Janda Terhormat (16)
“Ha? Kamu bilang apa, Dit?” tanyaku pada Adit yang baru saja berkata konyol.
“Ah? Apa? Hahaha … bukan apa-apa. Besok temenin Shima beli seragam baru, ya? Aku udah bilang sama Reina,” katanya yang aku yakin hanya berusaha mengalihkan pembicaraan saja.
Kuputar bola mataku, berusaha mengingat acara besok. “Dit, sorry. Kayaknya aku nggak bisa, deh. Besok ada janji sama temenku,” jawabku begitu kuingat kalau besok ada janji dengan Della ingin mengunjungi Bagas.
Terdengar samar Adit menghela nafas panjang khas orang yang tengah kecewa. “Yaudah, nggak apa-apa. Besok aku yang temenin aja kalau gitu,” ucapnya lesu.
“Yaudah, aku istirahat dulu, ya,” kataku kemudian.
Dia lantas memutuskan sambungan telepon begitu mengucap salam. Gegas kuletakkan ponselku di atas nakas, lalu naik ke ranjang. Hari ini terasa begitu penat, sepertinya aku perlu istirahat cepat mal
Janda Terhormat (17)..“Kak, tolong kembali ke rumah sekarang. Kak Bagas kambuh, dia teriak-teriak manggil nama Kakak,” ucap Della terburu-buru melalui sambungan telepon.Dahiku mengeryit, karena aku baru saja tiba di rumah setelah meninggalkan rumahnya tanpa sambutan yang baik. Aku rasa pertemuanku kali ini dengan Bagas bukan saat yang tepat, itulah sebabnya aku memilih pulang meski belum bertegur sapa dengannya.Della terdengar sangat panik, kudengar samar pula ada begitu banyak keributan di belakang teleponnya sana. Mungkin memang benar kalau saat ini Bagas sedang kambuh dan memang aku di butuhkan.Kusambar lagi kunci mobilku, lalu melesat ke ruma Della lagi. Untung saja jalanan tak terlalu ramai jadi aku bisa menginjak pedal gas sekuat tenaga.Jantungku berdegup kencang ketika mobilku telah terparkir lagi di halaman rumah Della. Suasana terasa mencekam, apalagi ketika salah satu asisten rumah tang
Janda Terhormat (18)...“Tadi Papa berangkatnya udah lama, Sayang?” tanyaku pada Shima ketika kami sedang asik bermain boneka.Shima mengangguk, “iya, Tante. Papa langsung pergi,” jawabnya singkat.Aku tersenyum tipis padanya, lalu mengusap lembut rambutnya yang halus. Kasihan sekali anak ini, seharusnya diusianya yang sekarang ini dia masih dikelilingi oleh kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuanya.Namun tak apa, mungkin ini semua memang sudah jalan takdir dari Tuhan. Dan aku yakin, dibalik semua cobaan ini nantinya akan bisa menjadikan Shima sebagai anak yang pandai dan sangat mandiri.“Tante, kenapa Tante tidak tinggal di rumah ini saja,” ucapnya tiba-tiba membuatku seketika mendongak ke arahnya.Gadis sekecil ini, kenapa bisa berfikiran seperti itu?“Kenapa? Kok Shima tanyanya kayak gitu? Kan udah ada Papa, Suster, sama bibi yang lain,” jawabku dengan menatapnya lekat.
“Adit,” sapaku begitu tahu siapa yang berkunjung sepagi ini.Dia membalikkan badan, lalu tersenyum tipis padaku. Wajar Bi Atun tidak tahu kalau tamunya adalah Adit, karena beliau memang asisten rumah tangga baru di rumah ini.“Sudah siap? Berangkat bareng, yuk.”Aku masih terdiam mendengar ajakannya. Bukan aku tidak mau berangkat bersamanya. Hanya saja otakku seketika mengingat status yang di unggah oleh Reina tempo hari.Sejujurnya aku tidak ingin mengusik hidup mereka lagi. Terlebih, kemarin pula aku mendengar keluh kesah Shima mengenai kedua orang tuanya. Sedih memang, tapi mungkin ini jalan yang terbaik untukku demi kebahagiaan banyak orang.“Kok diem,” ucap Adit lagi ketika aku masih terdiam.Jantungku berdegup dua kali lipat dari sebelumnya karena aku sama sekali tidak menyiapkan jawaban da
“Bagaimana, Nurma? Kamu bersedia ‘kan jadi ibu sambung untuk Shima,” ucap Adit mengulangi pertanyaan sebelumnya yang bahkan belum aku jawab.Bukan aku tak mau menjawabnya, hanya saja saat ini aku benar-benar tidak tahu harus menjawab apa karena pertanyaan yang Adit lontarkan sangat membuatku tak berkutik.Sejenak aku masih terdiam, hingga pada akhirnya roda besi Adit trhenti di sebuah lampu lalu lintas di prempatan jalan. Aku kemudian membalikkan badan dan menghadap ke arahnya yang masih terlihat menunggu jawabanku.“Adit … bagaimana bisa kamu berkata seperti itu? memangnya apa yang dikatakan oleh anak gadismu itu?” kataku berbalik bertanya padanya.Namun, dia justru terkekeh kecil sembari menggelengkan kepalanya.“Nur … Nurma … Shima itu darah dagingku. Waktunya lebih banyak dia habiskan denganku daripada dengan ibunya. Sudah pasti aku tahu kalau memang itu yang dia ingingkan.&
