku sendiri. Bod*h!
Janda Terhormat (15).Malam harinya aku bersantai di ruang keluarga bersama kedua orang tuaku setelah siang tadi bertemu dengan Della. Dia mengatakan kalau Bagas, teman lamaku, mengalami sebuah musibah hingga saat ini harus duduk di atas kursi roda. Kasihan sekali hidupnya, hanya karena wanita dia bisa sampai seperti itu.“Nur, kenapa melamun?” tanya ibu ketika aku tidak fokus.Seketika aku menatapnya, lalu tersenyum tipis. “Em … tidak kenapa-kenapa, Bu. Capek aja,” jawabku asal.“Capek kenapa? Bukannya tadi jalan-jalan sama Adit?”Kedua mataku membola, jalan-jalan katanya? Padahal aku baru saja melewati hari yang sangat menyeramkan dengan Adit. Mungkin jika hari ini aku tidak ikut dengannya, semua kebenaran ini tidak akan terungkap. Setidaknya ada hal positif yang bisa kuambil dari kejadian hari ini. Semoga saja setelah ini Reina akan mendapa
Janda Terhormat (16)“Ha? Kamu bilang apa, Dit?” tanyaku pada Adit yang baru saja berkata konyol.“Ah? Apa? Hahaha … bukan apa-apa. Besok temenin Shima beli seragam baru, ya? Aku udah bilang sama Reina,” katanya yang aku yakin hanya berusaha mengalihkan pembicaraan saja.Kuputar bola mataku, berusaha mengingat acara besok. “Dit, sorry. Kayaknya aku nggak bisa, deh. Besok ada janji sama temenku,” jawabku begitu kuingat kalau besok ada janji dengan Della ingin mengunjungi Bagas.Terdengar samar Adit menghela nafas panjang khas orang yang tengah kecewa. “Yaudah, nggak apa-apa. Besok aku yang temenin aja kalau gitu,” ucapnya lesu.“Yaudah, aku istirahat dulu, ya,” kataku kemudian.Dia lantas memutuskan sambungan telepon begitu mengucap salam. Gegas kuletakkan ponselku di atas nakas, lalu naik ke ranjang. Hari ini terasa begitu penat, sepertinya aku perlu istirahat cepat mal
Janda Terhormat (17)..“Kak, tolong kembali ke rumah sekarang. Kak Bagas kambuh, dia teriak-teriak manggil nama Kakak,” ucap Della terburu-buru melalui sambungan telepon.Dahiku mengeryit, karena aku baru saja tiba di rumah setelah meninggalkan rumahnya tanpa sambutan yang baik. Aku rasa pertemuanku kali ini dengan Bagas bukan saat yang tepat, itulah sebabnya aku memilih pulang meski belum bertegur sapa dengannya.Della terdengar sangat panik, kudengar samar pula ada begitu banyak keributan di belakang teleponnya sana. Mungkin memang benar kalau saat ini Bagas sedang kambuh dan memang aku di butuhkan.Kusambar lagi kunci mobilku, lalu melesat ke ruma Della lagi. Untung saja jalanan tak terlalu ramai jadi aku bisa menginjak pedal gas sekuat tenaga.Jantungku berdegup kencang ketika mobilku telah terparkir lagi di halaman rumah Della. Suasana terasa mencekam, apalagi ketika salah satu asisten rumah tang
Janda Terhormat (39)Extra Part.."Pakeettt ...."Kutajamkan indera pendengaranku. Sepertinya ada seorang kurir yang mengantarkan paket di depan sana.Aku lantas berdiri dan membukakan pintu depan. Rupanya Pak Amin, satpam di rumahku hendak membawakan paket itu ke dalam rumah."Maaf, Bu. Ada paket," katanya.Aku tersenyum, lalu mengambil bungkusan itu dari tangannya. "Terimakasih, Pak," kataku lalu kembali masuk ke dalam rumah dan hendak membuka paket itu.Aku sedikit heran, karena setahuku aku sama sekali tidak mempunyai paket atau barang yang kubeli melalui online. Shima masih sekolah hari ini, jadi aku hanya di rumah sendirian.Kubuka perlahan paket yang tak kutahu dari siapa itu. Ukurannya besar, tapi tak terlalu berat. Sebetulnya aku sedikit khawatir, takut jika ternyata ini adalah sesuatu yang membahayakanku ataupun keluargaku karena memang paket ini ditujukan untukku, tertera nama dan nomor ponselku. Besar kemungkinan, orang yang mengirimkan paket ini adalah orang yang tela
