Tuk tuk tuk
Suara ketukan dari kaca jendela mobilnya, telah menyita perhatian Esmeralda.Wanita itu mendadak hening. Ia menoleh ke sisi jendela mobilnya, dan melihat seorang lelaki tua yang beberapa kali mengetuk kaca jendela.Pandangan Esmeralda beralih ke depan, mencari sosok anak genderuwo yang baru saja ia lihat.Tapi ia tidak menemukan apa-apa di sana. Hanya jalan yang gelap, yang kanan dan kiri dipenuhi pohon-pohon.Tuk tuk tukEsmeralda kembali mendengar suara jendela kaca mobilnya diketuk oleh orang yang sama, yang membuat Esmeralda kembali menoleh menatap ke arah lelaki tua itu yang terlihat sedang berbicara sesuatu.Esmeralda membuka kaca jendela mobilnya. Kali ini ia bisa melihat lelaki tua itu dengan jelas. Ia menatap lelaki tua itu dengan raut wajahnya yang tampak pucat."Non, mobilnya mogok?" tanya lelaki tua itu hendak memastikan. Ia menatap wajah Esmeralda dengan bingung."Nggak, pak," sFranky termenung memandangi layar ponselnya yang telah menunjukkan pukul 20.15 WIB. Sudah lewat dari jam yang telah ia tentukan, tapi belum ada tanda-tanda kehadiran Esmeralda.Franky melenguh, menghembuskan nafasnya yang terasa berat. Ia pikir, wanita itu benar-benar sudah tidak ingin berhubungan lagi dengannya.Franky menatap ke jalanan yang tampak gelap dan sepi. Ia masih berharap bahwa wanita yang sedang ia tunggu-tunggu itu, muncul di hadapannya."Mungkin dia akan datang terlambat. Aku akan tunggu dia lebih lama lagi," gumamnya dengan lirih.Sambil menunggu, ia berselancar menggunakan ponsel miliknya. Ia melihat-lihat galeri foto, dan tak sengaja menemukan foto pernikahannya bersama dengan Nana.Deg. Tiba-tiba saja jantungnya seolah berhenti berdetak. Sudah sangat lama ia tidak memberikan kabar pada wanita itu."Ah! Mana mungkin dia masih berada di desa itu." Franky tersenyum kecut. "Dia pasti sudah kembali ke Kalimantan dan
"To-tolong bapak, n-nak!" Suara Pak Bane terdengar berat, yang membuat Esmeralda semakin panik.Wanita itu berusaha dengan keras melepaskan tangan Bu Aurora yang diduga kerasukan, dari leher bapak mertuanya itu. Tapi tangan yang terlihat kecil itu, memiliki kekuatan yang tidak lazim."Pak! Aku tidak bisa melepaskan tangan ibu dari leher bapak. Apa yang harus aku lakukan?" Esmeralda mulai merasa sedikit putus asa dengan apa yang terjadi. Terlebih lagi saat ia melihat wajah bapak mertuanya yang telah membiru.Saat Esmeralda mulai ingin menyerah, pandangannya menemukan sebuah kotak tisu yang terbuat dari kayu, yang berada di dashboard mobilnya. Ia meraih benda itu, dan memukulkan kepala ibu mertuanya secara beberapa kali, hingga menyebabkan wanita tua itu pingsan.Diliriknya bapak mertuanya yang sudah terlihat lemas.Esmeralda gegas kembali menyalakan mesin mobilnya. Ia tancap gas menuju ke rumah sakit terdekat, tempat di mana bapaknya diraw
Sentuhan tangan lembut menyentuh bahu Esmeralda yang segera menoleh. Ia melihat wanita tua yang akrab ia sapa dengan panggilan "Ibu", entah sejak kapan telah berdiri di belakangnya dengan raut wajah yang penuh dengan kesedihan. Seolah ia tidak mampu lagi untuk menyembunyikan perasaan sedih itu, hingga airmatanya mengalir keluar membasahi pipinya."Bapak di mana, Bu?" tanya Esmeralda dengan penasaran. Ia menatap wajah ibunya yang segera mengusap lembut bulir airmata yang kembali akan mengalir."Bapakmu sudah dipindahkan ke ruang jenazah, nak," jawab wanita tua itu dengan lirih.Esmeralda tak mengucapkan sepatah kata pun lagi dari bibirnya. Ia gegas pergi dari hadapan wanita tua itu, menuju ke ruang jenazah, ruangan di mana ia bisa melihat bapaknya untuk kali terakhir.Esmeralda termangu selama beberapa saat di depan pintu ruang jenazah.Meskipun awalnya ia sempat ragu, pada akhirnya ia memutuskan untuk membuka pintu, dan masuk ke dalamnya.
"kkhh...." Esmeralda mencoba melepaskan tangan itu yang terlalu kuat mencengkramnya, hingga membuat ia tidak bisa bernafas.Beberapa suster yang melihat hal itu pun berupaya untuk membantu Esmeralda. Tapi tangan ibu mertuanya sangat kuat. Sehingga salah seorang suster di rumah sakit itu berinisiatif untuk memberikan obat penenang lewat suntikan, yang membuat cengkraman Bu Aurora melemah.Wanita tua itu pun kembali tertidur di atas ranjang rumah sakit."Bu, sepertinya pasien ini kerasukan. Dia harus ditangani dengan orang yang tepat," ujar salah seorang perawat yang baru saja menyelesaikan masalah yang serius.Esmeralda terdiam selama beberapa saat, menatap wajah ibu mertuanya yang telah tertidur dengan lelap, seperti sebelumnya tidak pernah terjadi apa-apa.Para suster yang berada di ruangan itu pun bergegas mengobati luka yang dialami ibu mertuanya. Beberapa perawat lain mengikat tubuh Bu Aurora dengan menggunakan kain. Mereka takut, wanita tua itu akan kembali berulah saat mengamuk.
