Share

Bab 68

Author: Sylus wife
last update Last Updated: 2024-12-27 18:02:46

Aisyah merebahkan diri di ranjangnya, tubuhnya terasa lelah setelah semua drama hari itu. Ia memejamkan mata, berharap bisa segera tenggelam dalam tidur. Namun, harapan itu musnah saat ponselnya berbunyi tiba-tiba, memecah keheningan malam. Layar ponsel menampilkan nomor yang tidak dikenal. Dengan napas berat, Aisyah menggeser layar, mengangkat panggilan itu.

“Halo, ini siapa?” tanyanya dengan nada kesal. Tangan kanannya sibuk mengucek matanya yang berat karena kantuk.

Suara tajam langsung terdengar dari seberang, menusuk telinga Aisyah dengan kemarahan yang tak terbendung. “Hey, wanita murahan! Ini aku, Anindya!”

Aisyah mengangkat alis, lalu menyeringai penuh arti. Mendapatkan telepon dari calon istri suaminya sendiri adalah hiburan malam yang tidak ia sangka-sangka. Jiwa roasting yang terpendam dalam dirinya langsung bergolak. “Aku? Murahan? Lucu sekali. Sepertinya kau sedang membicarakan dirimu sendiri. Kamu adalah cerminan dari apa yang kamu tuduhkan p
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 69

    Di sebuah taman sepi di tengah kota, Aisyah duduk di bangku kayu, kedua tangannya terlipat di depan dada. Tatapannya tenang namun tajam, menanti kedatangan seseorang. Tak lama, langkah sepatu Anindya terdengar memecah keheningan. Wanita itu mendekat dengan wajah tegang, pandangannya penuh dengan rasa penasaran yang bercampur amarah. Aisyah menoleh, menyunggingkan senyum tipis. "Ah, akhirnya kau datang juga. Aku hampir bosan menunggumu." Anindya berdiri di depan Aisyah, memandangnya tajam tanpa basa-basi. "Aisyah! Apa kau serius? Kau benar-benar menikah dengan wakil presiden karena diperkosa?" suaranya penuh nada tidak percaya, bahkan cenderung menuduh. Aisyah mengangkat bahu, seolah pertanyaan itu tidak berarti apa-apa baginya. "Tentu saja. Untuk apa aku berbohong padamu? Tidak ada untungnya." Nada bicaranya datar, namun sarat dengan ketegasan yang membuat Anindya semakin gelisah. Anindya mengepalkan tangan, matanya menatap

    Last Updated : 2024-12-28
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 70

    'Ba- bagaimana ini? Bukti-buktinya terlalu banyak...' Anindya memegangi kepalanya, jemarinya meremas rambutnya sendiri dengan panik. Wajahnya pucat pasi. 'Saksinya juga bukan orang sembarangan. Mereka... mereka orang-orang yang tidak mungkin bisa disogok. Bagaimana caranya aku menyangkal semua ini?' batinnya bergemuruh, mencoba mencari celah dalam kekalutan.Namun sebelum ia bisa berkata apa-apa, suara dingin dan tajam memotong lamunannya."Tidak perlu menyangkal." Suara itu datang dari Nursyid, yang kini berdiri dengan ekspresi penuh kebencian. Tatapannya menusuk langsung ke hati Anindya, membuat wanita itu mundur setengah langkah. "Keluarga itu... bukan manusia. Mereka tidak lebih dari binatang."Tangan Nursyid mengepal erat, jemarinya gemetar karena amarah yang ia tahan. Matanya memerah, air mata mulai menggenang di sudut matanya, namun ia tetap berdiri tegak, mencoba menjaga kendali. "Prasetya... adik Sulistyo, yang kalian kenal sebagai politisi yang b

    Last Updated : 2024-12-28
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 71

