Semoga suka
"Hasilnya?" tanya Aron. "Nol!" jawab Juna. Sudah dua hari setelah Juna pulang untuk membereskan kasus yang menimpa istrinya. Namun, hasil yang didapatkan, bukan hasil yang ia harapkan."Benar apa kata Anda, Pak. Ada orang lain yang bekerjasama dengan Melka," ungkap Juna. "Meski begitu Melka juga bersalah," balas Aron.Mereka berdua sedang ngopi di belakang rumah, merupakan taman juga. Mansion itu memang mengambil konsep nature, jadi dikelilingi oleh taman dan bangunan yang bergaya Jawa Tengah modern. Meski Aron orang luar, ia memiliki selera yang lokal banget.Mereka duduk di sofa yang ada di depan kolam, tempat biasa Dea nongkrong dengan teman-temannya. Itu memang spot terbaik di mansion tersebut. Bangunan luar terlihat sangat lokal dengan desain kayu yang sebenarnya kayu itu hanya melapisi bagian luar saja, bangunan asli tentu menggunakan material yang kokoh sebagaimana bangunan mewah lainnya.Akan tetapi, bagian dalam sangat modern dan simple. Tiap 5 tahun sekali Aron akan meren
"Besok kan arisan di keluargamu, aku mau coba rebut hati ibumu dengan makanan kesukaannya." Juna terkejut, "Apa harus? Kamu gak perlu pasar dan masak sendiri, Yang," balasnya. "Tapi aku perlu tau, biar tau harga sayuran trus gimana keadaan pasar. Ternyata kalo aku beli segini, murah juga ya dapet banyak!" "Iya Non, tapi beda kalo belinya di mall. Selain karena di mall lebih higienis, di sana mungkin bisa terpengaruh pajak dan biaya yang lainnya," balas Bi Asih. Fyi, Bi Asih lulusan Sarjana bidang Kehutanan, makanya ia juga memiliki tanaman Hidroponik di belakang kamar pembantu. Sebenarnya di Mansion memiliki 5 pembantu, ttapi yang merupakan kepalanya adalah Bi Asih sekaligus ibu asuh Dea sejak lahir. Ini juga merupakan alasan Aron mempekerjakannya. Dulu saat ibu Dea pergi setelah bercerai dari Aron, ia pun meminta Bi Asih--yang saat bekerja sebagai salah satu pembantu di Mansion--untuk merawat Dea. Tak hanya sekedar memberinya pekerjaan khusus, Aron bermaksud untuk menempat
"Ya gaklah Sayangku! Haha!" Juna malah tertawa menanggapi pertanyaan dari istri kecilnya itu. Ada saja ide Dea dalam membalas perkataannya. Kalau salah jawab, bisa mati dia. "Ada-ada aja kamu." Dea pun mendengus, "Lagian alesannya gak memuaskan." "Kan kamu gak ngasih jatah gimana mau puas?" Dea bengong mendengar itu, ingin protes tapi Juna sudah menarkirkan mobilnya di parkiran mansion keluarganya. Seolah menghindari pertengkaran dengan sang istri, ia pun segera keluar dari mobil dan membukakan pintu untuknya. Berlanjut ia menyambut tangan istrinya layaknya Princess yang turun dari kereta kuda. "Silahkan, My Queen," sambil Juna dengan senyum menawannya. 'Sial! Gantengnya gak bisa ditolak!' teriak Dea dalam hati. Ia kemudian menerima sambutan itu, terlebih banyak yang menonton, tak mungkin ia misuh-misuh padanya. Tak hanya itu, Juna meminta tas Dea dan membawakannya, padahal isinya hanya HP, dompet, dan tempat make up yang ukurannya kecil karena tak banyak ya
Salah satu tante yang terlihat duduk di samping Pevita itu terlihat sangat percaya diri. "4 bulan Tante," jawab Dea ekspresi yang sopan. Ia agak ragu, tapi sepertinya memang kata-kata orang itu menjurus ke memojokkannya. "Kayaknya baru aja ada berita kalian nikah deh," lanjut yang lain. Dea terbengong, ia ingin positif thinking tetapi orang-orang itu terus memancingnya. Namun tiba-tiba, Juna membalasnya dengan lantang. "Ooooh! Berarti Tante tidak membaca berita lengkap. Atau kalau males bacaa, tuh nonton aja di YouTube beritanya, ada kok," balas Juna tanpa rasa bersalah. Hal itu membuat para tante yang tadi julid akhirnya merasa agak takut untuk menjawab. Ia memang terlatih untuk tidak mudah diremehkan dari pendidikan ibunya, ia dilatih untuk menjadi pribadi yang kuat. Namun, espektasi Juna salah. Didikan itu ternyata salah bagi yang mendidiknya. "Juna!!! Apaan sih kamu?! Di sini malah bikin suasana enggak enak banget, gak usah bikin gara-gara deh," bentak Pevita.
