Revan menoleh ke arah spion dan benar saja ada mobil yang sedang mengikuti mereka. Dia segera menghubungi Reno saat itu juga. [Reno, segera susul saya ada mobil yang mengikuti saya dari belakang!] [Baik Tuan.] Anjani gelisah karena mobil itu tak juga berhenti mengikuti. Sedangkan Revan berusaha mencari jalan lain dengan cara sedikit ngebut agar mereka tidak mengikutinya lagi. Tiba tiba dari belakang beberapa mobil mengepung mobil yang mengikuti Revan. "Sepertinya itu anak buah Reno," gumamnya. Revan berhenti dan mengajak Anjani turun. Penguntit Revan dan Anjani sudah dikepung oleh anak buah Reno. Dia tidak bisa berkutik karena kalah jumlah. "Bawa dia ke markas, sementara kalian utus dulu saya mau ke kota sebelah mengantar calon istri saya!" "Baik Tuan." Setelah itu mereka berdua melanjutkan perjalanan. Revan berinisiatif mampir ke salah satu toko perlengkapan sekolah untuk membeli beberapa tas dan alat untuk belajar. Sesampainya di panti, mereka disambut oleh anak anak dan ju
Ratin naik pitam mendengar ucapan Anjani. Dia benar benar murka karena Anjani berusaha menghalangi niatnya untuk menikahkan Dina pada juragan Darno.“Apa kamu bilang? Adik katamu? Kalau kamu memang menganggap Dina itu adikmu harusnya kamu mau berkorban untuknya. Bukan malah pergi dan tidak mau tahu tentang masalah keluarga ini. Kalau saja kamu mau menikah dengan Juragan Darno tidak mungkin ibu memaksa Dina untuk menikah!” pekik Ratin.Anjani mendadak teringat sesuatu, “Tunggu sebentar, bukankah kemarin Ibu bilang Dina kecelakaan? Lalu kenapa Ibu masih memaksa Dina untuk menikah?” tanya Anjani menyelidik.“Y-ya, Dina memang kecelakaan saat mencoba kabur. Dan sekarang karena ulahnya itu kami harus mencari biaya untuk operasinya. Semua ini gara gara kamu!” ujar Ratin sedikit gugup.“Sekarang di mana Dina, Bu? Aku mau bertemu dengannya.”“Untuk apa kamu mau ketemu sama Dina? Masih peduli sama adikmu itu?” ujar Ratin sengit.Belum sampai Anjani menjawab tiba tiba Dina datang.“Assalamualai
Di seberang sana, Raisa yang baru saja pulang dari salon mendadak mengamuk setelah mendapat laporan dari seseorang. [Apa? Kok bisa? Kalian itu gimana sih kerjanya kok nggak becus?] [Kami dikepung anak buah Reno, Bos. Untung saja saya bisa segera kabur.] [Pokoknya kalau sampai misi yang saya berikan gagal, gaji kalian nggak akan turun!] Tuttt Raisa mematikan sambungan telepon secara sepihak. Dia marah besar karena mata mata yang dia utus untuk mengikuti Revan ketahuan. Prangg “Aaaarrrgghhh sial sial sial ... kurang ajar si Reno, berani beraninya dia mencampuri urusanku, aku harus melakukan sesuatu.” Raisa membanting vas bunganya ke lantai sampai pecah. Widya yang mendengar bunyi barang pecah segera menghampiri kamar putrinya. “Nak, kamu kenapa memecahkan vas bunga Nak? Ada apa, ayo cerita sama Mama!” “Rencanaku gagal Ma, berantakan. Revan pasti sudah tahu kalau semua kerjaanku!” ungkap Raisa penuh amarah.Widya mengeryitkan keningnya, “Memangnya apa yang sedang kamu rencanaka
POV REVANMenghamili seorang wanita suci yang bahkan tidak kukenal sebelumnya adalah hal yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Karena pengaruh obat yang diberikan oleh rekan bisnisku malam itu, kini akhirnya perempuan malang itu harus mengandung benihku. Ah andai waktu bisa terulang rasanya aku ingin membatalkan saja rencana kerja sama itu karena ternyata itu hanya jebakan semata.Pucuk dicinta ulam pun tiba. Setelah beberapa bulan aku mengerahkan orang untuk mencari perempuan itu akhirnya Tuhan mempertemukan kami dengan cara yang tidak biasa. Ternyata dia bekerja di perusahaanku dan yang lebih membuatku terkejut ternyata dia sudah hamil besar. Saat itu aku merasa takdir tidak berpihak padaku dan perempuan itu karena setelah peristiwa malam itu aku harus buru buru meninggalkan negara ini untuk mengurus bisnis di luar negeri. Tanpa basa basi aku langsung memanggilnya ke ruanganku.“Andre, apakah menurutmu perempuan itu akan memaafkanku? Aku ini lelaki yang sangat bejat dan tidak b
