Revan mungkin tidak menyadari papanya jika dia mendapatkan sedikit informasi ini dari mbok Sum. Kasihan mbok Sum."Hanya tebak saja, tidak tahunya beneran!" ujar Revan sekenanya.Hendra menarik napas panjang, "Apa kamu tidak keberatan jika Papa menceritakan kejadian yang sebenarnya?""Tidak Pa, memang lebih baik Papa ceritakan saja pada Revan biar Revan tahu!" "Dulu, Papa sangat mencintai Mama kandungmu dan selalu mengejar cintanya. Dia wanita energik yang selalu membangkitkan gelora di dada Papa. Papa masih ingat, dulu Nenekmu sempat menolak memberi restu pada Papa dan Mama karena menurut Nenek, Mamamu bukan orang berada meski akhirnya mereka tetap memberikan lampu hijau untuk kami menikah. Foto yang ada di album itu adalah foto sebelum Papa pergi ke luar negeri karena urusan bisnis. Tapi saat Papa kembali ternyata Mamamu sudah pergi, kata Nenekmu dia meninggalkan Papa dan kamu," ucapnya getir.Revan masih terus menyimak semua yang diceritakan Hendra. "Papa terus mencarinya meski N
"Jika Mila masih bersedia menerima Papa kembali bersama Papa maka Papa tidak keberatan Van, tapi jika dia sudah tidak ingin membina hubungan kembali Papa akan menerimanya karena dari awal semua kesalahan berawal dari Papa. Ohh iya tumben Mamamu itu tidak menguping, biasanya kan daun telinganya selalu menempel di depan pintu... " ucap Hendra tergelak.Revan menjawab sambil terkekeh, "Nggak tahu katanya tadi ada urusan mendadak Pa.""Urusan mendadak apa sih? Kok Mamamu sekarang sering main rahasia sama Papa, Papa jadi curiga deh."“Udahlah Pa, Mama kan juga udah mau tua, udah ada cucu juga mana mungkin main serong,” ujar Revan menenangkan."Kalau sampai Mamamu berani berbuat serong lagi Papa bakal buang itu perempuan!" ucap Hendra sambil mengepalkan tangan. "Memangnya Mama pernah bermain serong Pa?" tanya Revan."Pernah, saat itu kamu masih kecil. Dulu Papa memberikan kesempatan karena Papa masih memikirkan kamu, Papa nggak mau kamu hidup tanpa kasih sayang seorang Ibu. Tapi ternyata k
"Lho Papa kok udah sampai rumah? Bukannya kemarin Papa bilang mau ketemu sama sahabat Papa ya hari ini? Biasanya kan Papa kalau udah ketemu sama teman teman bisa sampai larut pulangnua," ucap Linda sedikit panik. "Anu ta-tadi tuh Mama ada urusan mendadak Pa terus kelarnya udah malam banget," ujar Linda beralasan."Urusan sepenting apa sampai larut begini baru pulang? Jangan lupa, kamu juga tidak meminta izin padaku ketika mau ke luar. Dan perlu kamu tahu aku sudah pulang sejak kepergianmu tadi!" ucap Hendra menekan.'Sial, kenapa Mas Hendra pakai acara nggak jadi pulang telat sih. Aku kan jadi ketahuan!' batin Linda.Respon Linda yang hanya diam saja membuat Hendra naik pitam. "Jawab Linda!" "A-aku tadi sempat menelepon kamu Mas tapi handphone kamu nggak aktif jadinya aku kirim pesan kalau aku mau ada urusan mendadak," cicitnya berharap Hendra percaya.Namun bukan Hendra namanya kalau langsung percaya dengan alasan Linda. Dia langsung membuka handphonenya dan mencari pesan dan pangg
Tiba tiba dia teringat belum membuka ponselnya sama sekali. Dia langsung membuka ponselnya dan melihat ada pesan dari Anjani. Dia segera membuka pesannya.“Assalamualaikum. Apa Mas Revan yang mengirim bunga ini? Makasih ya Mas bunganya wangi dan segar!” Anjani juga mengirim gambar kertas yang terselip di antara bunga. Revan hanya membalas dengan mengucapkan selamat tidur. 'Apa Valdi yang mengirim bunga itu? Kenapa dia masih nekat?' batinnya.Dia kembali mengecek CCTV dan melihat sebuah pemandangan yang membuatnya mengepalkan tangan."Jadi ternyata dia yang selalu membuntutiku dan Anjani. Awas saja kau. Aku akan segera memberimu perhitungan!"Revan segera menangkap gambar di CCTV dan mengirimkannya pada Andre untuk dicari identitasnya.***Sementara di belahan bumi lain, sepasang suami istri sedang berbincang setelah pulang dari rumah sakit mengantar istrinya berobat."Pa, apa sudah ada hasil mengenai putri kita yang hilang itu Pa?" ujar Nurma penuh harap."Kamu sabar dulu ya Ma, sem