"Amazing!" ujar Juna. "Hah?!" Kini giliran Dea yang terkejut, "Kamu gak marah?" "Kenapa harus marah? Bagus, aku juga suka balapan kok waktu masih seusiamu," jawab Juna. Melihat ekspresi Dea yang kaget, Juna pun mengerti ternyata Dea mungkin mengira bahwa ia kaget karena tidak suka dengan cewek yang suka balapan. Jadi sepertinya Juna harus menjelaskan agar tidak ada kesalahpahaman di antara mereka. "Aku udah lama temenan sama Papi kamu, di beberapa kesempatan Papi kamu juga mengeluh karena kamu suka balapan. Apalagi kamu perempuan kalau dari sudut pandang aku sih, aku nggak sekolot Papi kamu ya. Memang gak bagus kalau balapan, tapi... kalo kamu suka dengan kebiasaan kamu itu, aku mewajarkan aja. Aku nggak papa kalau kamu tetep mau balapan," ujar Juna.Dea tampak masih belum percaya, mungkin ia mengira orang seusianya akan mempermasalahkan hobinya itu."Aku dulu juga bagian dari orang-orang yang suka balapan. Jadi aku paham di posisi itu, orang lain nganggep kita berandal,
"Siapa?" tanya Juna. "Siapa lagi kalo bukan Mira?" Juna agak bingung dengan permusuhan Mira dan Dea, seperti ada sesuatu yang mencurigakan Maksudnya, alurnya tidak tepat. Saat ia mencoba menggali dari sisi Aron, Aron juga memilih bingkam. "Kenapa?" tanya Dea melihat ekspresi suaminya yang serius. "Gak ada. Aku cuma punya ide, gimana kalo kita bikin ayam bakar?" Dea mengeryit, "Emang kamu bisa?" "Bisa dong, mantan anak kost," ujar Juna pamer. Dea hanya tersenyum geli, kadang suaminya bertingkah seperti anak muda seusianya. Setidaknya Juna lebih bisa diajak kompromi daripada ayahnya. "Aku juga pingin merantau," gumam Dea. "Pingin kuliah di luar negeri," lanjutnta. Juna pun terkejut, ia tak tahu kalau Dra mulai banyak terbuka dengannya. Semoga asumsinya benar kalau Dea mulai nyaman dengannya. Ia baru dikasih wejangan oleh Dokter pribadi Dea, kalau ia harus bisa menjadi tempat curhat yang nyaman. Jangan sampai Dea merasa kesepian, ia harus terus merespon hal-hal
"Kita sama-sama capek, Sayang. Udah ya, gak usah merhatiin omongan orang, ini hidup kita, kita yang jalanin. Jadi skip dengerin kata-kata orang yang berpotensi bikin mood kamu rusak." Dea pun mengangguk. "Aku cuma iri, kadang pas liat Mira ngelayanin Papi, dia istri idaman banget." 'Mira lagi...' batin Juna. Ia jadi curiga, sebenarnya Mira itu musuh Dea atau sosok ibu baginya? Maksudnya, Dea terlalu memandang dia sebagai patokan. Kalau musuh, harusnya Dea tak perlu menjadikannya patokan dalam setiap hal. "Tipe orang beda-beda, termasuk aku. Aku gak mau istriku kecapean sendiri ngurus rumah. Kalaupun kita hidup sederhana dan gak ada pembantu, aku juga bakal bantuin kerjaan rumah. Tapi, apa Papi kamu pernah andingin kamu sama Mira?" "Gak sih," ujar Dea. "Nah kan, mungkin cuma pikiranmu aja. Dan apa kamu pernah liat Papi kamu nyuruh istrinya ini atau itu?" "Gak sih," gumam Dea sambil berpikir. "Pastilah, Pspi kamu juga orang yang terbuka. Mungkin itu karena Mira aja yang mau ngel