Sedangkan di rumah Hendra, Linda sengaja menelepon Raisa agar datang.“Akhirnya kamu datang juga sayang. Ayo sini duduk dekat Tante,” ujar Linda sambil menunjuk sofa yang ada di dekatnya. “Ah iya ini calon istrinya Revan juga ada di sini lho tadi Tante suruh Revan anterin,” ujar Linda pada Raisa. Raisa memindai penampilan Anjani yang menurutnya selalu menyaingi Raisa.“Iya Tante, hai Anjani kita ketemu lagi,” ucapnya penuh seringai.“Iya Mbak-“ Anjani menjeda kalimatnya.“Raisa,” sahut Linda memperkenalkan Raisa.“Jadi kalian sudah saling mengenal ya rupanya? Tante kira belum,” tanya Linda memulai pembicaraan.“Iya Tante, kami tidak sengaja bertemu di toko perhiasan waktu itu,” ujar Raisa.“Jadi gitu ceritanya. Anjani, Raisa ini teman Revan sejak kecil. Sebenarnya kami ada rencana menjodohkan keduanya karena mereka itu udah cocok dan juga sepadan dengan kami. Tapi ya mau bagaimana lagi jodoh nggak ada yang tahu,” ucap Linda dengan nada yang sengaja dibuat buat. “Nggak apa apa kok Ta
“Ya karena di sini masih kosong Van jadi aku tempatin,” ujar Raisa berkelit.“Kursi lain masih banyak yang kosong, kalau kau tidak mau pindah biar aku saja yang pindah!” Revan lalu berpindah ke kursi sebelah Anjani. Linda tak berani menegur karena takut anaknya itu marah lagi. Saat Anjani ingin mengambilkan nasi untuk Revan Raisa langsung menyerobot.“Biar aku saja yang mengambilkan nasi untuk Revan Jani, kasihan kamu lagi hamil besar nanti kerepotan!” ujar Raisa dengan senyum penuh kepalsuan.“Maaf Raisa aku rasa mengambilkan nasi untuk calon suamiku bukanlah pekerjaan yang berat, aku masih bisa melakukannya sendiri. Terima kasih bantuannya.” Revan tersenyum samar sementara Raisa mengepalkan tangannya di bawah meja.Sebenarnya nafsu makan Revan sudah hilang namun demi menghargai Anjani dia tetap memaksakan makan. Dan setelah acara makan siang selesai, Revan langsung mengajak Anjani pulang.“Van, bisa nggak kalau sekalian kamu antar Raisa? Seingat Mama tujuan kalian searah deh,” tany
Setelah mempersilahkan perempuan itu masuk dan membuatkannya minuman, Ratin kembali bertanya, “Siapa anda sebenarnya? Seingat saya, saya tidak mengenal anda.”Dia tak langsung menjawab pertanyaan Ratin. Dia berdehem memulai pembicaraan.“Perkenalkan saya Widya dan anda sudah tentu memang tidak mengenal saya karena saya juga bukan berasal dari sini, saya masih satu daerah dengan Anjani."Ratin terperanjat karena Widya datang membawa nama Anjani. Dia segera menguasai dirinya dan meneruskan pembicaraan."Dari mana anda tahu alamat rumah saya?" “Saya mengetahui alamat anda dari seorang kenalan,” jawab Widya.“Lalu apa tujuan anda datang ke sini?” tanya Ratin to the poin.“Apakah anda orang tua Anjani?” “Iya benar, saya memang ibunya. Ada apa?” selidik Ratin.“Saya dengar dia hamil sebelum menikah ya? Apa itu benar?” "Ya, itu memang benar. Tapi tunggu, kenapa anda sampai harus jauh jauh ke sini hanya untuk mencari tahu informasi tentang Anjani?” sahut Ratin menyipit.“Saya hanya ingin m
Sementara di kota lain, setelah mengantar Raisa pulang, Anjani meminta Revan untuk mengantarkannya berbelanja kebutuhan dapur."Kita beli di supermarket dekat rumah saja ya," ajak Revan.Sesampainya di supermarket Anjani langsung bergegas mencari bahan makanan untuk persediaan di kulkas. Setelah selesai mencari sayur dan daging dia bergegas ke stand buah buaha. Namun saat sedang asyik memilih buah,secara tak sengaja Anjani di tabrak oleh seseorang.Brukkk"Maaf Mbak saya nggak sengaja," ucap penabrak itu sambil membantu Anjani bangun. "Aduh hati hati dong Mas, kalau kandungan kenapa kenapa memangnya situ mau tanggung jawab?" Namun saat Anjani mendongak ternyata yang menabraknya adalah Valdi."Lho Anjani, ternyata kamu. Akhirnya kita bertemu lagi. Kamu ke mana aja selama ini? Kok nomor kamu juga udah nggak aktif?" tanya Valdi dengan raut wajah sumringah."Hehe iya Val, emm aku habis pulang kampung. Eh udah dulu ya aku mau lanjut belanja dulu," ucap Anjani menghindar."Mau aku temanin