Semoga suka hehe ngebut nih
No.Name || Hi, gimana kabarnya? Semoga Dede bayinya cepet mati! No.Name || Cie pasti lagi ketakutan, dikiranya iseng tapi kejadian. Ya gak sih? No.Name || Puas-puasin ya lo sekarang, sayangnya... ada orang yang bikin gue leluasa ganggu lo. Namun di balik semua itu, ada satu teror yang membuatnya bingung. Ada dua nomor tak dikenal yang membuat ancaman, tapi menurutnya keduanya adalah orang yang sama karena kalimatnya hampir sama. No.Name2 || Hello! No.Name2 || Gue sih cuma nonton sambil ketawa, lo rasain dah tuh dihantui oleh maut. No.Name2 || Btw, gue pingin liat sejauh mana lo bertahan Dea. No.Name2 || Gue gak akan biarin lo seneng dalam waktu yang lama. Lo harus merasa terancam dan hidup dalam bayang-bayang kesedihan. No.Name2 || Tapi sekarang, gue cuma bisa nonton dulu sih.... Dea tidak menjawab dua pesan itu, ia mendapat informasi dari ayahnya kalau Juna akan beraksi melakukan pencegahan pada pelaku kejahatan yang sudah ia ketahui berpusat pada Melka. Namun Aron menje
"Bukan aku, Ar!" teriak Melka. Ia diculik oleh Juna untuk memancing orang-orang di baliknya. "Udah ketahuan masih aja gak mau ngaku, lu kira gue bego?" "Hiks!" isak tangisnya terdengar memilukan. Juna tidak memperdulikan isak tangis Melka. Ia sudah biasa dengan berbagai drama yang Melka buat. Lucunya, setiap drama itu menempatkan semua orang senagai penjahat dan Melka sendiri yang menjadi protagonis atau korban. Drama seperti ini adalah salah satu drama paling ringan yang Melka buat, karena drama lainnya sudah ia lakoni. Selamanya jika ia masih bersama Melka, ia akan selalu menjadi antagonis dalam hidup mereka. Harusnya perpisahan adalah jalan terbaik untuk mereka daripada memaksakan persatuan, sementara Melka merasa tidak bahagia. Obsesi Melka yang terlalu dalam mencintai Juna justru melukainya dan membuatnya tertekan. Juna memang sabar, tapi ia punya batas. Ia tak perduli jika publik menghinanya, karena telah lama pacaran dan bertunangan dengan Melka tapi nikahnya d
Mobil hitam mewah terparkir di depan gerbang yang masih tertutup, setelah Juna melihat beberapa dari mulai keluar mobil, ia pun segera memerintahkan anak buahnya untuk membuka gerbangnya. Setelah gerbang dibuka, 10 mobil hitam dan mewah itu langsung masuk dengan tertib. Juna yang mengamatinya dari jendela lantai dua pun bisa merasakan kalau mereka sudah siap untuk duel atau melakukan tindak kekerasan lainnya. Meski tak pernah tau apa yang akan terjadi, ini bukan kali pertamanya ia berinteraksi dengan ayah dari mantan tunangannya itu. Kali ini ia yakin mereka bisa berdiskusi tanpa pertumpahan darah. Ia pun segera turun ke lantai dasar dengan perlahan untuk menemui mantan calon mertuanya bersama antek-anteknya. "Apakabar, Tuan Eagle!" sapanya santai. Orang yang dipanggil Eagle itu adalah ayah dari Melka, itu bukan nama asli tetapi nama organisasi berbahaya itu. "Basa-basi tidak akan menyelamatkanmu, Anak Muda. Sekarang, di mana anakku?" tanyanya. Pria bule dengan tubu
