Linda mencebik mendengar pertanyaan Revan.
"Kamu kok gitu sih Van, Mama tuh cuma mau mengenal Anjani lebih dekat aja kan sebentar lagi dia bakalan jadi menantu Mama."Dia lalu melanjutkan bicaranya, "Mama pengen deh bantuin acara pernikahan kalian, boleh nggak Van?" tanya mama Linda penuh harap.
"Mama kesambet apa sih hari ini? Ini nggak biasanya lho. Bukannya Mama paling menentang ya selama ini?" ucap Revan penuh selidik.
"Van, niat Mama itu baik lho kamu itu jangan berburuk sangka teruslah sama Mama," protes mama Linda kesal.
"Iya iya yaudah kalau maunya Mama begitu Revan nggak masalah."
"Nah gitu dong. Nanti kalau hari libur ajakin Anjani main ke rumah ya, mau ngobrol ngobrol sama dia!"
"Iya nanti Revan usahain Ma."
***
Sepulangnya dari kantor Revan tidak langsung menuju apartemennya melainkan ke rumah Anjani. Dia ingin menyampaikan kabar gembira ini ke Anjani. Dia menghampiri Anjani yang tengah memasak untuk maka
DeegggJantung Linda berdetak hebat.'Sialan siapa yang berani mengirim pesan ancaman ini?' batin Linda.Linda hanya mengabaikan pesan ancaman itu."Apa jangan jangan dia-""Dia siapa Ma?" ujar Hendra.Linda tersentak karena Hendra tiba tiba datang dan menimpali ucapannya."Eh eng-enggak kok Pa, ini lho aku tadi pas buka sosial media terus ada yang lewat di beranda kayaknya aku kenal.""Kirain apa, yaudah Papa mau bersih bersih setelah itu kita makan malam.""Iya Pa aku siapin baju ganti ya!"'Sialan, hampir aja ketahuan. Aku harus segera mencari tahu pengirim pesan ini,' batin Linda.Dia segera membuka lemari untuk mengambilkan baju untuk suaminya. Saat dia sedang menunggu suaminya yang sedang mandi, dia mendapat pesan ancaman lagi.'Sialan, siapa sebenarnya orang ini? Bukankah dia sudah pergi jauh dari negara ini?' ***Di seberang sana, Revan yang baru saja tiba di apartemen juga mendapat teror.Ting [Yang kamu lihat baik belum tentu baik dan yang di depanmu baik belum tentu dia
Linda tersentak dengan penolakan Hendra. Menurutnya Hendra masih cukup gagah dan kuat jika untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Dia tidak bisa menyalurkan hasratnya pada Alex karena pria itu sekarang sedang di luar negeri mengurus pekerjaan."Kenapa nggak bisa Pa? Kamu sudah lama nggak menyentuhku lho Pa. Aku rindu sentuhanmu!" rengek Linda memprotes."Aku impoten Ma." Linda terkejut dengan pengakuan suaminya."Apa? Kamu impoten? Sejak kapan?" tanya Linda lemas."Sudah lama sekali Ma, makanya aku tidak pernah menyentuhmu," tutur Hendra menghela nafas panjang."Kenapa kamu baru mengatakannya sekarang Pa? Kenapa nggak dari dulu?" "Maafkan aku Ma, aku terpaksa!"Linda mendengus kesal, "Huh yaudah deh kalau gitu Mama mau tidur aja!"Linda tidur membelakangi Hendra sementara Hendra nampaknya tidak terlalu peduli. Hati Linda sangat dongkol karena saat ini dia sangat ingin berhubungan namun suaminya menolaknya karena ternyata impoten.'Alex aku butuh sentuhanmu,' jerit Linda dalam hati. *
Mayra membaca dengan hati-hati pesan yang dia terima. "Nomor siapa ini? Kenapa tiba-tiba orang ini mengirim pesan seperti ini? Apa jangan sampai dia ingin melihat kehancuranku? Tapi siapa?" Mayra lalu mengabaikannya. Dia termenung mengenang masa lalu sebelum dia berselingkuh. Bayangan demi bayangan kebersamaan mereka selalu terngiang di benak Mayra Kilas balik. "Ra, kalau kita nikah kamu mau konsep pernikahan seperti apa?" tanya Revan. "Aku pengennya sih kita ngadain pernikahan di ruang yang terbuka aja Van. Di tepi pantai dan menyatu dengan alam bebas," pinta Mayra. "Sesuai keinginan Tuan Putri," ujar Revan bercanda. *** Dua minggu sebelum acara pernikahan berlangsung, Revan mendapat kabar jika Anjani menghilang. Dia mencoba menghubungi Mayra namun sayang ponselnya pun tidak bisa aktif. Mayra menghilang menjelma ditelan bumi. Dia seperti sengaja ingin pergi dari hidup Revan. "Kurang ajar, kemana Mayra pergi? Kenapa ponselnya tidak bisa dihubungi? Bahkan media sosialnya pun ti
"Apa katamu? Dijebak? Tapi nyatanya yang kulihat kalian saling menikmati permainan ini, lalu kau sekarang mengatakan jika dirimu dijebak?" ujar Revan tak habis pikir.Gibran yang sedari tadi hanya diam menyimak akhirnya ikut menimpali, "Mayra sayang bukankah kita melakukannya secara sadar? Bukankah katamu kau tidak sabar ingin segera meninggalkan lelakimu itu dan menikah denganku lalu kita hidup bahagia?" ujarnya."Diam kamu Gibran jangan memperumit masalah yang ada," sentak Mayra.Revan langsung menuju ke arah Gibran dan memberinya bogem mentah.Bugghhh"Ini untuk pengkhianat!"Bughh "Ini untuk pendusta!"Bughh"Ini untuk sahabat yang suka menusuk dari belakang!""Aaaaaaaaa ... Revan hentikan Revan kamu bisa membunuhnya, sudah cukup Revan," ujar Mayra yang lalu menengok ke arah Reno dan Andre. "Kalian kenapa diam saja cepat hentikan Revan!" Namun sayangnya semua orang hanya diam tanpa berniat mau melerainya.BughBughBugh "Dan ini untuk bajingan sepertimu!" teriak Revan.Gibran me
