"Mas...." Suara Esmeralda terdengar lirih. Ia menatap raut wajah suaminya dengan tidak percaya. "Kenapa, dek? Mas benar-benar capek. Boleh nggak, mas tidur sebentar?" Lelaki itu balas menatap wajah Esmeralda yang terlihat seperti linglung. "Mas, semalam mas ada pulang kan?" tanyanya hendak memastikan kembali. "Duh, dek. Berapa kali lagi sih, mas harus ngomong ke kamu, kalau mas nggak ada pulang? Kamu tahu sendiri kan? Kalau malam, nggak ada ojek yang mau masuk hutan? Lagian kamu kenapa sih?" Lelaki itu mulai terlihat sedikit kesal. Ia membalikkan tubuhnya dan mulai tak menghiraukan istrinya. Ia berusaha untuk memejamkan kedua matanya, untuk beristirahat melepaskan lelahnya. "Jadi semalam itu apa?" gumam Esmeralda dalam hati. Tatapannya tampak kosong. Ia mencoba untuk berpikir dengan jernih. "Apakah aku hanya bermimpi saja?" Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan cepat, seolah antara hati dan pikirannya tidak sejalan. "Tapi itu terlalu nyata untuk dikatakan mimpi." Esmeralda m
Esmeralda bergegas menutup pintu, saat ia melihat ibu mertuanya menoleh ke arah kamarnya. Ia bergegas naik ke atas ranjang, dan berpura-pura tertidur dengan pulas. Dan benar saja firasatnya. Sayup-sayup ia mendengar suara pintu kamarnya terbuka secara perlahan. Wanita tua itu berdiri di depan pintu, menatapnya dengan sorot mata yang tajam. Dalam kegelapan di dalam kamarnya, Esmeralda masih bisa mengintip apa yang dilakukan oleh ibu mertuanya. Wanita tua itu seolah mengawasi dirinya. Cukup lama ia berdiri di sana, yang membuat Esmeralda ketakutan. Blam! Suara pintu ditutup dengan cukup keras, yang membuat wanita itu tersentak. Suasana mendadak hening. Esmeralda mengintip untuk melihat situasi di dalam kamarnya. Wanita tua itu sudah tidak mengawasinya lagi. Hal itu membuat ia bisa bernafas dengan lega. "Apa yang dilakukan ibu ya? Kenapa dia kelihatan lebih menakutkan dari biasanya," gumamnya dengan lirih. ***Suasana makan siang, terlihat tegang dan kaku. Tak ada pembicaraan sel
Esmeralda diam selama beberapa saat. Ia menatap wajah suaminya yang balas menatapnya dengan sorot mata yang tajam. "Ya, ada sesuatu yang terjadi, mas," sahut wanita itu dengan lirih. Franky masih bungkam, menunggu istrinya melanjutkan ucapannya. "Benar seperti katamu. Aku terlalu banyak berhalusinasi. Bahkan aku berhalusinasi bahwa kamu pulang pada malam itu. Halusinasi itu terasa seperti nyata. Kamu tahu kenapa, mas?" Esmeralda menatap wajah suaminya dengan tatapan mata yang dalam, hingga Franky menjadi melemah. Lelaki itu tidak menyahut. Ia hanya menarik nafas panjang, dan membuangnya secara kasar. "Karena kamu terlalu sibuk memikirkan keluargamu. Tapi kamu sama sekali tidak mempedulikan bagaimana perasaanku, mas," lanjut Esmeralda setelah ia menyadari bahwa suaminya hanya diam saja, tidak memberikan respon. "Maafkan mas ya, dek? Mas stress dengan hidup mas yang seperti ini. Mas belum bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan mas yang sekarang. Selama ini, mas memiliki pekerjaan
Esmeralda beranjak dari tempat tidurnya. Ia berjalan mengendap menuju ke pintu kamar. Ia membukanya secara perlahan, dan mengintip dari sedikit celah. Wanita itu tampak tersentak. Ia melihat Bu Edith berjalan melewati kamarnya. "Wanita tua itu dari mana?" gumamnya dalam hati dengan penasaran. Sudah beberapa kali ia menemukan ibu mertuanya berkeliaran pada tengah malam. Esmeralda kembali menutup pintu kamarnya. Ia berjalan kembali menuju ke tempat tidur untuk kembali membaringkan tubuhnya. Sambil menatap langit-langit, ia terus berusaha untuk berpikir. Kedua matanya yang mulai terasa berat, membuat ia memutuskan untuk kembali tidur. Pikiran-pikiran yang telah mengganggunya, ia tepis untuk sementara waktu. Baru beberapa menit ia tertidur, ia telah dikejutkan suara yang cukup nyaring, yang berasal dari dapur. Klontang! Hal itu membuat Esmeralda kembali membuka kedua matanya. Seketika, kantuknya menjadi Hilang.Segera ia beranjak dari tempat tidur, dan keluar dari kamarnya untuk