"Hasilnya?" tanya Aron. "Nol!" jawab Juna. Sudah dua hari setelah Juna pulang untuk membereskan kasus yang menimpa istrinya. Namun, hasil yang didapatkan, bukan hasil yang ia harapkan."Benar apa kata Anda, Pak. Ada orang lain yang bekerjasama dengan Melka," ungkap Juna. "Meski begitu Melka juga bersalah," balas Aron.Mereka berdua sedang ngopi di belakang rumah, merupakan taman juga. Mansion itu memang mengambil konsep nature, jadi dikelilingi oleh taman dan bangunan yang bergaya Jawa Tengah modern. Meski Aron orang luar, ia memiliki selera yang lokal banget.Mereka duduk di sofa yang ada di depan kolam, tempat biasa Dea nongkrong dengan teman-temannya. Itu memang spot terbaik di mansion tersebut. Bangunan luar terlihat sangat lokal dengan desain kayu yang sebenarnya kayu itu hanya melapisi bagian luar saja, bangunan asli tentu menggunakan material yang kokoh sebagaimana bangunan mewah lainnya.Akan tetapi, bagian dalam sangat modern dan simple. Tiap 5 tahun sekali Aron akan meren
"Besok kan arisan di keluargamu, aku mau coba rebut hati ibumu dengan makanan kesukaannya." Juna terkejut, "Apa harus? Kamu gak perlu pasar dan masak sendiri, Yang," balasnya. "Tapi aku perlu tau, biar tau harga sayuran trus gimana keadaan pasar. Ternyata kalo aku beli segini, murah juga ya dapet banyak!" "Iya Non, tapi beda kalo belinya di mall. Selain karena di mall lebih higienis, di sana mungkin bisa terpengaruh pajak dan biaya yang lainnya," balas Bi Asih. Fyi, Bi Asih lulusan Sarjana bidang Kehutanan, makanya ia juga memiliki tanaman Hidroponik di belakang kamar pembantu. Sebenarnya di Mansion memiliki 5 pembantu, ttapi yang merupakan kepalanya adalah Bi Asih sekaligus ibu asuh Dea sejak lahir. Ini juga merupakan alasan Aron mempekerjakannya. Dulu saat ibu Dea pergi setelah bercerai dari Aron, ia pun meminta Bi Asih--yang saat bekerja sebagai salah satu pembantu di Mansion--untuk merawat Dea. Tak hanya sekedar memberinya pekerjaan khusus, Aron bermaksud untuk menempat
"Ya gaklah Sayangku! Haha!" Juna malah tertawa menanggapi pertanyaan dari istri kecilnya itu. Ada saja ide Dea dalam membalas perkataannya. Kalau salah jawab, bisa mati dia. "Ada-ada aja kamu." Dea pun mendengus, "Lagian alesannya gak memuaskan." "Kan kamu gak ngasih jatah gimana mau puas?" Dea bengong mendengar itu, ingin protes tapi Juna sudah menarkirkan mobilnya di parkiran mansion keluarganya. Seolah menghindari pertengkaran dengan sang istri, ia pun segera keluar dari mobil dan membukakan pintu untuknya. Berlanjut ia menyambut tangan istrinya layaknya Princess yang turun dari kereta kuda. "Silahkan, My Queen," sambil Juna dengan senyum menawannya. 'Sial! Gantengnya gak bisa ditolak!' teriak Dea dalam hati. Ia kemudian menerima sambutan itu, terlebih banyak yang menonton, tak mungkin ia misuh-misuh padanya. Tak hanya itu, Juna meminta tas Dea dan membawakannya, padahal isinya hanya HP, dompet, dan tempat make up yang ukurannya kecil karena tak banyak ya
Salah satu tante yang terlihat duduk di samping Pevita itu terlihat sangat percaya diri. "4 bulan Tante," jawab Dea ekspresi yang sopan. Ia agak ragu, tapi sepertinya memang kata-kata orang itu menjurus ke memojokkannya. "Kayaknya baru aja ada berita kalian nikah deh," lanjut yang lain. Dea terbengong, ia ingin positif thinking tetapi orang-orang itu terus memancingnya. Namun tiba-tiba, Juna membalasnya dengan lantang. "Ooooh! Berarti Tante tidak membaca berita lengkap. Atau kalau males bacaa, tuh nonton aja di YouTube beritanya, ada kok," balas Juna tanpa rasa bersalah. Hal itu membuat para tante yang tadi julid akhirnya merasa agak takut untuk menjawab. Ia memang terlatih untuk tidak mudah diremehkan dari pendidikan ibunya, ia dilatih untuk menjadi pribadi yang kuat. Namun, espektasi Juna salah. Didikan itu ternyata salah bagi yang mendidiknya. "Juna!!! Apaan sih kamu?! Di sini malah bikin suasana enggak enak banget, gak usah bikin gara-gara deh," bentak Pevita.
