Janda Terhormat (15)
.
Malam harinya aku bersantai di ruang keluarga bersama kedua orang tuaku setelah siang tadi bertemu dengan Della. Dia mengatakan kalau Bagas, teman lamaku, mengalami sebuah musibah hingga saat ini harus duduk di atas kursi roda. Kasihan sekali hidupnya, hanya karena wanita dia bisa sampai seperti itu.
“Nur, kenapa melamun?” tanya ibu ketika aku tidak fokus.
Seketika aku menatapnya, lalu tersenyum tipis. “Em … tidak kenapa-kenapa, Bu. Capek aja,” jawabku asal.
“Capek kenapa? Bukannya tadi jalan-jalan sama Adit?”
Kedua mataku membola, jalan-jalan katanya? Padahal aku baru saja melewati hari yang sangat menyeramkan dengan Adit. Mungkin jika hari ini aku tidak ikut dengannya, semua kebenaran ini tidak akan terungkap. Setidaknya ada hal positif yang bisa kuambil dari kejadian hari ini. Semoga saja setelah ini Reina akan mendapa
Janda Terhormat (16)“Ha? Kamu bilang apa, Dit?” tanyaku pada Adit yang baru saja berkata konyol.“Ah? Apa? Hahaha … bukan apa-apa. Besok temenin Shima beli seragam baru, ya? Aku udah bilang sama Reina,” katanya yang aku yakin hanya berusaha mengalihkan pembicaraan saja.Kuputar bola mataku, berusaha mengingat acara besok. “Dit, sorry. Kayaknya aku nggak bisa, deh. Besok ada janji sama temenku,” jawabku begitu kuingat kalau besok ada janji dengan Della ingin mengunjungi Bagas.Terdengar samar Adit menghela nafas panjang khas orang yang tengah kecewa. “Yaudah, nggak apa-apa. Besok aku yang temenin aja kalau gitu,” ucapnya lesu.“Yaudah, aku istirahat dulu, ya,” kataku kemudian.Dia lantas memutuskan sambungan telepon begitu mengucap salam. Gegas kuletakkan ponselku di atas nakas, lalu naik ke ranjang. Hari ini terasa begitu penat, sepertinya aku perlu istirahat cepat mal
Janda Terhormat (17)..“Kak, tolong kembali ke rumah sekarang. Kak Bagas kambuh, dia teriak-teriak manggil nama Kakak,” ucap Della terburu-buru melalui sambungan telepon.Dahiku mengeryit, karena aku baru saja tiba di rumah setelah meninggalkan rumahnya tanpa sambutan yang baik. Aku rasa pertemuanku kali ini dengan Bagas bukan saat yang tepat, itulah sebabnya aku memilih pulang meski belum bertegur sapa dengannya.Della terdengar sangat panik, kudengar samar pula ada begitu banyak keributan di belakang teleponnya sana. Mungkin memang benar kalau saat ini Bagas sedang kambuh dan memang aku di butuhkan.Kusambar lagi kunci mobilku, lalu melesat ke ruma Della lagi. Untung saja jalanan tak terlalu ramai jadi aku bisa menginjak pedal gas sekuat tenaga.Jantungku berdegup kencang ketika mobilku telah terparkir lagi di halaman rumah Della. Suasana terasa mencekam, apalagi ketika salah satu asisten rumah tang
Janda Terhormat (18)...“Tadi Papa berangkatnya udah lama, Sayang?” tanyaku pada Shima ketika kami sedang asik bermain boneka.Shima mengangguk, “iya, Tante. Papa langsung pergi,” jawabnya singkat.Aku tersenyum tipis padanya, lalu mengusap lembut rambutnya yang halus. Kasihan sekali anak ini, seharusnya diusianya yang sekarang ini dia masih dikelilingi oleh kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuanya.Namun tak apa, mungkin ini semua memang sudah jalan takdir dari Tuhan. Dan aku yakin, dibalik semua cobaan ini nantinya akan bisa menjadikan Shima sebagai anak yang pandai dan sangat mandiri.“Tante, kenapa Tante tidak tinggal di rumah ini saja,” ucapnya tiba-tiba membuatku seketika mendongak ke arahnya.Gadis sekecil ini, kenapa bisa berfikiran seperti itu?“Kenapa? Kok Shima tanyanya kayak gitu? Kan udah ada Papa, Suster, sama bibi yang lain,” jawabku dengan menatapnya lekat.