Perseteruanku dengan Adit masih terjadi meski kejadian itu sudah lewat dari tiga hari. Ya, aku memang sengaja menjauh sedangkan dia mungkin masih marah akibat insiden yang terjadi beberapa hari yang lalu. Biar saja, sikapku yang seperti ini juga bukan karena semata-mata aku egois, melainkan ada seorang yang kubela di belakangnya, yaitu Shima.“Kamu maasih marahan sama Pak Adit?” tanya Mega tiba-tiba saat kami tengah makan siang brsama.Seketika aku mendongak kearahnya, lalu menghela nafas panjang. “Seperti yang kamu lihat.”Temanku itu terlihat menjatuhkan bahunya, dia memang paling peduli denganku setelah kedua orang tuaku. Memang hidupku merasa sangat beruntung karena memiliki teman sepertinya. Andai tidak ada orang seperti Mega di dunia ini mungkin aku sudah merasa sangat kesepian di dunia ini. Semenjak perpisahanku dengan Mas Bayu, hanya megalah yang selalu setia di sampingku.Astaga! Mas Bayu, Deva, apa kabarnya,
Kejadian ini sudah berlangsung cukup lama. Sekitar enam tahun yang lalu, jauh sebelum Adit menikahi Reina. Dulu, kisah cintaku dengan Deva harus kandas oleh sebuah kenyataan pahit bahwa ternyata dia adalah seorang kekasih perempuan bernama Yosi. Dan juga saat itu aku sengaja meninggalkannya sendiri adalam keadaan dia yang baru saja sadar dari sbuah tragedy kecelakaan yang harus membuatnya koma beberapa bulan. Aku yakin, dia bisa hidup bahagia dengan Yosi, tidak denganku.Jika mengingat itu rasanya aku ingin merutuki diriku sendiri karena sampai saat ini aku masih belum berutung dalam dunia percintaan. Bahkan sampai darah daging Adit kini telah tumbuh dewasa.“Nur, kok malah ngalamun,” tegur Ibu ketika aku masih terdiam diambang pintu kamar.Tak heran jika saat ini aku memang terlihat sangat terkejut karena kisah kelamku dengan Deva sudah kututup rapat enam tahun yang lalu. Entah bagaimana bisa saat ini dia kembali hadir dan mencariku? A
Janda Terhormat (23)'Dddrrttt'Fokusku teralihkan oleh getar ponselku. Aku yang semula masih menginjak pedal gas kuat kini mulai kukendurkan. Rasanya tak baik jika aku mengakhiri hidupku hanya karena sebuah masalah di dunia yang pasti ada jalan keluarnya.Lagi pula, masa depanku masih panjang. Dan sebelum ini aku sudah pernah berhasil melewati badai, sangat terlihat buruk jika justru setelah badai aku baru ingin mengakhiri hidupku.Kulirik sekilas nama yang tertera di layar ponsel ketika aku telah berhasil menyetabilkan kecepatan mobilku. Mungkin Della, dia paling tidak sabar jika aku hendak ke rumahnya.Namun bukan, melainkan Adit.Aku memutar bola mata malas, bukan ingin bermusuhan lagi dengannya, tapi rasanya berurusan dengan Reina terasa sangat menjemukan.Kutepikan mobilku, lalu menekan tombol hijau dan mendekatkan benda pipih itu ke telinga."Ya, hallo.""Nurma, kamu dimana? Apa kamu disakiti oleh Reina?"A
Janda TerhormatPart 24..Pov Adit“Aaaarrrgghh”Aku berteriak kencang ketika Nurma mengataan hal yang sangat mengejutka, dimana dia memintaku untuk kembali pada Reina dan menjauh darinya. Ini bukan perkara mudah, aku menunggu saat-saat ini tiba sudah terlalu lama, dan sekarang saat semua seakan sudah di depan mata aku harus melepaskannya begitu saja? Ah, rasanya sangat berat, bukan?Reina … dia adalah wanita yang kunikahi sekitar enam tahun yang lalu, jauh saat duniaku dan Nurma seperti ini. Dulu, aku dan Nurma sangatlah jauh, bahkan saat kami kembali dipertemukan oleh takdir. Saat itu, sebuah keegoisan saling terpendam dalam hati kami masing-masing.Meski kami ditempatan salam satu pekerjaan dan tempat yang sama, tapi aku sama sekali tidak menganggapnya ada hingga akhirnya aku memutuskan menikahi Reina karena desakan kedua orang tuaku.B