Sosok itu perlahan-lahan keluar dari tempat persembunyiannya. Ia berjalan mendekat ke arah Esmeralda yang masih membeku. Semakin dekat dan dekat, yang membuat wanita itu menyadari bahwa ia hanyalah makhluk yang sangat kecil.
Semakin dekat, Esmeralda semakin jelas melihat bahwa tubuh sosok itu dipenuhi dengan bulu. Gigi-giginya tajam dan saling tumpang tindih.Semakin dekat, Esmeralda terduduk lemas. Kedua kakinya terasa lumpuh. Meskipun otaknya memberikan perintah untuk segera lari dari tempat itu, tapi ia sama sekali tidak bisa menggerakkan kakinya.Saat sosok itu sudah berdiri di hadapan Esmeralda, sosok itu menunjukkan tangan besarnya yang memiliki kuku yang panjang dan juga runcing, seolah-olah sosok itu ingin melukai dirinya.Esmeralda menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia berteriak histeris. Ia berteriak sangat keras. Teriakannya terdengar sampai ke rumah-rumah tetangga di dekatnya.Sebuah tepukan keras yang menyentuh bahunya, membuat Esmeralda semakin berteriak keras.Tepukan itu semakin lama semakin cepat, bahkan terasa seperti mengguncang-guncang tubuhnya."Dek! Ini mas, dek! Sadar!" Suara yang sudah tidak asing itu telah menyita perhatian Esmeralda.Perlahan-lahan wanita itu mulai tenang. Ia menyingkirkan kedua telapak tangannya dari wajah pucat yang dipenuhi dengan keringat dingin.Wanita itu menoleh, menatap wajah suaminya yang duduk berjongkok memandangnya dengan tatapan yang penuh dengan kekhawatiran.Tidak hanya Franky, ia juga melihat Bu Edith, Pak Agus, dan beberapa tetangga yang lain, yang telah berkumpul mengerumuni dirinya."Ada apa, dek?" tanya Franky masih dengan raut wajah kekhawatirannya."Mas...." Esmeralda yang mulai menyadari bahwa situasinya telah aman, langsung memeluk tubuh lelaki gemuk, yang merupakan suaminya itu. Ia menangis sesenggukan di dalam pelukan Franky."Aku takut mas," ucapnya dengan lirih.Dengan sabar, Franky mengelus rambut Esmeralda yang terurai menutupi punggungnya. "Nggak apa-apa, dek. Ada mas di sini," ucap lelaki itu masih berusaha menenangkan hati istrinya."Ibu-ibu, bapak-bapak, kami mohon maaf ya, karena menantu saya sudah membuat keributan di pagi-pagi buta, dan mengganggu tidur ibu-ibu dan bapak-bapak. Saya pikir menantu saya baik-baik saja dan hanya berhalusinasi saja," ucap Bu Edith dengan canggung sambil menundukkan kepalanya beberapa kali, dan tersenyum merasa malu atas ulah Esmeralda.Hanya dalam hitungan detik, kerumunan telah bubar. Orang-orang telah kembali masuk ke rumah mereka masing-masing."Kamu kenapa, sih? Cari sensasi? Buat malu saja!" ucap Bu Edith dengan kesal. Sorot matanya terlihat tajam menatap wajah Esmeralda yang masih tampak ketakutan dengan apa yang telah ia lihat tadi."Sudah, Bu. Ayo kita masuk saja!" ucap Pak Agus sambil mengusap-usap bahu wanita tua yang telah menjadi pendamping hidupnya selama puluhan tahun.Keduanya pun masuk ke dalam rumah.Hanya tersisa Franky dan Esmeralda di halaman depan, yang masih belum beranjak dari tempat mereka.Franky menatap wajah istrinya dengan tatapan mata yang dalam."Ada apa, dek? Apa yang membuatmu berteriak keras?" tanya lelaki itu berusaha menyelidiki.Esmeralda tidak langsung menjawab. Ia menundukkan wajahnya dalam-dalam. Ia pikir, meskipun ia mengatakan yang sebenarnya, lelaki itu tentu tidak akan percaya padanya, dan menganggap ia hanya berhalusinasi saja."Dek, kamu kenapa?" Franky mengulang kembali pertanyaan yang belum terjawab, yang telah membuat lamunan Esmeralda terberai."Nggak apa-apa mas," sahut wanita itu dengan lirih