"Amazing!" ujar Juna. "Hah?!" Kini giliran Dea yang terkejut, "Kamu gak marah?" "Kenapa harus marah? Bagus, aku juga suka balapan kok waktu masih seusiamu," jawab Juna. Melihat ekspresi Dea yang kaget, Juna pun mengerti ternyata Dea mungkin mengira bahwa ia kaget karena tidak suka dengan cewek yang suka balapan. Jadi sepertinya Juna harus menjelaskan agar tidak ada kesalahpahaman di antara mereka. "Aku udah lama temenan sama Papi kamu, di beberapa kesempatan Papi kamu juga mengeluh karena kamu suka balapan. Apalagi kamu perempuan kalau dari sudut pandang aku sih, aku nggak sekolot Papi kamu ya. Memang gak bagus kalau balapan, tapi... kalo kamu suka dengan kebiasaan kamu itu, aku mewajarkan aja. Aku nggak papa kalau kamu tetep mau balapan," ujar Juna.Dea tampak masih belum percaya, mungkin ia mengira orang seusianya akan mempermasalahkan hobinya itu."Aku dulu juga bagian dari orang-orang yang suka balapan. Jadi aku paham di posisi itu, orang lain nganggep kita berandal,
Mira keluar dari kantor saat tiba-tiba mobil mewah yang sangat ia kenali, berhenti di depannya, membuatnya dan orang di sekitarnya kaget. Lalu, kaca mobil dibuka dan memperlihatkan Yuda--sopir Aron yang tersenyum padanya. "Silahkan naik, Nyonya." "Lah Evi (opir Mira) kemana?" tanya Mira. "Sudah pulang, Tuan yang nyuruh." Mira kemudian mendekat dan melihat ada Aron yang duduk di kursi penumpang dengan ekspresi datar. Hal itu membuatnya bingung, tapi ia juga tak bisa menolaknya. Dibukanya pintu samping sopir dan ia duduk di sana, mengabaikan tatapan Aron yang jelas tak suka ia duduk di samping Yuda. "Nyonya... itu..." "Sssstttt, jalan!" perintah Mira. Yuda melirik Aron dari kaca tenah dan melihat sang majikan mengangguk parah. Sepertinya mereka sedang ada masalah, yang membuat Nyonyanya tak mau duduk bersama sang Tuan. Padahal biasanya mereka sangat menempel, tapi sebagai sopir Ia hanya bisa fokus menyetir dengan kondisi tertekan. Bagaimana tidak tertekan? B
"Kita harus kerja sekarang kan?" Aron mengeryit, "Di situasi ini?" Ia sungguh kaget, pembicaraan ini amat penting, dan sekarang Mira masih memikirkan kerja? "Aku akan teat dan akan dapat masalah," ujar Mira panik. Alih-alih menunggu suaminya bicara, ia segera masuk ke kamar mereka dan mengambil batang-barang yang harus ia bawa ke kantor. Aron kebingungan, tapi Mira terlanjur heboh sendiri dan minta dintarkan ke kantor pada sopirnya. Pada saat itulah, Aron merasa apa yang ia lakukan tidak mempan untuk Mira. Yah, Mira bukan perempuan bodoh, tapi ia hanya belum bisa menerima. Ia pun akan mencoba mengerti, jika seperti itu hasilnya. ••• Dea tadi malam memang sudah memberikan testimoni pada Mira tentang ayahnya Ia bukannya mau ikut campur, tapi ia ingin membantu ayahnya sedikit-sedikit. Makanya ia cukup banyak menceritakan tentang ayahnya pada Mira. Saat ini, Dea sudah agak senggang dan membuka ponselnya karena Baby Adam sudah tidur. Akan tetapi, ayahnya menelpon dan
