Apa sih yang disembunyikan dari Dea?
'Masa sih Papi jijik sama Mira?'Dea pun mengamati tap gerak-gerik Mira, mereka hidup baai orang asing. Dea selalu mengabaikan Mira, sementara itu Mira terus terlihat canggung.Ia mungkin merasakan tatapan menyelidik dari Dea."Mau bubur ayam?" tanya Mira. "Aku mau beli di depan RS.""Enggak, terima kasih," jawab Dea."Aku beliin dumplingnya aja ya," lanjut Mira."Enggak usah, lu beli buat lu aja.""Oke, mau titip sesuatu?" Dea berpikir sejenak, Bi Asih biasanya datang jam 8, ini baru jam 7, jadi ia sepertinya bisa minta bantuan Mira."Beliin Topokki," pintahnya."Emang boleh makan Topokki?" tanya Mira."Boleh, beliin aja sih....""Oh, oke."Mira pun pergi keluar membawa tas kecilnya, lalu ia diam-diam memerintahkan orang untuk menyelidiki Mira. Tentu saja, Mira terlihat mencurigakan. Selain tentang perselingkuhannya dan Reza, dia tampak memiliki rahasia lain.Sampai siang harinya, orang yang ia perintah menelponnya dan memberikan informasi terkait Mira. Laporan itu mengatakan kala
Aron sedang menyuapi putrinya, tapi Dea terlihat murung. "Ada apa kok murung, Sayangku?" "Kapan aku pulang?" tanya Dea. "Kamu pingin pulang?" tanyanya. "Ya iyalah," jawab Dea cepat. Aron pun terkekeh mendengarnya, "Oke, siap. Nanti Papi bilang ke Perawat ya." "Iya, Pi. Makasih ya." "Iya, Sayangku." Tak lama, Mira terlihat datang membawa totebag besar, entah apa isinya. Dea jadi penasaran, apa itu wadah yang ia gunakan untuk bagi-bagi kue? "Papi pasti seneng kan, punya istri dermawan?" Aron mengeryit tak paham. Ia sedang merapihkan alat makan Dea, tapi tiba-tiba ditanyai begitu. Mira juga terlihat binging, ia duduk di sofa dengan posisi agak tegang. Jadi Dea berasumsi kalau Mira mungkin takut ia mengungkapkan kebusukannya. "Maksudnya?" tanya Aron mendekati putrinya. "Itu kotak di totebag gede bekas kue yang dibagiin kan?" tanya Dea menunjuk totebag yang dibawa Mira. Mira dan Aron saling pandang seolah berkomunikasi lewat mata. "Bukan, itu tuh karena hobi
"Jawab, bangsat!" bentak Juna. Bentakannya membuat semua yang ada di ruang introgasi itu berjingkat kaget. Juna seperti akan membalikkan meja jika ia tidak berusaha menahan diri. Ia sangat membenci perilaku orang yang ada di depannya, orang itu hampir mencelakai istrinya atas perintah orang lain.Sayangnya, orang itu belum mau membuka mulut, siapa dalang di balik semua itu.Andai tidak ada Aron siang tadi, Juna pasti sudah menghabisi pria yang sudah babak belur itu. Pelaku hampir saja mati kalau tidak langsung dibawa ke UGD.Maka Sore harinya, sekitar 2 jam setelah pria itu sadarkan diri, ia dibawa ke kantor polisi dalam keadaan masih menggunakan kursi roda. Setelah itu dimasukkan ke ruang isolasi.Sebenarnya bisa saja diintrogasi di rumah sakit, tetapi Juna memerintahkan polisi untuk bersikap tegas pada pelaku yang satu ini, atau kalau tidak ia akan membunuhnya.Setelah sampai di ruang introgasi, ia pun terus mencecar banyak pertanyaan pada pria itu. Sampai 2 jam berlalu, tapi pri