sambil beranjak untuk berdiri. Ia merapihkan kembali daun yang telah ia kumpulkan, yang sedikit berserak."Ada apa, dek? Kenapa kamu nggak mau cerita ke mas?" tanya Franky lagi. Ia berusaha mendesak istrinya untuk memberitahukan padanya.Esmeralda terdiam selama beberapa saat. Ia mengumpulkan keberaniannya untuk menoleh, menatap ke arah pohon beringin. Sepi. Tak ada apapun di sana. Kemudian ia mengalihkan pandangannya untuk menatap Franky dengan tatapan mata yang dalam."Mas...." Suara Esmeralda terdengar lirih memanggil suaminya."Ya, dek? Ada apa? Katakan saja pada, mas!" Lelaki itu meraih kedua bahu Esmeralda sambil menatapnya dengan penuh kehangatan."Mas, aku melihatnya," ucap Esmeralda dengan hati-hati. Sesekali ia celingukan menatap ke sekelilingnya.Kedua alis Franky mengerut. Tatapan matanya berubah. Ia memandang wajah istrinya itu dengan tatapan heran."Melihat siapa?"Esmeralda tidak langsung menjawab. Ia kembali celingukan memperhatikan ke sekelilingnya. Setelah ia merasa aman, bibirnya ia dekatkan ke telinga suaminya."Penunggu pohon beringin itu, Genderuwo," bisiknya dengan lirih.Kedua mata Franky seketika membelalak dengan lebar. Ia menghela nafas dengan kasar sambil menatap wajah Esmeralda dengan kesal."Jadi kamu benar-benar ingin mencari sensasi ya, dek?""Apa maksudmu, mas?""Mas mohon sama kamu, dek! Tolong jangan membuat keributan di kampung halaman mas! Dari dulu, selama mas tinggal di sini, mas nggak pernah menemukan hal-hal aneh." Nada suara Franky mulai meninggi. Raut wajahnya benar-benar terlihat kesal."Mas..." Esmeralda memanggil lelaki yang telah beranjak dari hadapannya itu dengan lirih. Ia berharap suaminya bisa mempercayai apa yang telah ia katakan dengan sejujurnya.Tapi Franky seolah tak menghiraukan Esmeralda. Ia enggan berbalik meskipun wanita itu berulang kali memanggilnya.Bayangan Franky semakin menghilang setelah ia menaiki anak tangga, dan masuk ke dalam rumahnya.Esmeralda menatap itu dengan putus asa.***"Mas...." Suara wanita itu terdengar lirih. Ia menatap suaminya yang terlihat sedang mengancing kancing kemeja panjang berwarna biru muda yang telah ia kenakan."Hm?" Lelaki itu terlihat tak terlalu memperhatikan istrinya. Ia tampak sibuk melipat lengan kemeja yang sedikit kepanjangan."Mas nggak percaya sama aku?" tanya Esmeralda hendak memastikan. Pandangannya masih belum ia alihkan dari suaminya."Dek, kalau kamu mau bahas soal pohon beringin itu lagi, mas nggak ada waktu," ucapnya sebelum ia beranjak pergi meninggalkan kamar.Esmeralda buru-buru menyusul langkah Franky menuju ke pintu depan, menuruni anak tangga yang menjadi penghubung ke halaman depan rumah."Mas!" Wanita itu menarik lengan Franky, yang telah membuat langkah suaminya terhenti.Sorot mata Franky terlihat tajam menatap wajahnya yang lugu."Apa lagi sih, dek?" tanya lelaki itu dengan kesal."Mas mau ke mana?" Suara Esmeralda terdengar sedikit merengek manja. Tatapan matanya seolah mengharapkan belas kasih dari lelaki itu."Mas mau kerja, dek! Kalau mas nggak kerja, memangnya kamu mau makan apa?"Esmeralda terdiam selama beberapa saat. Ia melepaskan tangan suaminya dengan perlahan."Mas sudah mendapatkan pekerjaan?" tanya wanita itu dengan lirih. Ia menatap wajah suaminya dengan tatapan yang penuh harap bahwa lelaki itu bisa membawanya keluar dari kampung yang saat ini ia tempati."Sudah, dek. Mas diterima bekerja menjadi security di salah satu perumahan yang berada di dekat pasar.""Berangkatnya sore?" tanya wanita itu lagi hendak memastikan.Franky hanya menganggukkan