Janda Terhormat (38).."Kenalkan, ini Adis, calon istriku," ucap Deva membuatku dan Adit terkejut.Secepat itu dia mendapatkan calon istri?Wanita itu mengulurkan tangannya padaku, lalu kusambut dengan senyuman lebar. Tak masalah bagiku Deva telah mendapatkan penggantiku, toh memang ini yang aku inginkan."Nurma ...." Dia tersenyum, manis sekali."Dia anak dari guru ngajiku, ayahnya memintaku untuk menikahinya. Jadi kuputuskan untuk menikah dua minggu lagi. Dan aku harap, kalian jadi anggota yang turut serta mengurus semua acaraku nanti, ya," tutur Deva menerangkan, bahwa ternyata wanita itu adalah anak dari seorang guru tempatnya belajar soal agama. Mungkin bisa jadi dia dan Adis bertaaruf, itulah sebabnya mereka langsung akan menikah."Tentu, kami akan menjadi orang pertama yang akan mengurus acara pernikahan kalian. Tenanf saja," terang Adit dengan gembira.Aku lantas menganggukkan kepala, setuju dengan kata-kata Adit bahwa kami akan membantu semua acara pernikahannya. Aku senang,
Janda Terhormat (37)...Hari ini kami bertiga berencana pergi ke kebun binatang. Tak lain, itu semua untuk menyenangkan hati anak perempuan kami, Shima. Sedari pagi dia sudah sangat antusias dengan liburan kami kali ini.Sudah seminggu ini aku resmi tinggal di rumah Adit, menemani tumbuh kembang Shima sembari belajar menjadi istri yang baik dari sebelumnya. Jika kemarin aku gagal dalam pernikahan, tapi kali ini aku tidak boleh gagal lagi. Sebisa mungkin pernikahan ini harus menjadi yang terakhir di hidupku."Bundaaa ... Ayo berangkat," teriak Shima dari ruang tamu ketika aku tengah menyiapkan bekal.Ya, sejak aku resmi menjadi ibunya dia memanggilku dengan sebutan bunda. Bukan aku yang meminta, melainkan dia sendiri yang memanggilku seperti itu.Tak masalah, toh semua panggilan itu tetap bagus, terlebih jika ditujukan kepada orang tersayang. Adit pun juga setuju ketika Shima ingin memanggilku dengan sebutan bunda."Iya, sebentar, Sayang. Panggil papamu, sudah siap belum," jawabku dar
Janda Terhormat (36)..Tiga bulan kemudian ...."Bagaimana para saksi? Sah?" ucap penghulu menggema di ruangan yang telah di dekor dengan nuansa warna pastel ini.Dadaku bergemuruh, ketika kutunggu jawaban dari para saksi yang duduk di samping penghulu. Kulihat butiran bening sebesar jagung juga memenuhi dahi Adit yang tengah duduk di sampingku dengan berjabat tangan dengan penghulu.Ya, hari ini adalah hari pernikahanku dan ayah mewakilkan kepada penghulu karena tak kuasa menikahkanku sendiri. Seketika tubuhku terasa ringan ketika para saksi mengatakan kata 'SAH' secara serempak. Adit mengulurkan tangannya, lalu kusambut dengan menciumnya penuh takzim. Hatiku sejuk, ketika bibirku menyentuh punggung tangan Adit yang kini telah menjadi suamiku.Akhirnya, kesendirianku selama ini terbayar sudah dengan acara hari ini. Kekosongan dalam hatiku beberapa tahun ini telah terisi dengan hadirnya sosok Adit di sampingku saat ini.Adit lantas mengambil kotak cincin, lalu memasangkannya di jari
Janda Terhormat (35).."Hallo, Tante ...." sapa Shima begitu sampai di rumahku.Aku sengaja menunggunya di teras, selain tak ada pekerjaan juga karena memang aku sangat senang begitu Shima akan kemari. Meskipun dia tidak ada ikatan darah denganku, tapi rasa sayangku melebihi apapun padanya. Mungkin jika aku memiliki seorang anak, rasaku akan seperti ini juga."Hallo, Sayang," sapaku dengan mencium pipinya singkat.Adit berdiri di belakang Shima, lalu mengelus singkat puncak kepala anaknya itu. Tak kusangka, sebentar lagi Shima akan menjadi anakku. Semoga saja aku bisa menjadi seorang ibu yang baik untuknya."Kamu nggak sibuk, Nur?" tanya Adit begitu Shima telah melepaskan pelukannya dari tubuhku.Aku menggeleng singkat lalu menatapnya, "enggak, emangnya kenapa?""Kalau kamu sibuk, Shima nggak aku tinggalin."Mendengar penuturannya aku lantas mencebik. "Enggak lah. Kalau aku sibuk mana mungkin sekarang santai-santai di sini," jawabku dengan sedikit cemberut."Ya siapa tahu kamu sedang
