Revan tercengang mendengar pertanyaan Hendra."Apa ada yang berniat mencelakaiku Pa?""Iya, sepertinya dia menginginkan kamu celaka!""Tapi dari mana Papa tahu?" "Tadi Papa bertemu dengan Polisi di depan UGD, dan kaya Polisi kemungkinan besar rem mobil yang kamu kemudikan blong.""Lho bagaimana bisa? Padahal saat berangkat tadi masih baik baik saja Pa!" Revan semakin tercengang dengan penuturan papanya."Papa menduga ada salah satu karyawan di kantormu yang usil. Tapi tenang saja, Polisi masih menyelidikinya."Setelah beberapa jam di rumah sakit, Revan diperbolehkan pulang bersama papanya setelah diperiksa oleh dokter."Lukanya tidak terlalu serius jadi hari ini sudah bisa pulang Pak.""Baik Dokter terima kasih," ucap Hendra."Sama sama, kalau begitu saya permisi dulu mau memeriksa pasien lain."***Sementara di sisi lain, Anjani yang tengah membantu Bu Foni memotong sayuran tiba tiba perasaannya tidak enak. Karena tidak fokus akhirnya tangannya terkena pisau yang dia gunakan."Awww
"Ahh tidak apa apa sayang," jawabnya sedikit gugup."Mama kenapa terlihat gugup begitu?" "Ah enggak kok Van cuma perasaan kamu aja. Yaudah ya Van kamu istirahat lagi aja, Mama mau ke luar dulu.""Ya silahkan Ma."Setelah mama Linda pergi dari kamar Revan, dia langsung menghubungi Andre.[Ndre tolong lihat seluruh CCTV di kantor. Siapa tahu ada jawaban!][Baik, Tuan!]***Sementara itu, Anjani yang sudah sampai di panti nampak sedikit panik setelah bertemu Dina. Pasalnya Dina pasti akan memberitahu ibu Nurma jika dia di kota ini."Aduh aku harus bagaimana. Apa sebaiknya aku pergi dari sini saja? Tapi tabunganku juga menipis." Drrrttt drrrtttTiba tiba ponselnya bergetar. Saat mengetahui ibu angkatnya yang menelepon, Anjani enggan menjawab teleponnya."Pasti mau minta uang dan ngancam ngancam lagi. Huhhh ... "Dia terus saja membiarkan teleponnya berdering dan melanjutkan aktivitasnya.***Sementara di rumah orang tua Anjani, Nurma yang sudah diberitahu Dina jika Anjani ada di kota in
Danu dan Ratin saling berpandangan. "Emm gini Juragan, anak kami Dina itu masih kecil Juragan, sedangkan Anjani kami dengar dia sudah kembali ke kota ini namun tidak pulang ke rumah ini Juragan. Dan kami dengar dia juga sedang hamil!" "Bukankah si Anjani itu juga anak kalian? Dan apa katamu tadi? Dia hamil?” “Emm Anjani itu anak angkat kami Juragan,” ucapnya sedikit takut.Juragan Darno berpikir sejenak, “Tidak masalah, aku tidak mempermasalahkan kehamilannya, yang penting aku bisa menikahi anakmu yang cantik itu. Aku tidak mau tahu, kalau kalian tidak sanggup dengan perjanjian ini maka rumah ini beserta isinya akan menjadi milikku!" ucap juragan Darno.Juragan Darno lalu menengok pada salah satu bawahannya."Cepat cari tahu di mana calon istriku itu tinggal!" "Maaf Juragan, kami kan belum tahu orangnya gimana." celetuk salah satu bawahannya. Jugaran Darno menepuk keningnya. Ratin yang paham segera mengambil foto Anjani dan memberikannya pada preman itu. Juragan Darno yang meman