kepalanya pelan. "Iya, dek. Mas kerja malam, dan pulangnya pagi-pagi."Esmeralda terdiam selama beberapa saat lamanya. Sesekali ia menatap wajah suaminya dengan sedih."Mas berangkat dulu, ya?" Lelaki itu mengusap lembut rambut Esmeralda sebelum ia berlalu pergi dari hadapan istrinya.Esmeralda menatap langkah suaminya yang telah masuk ke dalam mobil berwarna putih. Hanya beberapa saat setelah lelaki itu masuk, mobil meluncur meninggalkan perkampungan.Esmeralda menarik nafas panjang. Ia menghembuskan kembali nafasnya dengan kasar.Baru saja ia hendak masuk ke dalam rumahnya, perhatian wanita itu segera tersita pada wanita paruh baya yang berjalan mendekat ke arahnya.***"Nduk, kamu baru pindah ya?" tanya wanita paruh baya itu dengan kedua matanya yang tampak berbinar. Esmeralda tidak langsung menyahuti. Ia menatap wanita yang telah dipenuhi dengan kerutan wajahnya itu dengan tatapan heran. Kedua alisnya tampak sedikit mengerut. "Ibu siapa ya?" tanyanya hendak memastikan."Nama ibu, Valentina. Rumah ibu ada di ujung sana!" sahutnya sambil menunjuk ke arah sebuah jalan yang cukup jauh dari rumah mertua Esmeralda. Wanita itu menoleh sebentar, menatap ke arah yang ditunjuk oleh Bu Valentine. "Oh!" Esmeralda manggut-manggut. Pandangannya kembali ia alihkan pada wanita paruh baya itu yang masih berdiri di hadapannya. "Kamu baru pindah ya? Datang dari mana, nduk?" Bu Valentine kembali mengulangi pertanyaannya yang belum terjawab oleh Esmeralda. "Saya datang dari kota, Bu," sahut wanita itu dengan nada suara yang terdengar lembut sambil mengulas senyuman tipis di bibirnya yang sedikit tebal. "Kamu masih gadis? Atau sudah menikah?" tanya Bu Valentine l
Sosok bertubuh besar dan tinggi, serta memiliki bulu yang lebat di sekujur tubuhnya, berdiri tepat di belakang Esmeralda yang tampak mematung dengan mulut menganga. Sosok itu menatap wanita itu dengan kedua mata yang berwarna merah menyala. Sorot matanya terlihat tajam. Esmeralda terjatuh. Tubuhnya ia rasakan menggigil. Keringat dingin mengalir deras di sekujur tubuh yang tampak kaku. Ini adalah kali pertama ia melihat sosok itu dengan jarak yang sangat dekat. Hanya beberapa centimeter saja. Sosok itu bergerak. Ia mendekatkan wajahnya ke depan wajah Esmeralda yang segera memejamkan kedua matanya dengan sangat rapat. Ia merasakan takut setengah mati, saat ia merasakan desah nafas makhluk yang berdiri di hadapannya. Hawa panas menyeruak di sekitar wajahnya. "Esme!" Suara teriakan keras Bu Edith terdengar memanggil wanita itu yang masih memaksa kedua matanya untuk terpejam. "Esme!" Sekali lagi, ia mendengar suara itu semakin keras memanggil namanya. Pemilik nama itu berusaha mengu
Sentuhan tangan lembut yang secara tiba-tiba menyentuh bahu Esmeralda, membuat wanita itu tersentak. Ia menoleh, dan melihat suaminya telah berdiri di belakangnya. Esmeralda buru-buru beranjak dari tempat duduknya. Sesekali ia kembali menatap ke arah pohon beringin. Tidak ada apapun di sana. Ia berpikir bahwa ia mulai berhalusinasi karena ia sering diteror sosok Genderuwo penunggu pohon besar itu. Esmeralda menarik nafasnya dengan berat. Pandangannya kembali ia arahkan pada Franky yang balas menatapnya dengan heran. "Dek, kamu ngapain duduk di depan sini?" tanyanya mulai membuka suara. "Nggak ada mas, aku cuma mencari udara segar. di dalam soalnya panas," sahut Esmeralda sekenanya. "Jangan sering melamun di depan pintu, dek. Pamali." Suara Franky terdengar tegas memberikan peringatan pada istrinya yang hanya tersenyum tipis. "Iya, mas." Esmeralda menganggukkan kepalanya dengan lemah. "Bikinkan mas kopi, dek. Sebentar lagi Mas sama bapak mau pergi ke toko kelontong di pasar. Har
