Revan terkejut saat membaca isi surat tersebut.“Anjani ... kenapa kamu meninggalkanku?” Revan berteriak seperti orang kesetanan. Dia bergegas menelepon Andre untuk melacak keberadaan Anjani.[Halo. Ada yang bisa saya bantu Tuan?][Lacak keberadaan Anjani sekarang juga][Baik Tuan]"Kurang ajar, aku harus segera menemui Raisa."***Sementara Raisa yang sedang berbincang dengan ibunya mendadak mendengar suara notifikasi dari ponselnya.Ting[Bisa kita bertemu sekarang?][Revan, ada apa kok tumben ngajak ketemu? Tunggu ya aku akan bersiap][Baik, kutunggu di kafe bintang]Raisa tidak membalas lagi pesan Revan namun dia langsung bersiap siap."Kamu kayaknya happy banget Nak, ada apa?" tanya mamanya."Revan ngajakin aku ketemu Ma, kayaknya dia mau ngebahas masalah pertunangan kami deh Ma," ucapnya penuh antusias."Ah ternyata, semoga saja kabar bagus yang akan disampaikan Revan. Mama akan segera mengabari Tante Linda secepatnya kalau kalian sudah setuju. Ya sudah kalau begitu hati hati d
Revan tercengang mendengar pertanyaan Hendra."Apa ada yang berniat mencelakaiku Pa?""Iya, sepertinya dia menginginkan kamu celaka!""Tapi dari mana Papa tahu?" "Tadi Papa bertemu dengan Polisi di depan UGD, dan kaya Polisi kemungkinan besar rem mobil yang kamu kemudikan blong.""Lho bagaimana bisa? Padahal saat berangkat tadi masih baik baik saja Pa!" Revan semakin tercengang dengan penuturan papanya."Papa menduga ada salah satu karyawan di kantormu yang usil. Tapi tenang saja, Polisi masih menyelidikinya."Setelah beberapa jam di rumah sakit, Revan diperbolehkan pulang bersama papanya setelah diperiksa oleh dokter."Lukanya tidak terlalu serius jadi hari ini sudah bisa pulang Pak.""Baik Dokter terima kasih," ucap Hendra."Sama sama, kalau begitu saya permisi dulu mau memeriksa pasien lain."***Sementara di sisi lain, Anjani yang tengah membantu Bu Foni memotong sayuran tiba tiba perasaannya tidak enak. Karena tidak fokus akhirnya tangannya terkena pisau yang dia gunakan."Awww
"Ahh tidak apa apa sayang," jawabnya sedikit gugup."Mama kenapa terlihat gugup begitu?" "Ah enggak kok Van cuma perasaan kamu aja. Yaudah ya Van kamu istirahat lagi aja, Mama mau ke luar dulu.""Ya silahkan Ma."Setelah mama Linda pergi dari kamar Revan, dia langsung menghubungi Andre.[Ndre tolong lihat seluruh CCTV di kantor. Siapa tahu ada jawaban!][Baik, Tuan!]***Sementara itu, Anjani yang sudah sampai di panti nampak sedikit panik setelah bertemu Dina. Pasalnya Dina pasti akan memberitahu ibu Nurma jika dia di kota ini."Aduh aku harus bagaimana. Apa sebaiknya aku pergi dari sini saja? Tapi tabunganku juga menipis." Drrrttt drrrtttTiba tiba ponselnya bergetar. Saat mengetahui ibu angkatnya yang menelepon, Anjani enggan menjawab teleponnya."Pasti mau minta uang dan ngancam ngancam lagi. Huhhh ... "Dia terus saja membiarkan teleponnya berdering dan melanjutkan aktivitasnya.***Sementara di rumah orang tua Anjani, Nurma yang sudah diberitahu Dina jika Anjani ada di kota in
Danu dan Ratin saling berpandangan. "Emm gini Juragan, anak kami Dina itu masih kecil Juragan, sedangkan Anjani kami dengar dia sudah kembali ke kota ini namun tidak pulang ke rumah ini Juragan. Dan kami dengar dia juga sedang hamil!" "Bukankah si Anjani itu juga anak kalian? Dan apa katamu tadi? Dia hamil?” “Emm Anjani itu anak angkat kami Juragan,” ucapnya sedikit takut.Juragan Darno berpikir sejenak, “Tidak masalah, aku tidak mempermasalahkan kehamilannya, yang penting aku bisa menikahi anakmu yang cantik itu. Aku tidak mau tahu, kalau kalian tidak sanggup dengan perjanjian ini maka rumah ini beserta isinya akan menjadi milikku!" ucap juragan Darno.Juragan Darno lalu menengok pada salah satu bawahannya."Cepat cari tahu di mana calon istriku itu tinggal!" "Maaf Juragan, kami kan belum tahu orangnya gimana." celetuk salah satu bawahannya. Jugaran Darno menepuk keningnya. Ratin yang paham segera mengambil foto Anjani dan memberikannya pada preman itu. Juragan Darno yang meman
