Sentuhan tangan lembut yang secara tiba-tiba menyentuh bahu Esmeralda, membuat wanita itu tersentak. Ia menoleh, dan melihat suaminya telah berdiri di belakangnya.
Esmeralda buru-buru beranjak dari tempat duduknya. Sesekali ia kembali menatap ke arah pohon beringin. Tidak ada apapun di sana. Ia berpikir bahwa ia mulai berhalusinasi karena ia sering diteror sosok Genderuwo penunggu pohon besar itu.Esmeralda menarik nafasnya dengan berat. Pandangannya kembali ia arahkan pada Franky yang balas menatapnya dengan heran."Dek, kamu ngapain duduk di depan sini?" tanyanya mulai membuka suara."Nggak ada mas, aku cuma mencari udara segar. di dalam soalnya panas," sahut Esmeralda sekenanya."Jangan sering melamun di depan pintu, dek. Pamali." Suara Franky terdengar tegas memberikan peringatan pada istrinya yang hanya tersenyum tipis."Iya, mas." Esmeralda menganggukkan kepalanya dengan lemah."Bikinkan mas kopi, dek. Sebentar lagi Mas sama bapak mau pergi ke toko kelontong di pasar. Hari ini toko bapak mau dibuka lagi," ucap Franky sebelum ia beranjak dari hadapan istrinya.Esmeralda tidak menyahut. Meskipun ada banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan pada lelaki itu, ia berusaha untuk tetap menahannya.Esmeralda segera meninggalkan teras rumahnya. ia masuk ke dalam, dan berjalan menuju ke dapur untuk memenuhi pesan suaminya.Baru saja Esmeralda hendak mengambil gelas, perhatiannya segera tersita saat ia melihat pintu kamar terbuka.Bu Edith segera keluar dengan sorot mata yang tajam menatap wajah Esmeralda yang berusaha menghindari tatapan itu."Hei! Kamu mau buat anak saya kena diabetes ya?" Bu Edith berteriak keras pada Esmeralda yang tampak tersentak kaget.Entah sejak kapan wanita tua itu berdiri di sebelahnya, memperhatikan ia membuat kopi."Gulanya sedikit saja! Kamu bisa bikin kopi nggak, sih? Hal simple yang mudah dilakukan saja kamu nggak bisa lakukan!" cerocos wanita itu tanpa henti.Esmeralda menarik nafas panjang. Ia berusaha tetap bersikap tenang meskipun ibu mertuanya telah membuat ia merasa kesal.Saat Esmeralda hendak menuangkan air panas dari termos ke dalam gelas, Bu Edith memukul kepala wanita itu hingga air panas yang hendak ia tuangkan, tumpah dan mengenai tangannya."Aduh!" Esmeralda merintih. Ia memegangi tangannya yang terlihat merah. Kedua matanya tampak berkaca-kaca."Kamu ini bagaimana, sih? Kok bisanya tumpah air panas itu?" Wanita tua itu kembali berteriak seolah ia tidak puas mencaci menantunya.Mendengar keributan di dapur, Franky dan Pak Agus segera keluar dari kamar mereka masing-masing, untuk melihat situasi di sana."Ada apa, bu?" tanya Franky sambil berjalan mendekat ke arah wanita tua itu yang dalam sekejap merubah ekspresi wajahnya."Ah, Nak. Kamu lihat istri kamu ini! Dia tidak hati-hati menuangkan air panas. Hampir saja ibu tersiram," ucapnya mengeluh.Franky terdiam selama beberapa saat lamanya. Ia menatap wajah Esmeralda dengan kesal."Dek, lain kali hati-hati donk! Untung nggak kena ibu. Kalau kena ibu gimana? Kamu cuma diminta bikinin kopi saja kerjanya lama dan berantakan." Franky masih menatap wajah Esmeralda yang tertunduk, dengan sorot matanya yang tajam."Sudah, nak! Sudah! Ibu nggak apa-apa, kok! Kamu mau berangkat ke toko sama bapak, kan? Ayo pergi! Nanti keburu kesorean, kalian nggak bisa balik ke rumah," ucap wanita tua itu sambil menarik tangan putranya untuk menjauh dari dapur.Pak Agus termangu selama beberapa saat menatap Esmeralda, sebelum ia menyusul langkah istri dan juga anaknya yang telah berada di ruang tamu.Esmeralda terisak. Ia memegangi punggung tangannya yang terasa perih karena tersiram air panas. Wanita itu menatap tangannya yang tampak melepuh.