Mereka semua sontak menoleh ke sumber suara. Anjani terbelalak melihat kedatangan Revan."Pak Revan?" gumamnya.Sementara Danu terkesiap setelah Ratin menyenggol Danu yang terbengong melihat Revan datang membawa bodyguard."A-anda siapa?" ucap Danu terbata bata."Saya calon suami Anjani. Dan saya datang ke sini untuk menjemput calon istri saya karena kami akan segera menikah dalam waktu dekat!" "Ap-apa? Jadi kehamilan Anjani ini terjadi sebelum menikah? Kurang ajar kamu Anjani!" ujar Danu penuh amarah. "Kami mendidikmu bukan untuk menjadi seorang pelacur. Kamu benar benar mengecewakan Ayah dan Ibu!" Danu benar benar hancur dan kecewa. Sejahat apapun dia pada Anjani, masih terbersit rasa sayang kepada anak angkatnya itu. Sementara Anjani hanya menunduk tak berani menatap siapapun. Dia merasa telah gagal menjaga kesucian dirinya hingga hidupnya menjadi hancur."Maaf menyela Tuan-" ucapan Revan terpotong saat melihat ke arah Danu."Danu," jawab Danu dengan cepat."Perlu anda ketahui Tu
Anjani mendongak menatap Revan dengan sendu. Air matanya terjun bebas tanpa aba aba. "Jika anak ini yang menjadi taruhannya, lebih baik saya mundur saja Mas. Saya ikhlas menerima takdir ini," ucapnya sambil mengusap air matanya. "Apa maksud kamu Anjani?" tanya Revan yang masih tidak mengerti. "Kemarin saya dapat beberapa pesan ancaman agar saya meninggalkan Mas Revan. Saya takut karena saya cuma sendirian sebatang kara. Hanya anak ini yang saya punya, jadi lebih baik saya pergi saja dari hidup Pak Revan. Toh saya juga tidak sepenuhnya meninggalkan Pak Revan kok, ini duplikatnya belum keluar," ucapnya tersenyum sambil mengelus perutnya. Revan akhirnya meminta ponsel yang Anjani gunakan. "Kalau hapenya Mas Revan pegang terus saya pakai apa dong Mas?" tanya Anjani polos. "Nanti saya belikan lagi yang baru dan lebih bagus dari ini, sekarang kita pulang ya. Acara pernikahan kita akan dipercepat," ucapnya sambil mengelus kepala Anjani. "Iya Mas." "Mas lihat deh Dedeknya nendang nenda
"Apa? Aku nggak salah dengar kan?" tanya Linda memastikan. "Iya Jeng, aku mohon Jeng tolong bantu aku. Aku bingung harus bagaimana lagi membujuk Mayra agar bisa lepas dari alkohol dan rokok," ucap Fatma memelas. "Maaf Jeng, kalau untuk itu sepertinya aku tidak bisa menolongmu. Mengingat pengkhianatan Mayra dulu membuat Revan sempat membenci wanita. Kamu tahu sendiri kan bagaimana Revan? Sejujurnya aku sendiripun juga sangat kecewa dengan sikap Mayra meskipun aku sebenarnya juga mendukung hubungan mereka." tegas Linda. "Jeng apa kamu nggak kasihan sama anakku?" rayu Fatma. "Anggap saja itu balasan atas perbuatannya pada Revan Jeng. Salah dia sendiri yang tidak bisa menjaga komitmen dan hanya mementingkan kesenangan sesaat." "Halah Jeng, wong kita itu juga pernah muda lho Jeng. Kamu kayak nggak pernah ngrasain patah hati aja. Aku yakin kok Revan pasti juga udah ngelupain masalah itu." "Saya itu Ibunya Revan saya yang lebih tahu sifat anak saya, dan saya nggak mau ambil resiko Jeng