Janda Terhormat (34).."Bagas gimana, Nur?" tanya Adit ketika aku telah berada di dalam mobilnya.Aku yang semula masih melamun lantas menoleh kearahnya. "Em ... Dia udah mendingan. Semoga saja dalam waktu dekat ini kondisinya semakin membaik."Kuhela nafas panjang, "sedih rasanya melihat ada orang yang sampai sedepresi itu hanya karena kegagalan cinta."Adit justru terkekeh, "untung aja kamu dulu enggak, ya?""Maksud kamu?""Ya, untung aja kamu nggak depresi setelah kegagalam cintamu yang berkali-kali itu. Kamu kan bucin parah sama suamimu dulu," ucapnya meledek.Aku hanya mencebik, lalu mengalihkan pandangan ke luar jendela lagi. Memang benar kata Adit, dulu aku terlalu cinta dengan mantan suamiku. Hingga rasanya duniaku telah tertutup dengan semua sikap manisnya yang palsu.Tak hanya sekali, aku seakan terombang-ambing dalam dunia percintaan tak hanya sekali. Dengan Deva sekalipun. Saat itu hatiku sempat patah, rapuh dan seakan tak ingin membuka hati lagi sampai pada akhirnya soso
Janda Terhormat (33)..Aku masih berdiri dengan seluruh tubuhku bergetar. Ya, sejujurnya saja aku juga takut kalau Bagas beralih menyerangku. Hanya saja aku tak punya pilihan lain ketika Della pun sedang ada di posisi sulit.Kuhembuskan nafasku panjang, berusaha menenangkan diriku untuk berusaha mendekati Bagas. Sebenarnya dia tidak jahat, hanya saja saat ini pikirannya sedang terguncang. Jadi wajar jika dia bersikap demikian."Bagas, tolong lepaskan pecahan vas itu dari tanganmu," kataku lembut.Entah kenapa Bagas bisa kambuh seperti ini. Aku belum sempat mencari tahu penyebabnya, yang penting sekarang adalah aku menyelamatkan Della terlebih dahulu.Bagas masih terdiam, memandangku tanpa menurunkan vas bunga dari hadapan Della. Aku maju selangkah demi selangkah mendekatinya.Meskipun Della memberi isyarat agar aku tak mendekat, tapi rasa kemanusiaanku tetap berjalan di depan. Terlebih, aku tahu bahwa sebe
Janda Terhormat (32)..Hari ini mungkin bisa kukatakan adalah hari yang sangat bahagia untukku. Dimana hari ini, Adit menyatakan perasaannya langsung di depan kedua orang tuaku.Ya, setelah kemarin siang aku juga mengutarakan perasaanku bahwa aku pun juga memiliki rasa padanya. Malam ini dia datang dengan di temani Shima, anak perempuannya yang sebentar lagi akan menjadi anakku juga."Nak Adit. Terimakasih kamu sudah mau menerima kekurangan dan keburukan Nurma. Bapak dan Ibu tidak bisa berbuat banyak untuk kalian. Semua hal kami serahkan pada kalian," tutur ayahku menasehati.Aku dan Adit saling berpandangan, tapi kini aku sudah mulai membiasakan diri untuk tidak terlihat gugup di depannya. Padahal sebelum ini, aku sama sekali tidak canggung ataupun gugup jika sedang berada di dekatnya. Namun entah kenapa, sekarang justru seperti ini."Baik, Pak. Terimakasih juga, Bapak dan Ibu mau menerima saya. Semoga kedepannya kita bisa menjadi keluarga
Janda Terhormat (31)..Dear Nurma ....Hai, semoga kamu selalu dalam keadaan baik-baik saja. Maaf jika aku terkesan seperti pecundang yang tak berani menghampirimu secara langsung, atau mengatakan hal ini secara langsung padamu.Nurma, maaf jika kehadiranku selama ini selalu mengganggu harimu, membuat hidupmu seakan penuh dengan tekanan. Kini aku sadar, bahwa aku tidak bisa memaksakan apa yang kuinginkan. Aku salah ... Dan sangat berdosa.Tidak sepantasnya, aku memaksa cintaku pada Adit. Atau menginginkan agar Adit kembali lagi padaku. Sejujurnya, aku melakukan semua itu semata-mata bukan karena aku terlalu tergila-gila atau terobsesi pada Adit, melainkan semua itu hanya kujadikan pelarian atas kisah cintaku dengan Bang Dewa.Sekarang kamu tahu, bagaimana rusaknya hidupku, kan? Mengenai skandalku dengan Bang Dewa hingga akhirnya aku keguguran. Rasanya hidupku sangat hina, ketika aku telah menyia-nyiakan pria sebaik Adit. Bahkan kini kamu pu