Share

Bab 73

Penulis: Sylus wife
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-30 06:05:07

Malam itu, kegelapan pekat menyelimuti istana negara. Lampu-lampu kota yang gemerlap tampak seperti bintang yang tersebar di bawah langit malam, namun keindahan itu tak mampu mengusir hawa mencekam yang mengelilingi kamar Wakil Presiden Sulistyo.

Di balkon kamar megahnya, Sulistyo berdiri diam. Tatapannya menembus kegelapan, memandang kota yang padat dengan ekspresi dingin dan penuh ambisi. Angin malam menerpa wajahnya, namun rasa dingin itu tak mampu menembus dinginnya hati pria itu. Di matanya, kota itu adalah sesuatu yang harus ditaklukkan, dipeluk dalam genggamannya, seperti seorang raja yang tak ingin ada satu pun rakyat yang luput dari kendalinya.

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari belakang, diikuti suara seorang pria yang berbicara dengan nada dalam dan penuh penghormatan. "Tuan ..."

Sulistyo tak berbalik. Tubuhnya tetap kaku, memancarkan wibawa yang menekan siapa pun yang ada di sekitarnya. "Bagaimana?" tanyanya dengan suara rendah namun
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 74

    Pagi itu, suasana istana negara terasa berbeda. Langit biru cerah seakan bertolak belakang dengan ketegangan yang memenuhi ruang tamu megah. Anindya tiba dengan anggun, mengenakan pakaian tradisional yang dipadukan dengan gaya modern. Gaunnya yang berwarna pastel mengalir lembut, mempertegas pesona elegannya. Setiap langkahnya diiringi oleh tatapan kagum para staf istana yang kebetulan melihatnya.Saat memasuki ruang tamu, Ratri, ibu Sulistyo, menyambutnya dengan senyum ramah. "Nak Anindya ... Silakan duduk!" Suaranya lembut, penuh kehangatan yang membuat siapa pun merasa nyaman.Anindya menuruti arahan itu dengan sikap penuh keanggunan. Ia duduk di sofa, kakinya dirapatkan dan sedikit dimiringkan, tangannya terlipat di pangkuan. Namun, sebelum suasana bisa menjadi lebih santai, Sulistyo masuk dengan langkah cepat, tatapannya tajam seperti elang yang mengincar mangsanya.Tanpa basa-basi, Sulistyo langsung bertanya. "Anindya, apa yang kau rencanakan dengan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 75

    Malam itu, suasana di istana negara terasa mencekam meski tidak ada satu pun tanda bahaya yang nyata. Sulistyo melangkah masuk ke kamarnya dengan raut wajah gelap, kemarahan dan kekhawatiran bercampur dalam pikirannya. Lampu di kamar itu hanya menyala remang, membuat bayangan tubuhnya tampak besar di dinding. Dengan gerakan cepat, ia meraih ponselnya, menekan tombol panggilan yang sudah tersimpan. "Rayhan! Bagaimana dengan Aisyah? Ada tanda-tanda gadis itu membuat ulah?" tanyanya langsung, tanpa basa-basi. Nada suaranya tajam, penuh tekanan, seolah setiap kata adalah perintah mutlak yang harus segera dipatuhi. Dari seberang telepon, suara Rayhan terdengar tegas tetapi tetap hormat. "Tidak ada, Tuan. Nona Aisyah saat ini sedang sibuk dengan syuting iklan yang dibintanginya. Sejauh ini, tidak ada gerak-gerik mencurigakan darinya. Tuan tidak perlu khawatir." Sulistyo diam sesaat, mendengarkan laporan itu dengan alis berkerut. Namun, rasa tid

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 76

    Istana negara hari itu berubah menjadi pusat perhatian dunia. Sebuah pernikahan megah yang jauh lebih mewah dari pada sebelumnya digelar di sana. Para tamu undangan, termasuk pejabat tinggi, tokoh masyarakat, dan wartawan dari berbagai media, memenuhi aula utama yang dihiasi gemerlap lampu kristal dan rangkaian bunga segar yang membentuk lorong megah menuju pelaminan.Sulistyo, dengan pakaian tradisional Javanagara yang memancarkan wibawa, berdiri di tengah aula. Wajahnya tampak bersinar, penuh percaya diri, seolah pernikahan ini adalah puncak dari kesuksesannya. Kilatan kamera terus menyorotnya, memotret setiap sudut keanggunannya.Tak lama, perhatian para tamu beralih. Dari ujung aula, Anindya muncul dengan elegan, mengenakan gaun pengantin putih yang berkilauan di bawah cahaya lampu. Di belakangnya, Aisyah, sebagai bridesmaid, memegangi ujung kain batik panjang yang menjuntai dari gaun Anindya. Langkah mereka perlahan, tetapi setiap langkah membawa ketegangan ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-31
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 77