"Duduk dulu Nak, Mama bicara penting sama kamu!"Revan menuruti mamanya untuk duduk. Revan yang sudah tidak sabar langsung mendesak mamanya agar segera bicara."Jadi gini Nak, kemarin Tante Fatma itu ngajakin Mama ketemuan, nah saat itu dia bilang mau minta tolong sama Mama."Ucapannya terjeda sambil melihat ke arah Revan."Terus kenapa Mama membicarakannya dengan Revan? Kan yang dimintai bantuan itu Mama bukan Revan, jadi Revan nggak punya kepentingan dong harusnya di sini?" ujar Revan santai."Justru itu Van, Mama dimintai tolong sama Tante Fatma buat bicara sama kamu," ujar Linda."Bukannya Mama dari tadi juga udah ngomong terus ya?" sahut Revan sinis. “ Dan kenapa harus sama Revan? Memang apa hubungannya dengan Revan?”Linda sedikit sebal karena respon Revan yang terkesan tidak peduli."Kamu tuh Van, Mama tuh lagi serius!" tegur Linda yang sudah mulai jengkel."Aku juga serius loh Ma!""Jadi Tante Fatma ingin kamu memaafkan Mayra," ujar Linda hati hati.Revan mengangkat sebelah al
"Mama nggak mau tahu, pokoknya kamu nggak boleh menikahi perempuan Mama tidak akan pernah menyetujuinya.""Walau Mama menolak pun aku akan tetap menikahi Anjani, Ma. Aku lebih tahu mana yang terbaik untukku!""Mama lebih setuju kamu menikah dengan Raisa dari pada dengan yang tidak jelas itu!""Nyatanya Mama yang lebih tidak jelas, menginginkan aku segera menikah tapi tidak mendukung dengan pilihanku."Revan segera bangkit dari tempat duduknya untuk bersiap menuju perusahaan. Dia meninggalkan Linda sendirian. Sementara Linda memanggil Revan dengan suara yang kencang."Revaaaannnnnn ... "***Sepanjang perjalanan Revan terus termenung dalam lamunan. Dia sangat menyayangkan sikap mamanya yang terkesan egois dan tidak pernah mengerti perasaan anak anaknya. Dia terkenang dengan memori dua puluh sembilan tahun tahun lalu ketika ibunya memutuskan pergi.***Flashback"Mama ... Mama ... jangan pergi Ma ... Rev
"Makanya buruan nikah Val, biar Mama punya banyak cucu," celetuk Nurma. "Ahh bentar lah Ma, masih pengen sendiri dulu. Biar bebas nggak ada yang melarang," jawab Valdi santai. "Padahal nikah itu enak lho Val, keperluan apapun sudah ada yang menyiapkan, mau makan tinggal minta di masakin. Malamnya juga dapat servis, rugi lho kalau nunda-nunda," ujar Revan memprovokasi. "Gampanglah ntar kalau udah ada calonnya pasti nikah kok. Secara iparmu yang ganteng kan juga jadi incaran para Mama mertua, jadi tinggal pilih aja kalau udah kepingin menikah" ucap Valdi percaya diri. "Huu dasar kepedean!" sahut Anjani dan Arya. "Eh bentar, ini anak kalian mau dinamai siapa?" tanya Mila tiba-tiba. Semua yang ada di ruangan itu menepuk keningnya karena lupa jika bayinya belum di beri nama. "Emm, sesuai kesepakatan kami berdua, anak yang kami yang cowok kami namai Kalandra Adi Purnomo dan yang cewek namanya Alindra Putri Purnomo," jawab Revan. *** Setelah beberapa waktu mereka semua pamit undur di
Revan memacu kendaraannya dengan kecepatan di atas rata-rata. Dia ingin segera sampai di rumah sakit secepatnya."Ayolah kenapa mereka lemot sekali? Nggak tahu orang lagi darurat apa?" gerutunya sambil berusaha menyalip kendaraan di depannya.Sesampainya di rumah sakit, dia bergegas menuju ruang operasi. Dia meminta izin pada dokter agar diperbolehkan menemani istrinya yang sedang berjuang."Boleh Tuan, tapi harap jangan mengganggu jalannya operasi ya, Tuan!" kata dokter."Baik, Dok."Revan segera memakai baju steril yang sudah disediakan dan segera masuk ke ruang operasi."Mas Revan," sapa Anjani dengan lirih dan lemah.Revan segera mendekat dan menciumi Anjani yang sedang berbaring di meja operasi."Sayang, kamu harus kuat demi aku dan kedua anak kita," ucap Revan menguatkan Anjani.Revan tidak beranjak dari sisi Anjani selama operasi. Saat bayi pertama berhasil di keluarkan, Revan sempat mematung mendengar suara tangis bayinya."Anakku," ucapnya lirih.Disusul ke luarnya bayi kedua