"De!" Panggil Olive saat mereka di Toilet untuk touch up, Dea malah melamun dengan wajah yang serius. "Kenapa, Liv?" "Enggak, lu kek ngelamunin sesuatu, ngelamunin apa?" tanyanya usai mengoleskan lipstik di bibirnya. "Gue cuma agak kurang nyaman pas liat Aji kek makin intens merhatiin gue." "Ya elah, banyak yang merhatiin lo, orang lu cantik banget," balas Echa santai. "Bener sih, tapi bukan itu. Gue juga ngerasa Aji suka ama lo, keliatan banget," sahut Olive. "Emang boleh suka ama orang bersuami?" ucap Echa dengan suara imutnya. Olive dan Dea hanya terkekeh, Echa ada-ada saja, ia selalu mencairkan suasana ketika dirasa tidak nyaman. "Intinya De, selama Aji cuma jadi secret admirer lo, mending biarin aja. Lo gak berkewajiban ngurusin perasaan orang. Lagian konsekuensi orang yang suka sama istri orang ya, harus siap untuk stuck jadi pengagum. Ya kan?" Untunglah kata-kata Olive itu bisa membuat Dea lebih nyaman dan tidak memikirkannya lagi. Pantas Aji begitu bai
"Mami!" teriak Dea pada sang ibu. Namun yang dipanggil, malah sedang asyik berenang dengan bikininya. "Apa sih Sayang?" tanya Julia dengan santai setelah menepi. Dea pun melihat ibunya dengan tatapan geram. Ia membawa Baby Adam dan langsung menyerahkannya pada sang pengasuh. "Mami apa-apaan sih?!" tanya Dea kesal. "Ke mana Papi sama Mama?!""Oh jadi kamu udah manggil dia Mama?" tanya Julia.Ia bukannya fokus pada apa yang dibahas Dea, malah fokus pada panggilan Dea pada Mira."Mereka lagi pergi," kata Julia santai.Ia duduk di pinggiran kolam sambil memainkan air di kakinya.Dea ingat betul kalau hobi sang ibu adalah berenang, dan kolam renang itu jarang dipakai sejak sang ibu pergi. Hanya Dea yang memakai, dengan mood yang sering tidak singkron."Mami tadi bilang, Mora di sini sama Mami.""Nggak... nggak... Mami cuma alasan doang buat godain kamu. Mami juga nggak ekspek kamu bakal ke sini beneran, Mama kira kamu cuma mengancam doang."Dea tidak mengerto jalan pikiran sang
"Sejak awal jiwanya sudah terluka, yang harusnya disembuhkan malah dibiarkan. Bahkan difasilitasi untuk berpikir buruk pada orang lain. Ia mendendam dan terus seperti itu, sampai akhirnya perasaan itu menumpuk dan menjadi sebuah penyakit jiwa."Dea dan Juna mendengarkan penjelasan dokter yang menangani Rani dengan seksama.Lalu, Dea merespon, berharap itu menjadi pendukung data tentang Rani untuk sang dokter."Hem... tapi Rani belum pernah ke dokter atau ke psikiater," ujarnya.Sang dokter tersennyum tipis, "Ya... orang-orang yang akhirnya menjadi gila awalnya karena deni dengan dirinya sendiri atas tekanan psikologos yang ia hadapi. Sejak awal mereka merasa sok kuat menghadapi masalahnya sendiri, padahal mereka tak sekuat itu. Merasa mampu untuk bertahan sendiri, tapi aslinya... mereka adalah manusia biasa yang perlu disembuhkan juga, perlu ditemani dan didengadkan. Mereka perlu sembuh dulu, sebelum menghadapi dunia ini yang keras ini," jelas sang dokter.Dea merenung, benar apa yang
"Aaaaaa!" Bug! Mira diangkat dan ditidurkan di atas kasur empuk di kamar mereka. Hal itu membuat Aron senang, istrinya akhirnya menatapnya dengan benar. Sejak tadi misuh dan melengos, ia jadi tidak bisa melihatnya. "Tolong berikan aku kesempatan untuk menebusnya, Sayang," rayu Aron dengan suara yang lembut.Mira pun menggeleng dan mencoba untuk lepas dari kungkungan suaminya."Ah ggak mau.""Kalau nggak mau, ya udah, aku mending mengunjungi Dede bayi aja," ujar Aron. Mira yang