“Adit,” sapaku begitu tahu siapa yang berkunjung sepagi ini.Dia membalikkan badan, lalu tersenyum tipis padaku. Wajar Bi Atun tidak tahu kalau tamunya adalah Adit, karena beliau memang asisten rumah tangga baru di rumah ini.“Sudah siap? Berangkat bareng, yuk.”Aku masih terdiam mendengar ajakannya. Bukan aku tidak mau berangkat bersamanya. Hanya saja otakku seketika mengingat status yang di unggah oleh Reina tempo hari.Sejujurnya aku tidak ingin mengusik hidup mereka lagi. Terlebih, kemarin pula aku mendengar keluh kesah Shima mengenai kedua orang tuanya. Sedih memang, tapi mungkin ini jalan yang terbaik untukku demi kebahagiaan banyak orang.“Kok diem,” ucap Adit lagi ketika aku masih terdiam.Jantungku berdegup dua kali lipat dari sebelumnya karena aku sama sekali tidak menyiapkan jawaban da
“Bagaimana, Nurma? Kamu bersedia ‘kan jadi ibu sambung untuk Shima,” ucap Adit mengulangi pertanyaan sebelumnya yang bahkan belum aku jawab.Bukan aku tak mau menjawabnya, hanya saja saat ini aku benar-benar tidak tahu harus menjawab apa karena pertanyaan yang Adit lontarkan sangat membuatku tak berkutik.Sejenak aku masih terdiam, hingga pada akhirnya roda besi Adit trhenti di sebuah lampu lalu lintas di prempatan jalan. Aku kemudian membalikkan badan dan menghadap ke arahnya yang masih terlihat menunggu jawabanku.“Adit … bagaimana bisa kamu berkata seperti itu? memangnya apa yang dikatakan oleh anak gadismu itu?” kataku berbalik bertanya padanya.Namun, dia justru terkekeh kecil sembari menggelengkan kepalanya.“Nur … Nurma … Shima itu darah dagingku. Waktunya lebih banyak dia habiskan denganku daripada dengan ibunya. Sudah pasti aku tahu kalau memang itu yang dia ingingkan.&
Perseteruanku dengan Adit masih terjadi meski kejadian itu sudah lewat dari tiga hari. Ya, aku memang sengaja menjauh sedangkan dia mungkin masih marah akibat insiden yang terjadi beberapa hari yang lalu. Biar saja, sikapku yang seperti ini juga bukan karena semata-mata aku egois, melainkan ada seorang yang kubela di belakangnya, yaitu Shima.“Kamu maasih marahan sama Pak Adit?” tanya Mega tiba-tiba saat kami tengah makan siang brsama.Seketika aku mendongak kearahnya, lalu menghela nafas panjang. “Seperti yang kamu lihat.”Temanku itu terlihat menjatuhkan bahunya, dia memang paling peduli denganku setelah kedua orang tuaku. Memang hidupku merasa sangat beruntung karena memiliki teman sepertinya. Andai tidak ada orang seperti Mega di dunia ini mungkin aku sudah merasa sangat kesepian di dunia ini. Semenjak perpisahanku dengan Mas Bayu, hanya megalah yang selalu setia di sampingku.Astaga! Mas Bayu, Deva, apa kabarnya,
Kejadian ini sudah berlangsung cukup lama. Sekitar enam tahun yang lalu, jauh sebelum Adit menikahi Reina. Dulu, kisah cintaku dengan Deva harus kandas oleh sebuah kenyataan pahit bahwa ternyata dia adalah seorang kekasih perempuan bernama Yosi. Dan juga saat itu aku sengaja meninggalkannya sendiri adalam keadaan dia yang baru saja sadar dari sbuah tragedy kecelakaan yang harus membuatnya koma beberapa bulan. Aku yakin, dia bisa hidup bahagia dengan Yosi, tidak denganku.Jika mengingat itu rasanya aku ingin merutuki diriku sendiri karena sampai saat ini aku masih belum berutung dalam dunia percintaan. Bahkan sampai darah daging Adit kini telah tumbuh dewasa.“Nur, kok malah ngalamun,” tegur Ibu ketika aku masih terdiam diambang pintu kamar.Tak heran jika saat ini aku memang terlihat sangat terkejut karena kisah kelamku dengan Deva sudah kututup rapat enam tahun yang lalu. Entah bagaimana bisa saat ini dia kembali hadir dan mencariku? A
