"Nduk? Kamu mau ke mana?" tanya wanita itu saat ia telah berdiri di hadapan Esmeralda yang menatapnya dengan tajam. "Mau ke puskesmas, Bu," sahut Esmeralda dengan enggan. "Kamu nggak enak badan?" tanya wanita itu lagi, hendak memastikan. Esmeralda hanya menganggukkan kepalanya dengan perlahan. Tiba-tiba saja tangan Bu Valentine bergerak menyentuh perut Esmeralda. Ia meraba dengan perlahan. Sebuah senyum tercetak jelas di bibirnya. Hal itu telah membuat Esmeralda sedikit kebingungan melihat reaksi Bu Valentine. "Nduk, sepertinya kamu nggak sakit," ucap wanita itu dengan lirih, yang membuat Esmeralda mengerutkan kedua alisnya, menatap wajah Bu Valentine dengan tatapan heran. "Apa maksud ibu?" tanyanya dengan penasaran. "Kamu hamil, nduk!" sahut Bu Valentine yang membuat Esmeralda tak bisa berkata-kata. "Saya permisi dulu, Bu!" wanita itu cepat-cepat beranjak dari hadapan Bu Valentine yang masih menatapi kepergiannya. Sementara itu, Esmeralda duduk di ruang tunggu puskesmas samb
"Kamu positif hamil," sahut petugas itu dengan penuh antusias yang membuat Esmeralda membelalakkan kedua matanya. Ia hampir tidak percaya dengan pernyataan yang telah ia dengar. "Saya berikan buku pink ya? Nanti setiap kali control, bawa bukunya," sahut petugas itu sambil menulis data-data yang telah diberikan Esmeralda. "Segera lakukan pemeriksaan USG di dokter kandungan ya," ucap petugas itu lagi sambil memberikan buku KIA berwarna pink pada Esmeralda yang hendak beranjak untuk pulang. "Baik, Bu. terimakasih banyak ya?" sahutnya sebelum ia berlalu pergi meninggalkan ruangan pemeriksaan untuk menebus obat di apotek, yang telah diresepkan oleh petugas. Setelah cukup lama mengantre, Esmeralda telah mendapatkan obat dan vitamin. Ia pun segera pulang ke rumah. "Nduk?" Suara yang sudah cukup familiar itu terdengar memanggil. Suaranya dari arah belakang Esmeralda. Wanita itu pun menoleh, ia melihat Bu Valentine tersenyum dengan penuh arti sambil berjalan mendekat ke arahnya. Tangan
Kedua mata Franky terbelalak dengan lebar. Mulutnya tampak menganga. Ia menatap wajah istrinya dengan perasaan yang tidak percaya. "Apa kamu bilang, dek? Kamu hamil?" tanyanya kembali hendak memastikan. Esmeralda mengangguk pelan, menjawab keraguan yang terpancar jelas pada wajah Franky. Ia menunjukkan hasil testpack yang diberikan oleh petugas puskesmas pada Franky. Dengan jemari yang gemetaran, lelaki itu menerimanya dengan rasa tidak percaya. "Kamu hamil, dek?" ulangnya lagi masih tidak percaya dengan apa yang telah ia dengar dari istrinya. "Iya, mas. Apa kamu tidak senang, mendengar berita kehamilanku?" Esmeralda menatap wajah suaminya dengan tatapan bingung. Franky hanya menggelengkan kepalanya pelan. Ia mengembalikan hasil testpack pada istrinya. Tanpa kata, lelaki itu beranjak dari hadapan Esmeralda. Ia meninggalkan kamar, menuju ke ruang makan. Di mana ibu dan bapaknya telah menunggu kedatangan putra bungsu mereka. "Mana istri kamu, Frank?" tanya Pak Agus sambil menat
Esmeralda menatap kedua bola mata suaminya dengan tatapan yang dalam. Ia masih menunggu suaminya untuk melanjutkan ucapannya. "Mas, sudah divonis dokter bahwa mas mandul, dek." Suara Franky bagaikan petir yang menyambar wanita itu di siang bolong. "Jadi, siapa yang telah menghamili kamu?" Kedua mata Franky tampak berkaca-kaca menatap wajah istrinya dengan tidak percaya. "Mas, aku tidak pernah mengkhianatimu," sahut Esmeralda dengan lirih. Jauh di dalam hatinya, ia berharap bahwa suaminya percaya dengan ucapan yang telah ia katakan pada lelaki itu. "Jadi maksudmu, mas berbohong? Atau kamu mau bilang bahwa dokter yang memvonis mas, berbohong?" Lelaki itu menatap wajah istrinya dengan sorot mata yang tajam. Esmeralda menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Mas, aku nggak pernah bermaksud seperti itu. Maksudku adalah, anak yang ku kandung saat ini adalah titipan dari Tuhan. Bahkan meskipun dokter telah memvonismu begitu, jika kehendak Tuhan, semuanya bisa saja terjadi," ucap Esmeralda