Esmeralda melangkah meninggalkan dapur. Ia membiarkan gelas yang telah berisi gula dan kopi di dekat wastafel. Langkahnya terseok menuju ke depan pintu, memperhatikan suaminya yang telah pergi bersama dengan bapak mertuanya. Raut wajah Esmeralda seketika berubah menjadi tegang, saat ibu mertuanya membalik tubuh. Tanpa bisa dihindari, keduanya saling beradu pandang selama beberapa saat, sebelum Esmeralda memilih untuk mengalihkan pandangannya. Ia buru-buru beranjak dari tempatnya berdiri menuju ke kamar. Baru saja ia hendak meraih gagang pintu, rambutnya ditarik oleh Bu Edith dari belakang. "Kamu mau ngapain? hah?" "Aduh, Bu! sakit!" Esmeralda merintih sambil berusaha melepaskan cengkraman ibu mertuanya. "Aku bisa kena stroke menghadapi menantu seperti kamu!" Wanita tua itu mulai melepaskan tangannya dari rambut Esmeralda yang hanya tertunduk. "Aku mau pergi dulu! Kamu bersihkan semua rumah ini, dan jangan sampai ada yang terlewat! Kalau sampai aku pulang, kamu belum selesai me
Wajah Franky tampak pucat. Ia tidak menyahut sambutan istrinya. Lelaki itu melengos masuk begitu saja, melewati istrinya yang tampak mematung selama beberapa saat. Esmeralda segera menutup pintu. Ia berjalan mengikuti langkah Franky menuju ke kamar mereka berdua. "Mas, kamu sendiri? Mana bapak?" Meskipun semula ia tampak ragu-ragu, pada akhirnya ia memutuskan untuk bertanya juga pada lelaki itu. "Mas?" Kedua alis Esmeralda mengerut. Ia menatap wajah suaminya dengan heran saat ia menyadari bahwa lelaki itu hanya diam saja, dan sama sekali tak menyahutnya. Franky berjalan menghampiri istrinya yang masih tampak terbengong menatap keanehan dirinya. Hanya dengan sekali sentuhan, handuk yang menutupi tubuh bugil Esmeralda, terlepas dan menampakkan setiap lekuk tubuhnya yang putih dan mulus. Lelaki itu masih diam dan tanpa ekspresi menatap tubuh istrinya yang polos. Ia menarik tangan Esmeralda dengan lembut, dan menuntunnya untuk berbaring di atas tempat tidur, sementara lelaki itu mula
"Mas...." Suara Esmeralda terdengar lirih. Ia menatap raut wajah suaminya dengan tidak percaya. "Kenapa, dek? Mas benar-benar capek. Boleh nggak, mas tidur sebentar?" Lelaki itu balas menatap wajah Esmeralda yang terlihat seperti linglung. "Mas, semalam mas ada pulang kan?" tanyanya hendak memastikan kembali. "Duh, dek. Berapa kali lagi sih, mas harus ngomong ke kamu, kalau mas nggak ada pulang? Kamu tahu sendiri kan? Kalau malam, nggak ada ojek yang mau masuk hutan? Lagian kamu kenapa sih?" Lelaki itu mulai terlihat sedikit kesal. Ia membalikkan tubuhnya dan mulai tak menghiraukan istrinya. Ia berusaha untuk memejamkan kedua matanya, untuk beristirahat melepaskan lelahnya. "Jadi semalam itu apa?" gumam Esmeralda dalam hati. Tatapannya tampak kosong. Ia mencoba untuk berpikir dengan jernih. "Apakah aku hanya bermimpi saja?" Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan cepat, seolah antara hati dan pikirannya tidak sejalan. "Tapi itu terlalu nyata untuk dikatakan mimpi." Esmeralda m