    Anindya terbaring di ranjangnya, menatap langit-langit kamar dengan mata yang terbuka lebar. Pikirannya penuh dengan kekacauan, berputar seperti badai yang tak kunjung reda. Adegan-adegan dari pertemuan di taman tadi terus menghantui pikirannya, memunculkan rasa takut yang bercampur dengan kebingungan."Apa-apaan ini?!" gumamnya pelan, namun suaranya menggema di keheningan kamar. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, mencoba menenangkan diri. "Aku hanya ingin menikah dengan pria kaya... Tapi kenapa setiap kali aku hampir mendapatkannya, selalu saja ada halangan?!"Ia menghela napas panjang, lalu melepaskan tangannya dari wajah. Tatapannya kosong, terarah pada lampu kamar di atasnya. Kilasan masa lalu muncul dalam pikirannya. "Saat itu, aku gagal menikah karena ternyata pria itu sudah punya istri..." Anindya berbicara pada dirinya sendiri, mencoba merangkai logika di tengah pusaran emosinya. "Dan yang lain... dia gagal juga, karena pria itu ingin punya istri lebi

    Last Updated : 2024-12-29
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 72

    Keesokan paginya, Anindya menaiki mobil mewah yang telah disiapkan untuk membawanya ke istana negara. Pikirannya dipenuhi dengan kebimbangan dan tekanan. Meski wajahnya tersenyum, hatinya terasa berat. Ia memandang keluar jendela, memperhatikan gedung-gedung tinggi yang berjejer di sepanjang perjalanan, tetapi tak satu pun pemandangan itu benar-benar ia nikmati.Setibanya di istana, Ratri sudah menunggunya di ruang tamu utama. Wanita itu menyambut Anindya dengan senyuman ramah yang terasa dingin, seperti topeng yang dirancang untuk menutupi niat sebenarnya."Selamat datang, Anindya," sapa Ratri lembut. "Ayo, kita mulai. Ini hari penting untukmu."Anindya mengangguk dan mengikuti langkah Ratri menuju ruang pertemuan besar yang telah disulap menjadi galeri pribadi. Di tengah ruangan itu, sebuah meja besar dipenuhi buku-buku tebal berisi desain gaun pengantin tradisional yang mewah. Sulistyo dan Jatmiko, ayahnya, sudah duduk di sana, keduanya tampak datar tan

    Last Updated : 2024-12-29
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 73

    Malam itu, kegelapan pekat menyelimuti istana negara. Lampu-lampu kota yang gemerlap tampak seperti bintang yang tersebar di bawah langit malam, namun keindahan itu tak mampu mengusir hawa mencekam yang mengelilingi kamar Wakil Presiden Sulistyo.Di balkon kamar megahnya, Sulistyo berdiri diam. Tatapannya menembus kegelapan, memandang kota yang padat dengan ekspresi dingin dan penuh ambisi. Angin malam menerpa wajahnya, namun rasa dingin itu tak mampu menembus dinginnya hati pria itu. Di matanya, kota itu adalah sesuatu yang harus ditaklukkan, dipeluk dalam genggamannya, seperti seorang raja yang tak ingin ada satu pun rakyat yang luput dari kendalinya.Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari belakang, diikuti suara seorang pria yang berbicara dengan nada dalam dan penuh penghormatan. "Tuan ..."Sulistyo tak berbalik. Tubuhnya tetap kaku, memancarkan wibawa yang menekan siapa pun yang ada di sekitarnya. "Bagaimana?" tanyanya dengan suara rendah namun

    Last Updated : 2024-12-30
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 74

    Pagi itu, suasana istana negara terasa berbeda. Langit biru cerah seakan bertolak belakang dengan ketegangan yang memenuhi ruang tamu megah. Anindya tiba dengan anggun, mengenakan pakaian tradisional yang dipadukan dengan gaya modern. Gaunnya yang berwarna pastel mengalir lembut, mempertegas pesona elegannya. Setiap langkahnya diiringi oleh tatapan kagum para staf istana yang kebetulan melihatnya.Saat memasuki ruang tamu, Ratri, ibu Sulistyo, menyambutnya dengan senyum ramah. "Nak Anindya ... Silakan duduk!" Suaranya lembut, penuh kehangatan yang membuat siapa pun merasa nyaman.Anindya menuruti arahan itu dengan sikap penuh keanggunan. Ia duduk di sofa, kakinya dirapatkan dan sedikit dimiringkan, tangannya terlipat di pangkuan. Namun, sebelum suasana bisa menjadi lebih santai, Sulistyo masuk dengan langkah cepat, tatapannya tajam seperti elang yang mengincar mangsanya.Tanpa basa-basi, Sulistyo langsung bertanya. "Anindya, apa yang kau rencanakan dengan

    Last Updated : 2024-12-30
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 75

