"Bu? Ibu kenapa?" Raut wajah Esmeralda mulai berubah menjadi panik, yang membuat Franky mengerutkan kedua alisnya.Tak ada jawaban dari wanita tua yang berada di seberang telpon itu."Halo? Bu? Apa yang terjadi?" tanyanya sekali lagi hendak memastikan.Tut Tut TutTiba-tiba saja panggilan terputus. Esmeralda mematung selama beberapa saat memandangi layar ponselnya."Ada apa?" tanya Franky yang mulai tampak penasaran. Ia memandangi wajah Esmeralda seolah ia tidak sabar menunggu jawaban dari wanita itu."Aku nggak tahu, mas. Tapi sepertinya ibu dalam bahaya," ucapnya dengan nada yang penuh dengan perasaan khawatir."Kita ke sana saja. Pastikan bahwa ibu kamu tidak kenapa-kenapa, dek," sahut Franky yang segera beranjak dari tempat duduknya, dan disusul oleh Esmeralda dengan langkah yang bergegas.Setelah berjalan beberapa menit, keduanya telah tiba di halaman rumah Esmeralda yang memang jaraknya tidak terlalu jauh dari taman.Esmeralda gegas membuka pintu rumahnya yang tidak terkunci. Pa
Franky berkeringat. Ia mulai kewalahan menahan tangan Bu Melisa."Dek, cepat lari dari sini!" Ucapan lelaki itu mulai terdengar berat.Esmeralda tidak bergerak sama sekali. Ia merintih menahan rasa sakit sambil memegangi perutnya."Aku nggak bisa bangun, mas. Perutku sakit banget," ucapnya dengan nada yang terdengar putus asa.Franky tidak menyahut. Ia sedang berjuang melawan Bu Melisa yang terlihat sangat ingin membunuh putrinya sendiri. Dengan segenap kekuatan yang telah dikumpulkan oleh Franky, lelaki itu pada akhirnya berhasil melumpuhkan Bu Melisa. Ia mengunci tangan wanita tua itu, hingga ia menjatuhkan pisaunya."Dek, kamu bisa bangun? Mas minta tolong ambilkan tali tambang itu," ucap lelaki itu sambil menunjuk menggunakan bibirnya, ke tempat di mana ia melihat seutas tali tergeletak di dekat dapur.Esmeralda tidak menyahut. Ia menatap ke arah yang telah ditunjuk oleh Franky. Dengan segenap kekuatannya yang tersisa, Esmeralda berusaha untuk bangkit, dan berjalan dengan langkah
"Jadi, saya harus bagaimana, pak?" tanya wanita itu dengan pancaran raut di wajahnya yang terlihat gelisah.Lelaki tua itu diam selama beberapa saat. Ia tampak berpikir sambil memegangi janggutnya yang sudah berwarna putih."Bawa saya menemui ibu mertuamu. Biar saya periksa ibu mertuamu secara langsung," ucapnya dengan penuh percaya diri.Esmeralda dan Franky saling menatap satu sama lain selama beberapa saat, seolah mereka memiliki pemikiran yang sama.Keduanya pun saling mengangguk, seperti mereka saling berbicara di dalam hati mereka."Baik, pak. Ikut kami," ucap Franky dengan nada bicara yang terdengar sangat lembut dan sopan. Ia memimpin jalan pada keduanya menuju ke mobil mereka yang terparkir tidak jauh dari rumah Pak Claude.Franky duduk di kursi kemudi, sementara Esmeralda duduk di kursi belakang, membiarkan Pak Tua itu duduk di sebelah Franky.Selama perjalanan menuju ke rumah Bu Aurora, tidak ada pembicaraan yang serius diantara mereka. Suasana senyap. Mereka seolah tenggel
Esmeralda menggelengkan kepalanya sambil mengangkat sedikit bahunya, untuk memberitahukan pada Franky sebuah kode bahwa ia tidak tahu-menahu soal keberadaan bapak mertuanya.Di saat yang bersamaan, Pak Tua menghampiri ketiganya. Ia seolah mengetahui masalah yang sedang terjadi di antara mereka."Sepertinya suamimu dalam pengaruh jin jahat," ucap Pak Tua itu sambil meluruskan janggutnya yang berwarna putih.Ucapannya itu telah menyita perhatian dari ketiganya. Mereka menoleh, menatap lelaki tua itu yang tampak sedikit melengkungkan bibirnya, menunjukkan senyuman tipis di bibirnya yang tampak keriput dan pucat."Apa maksud bapak?" tanya Esmeralda hendak memastikan. Ia berjalan mendekat ke arah lelaki tua itu, yang balas menatap Esmeralda dengan tatapan yang serius."Kalian harus mencari orang pintar, untuk menemukan bapak mertuamu, sebelum semuanya terlambat," jawab lelaki tua itu memberikan peringatan dengan tegas."Apakah bapak tidak bisa membantu kami?" tanya Esmeralda lagi dengan ra