Mereka semua sontak menoleh ke sumber suara. Anjani terbelalak melihat kedatangan Revan."Pak Revan?" gumamnya.Sementara Danu terkesiap setelah Ratin menyenggol Danu yang terbengong melihat Revan datang membawa bodyguard."A-anda siapa?" ucap Danu terbata bata."Saya calon suami Anjani. Dan saya datang ke sini untuk menjemput calon istri saya karena kami akan segera menikah dalam waktu dekat!" "Ap-apa? Jadi kehamilan Anjani ini terjadi sebelum menikah? Kurang ajar kamu Anjani!" ujar Danu penuh amarah. "Kami mendidikmu bukan untuk menjadi seorang pelacur. Kamu benar benar mengecewakan Ayah dan Ibu!" Danu benar benar hancur dan kecewa. Sejahat apapun dia pada Anjani, masih terbersit rasa sayang kepada anak angkatnya itu. Sementara Anjani hanya menunduk tak berani menatap siapapun. Dia merasa telah gagal menjaga kesucian dirinya hingga hidupnya menjadi hancur."Maaf menyela Tuan-" ucapan Revan terpotong saat melihat ke arah Danu."Danu," jawab Danu dengan cepat."Perlu anda ketahui Tu
Anjani mendongak menatap Revan dengan sendu. Air matanya terjun bebas tanpa aba aba. "Jika anak ini yang menjadi taruhannya, lebih baik saya mundur saja Mas. Saya ikhlas menerima takdir ini," ucapnya sambil mengusap air matanya. "Apa maksud kamu Anjani?" tanya Revan yang masih tidak mengerti. "Kemarin saya dapat beberapa pesan ancaman agar saya meninggalkan Mas Revan. Saya takut karena saya cuma sendirian sebatang kara. Hanya anak ini yang saya punya, jadi lebih baik saya pergi saja dari hidup Pak Revan. Toh saya juga tidak sepenuhnya meninggalkan Pak Revan kok, ini duplikatnya belum keluar," ucapnya tersenyum sambil mengelus perutnya. Revan akhirnya meminta ponsel yang Anjani gunakan. "Kalau hapenya Mas Revan pegang terus saya pakai apa dong Mas?" tanya Anjani polos. "Nanti saya belikan lagi yang baru dan lebih bagus dari ini, sekarang kita pulang ya. Acara pernikahan kita akan dipercepat," ucapnya sambil mengelus kepala Anjani. "Iya Mas." "Mas lihat deh Dedeknya nendang nenda
"Apa? Aku nggak salah dengar kan?" tanya Linda memastikan. "Iya Jeng, aku mohon Jeng tolong bantu aku. Aku bingung harus bagaimana lagi membujuk Mayra agar bisa lepas dari alkohol dan rokok," ucap Fatma memelas. "Maaf Jeng, kalau untuk itu sepertinya aku tidak bisa menolongmu. Mengingat pengkhianatan Mayra dulu membuat Revan sempat membenci wanita. Kamu tahu sendiri kan bagaimana Revan? Sejujurnya aku sendiripun juga sangat kecewa dengan sikap Mayra meskipun aku sebenarnya juga mendukung hubungan mereka." tegas Linda. "Jeng apa kamu nggak kasihan sama anakku?" rayu Fatma. "Anggap saja itu balasan atas perbuatannya pada Revan Jeng. Salah dia sendiri yang tidak bisa menjaga komitmen dan hanya mementingkan kesenangan sesaat." "Halah Jeng, wong kita itu juga pernah muda lho Jeng. Kamu kayak nggak pernah ngrasain patah hati aja. Aku yakin kok Revan pasti juga udah ngelupain masalah itu." "Saya itu Ibunya Revan saya yang lebih tahu sifat anak saya, dan saya nggak mau ambil resiko Jeng
"Duduk dulu Nak, Mama bicara penting sama kamu!"Revan menuruti mamanya untuk duduk. Revan yang sudah tidak sabar langsung mendesak mamanya agar segera bicara."Jadi gini Nak, kemarin Tante Fatma itu ngajakin Mama ketemuan, nah saat itu dia bilang mau minta tolong sama Mama."Ucapannya terjeda sambil melihat ke arah Revan."Terus kenapa Mama membicarakannya dengan Revan? Kan yang dimintai bantuan itu Mama bukan Revan, jadi Revan nggak punya kepentingan dong harusnya di sini?" ujar Revan santai."Justru itu Van, Mama dimintai tolong sama Tante Fatma buat bicara sama kamu," ujar Linda."Bukannya Mama dari tadi juga udah ngomong terus ya?" sahut Revan sinis. “ Dan kenapa harus sama Revan? Memang apa hubungannya dengan Revan?”Linda sedikit sebal karena respon Revan yang terkesan tidak peduli."Kamu tuh Van, Mama tuh lagi serius!" tegur Linda yang sudah mulai jengkel."Aku juga serius loh Ma!""Jadi Tante Fatma ingin kamu memaafkan Mayra," ujar Linda hati hati.Revan mengangkat sebelah al