Kedua mata Franky terbelalak dengan lebar. Mulutnya tampak menganga. Ia menatap wajah istrinya dengan perasaan yang tidak percaya. "Apa kamu bilang, dek? Kamu hamil?" tanyanya kembali hendak memastikan. Esmeralda mengangguk pelan, menjawab keraguan yang terpancar jelas pada wajah Franky. Ia menunjukkan hasil testpack yang diberikan oleh petugas puskesmas pada Franky. Dengan jemari yang gemetaran, lelaki itu menerimanya dengan rasa tidak percaya. "Kamu hamil, dek?" ulangnya lagi masih tidak percaya dengan apa yang telah ia dengar dari istrinya. "Iya, mas. Apa kamu tidak senang, mendengar berita kehamilanku?" Esmeralda menatap wajah suaminya dengan tatapan bingung. Franky hanya menggelengkan kepalanya pelan. Ia mengembalikan hasil testpack pada istrinya. Tanpa kata, lelaki itu beranjak dari hadapan Esmeralda. Ia meninggalkan kamar, menuju ke ruang makan. Di mana ibu dan bapaknya telah menunggu kedatangan putra bungsu mereka. "Mana istri kamu, Frank?" tanya Pak Agus sambil menat
Esmeralda menatap kedua bola mata suaminya dengan tatapan yang dalam. Ia masih menunggu suaminya untuk melanjutkan ucapannya. "Mas, sudah divonis dokter bahwa mas mandul, dek." Suara Franky bagaikan petir yang menyambar wanita itu di siang bolong. "Jadi, siapa yang telah menghamili kamu?" Kedua mata Franky tampak berkaca-kaca menatap wajah istrinya dengan tidak percaya. "Mas, aku tidak pernah mengkhianatimu," sahut Esmeralda dengan lirih. Jauh di dalam hatinya, ia berharap bahwa suaminya percaya dengan ucapan yang telah ia katakan pada lelaki itu. "Jadi maksudmu, mas berbohong? Atau kamu mau bilang bahwa dokter yang memvonis mas, berbohong?" Lelaki itu menatap wajah istrinya dengan sorot mata yang tajam. Esmeralda menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Mas, aku nggak pernah bermaksud seperti itu. Maksudku adalah, anak yang ku kandung saat ini adalah titipan dari Tuhan. Bahkan meskipun dokter telah memvonismu begitu, jika kehendak Tuhan, semuanya bisa saja terjadi," ucap Esmeralda
Suasana makan malam, terlihat kaku seperti biasanya. Di meja makan, hanya ada Bu Edith, Pak Agus dan juga Esmeralda yang menikmati makan malam sederhana, yang telah dimasak oleh Esmeralda. "Franky sudah bilang ke kamu belum?" Suara Pak Agus terdengar secara tiba-tiba yang telah memecahkan keheningan yang berlangsung cukup lama. Perhatian Esmeralda segera tersita. Ia menghentikan aktivitas makannya, dan menatap wajah bapak mertuanya dengan tatapan mata yang dalam. "Soal apa, Pak?" tanyanya dengan penasaran. "Franky bilang, dalam waktu dekat ini, dia mau merantau ke Kalimantan," sahut Pak Agus yang cukup mengejutkan Esmeralda. Kedua matanya yang bulat, tampak membelalak dengan lebar. "Ke Ka-Kalimantan?" "Kamu belum tahu? Franky belum memberitahu padamu?" tanya Pak Agus dengan perasaan yang tidak percaya. Kedua alisnya tampak mengerut. Esmeralda menggelengkan kepalanya dengan lemah. Ia menarik nafas panjang, dan menghembuskan kembali secara perlahan. Ia tidak menyangka bahwa suam
