Nurma bergegas mengajak Anjani ke rumah sakit menyusul Revan dan Agung. Anjani dan Nurma panik takut terjadi pada korban karena mereka bisa bermasalah. Sesampainya di sana, Revan sedang mengurus administrasi sedangkan Agung duduk di kursi tunggu.
"Pa, gimana korban tadi udah sadar belum?"
"Belum Ma, dia masih mendapat penanganan!" jawab Agung lemas.
"Keluarganya sudah diberi tahu atau belum Pa?" tanya Anjani.
Agung menghela nafasnya, bagaimana mau memberi tahu kalau orang tuanya saja masih terbaring di rumah sakit."Justru itu Anjani kamu harus tahu kalau orang yang kami tabrak adalah adik kamu."
"Maksud Papa siapa?"
"Dina," ucap Agung.
Anjani membekap mulutnya tak percaya. Bagaimana mungkin adiknya yang masih kecil bisa sampai di kota ini?
"Bagaimana mungkin Pa? Dia masih sekolah dan jarak dari sini ke rumah Bibi sangat jauh!" sangkal Anjani.
"Papa juga tidak mengerti Nak. Tiba tiba saja sopir bilang
"Iya Bu. Dina kabur dari rumah Bibi karena sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Dia memutuskan ke sini karena mendengar Ibu dan Ayah sakit. Tolong Ibu, Anjani mohon jangan seperti ini lagi, kasihan Dina," ujar Anjani memohon.Ratin menyeka air matanya yang ke turun di pipi. Sesungguhnya dia menyesali perbuatannya kemarin."Maafkan Ibu, ya Nak. Karena Ibu dan Ayah kalian jadi kesusahan. Maafkan Ibu karena selalu menuntut memaksa dan selalu memanfaatkanmu selama ini, Ibu selalu berlaku kasar dan terkesan jahat sama kamu. Maafkan Ibu, Nak." Ratin berpelukan dengan Anjani."Sudahlah Bu, yang lalu biarlah berlalu dan Anjani sudah memaafkan Ibu. Kita buka lembaran baru ya Bu," jawab Anjani. Dia bahagia karena akhirnya ibunya menyadari kekeliruannya selama ini.Danu yang baru siuman belum lama juga terguncang mendengar kabar anaknya hilang. Untung saja dia tidak ngedrop dan hanya butuh istirahat saja.Ratin meminta Anjani
Nurma menepuk keningnya karena lupa akan hal itu. Dia segera mengajak Anjani menyiapkan hantaran untuk dibawa besok. Mereka meminta bantuan teman Nurma untuk memesan hantaran besok karena sangat mendadak."Enaknya punya anak perempuan, bisa diajak ini itu," ujar Nurma terkekeh."Bisa diajak cerita juga ya Ma," jawab Anjani ikut terkekeh.***Hari berikutnya, keluarga Arya bersiap untuk pergi ke rumah Raisa. Terlihat juga keluarga Raisa sudah menunggu. Keluarga Arya disambut hangat oleh keluarga Raisa namun Widya dan suaminya terkejut dengan kehadiran Anjani serta Revan yang ikut di rombongan Arya. Mereka menyembunyikan keterkejutannya dibalik senyuman."Maksud kedatangan kami ke sini ingin melamarkan putri anda Nak Raisa untuk anak kami Arya. Sudikah kiranya keluarga Tuan Prasetyo menerima pinangan kami?" tutur Agung."Yang menjalani anak anak kita maka segala keputusan saya serahkan pada putri kami Tuan. Kami sebagai orang tua hanya bisa mendukung apapun yang menjadi keputusan anak k
"Apa? Bukankah selama ini perusahaan sudah meningkatkan sistem keamanannya? Bagaimana mungkin bisa kebobolan?" tanya Revan kaget."Saya juga tidak tahu Tuan. Saya baru saja mendapat laporan dari staff IT!" "Segera atasi semuanya Ndre, besok harus segera ditindaklanjuti!" "Baik Tuan!" TuutttRevan menyugar rambutnya, malam romantisnya bersama Anjani terganggu karena masalah di perusahaan. Namun tidak habis akal, Anjani menghibur serta mengembalikan mood Revan."Maafkan aku Dek, gara gara masalah di perusahaan jadi merusak suasana romantis kita," ucap Revan meminta maaf."Kenapa harus meminta maaf Mas? Semua bukan kesalahanmu. Lebih baik Mas segera selesaikan dulu masalahnya biar nggak kepikiran," nasehat Anjani. Akhirnya Revan mengajak Anjani pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan Anjani tertidur karena mengantuk. Revan menggendong Anjani ke dalam kamar karena tak mau membangunkannya.***Keesokan harinya, pagi pagi sekali Revan langsung meluncur ke perusahaan bahkan mengabaikan sar