    Malam itu, suasana di istana negara terasa mencekam meski tidak ada satu pun tanda bahaya yang nyata. Sulistyo melangkah masuk ke kamarnya dengan raut wajah gelap, kemarahan dan kekhawatiran bercampur dalam pikirannya. Lampu di kamar itu hanya menyala remang, membuat bayangan tubuhnya tampak besar di dinding. Dengan gerakan cepat, ia meraih ponselnya, menekan tombol panggilan yang sudah tersimpan. "Rayhan! Bagaimana dengan Aisyah? Ada tanda-tanda gadis itu membuat ulah?" tanyanya langsung, tanpa basa-basi. Nada suaranya tajam, penuh tekanan, seolah setiap kata adalah perintah mutlak yang harus segera dipatuhi. Dari seberang telepon, suara Rayhan terdengar tegas tetapi tetap hormat. "Tidak ada, Tuan. Nona Aisyah saat ini sedang sibuk dengan syuting iklan yang dibintanginya. Sejauh ini, tidak ada gerak-gerik mencurigakan darinya. Tuan tidak perlu khawatir." Sulistyo diam sesaat, mendengarkan laporan itu dengan alis berkerut. Namun, rasa tid

    Last Updated : 2024-12-31
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 76

    Istana negara hari itu berubah menjadi pusat perhatian dunia. Sebuah pernikahan megah yang jauh lebih mewah dari pada sebelumnya digelar di sana. Para tamu undangan, termasuk pejabat tinggi, tokoh masyarakat, dan wartawan dari berbagai media, memenuhi aula utama yang dihiasi gemerlap lampu kristal dan rangkaian bunga segar yang membentuk lorong megah menuju pelaminan.Sulistyo, dengan pakaian tradisional Javanagara yang memancarkan wibawa, berdiri di tengah aula. Wajahnya tampak bersinar, penuh percaya diri, seolah pernikahan ini adalah puncak dari kesuksesannya. Kilatan kamera terus menyorotnya, memotret setiap sudut keanggunannya.Tak lama, perhatian para tamu beralih. Dari ujung aula, Anindya muncul dengan elegan, mengenakan gaun pengantin putih yang berkilauan di bawah cahaya lampu. Di belakangnya, Aisyah, sebagai bridesmaid, memegangi ujung kain batik panjang yang menjuntai dari gaun Anindya. Langkah mereka perlahan, tetapi setiap langkah membawa ketegangan ya

    Last Updated : 2024-12-31

Latest chapter

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 135

    Malam mulai merayap ketika Aisyah dan Sulistyo kembali ke istana negara setelah kunjungan panjang ke rumah sakit. Langit kelam membayangi bangunan megah itu, dan suara gemuruh jauh dari aksi demonstrasi yang terus berlangsung, terasa seperti ancaman yang tak pernah benar-benar pergi.Mereka melangkah masuk ke kamar utama. Sulistyo melempar jasnya ke kursi dan duduk di tepi ranjang, matanya menatap kosong ke depan, pikirannya seolah terperangkap dalam sesuatu yang tak terlihat. Ia menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan."Duduklah." Suaranya terdengar datar, namun perintah itu penuh kuasa, membuat Aisyah tanpa sadar menuruti dengan patuh. Ia duduk di samping suaminya, tangannya mengepal erat di atas pangkuannya, sementara perasaan tertekan membungkus tubuhnya seperti rantai yang tak terlihat.Sulistyo memutar tubuhnya sedikit, jemarinya yang besar dan dingin menyentuh kepala Aisyah, mengusapnya dengan sentuhan yang tampak lembut namun penuh pe

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 134

    Pintu kamar terbuka perlahan, engselnya berderit seperti jeritan pelan yang menyeruak ke dalam keheningan. Sulistyo melangkah masuk dengan langkah tenang namun penuh kekuasaan, bayangannya yang panjang melintasi dinding seperti sosok kegelapan yang merayap mendekati mangsanya. Aisyah, yang sebelumnya tengah memegang ponselnya dengan tangan gemetar, dengan cepat menyembunyikan perangkat itu di bawah bantal dan membaringkan diri di ranjang. Matanya terpejam rapat, napasnya ditahan, seolah tidur adalah satu-satunya pelindung dari bencana yang berdiri di ambang pintu.Sulistyo mendekat, duduk di tepi ranjang, dan tangannya yang dingin terulur, mengusap rambut Aisyah dengan gerakan yang, di permukaan, tampak penuh kasih. Namun sentuhan itu bagaikan rantai besi yang melilit leher, menahan kebebasannya."Apa kau sudah memeriksanya?" Suaranya rendah, penuh tekanan yang terpendam. Setiap kata menembus jantung seperti pisau kecil yang perlahan menusuk. "Apa kau sudah hamil?"