"B-Bu Valentine? Ibu ngapain tengah malam ada di sini?" tanya Esmeralda dengan gugup. Keringat dingin mengalir membasahi pelipisnya. "Kamu sendiri sedang apa di sini, nduk?" Wanita itu tersenyum tipis. Tatapannya penuh dengan arti menatap wajah Esmeralda yang terlihat sedikit salah tingkah. "A-anu, Bu. Aku...." Esmeralda menggerakkan kedua bola matanya dengan cepat ke kanan dan kiri. Mendadak ia hening, seolah tidak bisa menjawab pertanyaan dari Bu Valentine. "Sebaiknya bicara di rumah ibu saja," ucap Bu Valentine yang segera menarik tangan Esmeralda untuk menjauh dari rumah geribik yang sedang ia intai. Esmeralda duduk di kursi yang terbuat dari kayu yang berada di ruang tamu milik Bu Valentine. Sementara wanita itu baru saja kembali dari dapur sambil membawakan dua gelas teh hangat. Ia segera meletakkannya di atas meja, lalu duduk di sebelah Esmeralda. "Sebaiknya kamu jangan dekati rumah itu lagi," ucap Bu Valentine memberikan peringatan dengan lembut. Esmeralda tidak langsung
"Gugurkan kandunganmu, nduk!" ulang Bu Valentine dengan tegas. Esmeralda menggelengkan kepalanya dengan cepat. Ia segera berdiri sambil memegangi perutnya yang masih rata. Raut wajah Esmeralda tampak pucat menatap Bu Valentine yang balas menatapnya dengan sorot mata yang tajam. "Biar ibu saja yang membantu kamu untuk menggugurkan kandunganmu," ucap wanita itu yang semakin membuat Esmeralda ketakutan."Kemari! Ikut ibu!" Wanita itu meraih tangan Esmeralda. Ia mencengkeramnya dengan kuat, membawanya menuju ke sebuah kamar. Belum sempat masuk ke dalam kamar, Esmeralda berhasil meloloskan diri. Ia berusaha menghindari Bu Valentine. Esmeralda cepat-cepat meninggalkan rumah itu. Ia berlari dengan nafas yang memburu. Wanita itu tidak berani menoleh lagi ke belakang. Sedikit lagi. Ia hampir sampai ke rumahnya. Esmeralda bergegas menaiki anak tangga, kemudian ia berhasil meraih handle pintu. Ia berusaha untuk membuka pintu. Sepertinya pintu terkunci. Esmeralda panik. Ia menaik-turunkan
CeklekKriietttSuara derit pintu yang terbuka secara perlahan, telah membuat Pak Agus cepat-cepat menjauhi Esmeralda. Ia terlihat sedikit salah tingkah saat ia kembali ke meja makan. Bu Edith keluar dari kamar, berjalan menuju ke ruang keluarga sambil menatap Esmeralda dengan sorot mata yang tajam. Wanita tua itu duduk di sofa yang berhadapan dengan televisi. Suara berisik acara televisi yang beberapa kali ia ganti salurannya, telah memecahkan keheningan yang berlangsung cukup lama. Esmeralda bisa bernafas dengan lega. Ia bergegas pergi meninggalkan wastafel menuju ke kamarnya. Ia segera menutup pintu kamar, dan bersandar di balik pintu sambil meneteskan airmatanya. Ia menangis tanpa suara. ***Sesekali Esmeralda menatap Bu Edith yang sedang menikmati makan siangnya. Setelah berpikir cukup lama, ia memutuskan untuk memberitahukan tentang kehamilannya pada ibu dan bapak mertuanya. Esmeralda menarik nafas panjang. Kemudian menghembuskan kembali secara perlahan. "Bu, pak...." S
Sinar matahari pagi yang memaksa menyeruak masuk melalui celah ventilasi udara pada jendela kamar yang terbuat dari kayu. Cahayanya telah menyilaukan kedua mata Esmeralda yang perlahan-lahan terbuka. Wanita itu mengusap lembut kedua matanya. Ia sedikit terkejut saat ia menyadari bahwa ia berada di dalam kamarnya. Padahal jelas sekali, semalam ia berada di depan pintu, hendak mengikuti ibu mertuanya. Ia sangat yakin bahwa ia melihat sosok itu di depan rumahnya. "Esme!" Suara teriakan yang berasal dari luar kamarnya, membuat wanita itu tersadar dari lamunan. Ia segera beranjak dari tempat tidur, menghampiri suara itu yang berasal dari dapur. Esmeralda berdiri di sebelah ibu mertuanya yang terlihat sedang sibuk membersihkan ikan di wastafel. "Wah! Enak banget kamu ya? Mentang-mentang kamu hamil, kamu bisa santai-santai, dan bangun siang? Kamu nggak perlu capek-capek beberes rumah, masak dan lain-lain," sindir wanita tua itu dengan sengit. Esmeralda tidak segera menyahut. "Jangan me
