Anjani mendongak menatap Revan dengan sendu. Air matanya terjun bebas tanpa aba aba. "Jika anak ini yang menjadi taruhannya, lebih baik saya mundur saja Mas. Saya ikhlas menerima takdir ini," ucapnya sambil mengusap air matanya. "Apa maksud kamu Anjani?" tanya Revan yang masih tidak mengerti. "Kemarin saya dapat beberapa pesan ancaman agar saya meninggalkan Mas Revan. Saya takut karena saya cuma sendirian sebatang kara. Hanya anak ini yang saya punya, jadi lebih baik saya pergi saja dari hidup Pak Revan. Toh saya juga tidak sepenuhnya meninggalkan Pak Revan kok, ini duplikatnya belum keluar," ucapnya tersenyum sambil mengelus perutnya. Revan akhirnya meminta ponsel yang Anjani gunakan. "Kalau hapenya Mas Revan pegang terus saya pakai apa dong Mas?" tanya Anjani polos. "Nanti saya belikan lagi yang baru dan lebih bagus dari ini, sekarang kita pulang ya. Acara pernikahan kita akan dipercepat," ucapnya sambil mengelus kepala Anjani. "Iya Mas." "Mas lihat deh Dedeknya nendang nenda
"Apa? Aku nggak salah dengar kan?" tanya Linda memastikan. "Iya Jeng, aku mohon Jeng tolong bantu aku. Aku bingung harus bagaimana lagi membujuk Mayra agar bisa lepas dari alkohol dan rokok," ucap Fatma memelas. "Maaf Jeng, kalau untuk itu sepertinya aku tidak bisa menolongmu. Mengingat pengkhianatan Mayra dulu membuat Revan sempat membenci wanita. Kamu tahu sendiri kan bagaimana Revan? Sejujurnya aku sendiripun juga sangat kecewa dengan sikap Mayra meskipun aku sebenarnya juga mendukung hubungan mereka." tegas Linda. "Jeng apa kamu nggak kasihan sama anakku?" rayu Fatma. "Anggap saja itu balasan atas perbuatannya pada Revan Jeng. Salah dia sendiri yang tidak bisa menjaga komitmen dan hanya mementingkan kesenangan sesaat." "Halah Jeng, wong kita itu juga pernah muda lho Jeng. Kamu kayak nggak pernah ngrasain patah hati aja. Aku yakin kok Revan pasti juga udah ngelupain masalah itu." "Saya itu Ibunya Revan saya yang lebih tahu sifat anak saya, dan saya nggak mau ambil resiko Jeng
"Duduk dulu Nak, Mama bicara penting sama kamu!"Revan menuruti mamanya untuk duduk. Revan yang sudah tidak sabar langsung mendesak mamanya agar segera bicara."Jadi gini Nak, kemarin Tante Fatma itu ngajakin Mama ketemuan, nah saat itu dia bilang mau minta tolong sama Mama."Ucapannya terjeda sambil melihat ke arah Revan."Terus kenapa Mama membicarakannya dengan Revan? Kan yang dimintai bantuan itu Mama bukan Revan, jadi Revan nggak punya kepentingan dong harusnya di sini?" ujar Revan santai."Justru itu Van, Mama dimintai tolong sama Tante Fatma buat bicara sama kamu," ujar Linda."Bukannya Mama dari tadi juga udah ngomong terus ya?" sahut Revan sinis. “ Dan kenapa harus sama Revan? Memang apa hubungannya dengan Revan?”Linda sedikit sebal karena respon Revan yang terkesan tidak peduli."Kamu tuh Van, Mama tuh lagi serius!" tegur Linda yang sudah mulai jengkel."Aku juga serius loh Ma!""Jadi Tante Fatma ingin kamu memaafkan Mayra," ujar Linda hati hati.Revan mengangkat sebelah al
"Mama nggak mau tahu, pokoknya kamu nggak boleh menikahi perempuan Mama tidak akan pernah menyetujuinya.""Walau Mama menolak pun aku akan tetap menikahi Anjani, Ma. Aku lebih tahu mana yang terbaik untukku!""Mama lebih setuju kamu menikah dengan Raisa dari pada dengan yang tidak jelas itu!""Nyatanya Mama yang lebih tidak jelas, menginginkan aku segera menikah tapi tidak mendukung dengan pilihanku."Revan segera bangkit dari tempat duduknya untuk bersiap menuju perusahaan. Dia meninggalkan Linda sendirian. Sementara Linda memanggil Revan dengan suara yang kencang."Revaaaannnnnn ... "***Sepanjang perjalanan Revan terus termenung dalam lamunan. Dia sangat menyayangkan sikap mamanya yang terkesan egois dan tidak pernah mengerti perasaan anak anaknya. Dia terkenang dengan memori dua puluh sembilan tahun tahun lalu ketika ibunya memutuskan pergi.***Flashback"Mama ... Mama ... jangan pergi Ma ... Rev