Seorang laki-laki tua bertubuh kerdil dengan sebelah mata yang rata tertutup dengan kulit, keluar untuk menemui dua orang yang telah mengetuk pintu rumahnya.Esmeralda mengusap-usap lembut perutnya sambil berucap dalam hati, "amit-amit jabang bayi," sebanyak tiga kali.Entah mitos dari mana, ia sudah terlanjur percaya bahwa jika melihat sesuatu yang aneh harus mengucapkan kata itu, agar jabang bayi dalam kandungannya tidak lahir seperti apa yang dia lihat."Siapa kalian?" Suara lelaki kerdil itu bergetar, yang membuat dua orang itu tersentak."Mbah, saya Franky, dan ini teman saya Esmeralda," ucapnya memperkenalkan diri dengan suara yang sangat lembut dan sopan. Ia khawatir membuat lelaki kerdil itu tersinggung.Ia mendapatkan informasi dari temannya bahwa lelaki kerdil yang ia ketahui bernama Pak Dirot itu memiliki perawakan yang pemarah. Jika lelaki kerdil itu marah, ia bisa mengucapkan sumpah serapah yang sudah pasti akan benar-benar terjadi. Karena Pak Dirot, selain bisa meramal,
"A-apa yang akan terjadi jika kita melanggar, mas?" tanya Esmeralda dengan gugup.Franky menggelengkan kepalanya dengan perlahan. "Teman mas nggak bilang, dek. Dia hanya memberitahu mas seperti itu."Deg. Jantung Esmeralda terasa seperti berhenti berdetak. Darahnya seolah berdesir lebih cepat."Mas, aku takut...." rengek Esmeralda yang membuat hati Franky semakin tidak tenang.Lelaki itu terdiam selama beberapa saat lamanya. Ia memejamkan kedua matanya. Ia menarik nafas dalam-dalam, dan menghembuskannya secara perlahan. Ia berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri terlebih dulu."Nggak apa-apa, dek. Kita pulang saja. Mudah-mudahan tidak ada yang terjadi," ucap Franky berusaha menenangkan Esmeralda setelah ia berhasil menenangkan dirinya sendiri.Esmeralda menganggukkan kepalanya dengan lemah. Ya, ia berharap tidak terjadi apa-apa.Franky mulai kembali menyalakan mesin mobilnya. Ia kembali mengendarai mobil yang sempat berhenti selama beberapa saat.Dalam perjalanan pulang, langit men
Sejak bapak mertuanya ditemukan dalam keadaan meninggal di sebuah pohon beringin keramat, Bu Aurora lebih sering menyendiri di dalam kamarnya. Ia bahkan menolak untuk makan dan minum. Ia juga menolak untuk mandi dan melakukan kegiatan keseharian lainnya.Hal itu membuat Esmeralda merasa khawatir. Ia selalu gagal membujuk ibu mertuanya. Ia bisa maklum dengan keadaan ibu mertuanya itu, karena ia kehilangan lagi orang yang sangat berharga dalam hidupnya. Apa yang dialami oleh ibu mertuanya, ia juga telah mengalaminya.Tok tok tokEsmeralda mengetuk pintu kamar Bu Aurora dengan nyaring. Ia membawakan sepiring nasi dan juga lauk pauk yang merupakan makanan kesukaan ibu mertuanya. Ia juga membawakan segelas jus jambu, yang tidak pernah ketinggalan menjadi teman makannya."Bu?" Esmeralda memanggil sambil meletakkan telinganya di pintu kamar. Sunyi dan sepi, seperti tidak ada tanda-tanda keberadaan seseorang di dalam sana.Tok tok tokSekali lagi Esmeralda mengetuk pintu kamar itu dengan nyar
"Aku akan memeriksanya!" Dokter Chou segera beranjak dari kursi kerjanya, dan disusul oleh Esmeralda yang terlihat cemas dengan keadaan ibunya.Setibanya di depan ruangan, tempat di mana Dokter Chou mengisolasi Bu Melisa, mereka telah mendengar suara teriakan histeris dari dalam ruangan yang membuat Esmeralda semakin merasa khawatir.Ia memandangi wajah Dokter Chou dengan tatapan yang penuh dengan arti."Apa yang terjadi?" tanya Dokter Chou pada perawat yang terlihat sangat ketakutan.Dokter Chou yang tidak mendapatkan jawaban dari perawatnya itu, segera meraih kunci dari saku jas berwarna putih yang ia kenakan. Ia pun dengan sigap membuka kunci pintu ruangan, tempat di mana Bu Melisa diisolasi.Pintu terbuka secara perlahan, tiba-tiba saja Bu Melisa yang terlihat sudah menunggu kedatangan mereka berlari ke arah Dokter sambil mengacungkan sebuah gunting yang entah ia temukan di mana.Beruntungnya Dokter Chou sigap menghindari serangan Bu Melisa. Tangannya yang cekatan menahan tangan B