    "Kalian tidak bisa melakukan ini padaku! Aku wakil presiden! Kalian tidak punya hak menangkapku!" Sulistyo meraung, suaranya menggema di aula megah yang kini berubah menjadi arena pengadilan publik. Tubuhnya meronta-ronta saat aparat keamanan dengan sigap membawanya pergi. Namun, jeritannya hanya terdengar seperti bunyi rantai yang terputus—sia-sia, tanpa daya.Para tamu yang masih berada di tempat hanya bisa menyaksikan kejadian itu dengan bisu. Wajah-wajah mereka dipenuhi kebingungan, kecemasan, dan sedikit rasa puas. Bisikan-bisikan pelan mulai menggema di antara mereka, dan kamera para wartawan dengan gencar mengabadikan setiap gerakan Sulistyo yang dipaksa keluar aula.Di sisi lain kota, suasana di kantor Nursyid jauh dari tenang. Puluhan wartawan mengepung gedung itu, menunggu setiap pernyataan dari pria yang selama ini dikenal dengan kepiawaiannya dalam bermain di belakang layar. Namun, saat Nursyid keluar untuk menemui mereka, ia hanya memberikan senyum tip

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 78

    Di aula istana negara, suasana yang biasanya serius mendadak dipenuhi tawa dan canda. Namun, di tengah keramaian itu, Nursyid tampak berseri-seri, senyum lebarnya membuat beberapa orang di ruangan mengangkat alis heran. Ia mengangkat gelas jus jeruknya dan berbicara dengan nada penuh kepuasan."Kalian sudah lihat hukuman yang akan dijatuhkan kepada Sulistyo? Aku puas sekali melihatnya! Dia akan dihukum mati! Yeay!" serunya dengan semangat yang berlebihan, bahkan menambahkan, "Sekalian adiknya juga dihukum mati ..."Mahendra, yang duduk di seberang meja, hanya memandang Nursyid dengan tatapan bingung sekaligus geli. "Kalau begitu, kenapa kau tidak laporkan ulang saja kasus hukuman mati adikmu yang tidak masuk akal itu?" tanyanya dengan nada serius namun penuh rasa ingin tahu.Nursyid mendengus kesal, lalu meletakkan gelasnya dengan keras di meja. "Boleh saja ... Tapi sayangnya, surat penangkapan bahkan surat hukuman tidak ada padaku. Keluarga sialan itu sud

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 79

    Aisyah tersenyum kecil, mengangguk penuh keyakinan. "Boleh saja. Tapi, setelah Sulistyo benar-benar sudah dieksekusi, ya."Jawaban itu membuat Mahendra merasa lega, seolah beban berat yang selama ini menekan dadanya mulai menguap. Namun, di balik senyumannya, hatinya masih menyimpan tanda tanya yang tak terjawab. Setelah beberapa saat terdiam, ia memberanikan diri untuk bertanya. "Kalau boleh tahu ... Kenapa kau menerima pertanyaan asal-asalanku tadi dengan begitu mudah?"Aisyah menatapnya, sejenak terdiam, lalu terkekeh pelan. "Harusnya aku yang bertanya pada Kak Mahendra. Apa yang membuat Kak Mahendra nekat ingin memiliki hubungan seperti itu denganku? Kak Mahendra tahu sendiri, kan? Jika Sulistyo mati, aku akan jadi janda. Di Dwipantara, masih banyak orang yang memandang rendah seorang janda. Apalagi janda dari wakil presiden yang terkenal karena korupsi. Wah ... Aku tidak tahu serendah apa harga diriku di mata dunia."Nada suaranya penuh kepahitan. Sen

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-01
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 80