***Esmeralda melangkah meninggalkan dapur. Ia membiarkan gelas yang telah berisi gula dan kopi di dekat wastafel. Langkahnya terseok menuju ke depan pintu, memperhatikan suaminya yang telah pergi bersama dengan bapak mertuanya. Raut wajah Esmeralda seketika berubah menjadi tegang, saat ibu mertuanya membalik tubuh. Tanpa bisa dihindari, keduanya saling beradu pandang selama beberapa saat, sebelum Esmeralda memilih untuk mengalihkan pandangannya. Ia buru-buru beranjak dari tempatnya berdiri menuju ke kamar. Baru saja ia hendak meraih gagang pintu, rambutnya ditarik oleh Bu Edith dari belakang. "Kamu mau ngapain? hah?" "Aduh, Bu! sakit!" Esmeralda merintih sambil berusaha melepaskan cengkraman ibu mertuanya. "Aku bisa kena stroke menghadapi menantu seperti kamu!" Wanita tua itu mulai melepaskan tangannya dari rambut Esmeralda yang hanya tertunduk. "Aku mau pergi dulu! Kamu bersihkan semua rumah ini, dan jangan sampai ada yang terlewat! Kalau sampai aku pulang, kamu belum selesai me
Wajah Franky tampak pucat. Ia tidak menyahut sambutan istrinya. Lelaki itu melengos masuk begitu saja, melewati istrinya yang tampak mematung selama beberapa saat. Esmeralda segera menutup pintu. Ia berjalan mengikuti langkah Franky menuju ke kamar mereka berdua. "Mas, kamu sendiri? Mana bapak?" Meskipun semula ia tampak ragu-ragu, pada akhirnya ia memutuskan untuk bertanya juga pada lelaki itu. "Mas?" Kedua alis Esmeralda mengerut. Ia menatap wajah suaminya dengan heran saat ia menyadari bahwa lelaki itu hanya diam saja, dan sama sekali tak menyahutnya. Franky berjalan menghampiri istrinya yang masih tampak terbengong menatap keanehan dirinya. Hanya dengan sekali sentuhan, handuk yang menutupi tubuh bugil Esmeralda, terlepas dan menampakkan setiap lekuk tubuhnya yang putih dan mulus. Lelaki itu masih diam dan tanpa ekspresi menatap tubuh istrinya yang polos. Ia menarik tangan Esmeralda dengan lembut, dan menuntunnya untuk berbaring di atas tempat tidur, sementara lelaki itu mula
"Mas...." Suara Esmeralda terdengar lirih. Ia menatap raut wajah suaminya dengan tidak percaya. "Kenapa, dek? Mas benar-benar capek. Boleh nggak, mas tidur sebentar?" Lelaki itu balas menatap wajah Esmeralda yang terlihat seperti linglung. "Mas, semalam mas ada pulang kan?" tanyanya hendak memastikan kembali. "Duh, dek. Berapa kali lagi sih, mas harus ngomong ke kamu, kalau mas nggak ada pulang? Kamu tahu sendiri kan? Kalau malam, nggak ada ojek yang mau masuk hutan? Lagian kamu kenapa sih?" Lelaki itu mulai terlihat sedikit kesal. Ia membalikkan tubuhnya dan mulai tak menghiraukan istrinya. Ia berusaha untuk memejamkan kedua matanya, untuk beristirahat melepaskan lelahnya. "Jadi semalam itu apa?" gumam Esmeralda dalam hati. Tatapannya tampak kosong. Ia mencoba untuk berpikir dengan jernih. "Apakah aku hanya bermimpi saja?" Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan cepat, seolah antara hati dan pikirannya tidak sejalan. "Tapi itu terlalu nyata untuk dikatakan mimpi." Esmeralda m
Esmeralda bergegas menutup pintu, saat ia melihat ibu mertuanya menoleh ke arah kamarnya. Ia bergegas naik ke atas ranjang, dan berpura-pura tertidur dengan pulas. Dan benar saja firasatnya. Sayup-sayup ia mendengar suara pintu kamarnya terbuka secara perlahan. Wanita tua itu berdiri di depan pintu, menatapnya dengan sorot mata yang tajam. Dalam kegelapan di dalam kamarnya, Esmeralda masih bisa mengintip apa yang dilakukan oleh ibu mertuanya. Wanita tua itu seolah mengawasi dirinya. Cukup lama ia berdiri di sana, yang membuat Esmeralda ketakutan. Blam! Suara pintu ditutup dengan cukup keras, yang membuat wanita itu tersentak. Suasana mendadak hening. Esmeralda mengintip untuk melihat situasi di dalam kamarnya. Wanita tua itu sudah tidak mengawasinya lagi. Hal itu membuat ia bisa bernafas dengan lega. "Apa yang dilakukan ibu ya? Kenapa dia kelihatan lebih menakutkan dari biasanya," gumamnya dengan lirih. ***Suasana makan siang, terlihat tegang dan kaku. Tak ada pembicaraan sel