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 133

    Komentar-komentar di komunitas media sosial terus bergulir tanpa henti seperti arus sungai yang liar, semakin deras dan panas seiring dengan berlalunya siang. Aisyah terbaring diam di tempat tidur, cahaya ponsel memantul di wajahnya yang pucat. Jemarinya menggulir layar, matanya terpaku pada setiap kata yang muncul—setiap kalimat adalah ledakan kecil yang menghantam jiwanya, mengoyak rasa tenang yang berusaha ia pertahankan.“Tapi kau lihat sendiri apa yang terjadi pada orang-orang yang menentang Sulistyo, kan? Orang-orang sekelas Nursyid saja terancam bangkrut karena berani melawannya. Apalagi orang kecil seperti kita-kita ini?”Aisyah menelan ludah, telinganya seakan mendengar gema ketakutan yang diucapkan oleh pengguna anonim di layar.“Itu benar! Apa yang bisa kita lakukan? Lihat saja para pendemo kemarin! Dua orang mati, dan jika Sulistyo tidak berbelas kasihan, mungkin lebih banyak lagi yang akan tumbang!”“Berbelas kasihan?” pikir Aisyah de

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 132

    Kolom komentar di media sosial yang selama ini menjadi arena bagi suara-suara terpendam kini dipenuhi gelombang kesedihan dan kemarahan. Ratusan pesan memenuhi layar, membentuk aliran panjang yang tak henti-hentinya bergerak, mencerminkan hati dan pikiran rakyat yang mendidih."Itu sangat mengerikan!""Benar juga, Aisyah ke mana ya? Dia sudah tidak terlihat lagi di TV atau media sosial mana pun."Setiap pesan seolah-olah menjadi sumbu yang membakar api kepedihan dan kepedulian. Mereka berbicara satu sama lain, menggema dengan rasa ingin tahu yang berbalut kecemasan."Pertanyaan bodoh! Pastinya dia sudah ditahan Sulistyo karena hampir membuatnya dihukum mati.""Aisyah yang malang… Dia hanya ingin membuka mata rakyat, menunjukkan keburukan Sulistyo. Tapi apa daya? Lawannya adalah monster yang menguasai segalanya."Nama Aisyah disebut-sebut dengan penuh kasih dan simpati, seakan-akan dia adalah simbol perjuangan yang terlupakan namu

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 131

    Aisyah terbangun dari tidur siangnya dengan hati yang gelisah. Udara dalam kamar terasa berat, seolah sesak oleh rahasia dan ketakutan yang tak terlihat. Tangannya terjulur meraih ponsel di meja samping tempat tidur. Dengan jantung yang berdetak cepat, ia membuka layar dan langsung menelusuri beranda media sosial yang dipenuhi berita dan komentar panas tentang Sulistyo.Berita utama yang terpampang di layar membuat matanya melebar. “Tragedi Berdarah: Dua Mahasiswa Gugur di Tangan Presiden Sulistyo.” Setiap kata terasa seperti pukulan keras yang menghantam dadanya. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengatur emosi yang berkecamuk, meski jauh di lubuk hati, ia sudah tahu bahwa hal seperti ini akan terjadi.Komentar-komentar dari netizen mengalir deras seperti arus sungai yang tak terbendung, penuh dengan kemarahan dan ketakutan:“Sulistyo benar-benar mengerikan! Dia membunuh dua orang mahasiswa!”“Apa dia sungguh manusia? Dia lebih seperti monste