Janda Terhormat (23)'Dddrrttt'Fokusku teralihkan oleh getar ponselku. Aku yang semula masih menginjak pedal gas kuat kini mulai kukendurkan. Rasanya tak baik jika aku mengakhiri hidupku hanya karena sebuah masalah di dunia yang pasti ada jalan keluarnya.Lagi pula, masa depanku masih panjang. Dan sebelum ini aku sudah pernah berhasil melewati badai, sangat terlihat buruk jika justru setelah badai aku baru ingin mengakhiri hidupku.Kulirik sekilas nama yang tertera di layar ponsel ketika aku telah berhasil menyetabilkan kecepatan mobilku. Mungkin Della, dia paling tidak sabar jika aku hendak ke rumahnya.Namun bukan, melainkan Adit.Aku memutar bola mata malas, bukan ingin bermusuhan lagi dengannya, tapi rasanya berurusan dengan Reina terasa sangat menjemukan.Kutepikan mobilku, lalu menekan tombol hijau dan mendekatkan benda pipih itu ke telinga."Ya, hallo.""Nurma, kamu dimana? Apa kamu disakiti oleh Reina?"A
Janda Terhormat (39)Extra Part.."Pakeettt ...."Kutajamkan indera pendengaranku. Sepertinya ada seorang kurir yang mengantarkan paket di depan sana.Aku lantas berdiri dan membukakan pintu depan. Rupanya Pak Amin, satpam di rumahku hendak membawakan paket itu ke dalam rumah."Maaf, Bu. Ada paket," katanya.Aku tersenyum, lalu mengambil bungkusan itu dari tangannya. "Terimakasih, Pak," kataku lalu kembali masuk ke dalam rumah dan hendak membuka paket itu.Aku sedikit heran, karena setahuku aku sama sekali tidak mempunyai paket atau barang yang kubeli melalui online. Shima masih sekolah hari ini, jadi aku hanya di rumah sendirian.Kubuka perlahan paket yang tak kutahu dari siapa itu. Ukurannya besar, tapi tak terlalu berat. Sebetulnya aku sedikit khawatir, takut jika ternyata ini adalah sesuatu yang membahayakanku ataupun keluargaku karena memang paket ini ditujukan untukku, tertera nama dan nomor ponselku. Besar kemungkinan, orang yang mengirimkan paket ini adalah orang yang tela
Janda Terhormat (38).."Kenalkan, ini Adis, calon istriku," ucap Deva membuatku dan Adit terkejut.Secepat itu dia mendapatkan calon istri?Wanita itu mengulurkan tangannya padaku, lalu kusambut dengan senyuman lebar. Tak masalah bagiku Deva telah mendapatkan penggantiku, toh memang ini yang aku inginkan."Nurma ...." Dia tersenyum, manis sekali."Dia anak dari guru ngajiku, ayahnya memintaku untuk menikahinya. Jadi kuputuskan untuk menikah dua minggu lagi. Dan aku harap, kalian jadi anggota yang turut serta mengurus semua acaraku nanti, ya," tutur Deva menerangkan, bahwa ternyata wanita itu adalah anak dari seorang guru tempatnya belajar soal agama. Mungkin bisa jadi dia dan Adis bertaaruf, itulah sebabnya mereka langsung akan menikah."Tentu, kami akan menjadi orang pertama yang akan mengurus acara pernikahan kalian. Tenanf saja," terang Adit dengan gembira.Aku lantas menganggukkan kepala, setuju dengan kata-kata Adit bahwa kami akan membantu semua acara pernikahannya. Aku senang,