Esmeralda diam selama beberapa saat. Ia menatap wajah suaminya yang balas menatapnya dengan sorot mata yang tajam. "Ya, ada sesuatu yang terjadi, mas," sahut wanita itu dengan lirih. Franky masih bungkam, menunggu istrinya melanjutkan ucapannya. "Benar seperti katamu. Aku terlalu banyak berhalusinasi. Bahkan aku berhalusinasi bahwa kamu pulang pada malam itu. Halusinasi itu terasa seperti nyata. Kamu tahu kenapa, mas?" Esmeralda menatap wajah suaminya dengan tatapan mata yang dalam, hingga Franky menjadi melemah. Lelaki itu tidak menyahut. Ia hanya menarik nafas panjang, dan membuangnya secara kasar. "Karena kamu terlalu sibuk memikirkan keluargamu. Tapi kamu sama sekali tidak mempedulikan bagaimana perasaanku, mas," lanjut Esmeralda setelah ia menyadari bahwa suaminya hanya diam saja, tidak memberikan respon. "Maafkan mas ya, dek? Mas stress dengan hidup mas yang seperti ini. Mas belum bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan mas yang sekarang. Selama ini, mas memiliki pekerjaan
Esmeralda beranjak dari tempat tidurnya. Ia berjalan mengendap menuju ke pintu kamar. Ia membukanya secara perlahan, dan mengintip dari sedikit celah. Wanita itu tampak tersentak. Ia melihat Bu Edith berjalan melewati kamarnya. "Wanita tua itu dari mana?" gumamnya dalam hati dengan penasaran. Sudah beberapa kali ia menemukan ibu mertuanya berkeliaran pada tengah malam. Esmeralda kembali menutup pintu kamarnya. Ia berjalan kembali menuju ke tempat tidur untuk kembali membaringkan tubuhnya. Sambil menatap langit-langit, ia terus berusaha untuk berpikir. Kedua matanya yang mulai terasa berat, membuat ia memutuskan untuk kembali tidur. Pikiran-pikiran yang telah mengganggunya, ia tepis untuk sementara waktu. Baru beberapa menit ia tertidur, ia telah dikejutkan suara yang cukup nyaring, yang berasal dari dapur. Klontang! Hal itu membuat Esmeralda kembali membuka kedua matanya. Seketika, kantuknya menjadi Hilang.Segera ia beranjak dari tempat tidur, dan keluar dari kamarnya untuk
"Nduk? Kamu mau ke mana?" tanya wanita itu saat ia telah berdiri di hadapan Esmeralda yang menatapnya dengan tajam. "Mau ke puskesmas, Bu," sahut Esmeralda dengan enggan. "Kamu nggak enak badan?" tanya wanita itu lagi, hendak memastikan. Esmeralda hanya menganggukkan kepalanya dengan perlahan. Tiba-tiba saja tangan Bu Valentine bergerak menyentuh perut Esmeralda. Ia meraba dengan perlahan. Sebuah senyum tercetak jelas di bibirnya. Hal itu telah membuat Esmeralda sedikit kebingungan melihat reaksi Bu Valentine. "Nduk, sepertinya kamu nggak sakit," ucap wanita itu dengan lirih, yang membuat Esmeralda mengerutkan kedua alisnya, menatap wajah Bu Valentine dengan tatapan heran. "Apa maksud ibu?" tanyanya dengan penasaran. "Kamu hamil, nduk!" sahut Bu Valentine yang membuat Esmeralda tak bisa berkata-kata. "Saya permisi dulu, Bu!" wanita itu cepat-cepat beranjak dari hadapan Bu Valentine yang masih menatapi kepergiannya. Sementara itu, Esmeralda duduk di ruang tunggu puskesmas samb
"Kamu positif hamil," sahut petugas itu dengan penuh antusias yang membuat Esmeralda membelalakkan kedua matanya. Ia hampir tidak percaya dengan pernyataan yang telah ia dengar. "Saya berikan buku pink ya? Nanti setiap kali control, bawa bukunya," sahut petugas itu sambil menulis data-data yang telah diberikan Esmeralda. "Segera lakukan pemeriksaan USG di dokter kandungan ya," ucap petugas itu lagi sambil memberikan buku KIA berwarna pink pada Esmeralda yang hendak beranjak untuk pulang. "Baik, Bu. terimakasih banyak ya?" sahutnya sebelum ia berlalu pergi meninggalkan ruangan pemeriksaan untuk menebus obat di apotek, yang telah diresepkan oleh petugas. Setelah cukup lama mengantre, Esmeralda telah mendapatkan obat dan vitamin. Ia pun segera pulang ke rumah. "Nduk?" Suara yang sudah cukup familiar itu terdengar memanggil. Suaranya dari arah belakang Esmeralda. Wanita itu pun menoleh, ia melihat Bu Valentine tersenyum dengan penuh arti sambil berjalan mendekat ke arahnya. Tangan