Alex akhirnya ditangkap oleh anak buah mertuanya sendiri dan sekarang sedang diberi pelajaran oleh Pranoto. Pranoto benar-benar merampas semua aset milik Alex hingga Alex jatuh miskin. Tidak hanya itu dia juga terjerat dengan pasal berlapis. Dia tidak bisa berkutik lagi karena semua hartanya habis tak bersisa.Suami Vina berinisiatif mengajak Vina menjenguk Alex ke lapas. Bagaimana pun juga, Alex merupakan ayah kandung Vina. Alex sangat terkejut dengan kedatangan Vina dan suaminya."Nak, kamu datang menjenguk Ayah, Nak?" tanya Alex berkaca. Kini dia sadar jika keluarga lebih berarti dari segalanya."Aku datang atas permintaan suamiku. Ini aku bawakan makanan untukmu, perbaikilah dirimu dan bertobatlah. Walau bagaimana pun kau tetap ayah kandungku, meskipun kehadiranku mungkin tidak kau harapkan!" ucap Vina tanpa menoleh ke arah Alex sedikit pun. "Maafkan Ayah, Vina. Ayah sudah menoreh luka terlalu dalam di hidupmu, aku tidak pantas disebut ayah," ucap Alex tergugu. "Setidaknya aku
Revan menghentikan gerakannya sejenak dan menatap Anjani dengan lekat."Ada angin apa tiba-tiba kamu ingin mengajak Mayra bertemu, hm?" tanya Revan lembut."Aku ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mayra, Mas. Rasanya aku masih punya beban karena bahagia di atas derita orang lain," jawab Anjani.Revan hanya menanggapi ocehan Anjani dengan senyuman. Dalam hatinya sangat bangga dengan sifat istrinya yang masih memedulikan orang lain walau sudah menyakitinya secara fisik dan mental."Kamu yakin? Tapi kan dia yang sudah membunuh anak pertama kita, Sayang. Apa kamu nggak takut dia akan kembali melakukannya?" tanya Revan hati-hati."Kan ada kamu, Mas. Aku yakin kamu nggak akan membiarkanku dan anak-anak kita dalam bahaya," jawab Anjani dengan mantap."Terima kasih sudah percaya padaku Sayang. Tapi kamu harus tahu kalau Mayra sekarang berada di rumah sakit jiwa. Dan aku tidak mau mengambil risiko kalau kamu tetap ngotot ingin menemuinya.
DeggggPengakuan Gibran membuat Linda menjadi terkejut. Dia sama sekali tidak mengira jika Gibran akan menaruh hati pada Mayra."Kalau kau memang mencintai Mayra, kenapa kau mau menuruti perintahku untuk menghancurkan hidupnya dan menjauhinya?" tanya Linda nanar."Apa Tante sudah melupakan sesuatu?" tanya Gibran balik.Flashback On"Tante, apa tidak sebaiknya aku menikahi Mayra saja? Aku rasa sepertinya aku sudah terlanjur mencintainya. Aku berjanji tidak akan pernah membiarkannya kembali mengejar Revan, Tante!" ujar Gibran meminta pertimbangan."Tidak, kau tidak boleh menikahinya. Mayra harus menderita karena sudah berani menentangku dan terus berhubungan dengan Revan. Awas saja kalau sampai kau berani menikahi Mayra, Gibran. Di sini, akulah yang berhak memutuskan segalanya. Dan kamu hanya harus tunduk di bawah perintahku!" Flashback off"Dengan pongahnya kau memintaku meninggalkan Mayra di saat aku sudah mulai mencintainya. Apa kau pikir itu tidak menyakitkan bagiku, Tante Linda?"