Esmeralda bergegas menutup pintu, saat ia melihat ibu mertuanya menoleh ke arah kamarnya. Ia bergegas naik ke atas ranjang, dan berpura-pura tertidur dengan pulas. Dan benar saja firasatnya. Sayup-sayup ia mendengar suara pintu kamarnya terbuka secara perlahan. Wanita tua itu berdiri di depan pintu, menatapnya dengan sorot mata yang tajam. Dalam kegelapan di dalam kamarnya, Esmeralda masih bisa mengintip apa yang dilakukan oleh ibu mertuanya. Wanita tua itu seolah mengawasi dirinya. Cukup lama ia berdiri di sana, yang membuat Esmeralda ketakutan. Blam! Suara pintu ditutup dengan cukup keras, yang membuat wanita itu tersentak. Suasana mendadak hening. Esmeralda mengintip untuk melihat situasi di dalam kamarnya. Wanita tua itu sudah tidak mengawasinya lagi. Hal itu membuat ia bisa bernafas dengan lega. "Apa yang dilakukan ibu ya? Kenapa dia kelihatan lebih menakutkan dari biasanya," gumamnya dengan lirih. ***Suasana makan siang, terlihat tegang dan kaku. Tak ada pembicaraan sel
Esmeralda diam selama beberapa saat. Ia menatap wajah suaminya yang balas menatapnya dengan sorot mata yang tajam. "Ya, ada sesuatu yang terjadi, mas," sahut wanita itu dengan lirih. Franky masih bungkam, menunggu istrinya melanjutkan ucapannya. "Benar seperti katamu. Aku terlalu banyak berhalusinasi. Bahkan aku berhalusinasi bahwa kamu pulang pada malam itu. Halusinasi itu terasa seperti nyata. Kamu tahu kenapa, mas?" Esmeralda menatap wajah suaminya dengan tatapan mata yang dalam, hingga Franky menjadi melemah. Lelaki itu tidak menyahut. Ia hanya menarik nafas panjang, dan membuangnya secara kasar. "Karena kamu terlalu sibuk memikirkan keluargamu. Tapi kamu sama sekali tidak mempedulikan bagaimana perasaanku, mas," lanjut Esmeralda setelah ia menyadari bahwa suaminya hanya diam saja, tidak memberikan respon. "Maafkan mas ya, dek? Mas stress dengan hidup mas yang seperti ini. Mas belum bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan mas yang sekarang. Selama ini, mas memiliki pekerjaan
Melihat pemandangan di depannya, membuat Bu Layla berteriak dengan histeris. Wanita itu merangkak untuk menghampiri tubuh suaminya yang terlihat tidak berdaya. Pak Khaled batuk berdarah, yang membuat Bu Layla semakin panik. "Bu, cepat bawa Xiena dan Xavier keluar dari rumah ini. Ajak juga putri kita, " ucapnya dengan suara yang lirih. Lelaki tua itu tampak sekarat. "Tapi kami harus ke mana Pak? " tanya Bu Layla dengan panik. Belum sempat Pak Khaled menjawab pertanyaan istrinya, ia yang melihat Esmeralda berjalan maju ke arahnya, berusaha sekuat tenaga untuk kembali bangkit, melindungi anak dan istrinya. "Cepatlah pergi, bu! " ucapnya yang segera berdiri di hadapan Esmeralda. Sementara Pak Khaled mengalihkan perhatian hantu wanita itu, Bu Layla dan Camelia pergi meninggalkan kamar sambil membawa serta Xiena dan Xavier. Mereka berhasil keluar dari rumah itu. Sedangkan Pak Khaled mendapatkan serangan bertubi-tubi yang membuat lelaki tua itu semakin tidak berdaya. Pak Khaled yan
"Bu, coba lihat siapa yang datang? " ucap Pak Khaled memberikan perintah. Bu Layla tidak menyahut. Ia segera beranjak dari tempat duduk nya menuju ke pintu depan. Saat ia membuka pintu dengan perlahan, ia membelalakkan kedua matanya karena terkejut. Ia hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Wanita yang berdiri di depan pintu dengan wajah yang pucat itu, benar-benar Esmeralda. Dia sudah pulang setelah hampir satu bulan menghilang tanpa jejak, dan juga tiada kabar. Bu Layla melongo. "Ini beneran kamu Esmeralda? " tanyanya hendak memastikan. Wanita itu diam. Bibirnya mengatup rapat. Pandangannya kosong. Ia tidak menyahut pertanyaan yang telah diajukan oleh Bu Layla. Tatapan matanya terlihat kosong. Ia berjalan masuk ke dalam, melewati Bu Layla yang masih terbengong memandangi punggung Esmeralda yang semakin jauh dari hadapannya. wanita itu menuju ke kamar si kembar. Bu Layla yang tersadar dari lamunannya, bergegas masuk ke dalam rumah. Pak Khaled yang semula terlihat f