"Jangan tinggalin aku!" gumam Aron dengan isak tangisnya. Mira tambah bingung, "Apa yang kamu maksud? Ninggalin apa?" tanyanya. Aaron kemudian melepas pelukannya pada Mira dan menatapnya. "Kamu nggak ninggalin aku kan?" Mira mengeryit bingung, "Maksud kamu? Lah aku kan cuma nginep di tempat Dea." "Kukira kamu gak bakal pulang karena masih marah sama aku. Aku takut kamu pulang lagi ke kampung," ujarnya dengan suara yang agak kekanakan. Jujur di sini Mira merasa bingung, apakah ini suaminya yang biasanya berwibawa, ia tampak seperti Kucing manja sekarang. Mira pun menghela nafas dan menggeleng. "Enggak kok, aku gak akan pergi sebelum nyelesein masalah kita." "Tapi kamu tetep pergi?" "Tergantung kamu," balas Mira sok cuek. Padahal ia hampir kelepasan ketawa gara-gara kondisi muka Aron terlihat seperti balita yang takut ibunya pergi. Saat Aron ingin membalas lagi, Oma menyarankan agar mereka duduk dulu. Lalu, mereka pun menurut dan berjalan menuju sofa. Mira dud
Mira merasa hatinya mulai mengeras, ia sulit percaya pada suaminya lagi. Ia takut, bahwa cintanya juga akan pudar. Ia mengirimkan pesan pada suaminya karena ingin menginap di Mansion milik Dea. Mira || Mas, ijin nginep di tempat Dea ya Aron || Kenapa? Aku mau ngobrol loh Sayang Mira || Besok aja, sekarang aku mau sama Baby Adam Menunggu cukup lama selama 5 menit, baru Aron membalas lagi. Aron || Ya udah gak papa, semoga mimpi indah Mira mendengus, "Manis banget kamu Mas," gumamnya kecewa. Ia masih kecewa dengan keadaan ini, di mana ia bahkan tidak bisa membayangkan kalau suaminya memang berselingkuh dengan Julia. Dea menatap Mira dengan prihatin, "Papi bilang apa?" "Dia mau ngobrol sama ku, tapi aku mau sama Baby Adam dulu." Dea pun mengangguk-angguk saja. Ia tak ingin membuat mood Mira turun. Ia yakin Mira dalam kondisi yang tidak membutuhkan nasihat, ia hanya butuh jeda jntuk bertemu Aron sebelum menghadapinya lagi. Menghadaoi orang yang membuat kita kecewa
Mira akan tetap berada di sendiri aja bahwa suaminya harus berusaha membuktikan bahwa ia tidak bersalah Ia merasakan trust issue dengan orang kaya seperti suaminya. Awalnya ia berharap bahwa ada titik terang, tapi ternyata Aaron juga berpotensi untuk menuju ke arah suami tidak setia. Lagian wajar sih, banyak cewek di luaran sana yang tertarim dengan Aron, tertarik untuk menikmati uang atau bahkan tubuhnya. Ia pernah diberitahu Dea, bahwa ayahnya pernah hampir diperkosa, ada juga yang terang-terangan meminta disetubuhi oleh suaminya secara gratis. Ia jadi merasa tambahsesak ketika mengingat fakta itu, ingin rasanya menangis. Ia tidak rela kalau harus membayangkan suaminya bercinta dengan perempuan lain, bayangkan kalau tangannya menyentuh entah bagian tubuh perempuan yang mana, atau perempuan mana saja yang ia sentuh. Ia tidak rela, dan terus merasa frustasi dengan itu. ••• Hari ini katanya Aron akan bertemu dengan Julia, sementara dirinya memilih pergi ke tempat Dea
Mira begadang semalaman, dan memikirkan apa yang dikatakan Dea. "Masuk akal...." gumamnya. Apakah mungkin aktivitas yang dilakukan Aron dan mantan istrinya itu, dilatarbelakangi dari kebutuhan batinnya yang tidak terpenuhi dari istrinya sendiri? Itu bisa sejalan sih, tapi Mira tidak yakin kalau Aron orang yang seperti itu. Jika memang Aron ternyata orang seperti itu, dan ia tidak tahu aslinya. Ia akan sangat hancur. Ia merasa bodoh, atau bisa jadi Aron terbiasa dengan itu dan tidak bisa sembuh. Suaminya bisa saja terbiasa melampiaskan kebutuhannya itu, pada para pelacur atau orang-orang random yang mau berhubungan badan dengannya, yang sama-sama terbiasa dengan aktivitas seperti itu. Ditambah lagi, Aron punya modal fisik yang sulit ditolak. Sangat langka untuk ukuran pria yang tampan tapi tidak doyan selingkuh, presentasenya sekitar 1 banding 10? Mira tidak tau. Biasanya perilaku playboy itu tidak bisa sembuh. Lalu, karena mereka sudah menikah, bisa saja seumur hid