"Bagaimana bayi saya, dok? Apakah laki-laki atau perempuan? Apakah dia baik-baik saja?" tanya Esmeralda seolah tidak sabar menunggu penjelasan dari Dokter Lewis, saat ia menggunakan alat USG miliknya sambil menatap ke layar monitor. "Hm...." Dokter menggumam perlahan. Ia belum berani untuk mengambil kesimpulan dengan cepat. "Ada apa, dok? Apakah ada masalah pada kandungan saya?" tanya Esmeralda lagi dengan raut wajah yang mulai memancarkan kegelisahan. "Hm, kapan kamu terakhir datang bulan?" Dokter bertanya dengan raut yang serius. Ia masih ragu-ragu untuk mengambil kesimpulan dengan pemeriksaan yang telah ia lakoni. "Sudah sekitar tiga bulan, dok," sahut Esmeralda dengan pasti. Ia menatap wajah Dokter Lewis yang masih menggerakkan alat USG di atas perutnya, sambil menatap ke arah layar monitor yang terhubung dengan alat USG. "Seharusnya sudah terlihat janinnya," gumam dokter dengan suara yang terdengar sangat pelan. "Apa dok?" Esmeralda mengerutkan kedua alisnya. Ia tidak terla
Melihat pemandangan di depannya, membuat Bu Layla berteriak dengan histeris. Wanita itu merangkak untuk menghampiri tubuh suaminya yang terlihat tidak berdaya. Pak Khaled batuk berdarah, yang membuat Bu Layla semakin panik. "Bu, cepat bawa Xiena dan Xavier keluar dari rumah ini. Ajak juga putri kita, " ucapnya dengan suara yang lirih. Lelaki tua itu tampak sekarat. "Tapi kami harus ke mana Pak? " tanya Bu Layla dengan panik. Belum sempat Pak Khaled menjawab pertanyaan istrinya, ia yang melihat Esmeralda berjalan maju ke arahnya, berusaha sekuat tenaga untuk kembali bangkit, melindungi anak dan istrinya. "Cepatlah pergi, bu! " ucapnya yang segera berdiri di hadapan Esmeralda. Sementara Pak Khaled mengalihkan perhatian hantu wanita itu, Bu Layla dan Camelia pergi meninggalkan kamar sambil membawa serta Xiena dan Xavier. Mereka berhasil keluar dari rumah itu. Sedangkan Pak Khaled mendapatkan serangan bertubi-tubi yang membuat lelaki tua itu semakin tidak berdaya. Pak Khaled yan
"Bu, coba lihat siapa yang datang? " ucap Pak Khaled memberikan perintah. Bu Layla tidak menyahut. Ia segera beranjak dari tempat duduk nya menuju ke pintu depan. Saat ia membuka pintu dengan perlahan, ia membelalakkan kedua matanya karena terkejut. Ia hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Wanita yang berdiri di depan pintu dengan wajah yang pucat itu, benar-benar Esmeralda. Dia sudah pulang setelah hampir satu bulan menghilang tanpa jejak, dan juga tiada kabar. Bu Layla melongo. "Ini beneran kamu Esmeralda? " tanyanya hendak memastikan. Wanita itu diam. Bibirnya mengatup rapat. Pandangannya kosong. Ia tidak menyahut pertanyaan yang telah diajukan oleh Bu Layla. Tatapan matanya terlihat kosong. Ia berjalan masuk ke dalam, melewati Bu Layla yang masih terbengong memandangi punggung Esmeralda yang semakin jauh dari hadapannya. wanita itu menuju ke kamar si kembar. Bu Layla yang tersadar dari lamunannya, bergegas masuk ke dalam rumah. Pak Khaled yang semula terlihat f