Tok tok tokSuara ketukan nyaring telah menyita perhatian Pak Khaled, Bu Layla dan Camelia yang sedang bermain dengan Xavier dan Xiena di ruang keluarga. Ketiganya saling menatap satu sama lain selama beberapa saat. "Siapa ya yang datang? " tanya Pak Khaled yang terlihat penasaran. Camelia hanya angkat bahu, lalu kembali mengalihkan pandangannya menatap wajah Xavier dan Xiena. Bu Layla yang menyadari bahwa dirinya yang harus membukakan pintu, segera beranjak dari tempat ia duduk. "Biar ibu saja yang buka, " ucapnya yang melenggang pergi menuju ke pintu depan. Raut wajah Bu Layla berubah saat ia melihat seseorang yang berada di balik pintu, yang telah mengetuk pintu rumahnya adalah Pak Clint. Sebuah senyuman tampak tercetak dengan jelas di bibirnya. "Pak Clint? Ada apa ya? Tumben sore-sore datang bertamu? " tanya Bu Layla hendak memastikan. Pak Clint terdiam selama beberapa saat. Wajahnya tampak memperlihatkan raut kebingungan dan gelisah, membuat Bu Layla menyadari bahwa ada
Seluruh bulu kuduk nya mendadak merinding. Esmeralda cepat-cepat masuk ke dalam mobilnya, dan kembali mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah sakit yang sebelumnya telah di beritahukan oleh Bi Masha lewat pesan singkat di aplikasi hijau. Setibanya di rumah sakit, Esmeralda segera turun dari mobil. Ia keluar dari halaman parkir menuju ke lobby rumah sakit. Ia menemui resepsionis yang berjaga di sana. "Permisi, mbak. Saya mau menjenguk pasien atas nama Bu Aurora yang katanya sedang kritis, " ucap Esmeralda dengan raut wajahnya yang terlihat serius. "Oh, Bu Aurora ya? dia sudah dipindahkan ke rumah sakit umum Daerah yang ada di seberang sana, Bu! Keadaannya semakin parah. kedua matanya terus mengeluarkan darah. "Mendengar penjelasan dari petugas rumah sakit yang berjaga, membuat Esmeralda termangu selama beberapa saat lamanya. Lamunan Esmeralda terberai saat ia mendengar suara dering ponsel yang berbunyi keras dari dalam tasnya. "Baik, mbak. Terimakasih infony
Esmeralda melangkah dengan perasaan kecewa yang mendalam. Ia merasa patah hati setelah melakukan ritual sesajen itu, tapi tidak membuahkan hasil sama sekali. Tidak ada petunjuk atau tanda-tanda keberadaan bayi perempuannya. Bu Layla yang menyadari diamnya wanita itu, mengusap-usap dengan lembut bahunya seolah memberikan isyarat agar wanita itu tetap kuat dan bersabar. Kedatangan Mereka segera disambut oleh Camelia yang menghampiri mereka dengan raut wajah yang terlihat sangat antusias. "Bagaimana? Apakah Xiena sudah ditemukan? " tanyanya menyambar. Bu layla dan Pak Khaled saling menatap satu sama lain selama beberapa saat, lalu menggelengkan kepalanya dengan perlahan. Sementara Esmeralda hanya tertunduk dengan raut wajah yang murung. "Di mana Xavier, Mel? " tanya Bu Layla hendak memastikan. Ia merasa heran kenapa putrinya tidak bersama dengan bayi laki-laki itu. "Sehabis ku mandikan dan kuberi susu, dia tidur di kamar, " sahut Camelia menjelaskan. "Nduk, kamu kembali ke kamar s