Ratin membayangkan betapa bahagianya dia jika tinggal di rumah Anjani. Mau makan mau minum tinggal nyuruh pelayan mengambilkan. Ohh indahnya dunia.Mata Anjani membelalak mendengar permintaan ibu angkatnya. Walau dia diberi rumah ini tapi dia tidak berkuasa untuk sembarang mengajak orang tinggal."Maaf Bu, tapi rumah ini bukan milik Anjani. Ini rumah Mas Revan jadi kalau mau tinggal di sini Ibu harus tanya dulu sama Mas Revan," jawab Anjani."Aduh ya kamu tanyain lah Jan, kalau perlu kamu bujuk calon suami kamu biar mengizinkan kami tinggal di sini. Masa kamu tega sih membiarkan kami tinggal di rumah itu?" ucap Ratin memelas.Anjani tidak mungkin membiarkan orang tuanya tinggal di sini namun di sisi lain dia tidak tega jika melihat ibunya memelas."Ya udah deh Bu, nanti Anjani coba ngomong sama Mas Revan tapi nggak janji ya Bu.""Iya Jan, Ibu yakin pasti Nak Revan bolehin kami tinggal di sini," ujarnya penuh percaya diri.Danu menggelengkan kepalanya, baru juga dinasehatin udah lupa l
"Apa yang membuat Papa yakin jika Anjani tidak pantas bersanding denganku? Apa karena Anjani bukan dari kalangan orang kaya? Iya begitu?" Nafas Dika memburu dikuasai amarah."Turunkan nada bicaramu pada Papa, kamu calon penerus bisnis yang Papa punya, jangan sampai keegoisanmu menghancurkan dirimu sendiri. Tidak pantas seorang calon pewaris menikah dengan perempuan yang tidak jelas asal usulnya!""Pantas atau tidaknya Anjani bersanding denganku bukan dinilai dari status sosialnya Pa," bantah Dika."Apa kamu lupa kalau Anjani meninggalkanmu karena kamu telah menduakannya?" tanya Alex.Mata Dika membola bahkan hampir melompat ke luar."Dari mana Papa tahu?" tanya Dika menyelidik."Apa yang tidak Papa ketahui, semua aktivitasmu Papa mengetahuinya," ujar Alex sambil bersedekap dada."Apa jangan jangan selama ini Papa selalu mengawasiku?""Sayangnya tebakanmu benar, bahkan Papa juga yang menyuruh perempuan itu untuk menggodamu agar kau meninggalkan Anjani," ujar Alex."Pa, kenapa Papa sela
Rumah Anjani tampak semakin banyak aktivitas orang berlalu lalang, mereka sibuk mengatur ini dan itu. Tak terkecuali Danu dia juga ikut membantu. Anjani yang berinisiatif untuk menata bunga bunga langsung diinterupsi oleh Ratin agar tidak usah ikut membantu."Eh Jani, udah udah duduk aja kamu nggak usah ikut bantuin!" tegur Ratin."Nggak apa apa lah Bu, Janu juga nggak ada kegiatan kok," jawab Anjani."Kamu tuh selalu aja ngebantah kalau dibilangin. Udah jangan ngeyel, duduk sana!" Akhirnya Anjani hanya duduk sambil mengamati. Dia tidak berani membantah ibu angkatnya karena memang dia sendiri juga mudah lelah sekarang ini. Karena semua orang sibuk dengan pekerjaannya masing masing, mereka sampai tidak menyadari jika ada satu mata mata yang menyamar menjadi karyawan. Diam diam dia bertugas mengawasi gerak gerik Anjani. Ratin yang melihat Anjani ke luar rumah langsung menegurnya. "Kamu mau ke mana Jan?" tanya Ratin."Mau ke taman depan Bu, suntuk di dalam rumah terus mau bantuin juga
Lelaki itu tersungkur ke lantai setelah mendapat bogem mentah Revan. "Kalian, bawa pecundang ini ke markas." Dia lalu menyuruh Andre untuk mencari tahu plat nomor mobil yang masih sempat terekam oleh CCTV. Sampai matahari sudah hampir tenggelam di ufuk barat, keberadaan Anjani belum juga bisa terlacak. Andre melaporkan ke polisi dengan membawa bukti rekaman CCTV. *** Sementara di sebuah kamar, seorang pria bertubuh tambun sedang menelepon atasannya. "Halo Bos, target sudah kami culik. Apa yang harus kami lakukan selanjutnya?" "Pekerjaan kalian selesai. Saya transfer sekarang, tapi tolong berjaga-jaga di depan sampai saya datang." "Baik bos!" Anjani yang baru tersadar merasa masih pusing karena obat bius tadi. Samar samar dia mendengar seorang lelaki sedang menghubungi seseorang. Anjani memilih berpura-pura pura masih pingsan agar penculik itu tidak mencelakainya. 'Bagaimana caranya aku kabur, tangan dan kakiku diikat semua. Ya Tuhan tolong aku,' batin Anjani sembari menu