Tok tok tokSuara ketukan nyaring telah menyita perhatian Pak Khaled, Bu Layla dan Camelia yang sedang bermain dengan Xavier dan Xiena di ruang keluarga. Ketiganya saling menatap satu sama lain selama beberapa saat. "Siapa ya yang datang? " tanya Pak Khaled yang terlihat penasaran. Camelia hanya angkat bahu, lalu kembali mengalihkan pandangannya menatap wajah Xavier dan Xiena. Bu Layla yang menyadari bahwa dirinya yang harus membukakan pintu, segera beranjak dari tempat ia duduk. "Biar ibu saja yang buka, " ucapnya yang melenggang pergi menuju ke pintu depan. Raut wajah Bu Layla berubah saat ia melihat seseorang yang berada di balik pintu, yang telah mengetuk pintu rumahnya adalah Pak Clint. Sebuah senyuman tampak tercetak dengan jelas di bibirnya. "Pak Clint? Ada apa ya? Tumben sore-sore datang bertamu? " tanya Bu Layla hendak memastikan. Pak Clint terdiam selama beberapa saat. Wajahnya tampak memperlihatkan raut kebingungan dan gelisah, membuat Bu Layla menyadari bahwa ada
Seluruh bulu kuduk nya mendadak merinding. Esmeralda cepat-cepat masuk ke dalam mobilnya, dan kembali mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah sakit yang sebelumnya telah di beritahukan oleh Bi Masha lewat pesan singkat di aplikasi hijau. Setibanya di rumah sakit, Esmeralda segera turun dari mobil. Ia keluar dari halaman parkir menuju ke lobby rumah sakit. Ia menemui resepsionis yang berjaga di sana. "Permisi, mbak. Saya mau menjenguk pasien atas nama Bu Aurora yang katanya sedang kritis, " ucap Esmeralda dengan raut wajahnya yang terlihat serius. "Oh, Bu Aurora ya? dia sudah dipindahkan ke rumah sakit umum Daerah yang ada di seberang sana, Bu! Keadaannya semakin parah. kedua matanya terus mengeluarkan darah. "Mendengar penjelasan dari petugas rumah sakit yang berjaga, membuat Esmeralda termangu selama beberapa saat lamanya. Lamunan Esmeralda terberai saat ia mendengar suara dering ponsel yang berbunyi keras dari dalam tasnya. "Baik, mbak. Terimakasih infony
Esmeralda melangkah dengan perasaan kecewa yang mendalam. Ia merasa patah hati setelah melakukan ritual sesajen itu, tapi tidak membuahkan hasil sama sekali. Tidak ada petunjuk atau tanda-tanda keberadaan bayi perempuannya. Bu Layla yang menyadari diamnya wanita itu, mengusap-usap dengan lembut bahunya seolah memberikan isyarat agar wanita itu tetap kuat dan bersabar. Kedatangan Mereka segera disambut oleh Camelia yang menghampiri mereka dengan raut wajah yang terlihat sangat antusias. "Bagaimana? Apakah Xiena sudah ditemukan? " tanyanya menyambar. Bu layla dan Pak Khaled saling menatap satu sama lain selama beberapa saat, lalu menggelengkan kepalanya dengan perlahan. Sementara Esmeralda hanya tertunduk dengan raut wajah yang murung. "Di mana Xavier, Mel? " tanya Bu Layla hendak memastikan. Ia merasa heran kenapa putrinya tidak bersama dengan bayi laki-laki itu. "Sehabis ku mandikan dan kuberi susu, dia tidur di kamar, " sahut Camelia menjelaskan. "Nduk, kamu kembali ke kamar s
Esmeralda tidak langsung menjawab. Ia terdiam selama beberapa saat lamanya. Wajahnya ia tundukkan dalam-dalam. Ia menarik nafas panjang, kemudian ia menghembuskan kembali secara perlahan. "Saya.... Dulunya menikah dengan orang sini, " ucap Esmeralda yang memulai ceritanya. Sementara Bu Layla dan Camelia tampak menyimak penuturan wanita itu. "Saya sempat tinggal di sini bersama dengan mantan suami saya. Ibu mertua saya kurang menyukai saya karena saya belum memiliki keturunan. Lalu saya tiba-tiba hamil. Tapi mantan suami saya malah menceraikan saya. Katanya dia mandul, bagaimana mungkin saya bisa hamil? Dia menuding saya selingkuh." Airmata kembali mengalir perlahan membasahi pipi Esmeralda. "Ya, saya merasakan ada yang aneh dengan kehamilan saya. Hanya beberapa bulan saja, tiba-tiba perut saya membesar, dan saya merasakan kontraksi yang hebat hingga saya tidak sadarkan diri. Saat saya terbangun, ibu mertua saya bilang bahwa bayi saya tidak selamat.""Lalu, apa yang terjadi? " tanya