"Hah?!" kaget Dea. Bi Asih juga terlihat kagt sampai tersedak. "Uhuk uhuk!" Mira juga terlihat diam sejenak, sebelum ia memberikan minum pada Bi Asih yang kesulitan menelan makanannya. Sementara itu Dea terus memberikan tatapan membunuh seolah tiada hari esok untuk menatap Mira. "Maksudnya gimana?" tanya Dea. Mira terlihat senyum lagi, tapi kali ini terlihat lebih alami. "Ya kalo mau buka warteg gak di Mansion kan, harus keluar," jawabnya nyengir. Dea merasa kesal dengan jawaban itu, "Jawaban bego macam apa itu?" "Ahahaha, bisa aja Nyonya!" Bi Asih merespon sebagai candaan, itu membuat Dea agak ragu dengan analisisnya. Namun ketika ia melihat bagaimana ayahnya memanggil Mira di telepon, ayahnya jelas sangat menyayangi Mira. Ia harap tidak ada yang disembunyikan darinya. Pun ia sedang sibuk dengan masalahnya sendiri terkait keselamatannya dan sang bayi. Kalau dipikir-pikir, kenapa hidupnya penuh dengan misteri. Ada banyak yang tidak ia tahu tetapi ia terkena dampak dari ke
Tidak banyak yang tahu siapa Juna sebenarnya, di balik dirinya yang seorang pengusaha ia juga tidak kalah di dunia gelap. Ia punya backing yang bisa menyelamatkannya dari bahaya, ia akan melindungi istrinya sebisa mungkin. Pulang dari kantor Aron, Juna langsung ke kamar dan mendapati Dea sedang tidur dengan posisi miring membelakangi pintu. Ingin rasanya menerjangnya untuk memeluknya barang sejenak, tetapi ia tak punya banyak waktu. Namun tiba-tiba saat ia membuka pintu kamar mandi, tiba-tiba sepasang tangan memeluknya dari belakang. "Jangan pergi...." pintahnya. Juna langsung berbalik dan membalas pelukan istrinya, ia mengelus kepala istrinya yang tenggelam di dada berototnya. "Kenapa bangun, Sayang?" tanyanya lembut.Dea mendongak dan memperlihatkan wajahnya yang seperti sudah menangis lama sekali. "Aku gak bisa biarin kamu dalam masalah karena aku, kalo kamu mati gimana?" tanya Dea.Juna langsung tertawa kencang, kemudian melihat Dea yang cemberut karena kekhawatirannya ditert
No.Name || Hi, gimana kabarnya? Semoga Dede bayinya cepet mati! No.Name || Cie pasti lagi ketakutan, dikiranya iseng tapi kejadian. Ya gak sih? No.Name || Puas-puasin ya lo sekarang, sayangnya... ada orang yang bikin gue leluasa ganggu lo. Namun di balik semua itu, ada satu teror yang membuatnya bingung. Ada dua nomor tak dikenal yang membuat ancaman, tapi menurutnya keduanya adalah orang yang sama karena kalimatnya hampir sama. No.Name2 || Hello! No.Name2 || Gue sih cuma nonton sambil ketawa, lo rasain dah tuh dihantui oleh maut. No.Name2 || Btw, gue pingin liat sejauh mana lo bertahan Dea. No.Name2 || Gue gak akan biarin lo seneng dalam waktu yang lama. Lo harus merasa terancam dan hidup dalam bayang-bayang kesedihan. No.Name2 || Tapi sekarang, gue cuma bisa nonton dulu sih.... Dea tidak menjawab dua pesan itu, ia mendapat informasi dari ayahnya kalau Juna akan beraksi melakukan pencegahan pada pelaku kejahatan yang sudah ia ketahui berpusat pada Melka. Namun Aron menje
"Bukan aku, Ar!" teriak Melka. Ia diculik oleh Juna untuk memancing orang-orang di baliknya. "Udah ketahuan masih aja gak mau ngaku, lu kira gue bego?" "Hiks!" isak tangisnya terdengar memilukan. Juna tidak memperdulikan isak tangis Melka. Ia sudah biasa dengan berbagai drama yang Melka buat. Lucunya, setiap drama itu menempatkan semua orang senagai penjahat dan Melka sendiri yang menjadi protagonis atau korban. Drama seperti ini adalah salah satu drama paling ringan yang Melka buat, karena drama lainnya sudah ia lakoni. Selamanya jika ia masih bersama Melka, ia akan selalu menjadi antagonis dalam hidup mereka. Harusnya perpisahan adalah jalan terbaik untuk mereka daripada memaksakan persatuan, sementara Melka merasa tidak bahagia. Obsesi Melka yang terlalu dalam mencintai Juna justru melukainya dan membuatnya tertekan. Juna memang sabar, tapi ia punya batas. Ia tak perduli jika publik menghinanya, karena telah lama pacaran dan bertunangan dengan Melka tapi nikahnya d