"Apaan kamu Mayra? Kamu sudah berani terang terangan menunjukkan kepedulianmu dengan bajingan itu di depan Ayah?" murka Bekti. "Ayah aku juga mencintai Gibran Yah tolong jangan sakiti dia lagi!" mohon Mayra. "Berdiri kamu sekarang! Tidak pantas seorang wanita yang sebentar lagi akan menikah malah membela lelaki lain," sentak Bekti. "Tidak mau Yah, aku tidak akan meninggalkan Gibran." Mayra lalu menengok ke arah Revan, "Sudah puas kamu bikin Ayah jadi murka denganku? Puas kamu Van? Gara gara kamu Gibran sampai babak belur seperti ini!" Revan tersenyum miring, "Kamu begitu tidak terima ketika selingkuhanmu ini terluka, tapi kamu lupa jika di sini aku yang lebih terluka karena pengkhianatanmu. Bahkan luka yang kamu buat di hatiku masih berlipat lebih sakit dari pada yang kamu rasakan selingkuhanmu saat ini. Jadi, berhentilah menyalahkanku seolah aku yang menjadi penyebab kekacauan ini. Andai kamu tidak bermain serong di belakangku mungkin hari ini tidak akan pernah terjadi peristiwa
Revan menoleh ke arah spion dan benar saja ada mobil yang sedang mengikuti mereka. Dia segera menghubungi Reno saat itu juga. [Reno, segera susul saya ada mobil yang mengikuti saya dari belakang!] [Baik Tuan.] Anjani gelisah karena mobil itu tak juga berhenti mengikuti. Sedangkan Revan berusaha mencari jalan lain dengan cara sedikit ngebut agar mereka tidak mengikutinya lagi. Tiba tiba dari belakang beberapa mobil mengepung mobil yang mengikuti Revan. "Sepertinya itu anak buah Reno," gumamnya. Revan berhenti dan mengajak Anjani turun. Penguntit Revan dan Anjani sudah dikepung oleh anak buah Reno. Dia tidak bisa berkutik karena kalah jumlah. "Bawa dia ke markas, sementara kalian utus dulu saya mau ke kota sebelah mengantar calon istri saya!" "Baik Tuan." Setelah itu mereka berdua melanjutkan perjalanan. Revan berinisiatif mampir ke salah satu toko perlengkapan sekolah untuk membeli beberapa tas dan alat untuk belajar. Sesampainya di panti, mereka disambut oleh anak anak dan ju
Ratin naik pitam mendengar ucapan Anjani. Dia benar benar murka karena Anjani berusaha menghalangi niatnya untuk menikahkan Dina pada juragan Darno.“Apa kamu bilang? Adik katamu? Kalau kamu memang menganggap Dina itu adikmu harusnya kamu mau berkorban untuknya. Bukan malah pergi dan tidak mau tahu tentang masalah keluarga ini. Kalau saja kamu mau menikah dengan Juragan Darno tidak mungkin ibu memaksa Dina untuk menikah!” pekik Ratin.Anjani mendadak teringat sesuatu, “Tunggu sebentar, bukankah kemarin Ibu bilang Dina kecelakaan? Lalu kenapa Ibu masih memaksa Dina untuk menikah?” tanya Anjani menyelidik.“Y-ya, Dina memang kecelakaan saat mencoba kabur. Dan sekarang karena ulahnya itu kami harus mencari biaya untuk operasinya. Semua ini gara gara kamu!” ujar Ratin sedikit gugup.“Sekarang di mana Dina, Bu? Aku mau bertemu dengannya.”“Untuk apa kamu mau ketemu sama Dina? Masih peduli sama adikmu itu?” ujar Ratin sengit.Belum sampai Anjani menjawab tiba tiba Dina datang.“Assalamualai
Di seberang sana, Raisa yang baru saja pulang dari salon mendadak mengamuk setelah mendapat laporan dari seseorang. [Apa? Kok bisa? Kalian itu gimana sih kerjanya kok nggak becus?] [Kami dikepung anak buah Reno, Bos. Untung saja saya bisa segera kabur.] [Pokoknya kalau sampai misi yang saya berikan gagal, gaji kalian nggak akan turun!] Tuttt Raisa mematikan sambungan telepon secara sepihak. Dia marah besar karena mata mata yang dia utus untuk mengikuti Revan ketahuan. Prangg “Aaaarrrgghhh sial sial sial ... kurang ajar si Reno, berani beraninya dia mencampuri urusanku, aku harus melakukan sesuatu.” Raisa membanting vas bunganya ke lantai sampai pecah. Widya yang mendengar bunyi barang pecah segera menghampiri kamar putrinya. “Nak, kamu kenapa memecahkan vas bunga Nak? Ada apa, ayo cerita sama Mama!” “Rencanaku gagal Ma, berantakan. Revan pasti sudah tahu kalau semua kerjaanku!” ungkap Raisa penuh amarah.Widya mengeryitkan keningnya, “Memangnya apa yang sedang kamu rencanaka