*Special Part*Dokter wanita itu tertegun selama beberapa saat. Dia melirik wajah Esmeralda yang balas menatapnya, sebelum pandangannya kembali beralih menatap wajah sang perawat. "Ada apa dengan bayi lelaki itu?" tanyanya hendak memastikan. Dokter wanita itu menyerahkan bayi perempuan yang sejak tadi berada di tangannya, pada sang ibu yang segera menampungnya. Dokter itu berjalan perlahan menghampiri sang perawat yang kembali menatap bayi lelaki yang tidak bergerak sama sekali. "Dia tidak menangis, dan juga tidak bergerak, dok. Apakah dia sudah meninggal?" Perawat itu menatap wajah dokter yang berdiri di hadapannya dengan perasaan khawatir. Dokter itu kemudian menggendong bayi laki-laki itu. Dan benar, ia tidak merasakan nafas bayi itu. Dia memijat perlahan dada bayi itu, memberikan pertolongan. dia pikir, bayi itu tersedak air ketuban. Setelah beberapa menit ia berusaha, tapi hasilnya nihil. dokter mulai berputus asa. Dia menarik nafas panjang, dan menghelanya dengan kasar. D
Angin berembus dengan semilir. Pintu terbuka semakin lebar, yang membuat kedua mata Camelia dan Esmeralda terbelalak dengan lebar. Tak seorang pun yang berdiri di sana untuk membuka pintu. Padahal mereka sudah sangat yakin bahwa pintu kamar sudah ditutup dengan benar. Tidak mungkin terbuka oleh angin.Camelia dan Esmeralda saling menatap satu sama lain. Keduanya saling menelan ludah."Siapa yang membuka pintu itu? " Camelia menatap wajah Esmeralda dengan tatapan tajam.Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan perlahan. "Mungkin tadi saat Pak Kyai Khaled keluar, dia tidak menutup pintu dengan rapat, jadi terbuka sedikit oleh angin, " Sahut Esmeralda berusaha menenangkan dirinya dan juga putri Pak Kyai yang hanya menganggukkan kepalanya, setuju dengan apa yang baru saja dikatakan oleh wanita itu."Ya, masuk akal juga, " Ucapnya dengan intonasi yang datar. Ia tersenyum kaku, berusaha menyamarkan perasaan takut yang sedang menguasai dirinya.Esmeralda balas tersenyum. "Biar aku tutup pin
Mendengar teriakan Camelia, perhatian Pak Kyai Khaled dan Bu Layla, segera tersita. Keduanya saling menatap satu sama lain selama beberapa saat, sebelum keduanya beranjak dari tempat mereka menuju ke dapur untuk melihat apa yang telah terjadi pada putri mereka.Keduanya tercengang saat melihat Camelia tergeletak di lantai dapur, dengan pecahan gelas yang sedikit basah.Mereka melangkah dengan hati- hati agar tidak terkena pecahan kaca, mendekati putri mereka yang tidak sadarkan diri."Nduk? " Pak kyai mengusap lembut wajah Camelia. Wanita itu sama sekali tidak merespon."Pak, kita bawa dia ke kamar saja, " Ucap Bu Layla dengan raut wajah yang penuh kekhawatiran.Sementara Pak kyai Khaled membopong tubuh putrinya, membawanya ke kamar, Bu Layla membereskan pecahan gelas."Apa yang telah dilihat putri kita, pak? Sampai dia tidak sadarkan diri seperti itu, " Ucap Bu Layla menatap wajah Pak kyai, setelah wanita itu masuk ke dalam kamar putrinya, dan duduk di sebelah suaminya."Entahlah, Bu