    Mahendra tersenyum kecut mendengar jawaban Aisyah. Ada nada kecewa di wajahnya, namun ia mencoba menyembunyikannya dengan sikap yang tenang. "Baiklah, kalau itu keputusanmu, aku tidak akan memaksa. Tapi ingat, aku di sini jika kau butuh bantuan."Aisyah mengangguk kecil, namun perhatian mereka segera teralihkan oleh bunyi ponsel Aisyah yang bergetar di atas meja. Ia mengambilnya, membuka notifikasi yang ternyata berasal dari akun-akun penggemarnya. Semua akun itu menandai namanya di unggahan video yang kini tengah viral di berbagai media sosial.Wajah Aisyah sedikit memucat, namun ia tetap tenang. Video yang menunjukkan tragedi kelam saat ia menjadi korban Sulistyo kini tersebar luas, meskipun wajah dan tubuhnya sudah di-blur untuk unggahan ulang. Mahendra, yang melihat perubahan ekspresi Aisyah, segera mendekat dengan wajah khawatir. "Apa kau baik-baik saja? Video itu ... bukankah seharusnya wajah dan tubuhmu tidak terlihat jelas?" tanyanya, nada suaranya penuh kegelisahan.Aisyah m

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02
  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 81

    Mahendra duduk di hadapan Aisyah, matanya tajam menatap gadis itu, penuh dengan emosi yang bercampur aduk. Setiap kata yang keluar dari mulut Aisyah bagaikan jarum yang menembus dadanya, menusuk perasaan bersalah yang semakin menggunung di dalam dirinya. Ia menghela napas berat, mencoba menata hatinya yang bergejolak."Aisyah ... Maafkan aku. Andai saja aku tahu kalau hal seperti ini akan terjadi padamu, aku tidak akan—"Namun, Aisyah menggeleng tegas, memotong kalimat Mahendra dengan pandangan yang penuh keteguhan. "Sudahlah, Kak Mahendra! Anggap saja itu semua adalah cara kita menjatuhkan Sulistyo! Bukankah hasilnya terbukti efektif? Sulistyo kini menjadi bahan cemoohan di media. Dengan semua keburukan yang terungkap, sangat tidak mungkin ada hakim atau pengacara yang berani membelanya!"Mahendra hanya bisa mengangguk perlahan, meski di dalam hatinya ia masih bergulat dengan rasa bersalah. "Tapi tetap saja, Aisyah ... semua ini terlalu berat bagimu."

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-02

Bab terbaru

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 150

    Sulistyo melangkah masuk ke kamar dengan wajah penuh percaya diri. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Aisyah duduk meringkuk di sudut ranjang, tubuhnya gemetar hebat. Wajahnya tersembunyi di balik bantal yang ia tekan erat-erat ke kepalanya, seolah mencoba memblokir sesuatu yang tak terlihat. Sesekali, isakan kecil terdengar dari balik bantal itu. Matanya menyipit, bingung dan sedikit terganggu. Dalam hitungan detik, dia berlari menghampiri Aisyah, lututnya berlutut di samping ranjang. Dengan lembut, tangannya menarik bantal dari wajah istrinya. "Ada apa, sayang? Kenapa menangis?" Wajah Aisyah basah oleh air mata, matanya sembab dan penuh ketakutan. Suaranya bergetar saat ia berbicara. "Dari tadi… Aku terus mendengar suara tembakan dan teriakan orang-orang." Ia menggigit bibir bawahnya, suaranya semakin lirih. "Aku tidak berani melihat ke jendela. Apa yang terjadi di luar sana?" Sulistyo terdiam sejenak, menyusun kata-kata dalam pikirannya. Kemudian, dengan suara yang mene

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 149

    Sulistyo berdiri angkuh di atas balkon istana negara, tubuhnya dibalut setelan formal yang memancarkan kekuasaan. Matanya menatap ke bawah dengan pandangan tajam penuh kepuasan, seolah dunia ini adalah panggung kecil yang ia kendalikan sepenuhnya. Udara malam yang dingin menyapu wajahnya, namun tak mampu mengusir kehangatan memabukkan dari rasa kemenangan yang memenuhi dirinya."Damai sekali…" gumamnya pelan, tapi penuh arogansi. Sebuah senyum licik mengembang di wajahnya. "Memang tidak ada yang tidak bisa diselesaikan dengan uang."Ia berbalik, langkahnya perlahan namun penuh wibawa. Namun, saat punggungnya baru saja meninggalkan pandangan dari balkon, suara kerumunan mulai terdengar dari kejauhan. Raungan protes yang membakar udara malam bergema seperti guntur. Sulistyo berhenti di tengah langkah, mendengarkan dengan tenang, lalu kembali ke tepi balkon, kali ini dengan alis sedikit mengernyit.Di bawah sana, gelombang manusia mulai berkumpul di gerbang i