Sementara di sisi lain, kondisi Mayra semakin mengenaskan setelah dia ke luar dari tempat penyiksaan. Anak buah Reno sengaja menyiksa mental Mayra hingga dia berubah menjadi tidak waras. Dia sering menangis dan tertawa dengan tiba-tiba."Revan, coba lihat anak kita cantik sekali ya seperti aku. Kamu nggak mau gendong dia Van? Coba deh Van lihat anak kita," ucap Mayra sambil menggendong boneka dan menyodorkannya pada penjaga. Kedua orang tua Mayra sengaja memperkerjakan penjaga untuk menjaga Mayra agar tidak kabur. "Pa, bagaimana ini Pa? Anak kita seperinya sudah gila, Pa? Segera lakukan sesuatu Pa, aku tidak bisa melihatnya seperti ini lebih lama," ucap Fatma sambil menangis."Tidak ada cara lain lagi Ma, kita harus membawa Mayra ke rumah sakit jiwa."Mau tidak mau akhirnya Fatma harus rela jika Mayra dibawa ke rumah sakit jiwa. Polisi juga tidak menangkap Mayra kembali dengan alasan Mayra sakit jiwa. Setiap hari Mayra selalu meracau dan menganggap setiap lelaki yang melintas di de
Ucapan wanita itu seketika menarik perhatian khalayak. Mereka segera mendekat untuk menyaksikan perseteruan yang terjadi."Anda ini siapa kok main menuduh istri saya? Apa tidak mali berteriak di muka umum?" tanya Revan."Asal kamu tahu, saya calon istri Dika. Kami akan menikah sebentar lagi atas perjodohan yang dilakukan oleh Kakek Pranoto. Tapi gara-gara kamu," ucapnya sambil menunjuk Anjani. "Pernikahan saya gagal!" teriaknya."Oh, bukannya kamu yang jadi selingkuhan Dika dulu ya?" tanya Anjani santai.Muka wanita itu makin memerah saat Anjani menyebutnya selingkuhan. "Heh jaga ucapanmu ya, jalang. Asal kamu tahu, jauh sebelum kalian menjalin hubungan, Kakekku dan Kakek Pranoto sudah sepakat untuk menjodohkan kami. Tapi gara-gara kehadiranmu, Dika lebih memilih kamu alih-alih menikah denganku." "Tapi kenyataannya di belakangku kalian juga tetap menjalin hubungan spesial bukan? Lalu di mana letak kesalahanku? Ingat ya, semenjak Dika memutuskan untuk menduakanku, di saat itu pula ak
Walau sedikit terkejut dengan kedatangan wanita itu, Nurma tetap bersikap tenang dan mempersilahkannya untuk duduk. "Maaf ada angin apa tiba-tiba Anda ke mari, Jeng Linda?" Linda menghela nafasnya sebelum menjawab pertanyaan Nurma. Dia sadar betul kalau Nurma sedikit kurang nyaman dengan kehadirannya ini."Begini Jeng, kehadiran saya ke sini karena saya ingin bertemu dengan Revan dan Anjani," jelas Linda."Maaf, ada perlu apa ya? Kalau kehadiran Anda hanya untuk menyakiti hati menjatuhkan mental putri saya, maaf saya tidak akan pernah membiarkan itu terjadi!" ucap Nurma menimpali."Oh tidak, Jeng Nurma tenang saja saya tidak akan menyakiti hati mereka. Justru kedatangan saya ke sini ingin meminta maaf," jawab Linda.Nurma melongo mendengar penuturan Linda."Apa aku tidak salah dengar?" tanya Nurma memastikan."Iya, kamu tidak salah dengar, Jeng. Kedatanganku ke sini karena aku ingin meminta maaf pada mereka berdua. Aku sudah menyadari semua kesalahanku pada mereka, terutama Anjani."
Mbok Sum segera mematikan kompor agar cabai yang digoreng Revan berhenti meletup.“Aduh, Tuan makanya kalau mau goreng cabai itu diiris dulu biar nggak jadi bom,” keluh mbok Nem. “Udah sini biar Mbok Nem aja yang masak Tuan!” ucap mbok Nem ingin membantu.Tapi Revan menolak, dia kekeh ingin memasak sendiri demi memenuhi permintaan Anjani. Dia melanjutkan acara memasaknya sambil melihat tutorial di yukyup. Dan setelah dua jam bertempur dan membuat dapur berantakan akhirnya Revan bisa menyelesaikan masakannya dan menyajikannya di meja makan.“Sayang, aku sudah selesai memasak sesuai pesananmu!” ucap Revan semringah.“Wah benarkah, Mas? Coba sini aku mau langsung mencicipinya,” ucap Anjani antusias.“Hmm penampilannya cukup menarik,” sambung Anjani lagi.“Ayo dong dicoba bagaimana rasanya?” pinta Revan.Anjani segera mengambil nasi dan menyendokkan lauknya ke piring. Dia mulai menyuapkan nasi dan lauk itu ke mulutnya. Namun gerakannya terhenti dan dia langsung menatap Revan lalu memberik