Mobil hitam mewah terparkir di depan gerbang yang masih tertutup, setelah Juna melihat beberapa dari mulai keluar mobil, ia pun segera memerintahkan anak buahnya untuk membuka gerbangnya. Setelah gerbang dibuka, 10 mobil hitam dan mewah itu langsung masuk dengan tertib. Juna yang mengamatinya dari jendela lantai dua pun bisa merasakan kalau mereka sudah siap untuk duel atau melakukan tindak kekerasan lainnya. Meski tak pernah tau apa yang akan terjadi, ini bukan kali pertamanya ia berinteraksi dengan ayah dari mantan tunangannya itu. Kali ini ia yakin mereka bisa berdiskusi tanpa pertumpahan darah. Ia pun segera turun ke lantai dasar dengan perlahan untuk menemui mantan calon mertuanya bersama antek-anteknya. "Apakabar, Tuan Eagle!" sapanya santai. Orang yang dipanggil Eagle itu adalah ayah dari Melka, itu bukan nama asli tetapi nama organisasi berbahaya itu. "Basa-basi tidak akan menyelamatkanmu, Anak Muda. Sekarang, di mana anakku?" tanyanya. Pria bule dengan tubu
Mira keluar dari kantor saat tiba-tiba mobil mewah yang sangat ia kenali, berhenti di depannya, membuatnya dan orang di sekitarnya kaget. Lalu, kaca mobil dibuka dan memperlihatkan Yuda--sopir Aron yang tersenyum padanya. "Silahkan naik, Nyonya." "Lah Evi (opir Mira) kemana?" tanya Mira. "Sudah pulang, Tuan yang nyuruh." Mira kemudian mendekat dan melihat ada Aron yang duduk di kursi penumpang dengan ekspresi datar. Hal itu membuatnya bingung, tapi ia juga tak bisa menolaknya. Dibukanya pintu samping sopir dan ia duduk di sana, mengabaikan tatapan Aron yang jelas tak suka ia duduk di samping Yuda. "Nyonya... itu..." "Sssstttt, jalan!" perintah Mira. Yuda melirik Aron dari kaca tenah dan melihat sang majikan mengangguk parah. Sepertinya mereka sedang ada masalah, yang membuat Nyonyanya tak mau duduk bersama sang Tuan. Padahal biasanya mereka sangat menempel, tapi sebagai sopir Ia hanya bisa fokus menyetir dengan kondisi tertekan. Bagaimana tidak tertekan? B
"Kita harus kerja sekarang kan?" Aron mengeryit, "Di situasi ini?" Ia sungguh kaget, pembicaraan ini amat penting, dan sekarang Mira masih memikirkan kerja? "Aku akan teat dan akan dapat masalah," ujar Mira panik. Alih-alih menunggu suaminya bicara, ia segera masuk ke kamar mereka dan mengambil batang-barang yang harus ia bawa ke kantor. Aron kebingungan, tapi Mira terlanjur heboh sendiri dan minta dintarkan ke kantor pada sopirnya. Pada saat itulah, Aron merasa apa yang ia lakukan tidak mempan untuk Mira. Yah, Mira bukan perempuan bodoh, tapi ia hanya belum bisa menerima. Ia pun akan mencoba mengerti, jika seperti itu hasilnya. ••• Dea tadi malam memang sudah memberikan testimoni pada Mira tentang ayahnya Ia bukannya mau ikut campur, tapi ia ingin membantu ayahnya sedikit-sedikit. Makanya ia cukup banyak menceritakan tentang ayahnya pada Mira. Saat ini, Dea sudah agak senggang dan membuka ponselnya karena Baby Adam sudah tidur. Akan tetapi, ayahnya menelpon dan