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 148

    Malam itu, suasana di rumah Anisa sangat sunyi. Angin malam bertiup lembut, menggoyangkan tirai jendela di ruang tamu tempat ia duduk sendiri, hanya ditemani oleh cahaya televisi yang menampilkan berita nasional. Adik-adiknya sudah terlelap di ranjang, tubuh kecil mereka bersandar dengan damai, tidak menyadari betapa resah hati kakak mereka.Anisa memeluk lututnya, matanya menatap layar televisi dengan raut penuh kebencian yang ia coba tahan agar tidak meledak. Lagi-lagi, layar kaca itu dipenuhi dengan berita selebriti yang sama sekali tidak penting. Perdebatan soal drama percintaan artis yang dipoles sedemikian rupa memenuhi setiap segmen, menggantikan pemberitaan luar negeri yang sebelumnya sempat membahas kebobrokan sistem pemerintahan di Dwipantara.Pemberitaan itu hanya bertahan sejenak, seperti embun pagi yang menguap sebelum sempat menyentuh tanah. Anisa tahu alasannya. "Tch! Pasti televisi sudah disogok pemerintah lagi!" gumamnya dengan suara pelan, meluapk

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 147

    Keesokan harinya, layar-layar televisi di seluruh penjuru negeri dipenuhi berita yang sama: "GDP Dwipantara Mengalami Penurunan Tajam, Negara Terancam Krisis Ekonomi." Gambar-gambar grafik ekonomi yang menukik tajam ke bawah terpampang jelas, diselingi laporan dari para analis ekonomi lokal dan internasional."Rendahnya daya beli masyarakat akibat kenaikan pajak yang melambung tinggi telah melumpuhkan perekonomian nasional," ucap salah satu pembawa berita dengan nada serius. "UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat kini bertumbangan satu per satu, tak mampu bertahan di tengah himpitan ekonomi."Rekaman jalanan yang sepi dari aktivitas jual beli ditampilkan, diikuti visual mall-mall besar yang kosong melompong, dengan hanya segelintir orang yang terlihat berjalan cepat, sekadar untuk membeli kebutuhan pokok."Masyarakat Dwipantara kini bekerja tanpa henti, bagaikan kuda, hanya untuk mengisi perut mereka sendiri," lanjut pembawa berita, suaranya pen

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 146

    Aisyah berbaring di ranjang dengan tubuh yang terasa seolah terkunci. Di sebelahnya, Sulistyo bersandar santai, dengan senyum puas menghiasi wajahnya. Cahaya dari televisi menerangi kamar yang megah namun terasa sesak bagi Aisyah. Film romantis yang sedang diputar menambah ironi dalam hatinya, karena adegan-adegan penuh cinta itu jauh dari apa yang ia rasakan sekarang."Aku kurang suka film romantis," ucap Aisyah akhirnya, mencoba terdengar selembut mungkin agar tidak memicu amarah suaminya. Ia menyandarkan kepalanya di lengan Sulistyo, memasang senyum kecil yang dipaksakan. "Boleh ganti dengan film action atau thriller?" nada manjanya terasa aneh di telinganya sendiri, tetapi ia harus terus memainkan peran ini.Sulistyo menoleh ke arahnya, matanya yang tajam memerhatikan Aisyah seolah sedang membaca pikirannya. Ia terdiam beberapa detik, membuat suasana di antara mereka menjadi tegang. "Tapi, film seperti itu temanya berat," katanya akhirnya, suaranya rendah namun