Akhirnya Anjani pasrah dan membiarkan Revan ikut mandi bersamanya."Tapi cuma mandi doang ya Mas jangan aneh aneh," kata Anjani sedikit cemas."Iya cuma mandi aja kok, gerah nih. Tapi main main sedikit nggak apalah ya he he he!" goda Revan."Maaaassss ... " Wajah Anjani memerah seperti kepiting rebus.Revan langsung melucuti baju Anjani tanpa mempedulikan Anjani yang panik. "Mas aku bisa lepas sendiri Mas biar aku lepasin sendiri," protes Anjani."Ssstttt diam aja jangan banyak protes!" Setelah melucuti pakaian Anjani, dia juga melucuti pakaiannya sendiri setelah itu langsung menggendong Anjani ala bridal style ke kamar mandi dan menurunkannya di kamar mandi. Anjani merasa malu karena tubuhnya terekspos oleh Revan. Namun dia sedikit terpana dengan badan atletis Revan."Dek, gosok punggungku!" Anjani menuruti perintah Revan dengan menggosok punggung suaminya.Setelah selesai menggosok punggung Revan, kini giliran Revan menyuruh Anjani berbalik."Dek, sekarang giliran kamu yang berba
Anjani sedikit terkejut. Dia kemudian teringat dengan aktivitasnya bersama Revan semalam. "M-Mas a-aku mandi dulu ya," kata Anjani mengalihkan perhatian Revan.Namun saat dia hendak menapak lantai, bagian intinya terasa masih sakit hingga akhirnya dia memutuskan untuk duduk sejenak.Melihat Anjani nampak kesakitan saat hendak berdiri, Revan langsung bangkit dan menghampiri istrinya dengan sedikit panik."Sayang masih sakit ya itunya? Apa kita ke dokter saja?" tanya Revan khawatir."Eh nggak usah Mas, malu. Nggak apa apa kok paling nanti lama lama juga sembuh sendiri kok," jawab Anjani.Akhirnya Revan memapah Anjani menuju kamar mandi."Mas udah kamu ke luar dulu ya aku mau mandi," kata Anjani."Aku mandiin sekalian ya Dek kasihan kamu sepertinya kesakitan gitu."GlukkkkBulu kuduk Anjani meremang saat tangan nakal Revan mulai menyentuh tubuhnya.“Mas, kamu tuh seka
Revan tertegun setelah mendapat laporan dari Andre. Anjani menyadari jika raut wajah Revan berubah. Dia segera mengelus lengan suaminya."Ada apa Mas?" tanya Anjani."Mama ... Mamaku datang Anjani ... Mama datang menemuiku!" ujarnya dengan perasaan bahagia. "Ini adalah kado pernikahan terindah bagiku," ucap Revan lagi."Kamu benar, Mas."Matanya yang berembun menyiratkan kerinduan akan sosok ibu kandung. Dia segera menyudahi sarapan mereka dan bergegas menuju kantor.***Anjani tidak memperbolehkan Revan menyetir karena suasana hatinya saat ini tidak menentu. Anjani dan Revan pergi diantar sopir. Sepanjang perjalanan, Revan terus menggandeng tangan Anjani seperti takut kehilangan. Sesampainya di kantor, dia segera mengajak Anjani ke ruangannya dengan sedikit terburu buru."Pelan-pelan Mas jalannya!" tegur Anjani."Maafkan aku Sayang aku terlalu bersemangat," ujar Revan lalu memelankan langkahnya.Dia segera mendorong pintu dan bergegas masuk ke ruangannya. Langkahnya terhenti ketika d
Linda yang sedang merencanakan sesuatu untuk mencelakai Anjani terkejut dan langsung berbalik menatap Hendra yang berdiri di belakangnya. Ponselnya yang masih terhubung Alex langsung dia matikan begitu saja."M-Mas Hendra. Ini ... ini tidak seperti yang kamu dengar. Aku bisa bisa menjelaskan semuanya!" tutur Linda terbata-bata."Apa lagi yang ingin kamu jelaskan Linda? Sudah jelas jika kamu masih berhubungan dengan Alex di belakangku. Kau bahkan masih kekeh ingin memisahkan Revan dengan istrinya. Tega sekali kamu dengan anak dan menantuku. Sebenarnya apa salah Anjani padamu Linda?""Aku tahu Revan bukan anakmu tapi bukan berarti kau bisa seenaknya mengatur hidup anakku!" lanjutnya.Linda tercekat tak mampu menjawab, Anjani tidak pernah punya salah dengannya tapi dia yang selalu berambisi untuk menyingkirkan Anjani. Dia membisu tak menjawab pertanyaan Hendra.Hendra berlalu meninggalkan Linda ke kamarnya. Sedangkan Linda masi
Karena Linda bebal tidak mau pergi dari rumah Hendra, akhirnya Hendra memanggil satpam untuk menyeret Linda. Sepanjang langkah Linda terus meronta meminta dilepaskan. "Awas saja kamu Mas, aku akan membuat perhitungan denganmu! Lihat saja kau akan menyesal!" umpat Linda. Sepeninggal Linda dari rumah Hendra, lelaki paruh baya itu segera menuju ruang kerjanya, dia melampiaskan kekecewaannya dengan berdiam diri di dalam ruangan kerjanya hingga larut malam. *** Sementara di rumah Mila, Revan tengah ingin bermanja dengan Anjani di kamar karena mereka diwajibkan untuk menginap di sana sedangkan mereka tidak ada kegiatan. Revan tiduran sambil bekerja lewat hapenya di paha Anjani yang sedang duduk di sofa kamar sambil membaca majalah. Sesekali dia meraba raba bagian sensitif Anjani hingga membuat Anjani kegelian. "Mas, geli Mas!" lenguh Anjani. Revan langsung bangkit dan menatap wajah Anjani dengan penuh gairah. "Habisnya kamu bikin aku gemas sih, aku jadi ingin makan kamu jadinya," uj