"Emm sebenarnya ini cuma inisiatifku saja sih Van, kebetulan tadi di rumah masak banyak jadi sekalian aja aku bekalin buat kamu. Semoga kamu suka ya Van. Kalau kamu suka dengan masakanku, aku nggak keberatan kok kalau setiap hari ke sini bawain kamu bekal." "Aku masih kenyang. Tolong segera bereskan semua makanan yang kamu bawa dan segera pergi dari sini!" ucap Revan datar. "Van, kamu kenapa nggak bisa menghargai aku sedikit saja sih? Aku udah capek capek nyiapin ini demi kamu loh Van. Aku bahkan mengorbankan jari jari tanganku yang lentik ini demi kamu Van!" Revan hanya melihat Raisa sekilas lalu kembali menatap layar laptopnya, "Aku tidak menyuruhmu untuk melakukan semua ini. Jadi kau tidak perlu repot repot membawakanku bekal. Oh ya kalau kau merasa tidak terima dengan perlakuanku, berhentilah mengganggu hidupku!" ucap Revan penuh penekanan. "Tidak Van, aku tidak akan pergi sebelum makanan ini habis!" tutur Raisa teguh pada pendiriannya. "Baik kalau itu maumu." Revan memencet
Raisa lalu membisikkan sesuatu ke Linda. Linda mengangguk dan tersenyum puas dengan rencana Linda."Aku yakin rencana kita pasti berhasil Tante, aku bisa jamin itu," ujarnya penuh percaya diri. "Iya Sa, terus kapan kita mulainya?" "Lebih cepat lebih baik Tante, pokoknya nanti Tante pura pura aja di depan Revan dan Anjani." "Tenang itu bisa diatur, yang pasti kita harus cari waktu yang tepat. Nanti deh Tante coba mampir ke perusahaan Revan dulu." "Iya Tante!"Raisa pamit pulang setelah perbincangan mereka usai."Hati hati di jalan ya Sa," ucapnya sambil cipika cipiki."Iya, Tante juga hati hati ya di jalan."Setelah Raisa pergi, Linda memulai sandiwaranya. Dia menghubungi Revan.Tutt tutt[Van, kamu ada di mana sekarang?][Lagi di perusahaan Ma!][Yaudah Mama ke sana sekarang!][Mau ngapain Mama ke sini? Kalau cuma mau ngajak ribut meningan nggak usah Ma. Revan butuh ketenangan buat kerja!][Enggak kok Van Mama cuma mau mampir kok, nggak mau cari ribut beneran deh!][Yaudah langsun
Linda mencebik mendengar pertanyaan Revan."Kamu kok gitu sih Van, Mama tuh cuma mau mengenal Anjani lebih dekat aja kan sebentar lagi dia bakalan jadi menantu Mama."Dia lalu melanjutkan bicaranya, "Mama pengen deh bantuin acara pernikahan kalian, boleh nggak Van?" tanya mama Linda penuh harap."Mama kesambet apa sih hari ini? Ini nggak biasanya lho. Bukannya Mama paling menentang ya selama ini?" ucap Revan penuh selidik."Van, niat Mama itu baik lho kamu itu jangan berburuk sangka teruslah sama Mama," protes mama Linda kesal."Iya iya yaudah kalau maunya Mama begitu Revan nggak masalah.""Nah gitu dong. Nanti kalau hari libur ajakin Anjani main ke rumah ya, mau ngobrol ngobrol sama dia!""Iya nanti Revan usahain Ma."***Sepulangnya dari kantor Revan tidak langsung menuju apartemennya melainkan ke rumah Anjani. Dia ingin menyampaikan kabar gembira ini ke Anjani. Dia menghampiri Anjani yang tengah memasak untuk maka
DeegggJantung Linda berdetak hebat.'Sialan siapa yang berani mengirim pesan ancaman ini?' batin Linda.Linda hanya mengabaikan pesan ancaman itu."Apa jangan jangan dia-""Dia siapa Ma?" ujar Hendra.Linda tersentak karena Hendra tiba tiba datang dan menimpali ucapannya."Eh eng-enggak kok Pa, ini lho aku tadi pas buka sosial media terus ada yang lewat di beranda kayaknya aku kenal.""Kirain apa, yaudah Papa mau bersih bersih setelah itu kita makan malam.""Iya Pa aku siapin baju ganti ya!"'Sialan, hampir aja ketahuan. Aku harus segera mencari tahu pengirim pesan ini,' batin Linda.Dia segera membuka lemari untuk mengambilkan baju untuk suaminya. Saat dia sedang menunggu suaminya yang sedang mandi, dia mendapat pesan ancaman lagi.'Sialan, siapa sebenarnya orang ini? Bukankah dia sudah pergi jauh dari negara ini?' ***Di seberang sana, Revan yang baru saja tiba di apartemen juga mendapat teror.Ting [Yang kamu lihat baik belum tentu baik dan yang di depanmu baik belum tentu dia