Masalah antara Aron dan Mira tentu saja belum selesai, mereka masih saling diam tapi, Oppa kemudian bicara pada Aron. Mereka bicara di taman belakang, sambil ngopi dan menikmati sore yang tenang. Hari itu, Aron memang pulang lebih awal seperti biasa, ia tak tenang pergi ke kantor ketika istrinya marah padanya. Ia merasa dihantui rasa bersalah, dan merasa tak berguna. Ia merindukan Mira meski ia bisa melihatnya tiap hari, tapi tak bisa menyentuhnya, memeluknya dan menatapnya dati dekat. Mira selalu menjaga jarak, mengabaikannya dan mencoba mengurangi interaksi. Ini adalah siksaan terbesar untuknya. "Ini tidak boleh diteruskan, Aron," ujarnya. "Aku tau, hanya saja Mira tidak mau bicara padaku Yah," keluh Aron merasa frustasi sendiri. "Aku menerti, kamu kan bisa cari cara agar Mira bisa mendengarkan penjelasanmu. Bukan malah membiarkan dia menghindarimu seperti itu, perempuan memang punya ego sendiri, seperti kita parah laki-laki, sama. Tapi memang, mereka harus dibujuk deng
Malam harinya tiba, Aron menagih apa yang ditanyakan pada istrinya tadi siang. "Sayang, sekarang kamu udah mau cerita kan apa yang tadi aku tanyain ke kamu?" tanyanya. Mira yang baru naik ke ranjang dan bergabung di satu selimut yang sama dengan suaminya pun menghela napas. Ia seolah mempersiapkan semuanya untuk menjelaskan pada suaminya. Mempertimbangkan reaksinya atau akibat dari apa yang ingin ia sampaikan. "Gini..." Aron sebenarnya merasa gemas dengan istrinya yang seolah tarik ulur, tetapi ia paham bahwa ia juga butuh waktu untuk siap, jadi ia sabar menunggu. "Aku... liat waktu itu, kamu sama Maminya Dea ciuman di ruang tamu pas aku baru pulang dari rumah Dea." Deg! Wajah Aron langsung pias, seoolah baru saja ketahuan melakukan kesalahan yang ia sembunyikan, setidaknya itu yang Mira pikirkan. Ia sempat merasa khawatir kalau ternyata itu benar, akan tetapi Aron kemudian langsung berkata. "Maaf, itu salahku. Aku kira kamu gak tau?" tanya Mira langsung. Ia tak bisa men
"Maksudnya, Mami merasa nggak nyaman sama Mira dalam artian karena dia pasangan dari mantannya Mami. Eh... tapi aku paham kok kalau Mami ngerasain hal itu, karena itu kecemburuan yang wajar." Julia terlihat diam saja, seolah ingin menghindari percakapan dengan menatap ke luar jendela yang memperlihatkan taman samping Mansion. "Masalahnya kalau Mami takut aku lebih condong pada Mira, itu salah besar. Karena aku akan selalu menempatkan Mami di tempat utama, sementara Mira meskipun Ia sekarang ibu tiri aku, dia tetaplah sahabat aku. Setidaknya itu yang aku lihat, di mata aku dia adalah sahabatku. Jadi Nami nggak perlu khawatir tentang itu," ujar Dea meyakinkan. Julia masih diam, tapi kali ini terlihat mengangguk pelan. "Hem... coba deh Mami kenali Mira lebih jauh lagi. Dia asik kok orangnya," lanjut Dea meyakinkan sang ibu. Julia pun mengangguk saja tanpa mengatakan apa-apa. Dea pun mengerti, mungkin Julia sedang memikirkan atau mempertimbangkan apa yang ia sarankan. . Sem