Janda Terhormat (37)...Hari ini kami bertiga berencana pergi ke kebun binatang. Tak lain, itu semua untuk menyenangkan hati anak perempuan kami, Shima. Sedari pagi dia sudah sangat antusias dengan liburan kami kali ini.Sudah seminggu ini aku resmi tinggal di rumah Adit, menemani tumbuh kembang Shima sembari belajar menjadi istri yang baik dari sebelumnya. Jika kemarin aku gagal dalam pernikahan, tapi kali ini aku tidak boleh gagal lagi. Sebisa mungkin pernikahan ini harus menjadi yang terakhir di hidupku."Bundaaa ... Ayo berangkat," teriak Shima dari ruang tamu ketika aku tengah menyiapkan bekal.Ya, sejak aku resmi menjadi ibunya dia memanggilku dengan sebutan bunda. Bukan aku yang meminta, melainkan dia sendiri yang memanggilku seperti itu.Tak masalah, toh semua panggilan itu tetap bagus, terlebih jika ditujukan kepada orang tersayang. Adit pun juga setuju ketika Shima ingin memanggilku dengan sebutan bunda."Iya, sebentar, Sayang. Panggil papamu, sudah siap belum," jawabku dar
Janda Terhormat (36)..Tiga bulan kemudian ...."Bagaimana para saksi? Sah?" ucap penghulu menggema di ruangan yang telah di dekor dengan nuansa warna pastel ini.Dadaku bergemuruh, ketika kutunggu jawaban dari para saksi yang duduk di samping penghulu. Kulihat butiran bening sebesar jagung juga memenuhi dahi Adit yang tengah duduk di sampingku dengan berjabat tangan dengan penghulu.Ya, hari ini adalah hari pernikahanku dan ayah mewakilkan kepada penghulu karena tak kuasa menikahkanku sendiri. Seketika tubuhku terasa ringan ketika para saksi mengatakan kata 'SAH' secara serempak. Adit mengulurkan tangannya, lalu kusambut dengan menciumnya penuh takzim. Hatiku sejuk, ketika bibirku menyentuh punggung tangan Adit yang kini telah menjadi suamiku.Akhirnya, kesendirianku selama ini terbayar sudah dengan acara hari ini. Kekosongan dalam hatiku beberapa tahun ini telah terisi dengan hadirnya sosok Adit di sampingku saat ini.Adit lantas mengambil kotak cincin, lalu memasangkannya di jari
Janda Terhormat (35).."Hallo, Tante ...." sapa Shima begitu sampai di rumahku.Aku sengaja menunggunya di teras, selain tak ada pekerjaan juga karena memang aku sangat senang begitu Shima akan kemari. Meskipun dia tidak ada ikatan darah denganku, tapi rasa sayangku melebihi apapun padanya. Mungkin jika aku memiliki seorang anak, rasaku akan seperti ini juga."Hallo, Sayang," sapaku dengan mencium pipinya singkat.Adit berdiri di belakang Shima, lalu mengelus singkat puncak kepala anaknya itu. Tak kusangka, sebentar lagi Shima akan menjadi anakku. Semoga saja aku bisa menjadi seorang ibu yang baik untuknya."Kamu nggak sibuk, Nur?" tanya Adit begitu Shima telah melepaskan pelukannya dari tubuhku.Aku menggeleng singkat lalu menatapnya, "enggak, emangnya kenapa?""Kalau kamu sibuk, Shima nggak aku tinggalin."Mendengar penuturannya aku lantas mencebik. "Enggak lah. Kalau aku sibuk mana mungkin sekarang santai-santai di sini," jawabku dengan sedikit cemberut."Ya siapa tahu kamu sedang