sudah tahu dengan istilah itu pun langsung terkejut dan mencoba untuk mendorongnya, bahkan menendang suaminya tapi, Mira lupa kalau suaminya jauh lebih besar daripada dirinya, dan ototnya juga jauh lebih kuat. Akhirnya, Aron benar-benar melancarkan aksinya untuk mengunjungi Dede Bayi dengan cara bersenggama.Namun hal itu, tentu saja tidak bertujuan untuk menyakiti Mira, itu pure untuk menghentikan penolakan Mira dan memperbaiki hubungan.Sehingga, pasca kejadian itu Mira jadi mau mendengarkannya dan Aron
"Aku gak bermaksud gitu Sayang." "Tapi kamu begitu... hiks." "Oke-oke, aku minta maaf. Maafin ya." Mira tetap fokus memasukkan barangnya ke dalam tas, ia tak mau lagi tinggal satu atap dengan Julia. Ia tidak ingin menahan diri terus, ia cemburu. "Sayang...." panggil Aron lagi. Mira tetap diam saja, sementara tangannya terus memasukkan barang-barangnya ke tasnya. "Sayang dengerin aku...." Mira tak menjawab, ia benar-benar kesal. Aron juga bingung, ia tak bisa menyalahkan istrinya, tapi situasinya berbeda dari biasanya. "Sayang, ayo bicara dulu," ajak Aron. Namun, Mira tetap diam tak bersuara, ia terus mengabaikan suaminya. Hingga akhirnya, Aron mendekat dan memeluknya tiba-tiba dari belakang. Mira kaget dan secara otomatis berhenti memasukkan barang ke tasnya. "Oh, Sayang, maafin aku ya." Mira mencoba melepaskan, tapi Aron terus saja memeluknya dan malah semakin erat. Hal itu membuat Mira sesak, "Lepaaaas, kegencet Dedenya!" protes Mira. "Hah?! Sakit?!
"Tuh kan...." bisik Dea pada Juna. "Apa?" tanya Juna. Mereka sedang makan malam bersama di Mansion Dea dan Juna. "Kamu sih nyuruh Papi buat jemput Mami, kan Mira jadi cemburu!" jawab Dea kesal. "Kulihat, Mora diem aja tuh," ujar Juna santai. "Ya iya diem, kamu tuh sama Papi emang sama aja ya, nggak peka banget! Dia jelas diamlah, orang dia karakternya begitu, diem. Lihat deh, dia kayak nggak nafsu makan gitu." "Bukannya ibu hamil emang sering gak nafsu makan gitu?" "No, dia nggak mungkin mau jujur kalau nggak ditanya." "Ya kenapa nggak jujur? Ribet amat," ujar Juna. Dea pun mulai kesal dengan suaminya, tapi kemudian Juna berkata sebelum emosi istrinya meledak. "Ya udah ita, aku minta maaf. Nggak lagi-lagi kayak gitu deh." Dea diam saja berusaha mengendalikan emsoinya. Ukuran meja memang besar, jadi jaraknya agak jauh sehingga jika bisik-bisik, mereka tidak dengar. "Tapi... Mami kamu kok kayak masih suka sama Papi kamu?" "Ya emang iya, makanya aku ngomelin ka
"Tapi itu berbahaya, Sayang," ujar Dea memperingatkan saminya. Ia khawatit suaminya kenapa-napa. "Iya, tapi penjahat tetaplah penjahat, Sayang. Mereka harus dihukum sebagaimana harusnya! Jika ada yang melawan, aku nggak segan-segan mengeluarkan kekuatanku yang sebenarnya." "Hem... kamu yakin?" Juna mengangguk, "Ya, Sayang. Percayalah sama aku." Dea pun menyetujuinya. Meskipun ia memiliki kekhawatiran, itu wajar tapi, sungguh ia mempercayai suaminya. Ia percaya kalau Juna bisa mengatasi semuanya. ••• Keesokan harinya, tiba-tiba saja ada seorang pembantu yang berteriak. "Aaaaaaaa!" Hal itu membuat kepala pembantu terkejut dan langsung bertanya. "Ada apa sih teriak-teriak?!" tanyanya menggeram. Hampir mengomel, tetapi ia langsung melihat ke arah objek yang membuat pembantu itu berteriak. "Apa-apaan ini?" gumamnya. Pembantu bernama Dila itu menerima paket dan langsung ia ambil dan ia taruh di dapur. Ia kira, itu paket pesanannya karena ia berbelanja online. Di