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 145

    Aisyah duduk di atas ranjangnya yang dingin, memegangi kepala dengan kedua tangannya. Napasnya berat, penuh rasa frustrasi yang sulit ia tahan. Matanya berkaca-kaca saat kata-kata itu akhirnya keluar dari bibirnya dalam bisikan getir. "Bagaimana ini? Aku sudah hamil… Aku benar-benar mengandung anak dari tirani itu."Dengan gemetar, ia menyandarkan tubuhnya pada sandaran ranjang, kedua tangannya perlahan bergerak mengusap perutnya yang masih rata. Sentuhan itu terasa asing, seperti menghubungkan dirinya dengan sesuatu yang sekaligus membangkitkan cinta sekaligus kebencian. "Aku harus melahirkannya," gumamnya pelan. "Harus tetap melahirkannya, meskipun kemungkinan besar dia akan mewarisi tahta ayahnya sebagai presiden KKN."Aisyah mendongak, menatap kosong ke langit-langit kamar. "Tapi aku berjanji… sebagai ibunya, aku akan mendidiknya dengan benar. Kalau bisa… aku akan membuatnya menjadi senjata untuk melawan ayahnya sendiri." Matanya menyipit, penuh tekad. Ia menga

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 144

    Sulistyo duduk di tepi ranjang, menatap perut Aisyah yang mulai membesar. Tangannya terulur, dengan lembut mengusap perut itu seolah mencari kehangatan dari kehidupan yang tumbuh di dalamnya."Jika sudah lahir, ingin diberi nama apa bayi kita?" tanyanya dengan suara yang terdengar tenang, namun mata tajamnya tetap memancarkan dominasi.Aisyah menoleh pelan, menatapnya dengan mata yang lelah. Air mukanya penuh kebingungan dan ketidakpastian. "Entahlah…" jawabnya, suaranya hampir seperti bisikan.Sulistyo tersenyum kecil, seolah menemukan sesuatu yang menghibur di balik sikap Aisyah yang bingung. "Bagaimana dengan nama seperti Kusumo?" tanyanya, suaranya terdengar penuh kebanggaan.Namun, Aisyah hanya menggeleng pelan. "Kita belum tahu yang lahir adalah anak perempuan atau anak laki-laki."Sejenak, suasana menjadi sunyi. Wajah Sulistyo yang sebelumnya terlihat tenang tiba-tiba menggelap. Matanya menyipit, dan rahangnya mengeras saat dia men

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 143

    Sulistyo memandang Aisyah dengan cemas saat ia menggenggam tubuh istrinya yang terasa lemah di pelukannya. Dalam diam, ia membawa Aisyah menuju kamar mereka. Langkahnya mantap, namun di balik ekspresi dingin yang biasa terpancar, ada ketegangan yang sulit disembunyikan.Setelah membuka pintu kamar, Sulistyo membaringkan Aisyah di atas ranjang dengan hati-hati, seperti memegang barang paling rapuh di dunia. Pandangannya tidak lepas dari wajah Aisyah yang terlihat pucat, namun tetap memancarkan kelembutan. "Aisyah, apa kau baik-baik saja? Kau tidak merasa sakit hati dengan ucapan ibu kan?"Aisyah, yang tubuhnya masih terasa lelah, hanya menggeleng pelan. Suaranya terdengar kecil, nyaris berbisik. "Tidak masalah, aku sudah biasa."Namun bagi Sulistyo, jawaban itu justru menambah perih di hatinya. Wajahnya mengeras, tetapi jemarinya tetap lembut saat menggenggam tangan Aisyah. "Jangan terlalu dipikirkan!" katanya dengan nada tegas, nyaris seperti perintah. "Ka

  • Hamil Anak Calon Wakil Presiden   Bab 142

    Dua minggu berlalu sejak peristiwa terakhir, dan kini Aisyah duduk diam di atas ranjang, tangannya gemetar memegang test pack kecil di tangannya. Dua garis merah mencolok tertera di sana, menandakan sesuatu yang akan mengubah hidupnya selamanya. Kehamilan.Pandangannya kabur oleh air mata yang mulai menggenang, meski ia tak tahu apakah air mata itu lahir dari rasa senang, takut, atau bahkan keputusasaan. Ada kebahagiaan kecil yang menyelinap di sudut hatinya—setidaknya, Sulistyo tidak akan memaksanya lagi untuk segera hamil. Tapi di saat yang sama, ia merasa belenggu di hidupnya kini bertambah erat. Dengan kehamilan ini, kebebasan yang nyaris tak ada sebelumnya kini hilang sepenuhnya.Aisyah cepat-cepat menyembunyikan test pack itu di bawah bantal ketika mendengar langkah kaki mendekat dari luar kamar. Suara langkah itu, meski terdengar tenang, selalu membawa ketegangan di hatinya. Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Sulistyo yang tersenyum lebar sambil me

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status