Janda Terhormat (34).."Bagas gimana, Nur?" tanya Adit ketika aku telah berada di dalam mobilnya.Aku yang semula masih melamun lantas menoleh kearahnya. "Em ... Dia udah mendingan. Semoga saja dalam waktu dekat ini kondisinya semakin membaik."Kuhela nafas panjang, "sedih rasanya melihat ada orang yang sampai sedepresi itu hanya karena kegagalan cinta."Adit justru terkekeh, "untung aja kamu dulu enggak, ya?""Maksud kamu?""Ya, untung aja kamu nggak depresi setelah kegagalam cintamu yang berkali-kali itu. Kamu kan bucin parah sama suamimu dulu," ucapnya meledek.Aku hanya mencebik, lalu mengalihkan pandangan ke luar jendela lagi. Memang benar kata Adit, dulu aku terlalu cinta dengan mantan suamiku. Hingga rasanya duniaku telah tertutup dengan semua sikap manisnya yang palsu.Tak hanya sekali, aku seakan terombang-ambing dalam dunia percintaan tak hanya sekali. Dengan Deva sekalipun. Saat itu hatiku sempat patah, rapuh dan seakan tak ingin membuka hati lagi sampai pada akhirnya soso
Janda Terhormat (33)..Aku masih berdiri dengan seluruh tubuhku bergetar. Ya, sejujurnya saja aku juga takut kalau Bagas beralih menyerangku. Hanya saja aku tak punya pilihan lain ketika Della pun sedang ada di posisi sulit.Kuhembuskan nafasku panjang, berusaha menenangkan diriku untuk berusaha mendekati Bagas. Sebenarnya dia tidak jahat, hanya saja saat ini pikirannya sedang terguncang. Jadi wajar jika dia bersikap demikian."Bagas, tolong lepaskan pecahan vas itu dari tanganmu," kataku lembut.Entah kenapa Bagas bisa kambuh seperti ini. Aku belum sempat mencari tahu penyebabnya, yang penting sekarang adalah aku menyelamatkan Della terlebih dahulu.Bagas masih terdiam, memandangku tanpa menurunkan vas bunga dari hadapan Della. Aku maju selangkah demi selangkah mendekatinya.Meskipun Della memberi isyarat agar aku tak mendekat, tapi rasa kemanusiaanku tetap berjalan di depan. Terlebih, aku tahu bahwa sebe
Janda Terhormat (32)..Hari ini mungkin bisa kukatakan adalah hari yang sangat bahagia untukku. Dimana hari ini, Adit menyatakan perasaannya langsung di depan kedua orang tuaku.Ya, setelah kemarin siang aku juga mengutarakan perasaanku bahwa aku pun juga memiliki rasa padanya. Malam ini dia datang dengan di temani Shima, anak perempuannya yang sebentar lagi akan menjadi anakku juga."Nak Adit. Terimakasih kamu sudah mau menerima kekurangan dan keburukan Nurma. Bapak dan Ibu tidak bisa berbuat banyak untuk kalian. Semua hal kami serahkan pada kalian," tutur ayahku menasehati.Aku dan Adit saling berpandangan, tapi kini aku sudah mulai membiasakan diri untuk tidak terlihat gugup di depannya. Padahal sebelum ini, aku sama sekali tidak canggung ataupun gugup jika sedang berada di dekatnya. Namun entah kenapa, sekarang justru seperti ini."Baik, Pak. Terimakasih juga, Bapak dan Ibu mau menerima saya. Semoga kedepannya kita bisa menjadi keluarga
Janda Terhormat (31)..Dear Nurma ....Hai, semoga kamu selalu dalam keadaan baik-baik saja. Maaf jika aku terkesan seperti pecundang yang tak berani menghampirimu secara langsung, atau mengatakan hal ini secara langsung padamu.Nurma, maaf jika kehadiranku selama ini selalu mengganggu harimu, membuat hidupmu seakan penuh dengan tekanan. Kini aku sadar, bahwa aku tidak bisa memaksakan apa yang kuinginkan. Aku salah ... Dan sangat berdosa.Tidak sepantasnya, aku memaksa cintaku pada Adit. Atau menginginkan agar Adit kembali lagi padaku. Sejujurnya, aku melakukan semua itu semata-mata bukan karena aku terlalu tergila-gila atau terobsesi pada Adit, melainkan semua itu hanya kujadikan pelarian atas kisah cintaku dengan Bang Dewa.Sekarang kamu tahu, bagaimana rusaknya hidupku, kan? Mengenai skandalku dengan Bang Dewa hingga akhirnya aku keguguran. Rasanya hidupku sangat hina, ketika aku telah menyia-nyiakan pria sebaik Adit. Bahkan kini kamu pu