"Rani ketahuan akan bunuh diri, tapi segera digagalkan oleh Tim.""Lalu di mana suami Mamiku?""Pergi. Kami menemukan celah ketika ia pergi, dan kami kemudian menemukan Rani yang ingin bunuh diri di sebuah kamar di rumah yang ada di pedesaan." "Hah?! Bagaimana bisa kejadiannya seperti itu? Padahal, Rani adalah sosok yang sangat kuat selama ini. Dia bahkan selalu menentang orang-orang yang bunuh diri, karena kakaknya pernah mengalami hal itu. Dan sudah meninggal," ujar Dea tak menyangka. Sosok yang selalu menjadi penguatnya ternyata punya masalah jauh lebih banyak."Ya seperti yang dia ceritakan ke kamu, kakaknya benar-benar meninggal karena bunuh diri. Lalu Rani, dia menganggap bahwa aku adalah sumber masalah dari kakaknya, sehingga kakaknya mengakhiri hidupnya. Dia menganggap juga, kalau akulah yang membuat hidup keluarganya hancur!""Bisa-bisanya," gumam Dea tak habis pikir."Rani sangat menyayangi kakaknya, sampai ketika kehilangannya, ia menjadi depresi dan mengalami gangguan me
"Aku udah berhasil ngamankan Mami kamu. Tapi sayangnya, Rani sepertinya dibawa kabur atau disembunyikan oleh ayah tiri kamu." "Serius, terus gimana?!" tanya Dea kaget. "Aku masih mencari, dan sayangnya karena mereka di luar negeri agak susah, tapi tenang aja... aku punya banyak koneksi di sana. Jadi masih bisa diatur, tinggal nunggu hasilnya." "Aku harap dia secepatnya ditangkap," ujar Dea. Ia sama sekali tidak merasa kasihan, ia sudah menumpuk amarah pada temannya itu. Sudahlah hampir membunuhnya dan anaknya, Rani juga menghancurkan rumah tangga ibunya. Setelah pembicaraannya dengan Juna selesai, Dea pun makan sesuatu bersama Mira dan Angel. Kemudian Angel pun pulang, karena sudah dicari ibunya. Untung saja Dea juga sangat akrab dengan orang tua Angel, sehingga kedua orang tua Angel mengizinkan anaknya untuk menghibur temannya itu. Kejadian-kejadian itu kemudian diupload ke media sosial Da, agar orang-orang tidak menyalahkan ia dan Juna terus, terhadap kejadian anak
"Tentu saja itu sangat mengejutkan dan menjijikan sekaligus," ujar Dea. "Jadi apa yang harus aku lakukan? Rani dilindungi olehnya kan?" "Betul Mami diancam oleh suami Mami, hiks...""Diancem apa Mami?""Diancem, kalau lapor sama kamu mungkin dia akan melakukan hal yang buruk ke Mami!""Oh my God! Mami! Lebih baik Mami pulang ke Indonesia, Mami bisa tinggal sama aku. Juna akan ngelindungin kita!""Tapi...""Dea nggak mau Mami harus mengalami semua ini, dan bertahan sama pria brengsek yang sakit jiwa itu!""Bukan gitu Sayang, tapi Mami ....""Apa yang kamu bicarakan dengan anakmu?" tanya sebuah suara.Itu suara pria dan..."Ah!"Julia teriakan kencang, suaranya berasal dari seberang sana. Hal itu membuat Dea langsung terkejut, itu jelas suara suami Julia dan Julia berteriak karena sebuah tindakan yang sayangnya tidak Dea ketahui."Mami!!!" panggil Dea panik.Akan tetapi, tidak ada jawaban. Ia berkali-kali memanggilnya, dan sambungannya pun terputus."Apa yang harus aku lakukan sekaran