Srasshhh!Suara shower air yang menyala, mengalirkan air hangat ke tubuh wanita yang telah menampakkan banyak kerutan itu.Dia terlihat sangat menikmati setiap pancuran air yang mengenai tubuh telanjangnya, terlebih lagi setelah ia merasakan lelah karena seharian berkutat di rumah, mengerjakan pekerjaan rumah tangga.Saat wanita tua itu hendak meraih sabun dengan kedua mata yang tertutup, tangannya tanpa sengaja menyentuh sesuatu yang berbulu. Ia pikir bahwa itu adalah handuknya. Jadi ia mengabaikan hal itu, dan kembali mencari sabun yang ia letakkan di tempat sabun yang tetempel di dinding kamar mandi.Wanita tua itu pun membersihkan seluruh tubuhnya dengan menggunakan sabun, lalu membilasnya sampai bersih.Selesai mandi, ia mematikan shower yang terus memancur, lalu melangkah keluar dari tabung kaca tempat ia mandi.Bu Melisa termenung selama beberapa saat lamanya memandangi handuk yang tergantung di dekat bathtub, yang jaraknya cukup jauh dari tempat ia mandi.Ia berpikir dengan se
"Bu? Ibu kenapa?" Raut wajah Esmeralda mulai berubah menjadi panik, yang membuat Franky mengerutkan kedua alisnya.Tak ada jawaban dari wanita tua yang berada di seberang telpon itu."Halo? Bu? Apa yang terjadi?" tanyanya sekali lagi hendak memastikan.Tut Tut TutTiba-tiba saja panggilan terputus. Esmeralda mematung selama beberapa saat memandangi layar ponselnya."Ada apa?" tanya Franky yang mulai tampak penasaran. Ia memandangi wajah Esmeralda seolah ia tidak sabar menunggu jawaban dari wanita itu."Aku nggak tahu, mas. Tapi sepertinya ibu dalam bahaya," ucapnya dengan nada yang penuh dengan perasaan khawatir."Kita ke sana saja. Pastikan bahwa ibu kamu tidak kenapa-kenapa, dek," sahut Franky yang segera beranjak dari tempat duduknya, dan disusul oleh Esmeralda dengan langkah yang bergegas.Setelah berjalan beberapa menit, keduanya telah tiba di halaman rumah Esmeralda yang memang jaraknya tidak terlalu jauh dari taman.Esmeralda gegas membuka pintu rumahnya yang tidak terkunci. Pa
Franky berkeringat. Ia mulai kewalahan menahan tangan Bu Melisa."Dek, cepat lari dari sini!" Ucapan lelaki itu mulai terdengar berat.Esmeralda tidak bergerak sama sekali. Ia merintih menahan rasa sakit sambil memegangi perutnya."Aku nggak bisa bangun, mas. Perutku sakit banget," ucapnya dengan nada yang terdengar putus asa.Franky tidak menyahut. Ia sedang berjuang melawan Bu Melisa yang terlihat sangat ingin membunuh putrinya sendiri. Dengan segenap kekuatan yang telah dikumpulkan oleh Franky, lelaki itu pada akhirnya berhasil melumpuhkan Bu Melisa. Ia mengunci tangan wanita tua itu, hingga ia menjatuhkan pisaunya."Dek, kamu bisa bangun? Mas minta tolong ambilkan tali tambang itu," ucap lelaki itu sambil menunjuk menggunakan bibirnya, ke tempat di mana ia melihat seutas tali tergeletak di dekat dapur.Esmeralda tidak menyahut. Ia menatap ke arah yang telah ditunjuk oleh Franky. Dengan segenap kekuatannya yang tersisa, Esmeralda berusaha untuk bangkit, dan berjalan dengan langkah
"Jadi, saya harus bagaimana, pak?" tanya wanita itu dengan pancaran raut di wajahnya yang terlihat gelisah.Lelaki tua itu diam selama beberapa saat. Ia tampak berpikir sambil memegangi janggutnya yang sudah berwarna putih."Bawa saya menemui ibu mertuamu. Biar saya periksa ibu mertuamu secara langsung," ucapnya dengan penuh percaya diri.Esmeralda dan Franky saling menatap satu sama lain selama beberapa saat, seolah mereka memiliki pemikiran yang sama.Keduanya pun saling mengangguk, seperti mereka saling berbicara di dalam hati mereka."Baik, pak. Ikut kami," ucap Franky dengan nada bicara yang terdengar sangat lembut dan sopan. Ia memimpin jalan pada keduanya menuju ke mobil mereka yang terparkir tidak jauh dari rumah Pak Claude.Franky duduk di kursi kemudi, sementara Esmeralda duduk di kursi belakang, membiarkan Pak Tua itu duduk di sebelah Franky.Selama perjalanan menuju ke rumah Bu Aurora, tidak ada pembicaraan yang serius diantara mereka. Suasana senyap. Mereka seolah tenggel