"Jangan tinggalin aku!" gumam Aron dengan isak tangisnya. Mira tambah bingung, "Apa yang kamu maksud? Ninggalin apa?" tanyanya. Aaron kemudian melepas pelukannya pada Mira dan menatapnya. "Kamu nggak ninggalin aku kan?" Mira mengeryit bingung, "Maksud kamu? Lah aku kan cuma nginep di tempat Dea." "Kukira kamu gak bakal pulang karena masih marah sama aku. Aku takut kamu pulang lagi ke kampung," ujarnya dengan suara yang agak kekanakan. Jujur di sini Mira merasa bingung, apakah ini suaminya yang biasanya berwibawa, ia tampak seperti Kucing manja sekarang. Mira pun menghela nafas dan menggeleng. "Enggak kok, aku gak akan pergi sebelum nyelesein masalah kita." "Tapi kamu tetep pergi?" "Tergantung kamu," balas Mira sok cuek. Padahal ia hampir kelepasan ketawa gara-gara kondisi muka Aron terlihat seperti balita yang takut ibunya pergi. Saat Aron ingin membalas lagi, Oma menyarankan agar mereka duduk dulu. Lalu, mereka pun menurut dan berjalan menuju sofa. Mira dud
Mira merasa hatinya mulai mengeras, ia sulit percaya pada suaminya lagi. Ia takut, bahwa cintanya juga akan pudar. Ia mengirimkan pesan pada suaminya karena ingin menginap di Mansion milik Dea. Mira || Mas, ijin nginep di tempat Dea ya Aron || Kenapa? Aku mau ngobrol loh Sayang Mira || Besok aja, sekarang aku mau sama Baby Adam Menunggu cukup lama selama 5 menit, baru Aron membalas lagi. Aron || Ya udah gak papa, semoga mimpi indah Mira mendengus, "Manis banget kamu Mas," gumamnya kecewa. Ia masih kecewa dengan keadaan ini, di mana ia bahkan tidak bisa membayangkan kalau suaminya memang berselingkuh dengan Julia. Dea menatap Mira dengan prihatin, "Papi bilang apa?" "Dia mau ngobrol sama ku, tapi aku mau sama Baby Adam dulu." Dea pun mengangguk-angguk saja. Ia tak ingin membuat mood Mira turun. Ia yakin Mira dalam kondisi yang tidak membutuhkan nasihat, ia hanya butuh jeda jntuk bertemu Aron sebelum menghadapinya lagi. Menghadaoi orang yang membuat kita kecewa
Mira akan tetap berada di sendiri aja bahwa suaminya harus berusaha membuktikan bahwa ia tidak bersalah Ia merasakan trust issue dengan orang kaya seperti suaminya. Awalnya ia berharap bahwa ada titik terang, tapi ternyata Aaron juga berpotensi untuk menuju ke arah suami tidak setia. Lagian wajar sih, banyak cewek di luaran sana yang tertarim dengan Aron, tertarik untuk menikmati uang atau bahkan tubuhnya. Ia pernah diberitahu Dea, bahwa ayahnya pernah hampir diperkosa, ada juga yang terang-terangan meminta disetubuhi oleh suaminya secara gratis. Ia jadi merasa tambahsesak ketika mengingat fakta itu, ingin rasanya menangis. Ia tidak rela kalau harus membayangkan suaminya bercinta dengan perempuan lain, bayangkan kalau tangannya menyentuh entah bagian tubuh perempuan yang mana, atau perempuan mana saja yang ia sentuh. Ia tidak rela, dan terus merasa frustasi dengan itu. ••• Hari ini katanya Aron akan bertemu dengan Julia, sementara dirinya memilih pergi ke tempat Dea
Mira begadang semalaman, dan memikirkan apa yang dikatakan Dea. "Masuk akal...." gumamnya. Apakah mungkin aktivitas yang dilakukan Aron dan mantan istrinya itu, dilatarbelakangi dari kebutuhan batinnya yang tidak terpenuhi dari istrinya sendiri? Itu bisa sejalan sih, tapi Mira tidak yakin kalau Aron orang yang seperti itu. Jika memang Aron ternyata orang seperti itu, dan ia tidak tahu aslinya. Ia akan sangat hancur. Ia merasa bodoh, atau bisa jadi Aron terbiasa dengan itu dan tidak bisa sembuh. Suaminya bisa saja terbiasa melampiaskan kebutuhannya itu, pada para pelacur atau orang-orang random yang mau berhubungan badan dengannya, yang sama-sama terbiasa dengan aktivitas seperti itu. Ditambah lagi, Aron punya modal fisik yang sulit ditolak. Sangat langka untuk ukuran pria yang tampan tapi tidak doyan selingkuh, presentasenya sekitar 1 banding 10? Mira tidak tau. Biasanya perilaku playboy itu tidak bisa sembuh. Lalu, karena mereka sudah menikah, bisa saja seumur hid