Esmeralda tidak langsung menjawab. Ia terdiam selama beberapa saat lamanya. Wajahnya ia tundukkan dalam-dalam. Ia menarik nafas panjang, kemudian ia menghembuskan kembali secara perlahan. "Saya.... Dulunya menikah dengan orang sini, " ucap Esmeralda yang memulai ceritanya. Sementara Bu Layla dan Camelia tampak menyimak penuturan wanita itu. "Saya sempat tinggal di sini bersama dengan mantan suami saya. Ibu mertua saya kurang menyukai saya karena saya belum memiliki keturunan. Lalu saya tiba-tiba hamil. Tapi mantan suami saya malah menceraikan saya. Katanya dia mandul, bagaimana mungkin saya bisa hamil? Dia menuding saya selingkuh." Airmata kembali mengalir perlahan membasahi pipi Esmeralda. "Ya, saya merasakan ada yang aneh dengan kehamilan saya. Hanya beberapa bulan saja, tiba-tiba perut saya membesar, dan saya merasakan kontraksi yang hebat hingga saya tidak sadarkan diri. Saat saya terbangun, ibu mertua saya bilang bahwa bayi saya tidak selamat.""Lalu, apa yang terjadi? " tanya
*Special Part*Dokter wanita itu tertegun selama beberapa saat. Dia melirik wajah Esmeralda yang balas menatapnya, sebelum pandangannya kembali beralih menatap wajah sang perawat. "Ada apa dengan bayi lelaki itu?" tanyanya hendak memastikan. Dokter wanita itu menyerahkan bayi perempuan yang sejak tadi berada di tangannya, pada sang ibu yang segera menampungnya. Dokter itu berjalan perlahan menghampiri sang perawat yang kembali menatap bayi lelaki yang tidak bergerak sama sekali. "Dia tidak menangis, dan juga tidak bergerak, dok. Apakah dia sudah meninggal?" Perawat itu menatap wajah dokter yang berdiri di hadapannya dengan perasaan khawatir. Dokter itu kemudian menggendong bayi laki-laki itu. Dan benar, ia tidak merasakan nafas bayi itu. Dia memijat perlahan dada bayi itu, memberikan pertolongan. dia pikir, bayi itu tersedak air ketuban. Setelah beberapa menit ia berusaha, tapi hasilnya nihil. dokter mulai berputus asa. Dia menarik nafas panjang, dan menghelanya dengan kasar. D
Angin berembus dengan semilir. Pintu terbuka semakin lebar, yang membuat kedua mata Camelia dan Esmeralda terbelalak dengan lebar. Tak seorang pun yang berdiri di sana untuk membuka pintu. Padahal mereka sudah sangat yakin bahwa pintu kamar sudah ditutup dengan benar. Tidak mungkin terbuka oleh angin.Camelia dan Esmeralda saling menatap satu sama lain. Keduanya saling menelan ludah."Siapa yang membuka pintu itu? " Camelia menatap wajah Esmeralda dengan tatapan tajam.Wanita itu menggelengkan kepalanya dengan perlahan. "Mungkin tadi saat Pak Kyai Khaled keluar, dia tidak menutup pintu dengan rapat, jadi terbuka sedikit oleh angin, " Sahut Esmeralda berusaha menenangkan dirinya dan juga putri Pak Kyai yang hanya menganggukkan kepalanya, setuju dengan apa yang baru saja dikatakan oleh wanita itu."Ya, masuk akal juga, " Ucapnya dengan intonasi yang datar. Ia tersenyum kaku, berusaha menyamarkan perasaan takut yang sedang menguasai dirinya.Esmeralda balas tersenyum. "Biar aku tutup pin
Mendengar teriakan Camelia, perhatian Pak Kyai Khaled dan Bu Layla, segera tersita. Keduanya saling menatap satu sama lain selama beberapa saat, sebelum keduanya beranjak dari tempat mereka menuju ke dapur untuk melihat apa yang telah terjadi pada putri mereka.Keduanya tercengang saat melihat Camelia tergeletak di lantai dapur, dengan pecahan gelas yang sedikit basah.Mereka melangkah dengan hati- hati agar tidak terkena pecahan kaca, mendekati putri mereka yang tidak sadarkan diri."Nduk? " Pak kyai mengusap lembut wajah Camelia. Wanita itu sama sekali tidak merespon."Pak, kita bawa dia ke kamar saja, " Ucap Bu Layla dengan raut wajah yang penuh kekhawatiran.Sementara Pak kyai Khaled membopong tubuh putrinya, membawanya ke kamar, Bu Layla membereskan pecahan gelas."Apa yang telah dilihat putri kita, pak? Sampai dia tidak sadarkan diri seperti itu, " Ucap Bu Layla menatap wajah Pak kyai, setelah wanita itu masuk ke dalam kamar putrinya, dan duduk di sebelah suaminya."Entahlah, Bu