Suasana makan malam, terlihat kaku seperti biasanya. Di meja makan, hanya ada Bu Edith, Pak Agus dan juga Esmeralda yang menikmati makan malam sederhana, yang telah dimasak oleh Esmeralda. "Franky sudah bilang ke kamu belum?" Suara Pak Agus terdengar secara tiba-tiba yang telah memecahkan keheningan yang berlangsung cukup lama. Perhatian Esmeralda segera tersita. Ia menghentikan aktivitas makannya, dan menatap wajah bapak mertuanya dengan tatapan mata yang dalam. "Soal apa, Pak?" tanyanya dengan penasaran. "Franky bilang, dalam waktu dekat ini, dia mau merantau ke Kalimantan," sahut Pak Agus yang cukup mengejutkan Esmeralda. Kedua matanya yang bulat, tampak membelalak dengan lebar. "Ke Ka-Kalimantan?" "Kamu belum tahu? Franky belum memberitahu padamu?" tanya Pak Agus dengan perasaan yang tidak percaya. Kedua alisnya tampak mengerut. Esmeralda menggelengkan kepalanya dengan lemah. Ia menarik nafas panjang, dan menghembuskan kembali secara perlahan. Ia tidak menyangka bahwa suam
"B-Bu Valentine? Ibu ngapain tengah malam ada di sini?" tanya Esmeralda dengan gugup. Keringat dingin mengalir membasahi pelipisnya. "Kamu sendiri sedang apa di sini, nduk?" Wanita itu tersenyum tipis. Tatapannya penuh dengan arti menatap wajah Esmeralda yang terlihat sedikit salah tingkah. "A-anu, Bu. Aku...." Esmeralda menggerakkan kedua bola matanya dengan cepat ke kanan dan kiri. Mendadak ia hening, seolah tidak bisa menjawab pertanyaan dari Bu Valentine. "Sebaiknya bicara di rumah ibu saja," ucap Bu Valentine yang segera menarik tangan Esmeralda untuk menjauh dari rumah geribik yang sedang ia intai. Esmeralda duduk di kursi yang terbuat dari kayu yang berada di ruang tamu milik Bu Valentine. Sementara wanita itu baru saja kembali dari dapur sambil membawakan dua gelas teh hangat. Ia segera meletakkannya di atas meja, lalu duduk di sebelah Esmeralda. "Sebaiknya kamu jangan dekati rumah itu lagi," ucap Bu Valentine memberikan peringatan dengan lembut. Esmeralda tidak langsung
"Gugurkan kandunganmu, nduk!" ulang Bu Valentine dengan tegas. Esmeralda menggelengkan kepalanya dengan cepat. Ia segera berdiri sambil memegangi perutnya yang masih rata. Raut wajah Esmeralda tampak pucat menatap Bu Valentine yang balas menatapnya dengan sorot mata yang tajam. "Biar ibu saja yang membantu kamu untuk menggugurkan kandunganmu," ucap wanita itu yang semakin membuat Esmeralda ketakutan."Kemari! Ikut ibu!" Wanita itu meraih tangan Esmeralda. Ia mencengkeramnya dengan kuat, membawanya menuju ke sebuah kamar. Belum sempat masuk ke dalam kamar, Esmeralda berhasil meloloskan diri. Ia berusaha menghindari Bu Valentine. Esmeralda cepat-cepat meninggalkan rumah itu. Ia berlari dengan nafas yang memburu. Wanita itu tidak berani menoleh lagi ke belakang. Sedikit lagi. Ia hampir sampai ke rumahnya. Esmeralda bergegas menaiki anak tangga, kemudian ia berhasil meraih handle pintu. Ia berusaha untuk membuka pintu. Sepertinya pintu terkunci. Esmeralda panik. Ia menaik-turunkan
CeklekKriietttSuara derit pintu yang terbuka secara perlahan, telah membuat Pak Agus cepat-cepat menjauhi Esmeralda. Ia terlihat sedikit salah tingkah saat ia kembali ke meja makan. Bu Edith keluar dari kamar, berjalan menuju ke ruang keluarga sambil menatap Esmeralda dengan sorot mata yang tajam. Wanita tua itu duduk di sofa yang berhadapan dengan televisi. Suara berisik acara televisi yang beberapa kali ia ganti salurannya, telah memecahkan keheningan yang berlangsung cukup lama. Esmeralda bisa bernafas dengan lega. Ia bergegas pergi meninggalkan wastafel menuju ke kamarnya. Ia segera menutup pintu kamar, dan bersandar di balik pintu sambil meneteskan airmatanya. Ia menangis tanpa suara. ***Sesekali Esmeralda menatap Bu Edith yang sedang menikmati makan siangnya. Setelah berpikir cukup lama, ia memutuskan untuk memberitahukan tentang kehamilannya pada ibu dan bapak mertuanya. Esmeralda menarik nafas panjang. Kemudian menghembuskan kembali secara perlahan. "Bu, pak...." S