"Nduk? Kamu mau ke mana?" tanya wanita itu saat ia telah berdiri di hadapan Esmeralda yang menatapnya dengan tajam. "Mau ke puskesmas, Bu," sahut Esmeralda dengan enggan. "Kamu nggak enak badan?" tanya wanita itu lagi, hendak memastikan. Esmeralda hanya menganggukkan kepalanya dengan perlahan. Tiba-tiba saja tangan Bu Valentine bergerak menyentuh perut Esmeralda. Ia meraba dengan perlahan. Sebuah senyum tercetak jelas di bibirnya. Hal itu telah membuat Esmeralda sedikit kebingungan melihat reaksi Bu Valentine. "Nduk, sepertinya kamu nggak sakit," ucap wanita itu dengan lirih, yang membuat Esmeralda mengerutkan kedua alisnya, menatap wajah Bu Valentine dengan tatapan heran. "Apa maksud ibu?" tanyanya dengan penasaran. "Kamu hamil, nduk!" sahut Bu Valentine yang membuat Esmeralda tak bisa berkata-kata. "Saya permisi dulu, Bu!" wanita itu cepat-cepat beranjak dari hadapan Bu Valentine yang masih menatapi kepergiannya. Sementara itu, Esmeralda duduk di ruang tunggu puskesmas samb
"Kamu positif hamil," sahut petugas itu dengan penuh antusias yang membuat Esmeralda membelalakkan kedua matanya. Ia hampir tidak percaya dengan pernyataan yang telah ia dengar. "Saya berikan buku pink ya? Nanti setiap kali control, bawa bukunya," sahut petugas itu sambil menulis data-data yang telah diberikan Esmeralda. "Segera lakukan pemeriksaan USG di dokter kandungan ya," ucap petugas itu lagi sambil memberikan buku KIA berwarna pink pada Esmeralda yang hendak beranjak untuk pulang. "Baik, Bu. terimakasih banyak ya?" sahutnya sebelum ia berlalu pergi meninggalkan ruangan pemeriksaan untuk menebus obat di apotek, yang telah diresepkan oleh petugas. Setelah cukup lama mengantre, Esmeralda telah mendapatkan obat dan vitamin. Ia pun segera pulang ke rumah. "Nduk?" Suara yang sudah cukup familiar itu terdengar memanggil. Suaranya dari arah belakang Esmeralda. Wanita itu pun menoleh, ia melihat Bu Valentine tersenyum dengan penuh arti sambil berjalan mendekat ke arahnya. Tangan
Kedua mata Franky terbelalak dengan lebar. Mulutnya tampak menganga. Ia menatap wajah istrinya dengan perasaan yang tidak percaya. "Apa kamu bilang, dek? Kamu hamil?" tanyanya kembali hendak memastikan. Esmeralda mengangguk pelan, menjawab keraguan yang terpancar jelas pada wajah Franky. Ia menunjukkan hasil testpack yang diberikan oleh petugas puskesmas pada Franky. Dengan jemari yang gemetaran, lelaki itu menerimanya dengan rasa tidak percaya. "Kamu hamil, dek?" ulangnya lagi masih tidak percaya dengan apa yang telah ia dengar dari istrinya. "Iya, mas. Apa kamu tidak senang, mendengar berita kehamilanku?" Esmeralda menatap wajah suaminya dengan tatapan bingung. Franky hanya menggelengkan kepalanya pelan. Ia mengembalikan hasil testpack pada istrinya. Tanpa kata, lelaki itu beranjak dari hadapan Esmeralda. Ia meninggalkan kamar, menuju ke ruang makan. Di mana ibu dan bapaknya telah menunggu kedatangan putra bungsu mereka. "Mana istri kamu, Frank?" tanya Pak Agus sambil menat
Esmeralda menatap kedua bola mata suaminya dengan tatapan yang dalam. Ia masih menunggu suaminya untuk melanjutkan ucapannya. "Mas, sudah divonis dokter bahwa mas mandul, dek." Suara Franky bagaikan petir yang menyambar wanita itu di siang bolong. "Jadi, siapa yang telah menghamili kamu?" Kedua mata Franky tampak berkaca-kaca menatap wajah istrinya dengan tidak percaya. "Mas, aku tidak pernah mengkhianatimu," sahut Esmeralda dengan lirih. Jauh di dalam hatinya, ia berharap bahwa suaminya percaya dengan ucapan yang telah ia katakan pada lelaki itu. "Jadi maksudmu, mas berbohong? Atau kamu mau bilang bahwa dokter yang memvonis mas, berbohong?" Lelaki itu menatap wajah istrinya dengan sorot mata yang tajam. Esmeralda menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Mas, aku nggak pernah bermaksud seperti itu. Maksudku adalah, anak yang ku kandung saat ini adalah titipan dari Tuhan. Bahkan meskipun dokter telah memvonismu begitu, jika kehendak Tuhan, semuanya bisa saja terjadi," ucap Esmeralda