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 130

    Meja makan di aula megah itu dipenuhi makanan mewah, setiap piring tersaji dengan detail sempurna. Para pelayan bergerak seperti bayangan, menyajikan hidangan dengan penuh kehormatan. Di sekitar mereka, pejabat tinggi dan orang-orang berpengaruh bercakap-cakap, membicarakan nasib rakyat yang bagi mereka hanyalah angka-angka di atas kertas.Aisyah duduk dengan tenang di sisi Sulistyo, matanya memandang lurus ke depan, tapi pikirannya melayang jauh dari hiruk-pikuk. Orang-orang berlalu-lalang, wajah-wajah yang penuh tipu daya dan senyum palsu yang memuja kekuasaan. Sesekali ia menangkap mata yang menatapnya dengan iri, wajah-wajah wanita yang ingin berada di posisinya. Mereka tidak tahu. Mereka hanya melihat kemewahan dan kemuliaan, bukan rantai tak terlihat yang membelenggu jiwa.Sulistyo menoleh, menatap Aisyah dengan senyum yang tampak hangat, meski ada sesuatu yang dingin dan menguasai di balik matanya. Tangannya terulur, menyibakkan rambut Aisyah dengan lembut,

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 129

    Sulistyo berdiri di tengah tempat yang dipenuhi teriakan dan jeritan mahasiswa. Tangannya terangkat perlahan, dan dari telapak tangannya, asap hitam mulai merayap keluar, bergerak dengan kehendak yang menyerupai makhluk hidup. Asap itu menyelubungi pintu-pintu dan jendela, menutup semua jalur keluar. Suasana yang sudah mencekam berubah menjadi horor murni."Cepat keluar!" teriaknya, suaranya bergema seperti guruh di langit malam. Mata gelapnya bersinar penuh kebencian. "Jangan membuatku berubah pikiran!"Dengan satu gerakan tegas, asap hitam itu surut, membuka jalan bagi para mahasiswa yang sudah pucat pasi. Mereka berlarian, berhamburan keluar seperti kawanan domba yang diterkam serigala. Tangisan dan teriakan ketakutan mereka menggema, menyayat udara malam yang dingin. Beberapa jatuh tersungkur, sementara yang lain mendorong tanpa ampun demi menyelamatkan nyawa sendiri.Di luar, kamera-kamera televisi tetap menyala, menangkap setiap momen dengan sempurna

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 128

    Setelah prosesi pelantikan Sulistyo sebagai presiden dan Prasetya sebagai wakil presiden usai, gemuruh tepuk tangan memenuhi istana. Suara riuh itu memantul di dinding-dinding megah, membentuk simfoni kepalsuan yang memekakkan telinga. Para pejabat, tamu undangan, dan tokoh-tokoh penting berdiri dengan senyum penuh sanjungan, meski sebagian besar dari mereka menelan ketakutan yang tak mampu disembunyikan di balik topeng mereka.Di luar gerbang istana, barisan mahasiswa yang dulunya berdiri tegak dengan semangat perjuangan kini tertunduk lesu. Mata mereka kosong, menyimpan trauma dari kekejaman yang baru saja mereka saksikan. Dua dari mereka telah tergeletak tak bernyawa—korban terbaru dari tangan besi Sulistyo, presiden yang kini memegang kendali penuh atas kehidupan mereka. Suara perlawanan yang dulu membakar, kini sirna. Yang tersisa hanya rasa takut yang menggerogoti jiwa.Sulistyo menatap mereka. Senyum puas terpampang di wajahnya, sebuah senyuman yang lebih me

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 127

    Di tengah kemegahan istana yang dipenuhi sorotan kamera dan kilauan lampu, Sulistyo berdiri dengan tegak di atas podium. Senyum liciknya terukir sempurna, menampilkan gigi-gigi yang seolah siap menerkam siapa saja. Suaranya menggema, mengisi setiap sudut dengan nada kemenangan yang menusuk hati."Hadirin sekalian… Kali ini kita kedatangan tamu yang sangat penting. Sekumpulan anak-anak mahasiswa. Calon-calon pemimpin negara ini di masa depan," katanya, suaranya tegas namun sarat dengan penghinaan terselubung. "Oleh karena itu, mari kita dengarkan pidato dari presiden kalian yang baru dengan saksama!"Dia mengangkat tangannya seolah memerintah dunia untuk tunduk di bawah kakinya. Sorak-sorai dari beberapa orang bayaran bergema, menciptakan ilusi bahwa Sulistyo benar-benar dihormati.Di barisan belakang, Ratri menyaksikan dengan tubuh gemetar. Matanya membelalak, ekspresinya penuh campuran antara ngeri dan tidak percaya. "Sulistyo…" bisiknya, suaranya bergeta

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status