Masalah antara Aron dan Mira tentu saja belum selesai, mereka masih saling diam tapi, Oppa kemudian bicara pada Aron. Mereka bicara di taman belakang, sambil ngopi dan menikmati sore yang tenang. Hari itu, Aron memang pulang lebih awal seperti biasa, ia tak tenang pergi ke kantor ketika istrinya marah padanya. Ia merasa dihantui rasa bersalah, dan merasa tak berguna. Ia merindukan Mira meski ia bisa melihatnya tiap hari, tapi tak bisa menyentuhnya, memeluknya dan menatapnya dati dekat. Mira selalu menjaga jarak, mengabaikannya dan mencoba mengurangi interaksi. Ini adalah siksaan terbesar untuknya. "Ini tidak boleh diteruskan, Aron," ujarnya. "Aku tau, hanya saja Mira tidak mau bicara padaku Yah," keluh Aron merasa frustasi sendiri. "Aku menerti, kamu kan bisa cari cara agar Mira bisa mendengarkan penjelasanmu. Bukan malah membiarkan dia menghindarimu seperti itu, perempuan memang punya ego sendiri, seperti kita parah laki-laki, sama. Tapi memang, mereka harus dibujuk deng
Malam harinya tiba, Aron menagih apa yang ditanyakan pada istrinya tadi siang. "Sayang, sekarang kamu udah mau cerita kan apa yang tadi aku tanyain ke kamu?" tanyanya. Mira yang baru naik ke ranjang dan bergabung di satu selimut yang sama dengan suaminya pun menghela napas. Ia seolah mempersiapkan semuanya untuk menjelaskan pada suaminya. Mempertimbangkan reaksinya atau akibat dari apa yang ingin ia sampaikan. "Gini..." Aron sebenarnya merasa gemas dengan istrinya yang seolah tarik ulur, tetapi ia paham bahwa ia juga butuh waktu untuk siap, jadi ia sabar menunggu. "Aku... liat waktu itu, kamu sama Maminya Dea ciuman di ruang tamu pas aku baru pulang dari rumah Dea." Deg! Wajah Aron langsung pias, seoolah baru saja ketahuan melakukan kesalahan yang ia sembunyikan, setidaknya itu yang Mira pikirkan. Ia sempat merasa khawatir kalau ternyata itu benar, akan tetapi Aron kemudian langsung berkata. "Maaf, itu salahku. Aku kira kamu gak tau?" tanya Mira langsung. Ia tak bisa men
"Maksudnya, Mami merasa nggak nyaman sama Mira dalam artian karena dia pasangan dari mantannya Mami. Eh... tapi aku paham kok kalau Mami ngerasain hal itu, karena itu kecemburuan yang wajar." Julia terlihat diam saja, seolah ingin menghindari percakapan dengan menatap ke luar jendela yang memperlihatkan taman samping Mansion. "Masalahnya kalau Mami takut aku lebih condong pada Mira, itu salah besar. Karena aku akan selalu menempatkan Mami di tempat utama, sementara Mira meskipun Ia sekarang ibu tiri aku, dia tetaplah sahabat aku. Setidaknya itu yang aku lihat, di mata aku dia adalah sahabatku. Jadi Nami nggak perlu khawatir tentang itu," ujar Dea meyakinkan. Julia masih diam, tapi kali ini terlihat mengangguk pelan. "Hem... coba deh Mami kenali Mira lebih jauh lagi. Dia asik kok orangnya," lanjut Dea meyakinkan sang ibu. Julia pun mengangguk saja tanpa mengatakan apa-apa. Dea pun mengerti, mungkin Julia sedang memikirkan atau mempertimbangkan apa yang ia sarankan. . Sem