"Jika Mila masih bersedia menerima Papa kembali bersama Papa maka Papa tidak keberatan Van, tapi jika dia sudah tidak ingin membina hubungan kembali Papa akan menerimanya karena dari awal semua kesalahan berawal dari Papa. Ohh iya tumben Mamamu itu tidak menguping, biasanya kan daun telinganya selalu menempel di depan pintu... " ucap Hendra tergelak.Revan menjawab sambil terkekeh, "Nggak tahu katanya tadi ada urusan mendadak Pa.""Urusan mendadak apa sih? Kok Mamamu sekarang sering main rahasia sama Papa, Papa jadi curiga deh."“Udahlah Pa, Mama kan juga udah mau tua, udah ada cucu juga mana mungkin main serong,” ujar Revan menenangkan."Kalau sampai Mamamu berani berbuat serong lagi Papa bakal buang itu perempuan!" ucap Hendra sambil mengepalkan tangan. "Memangnya Mama pernah bermain serong Pa?" tanya Revan."Pernah, saat itu kamu masih kecil. Dulu Papa memberikan kesempatan karena Papa masih memikirkan kamu, Papa nggak mau kamu hidup tanpa kasih sayang seorang Ibu. Tapi ternyata k
"Lho Papa kok udah sampai rumah? Bukannya kemarin Papa bilang mau ketemu sama sahabat Papa ya hari ini? Biasanya kan Papa kalau udah ketemu sama teman teman bisa sampai larut pulangnua," ucap Linda sedikit panik. "Anu ta-tadi tuh Mama ada urusan mendadak Pa terus kelarnya udah malam banget," ujar Linda beralasan."Urusan sepenting apa sampai larut begini baru pulang? Jangan lupa, kamu juga tidak meminta izin padaku ketika mau ke luar. Dan perlu kamu tahu aku sudah pulang sejak kepergianmu tadi!" ucap Hendra menekan.'Sial, kenapa Mas Hendra pakai acara nggak jadi pulang telat sih. Aku kan jadi ketahuan!' batin Linda.Respon Linda yang hanya diam saja membuat Hendra naik pitam. "Jawab Linda!" "A-aku tadi sempat menelepon kamu Mas tapi handphone kamu nggak aktif jadinya aku kirim pesan kalau aku mau ada urusan mendadak," cicitnya berharap Hendra percaya.Namun bukan Hendra namanya kalau langsung percaya dengan alasan Linda. Dia langsung membuka handphonenya dan mencari pesan dan pangg
Tiba tiba dia teringat belum membuka ponselnya sama sekali. Dia langsung membuka ponselnya dan melihat ada pesan dari Anjani. Dia segera membuka pesannya.“Assalamualaikum. Apa Mas Revan yang mengirim bunga ini? Makasih ya Mas bunganya wangi dan segar!” Anjani juga mengirim gambar kertas yang terselip di antara bunga. Revan hanya membalas dengan mengucapkan selamat tidur. 'Apa Valdi yang mengirim bunga itu? Kenapa dia masih nekat?' batinnya.Dia kembali mengecek CCTV dan melihat sebuah pemandangan yang membuatnya mengepalkan tangan."Jadi ternyata dia yang selalu membuntutiku dan Anjani. Awas saja kau. Aku akan segera memberimu perhitungan!"Revan segera menangkap gambar di CCTV dan mengirimkannya pada Andre untuk dicari identitasnya.***Sementara di belahan bumi lain, sepasang suami istri sedang berbincang setelah pulang dari rumah sakit mengantar istrinya berobat."Pa, apa sudah ada hasil mengenai putri kita yang hilang itu Pa?" ujar Nurma penuh harap."Kamu sabar dulu ya Ma, sem
Ratin membayangkan betapa bahagianya dia jika tinggal di rumah Anjani. Mau makan mau minum tinggal nyuruh pelayan mengambilkan. Ohh indahnya dunia.Mata Anjani membelalak mendengar permintaan ibu angkatnya. Walau dia diberi rumah ini tapi dia tidak berkuasa untuk sembarang mengajak orang tinggal."Maaf Bu, tapi rumah ini bukan milik Anjani. Ini rumah Mas Revan jadi kalau mau tinggal di sini Ibu harus tanya dulu sama Mas Revan," jawab Anjani."Aduh ya kamu tanyain lah Jan, kalau perlu kamu bujuk calon suami kamu biar mengizinkan kami tinggal di sini. Masa kamu tega sih membiarkan kami tinggal di rumah itu?" ucap Ratin memelas.Anjani tidak mungkin membiarkan orang tuanya tinggal di sini namun di sisi lain dia tidak tega jika melihat ibunya memelas."Ya udah deh Bu, nanti Anjani coba ngomong sama Mas Revan tapi nggak janji ya Bu.""Iya Jan, Ibu yakin pasti Nak Revan bolehin kami tinggal di sini," ujarnya penuh percaya diri.Danu menggelengkan kepalanya, baru juga dinasehatin udah lupa l
"Apa yang membuat Papa yakin jika Anjani tidak pantas bersanding denganku? Apa karena Anjani bukan dari kalangan orang kaya? Iya begitu?" Nafas Dika memburu dikuasai amarah."Turunkan nada bicaramu pada Papa, kamu calon penerus bisnis yang Papa punya, jangan sampai keegoisanmu menghancurkan dirimu sendiri. Tidak pantas seorang calon pewaris menikah dengan perempuan yang tidak jelas asal usulnya!""Pantas atau tidaknya Anjani bersanding denganku bukan dinilai dari status sosialnya Pa," bantah Dika."Apa kamu lupa kalau Anjani meninggalkanmu karena kamu telah menduakannya?" tanya Alex.Mata Dika membola bahkan hampir melompat ke luar."Dari mana Papa tahu?" tanya Dika menyelidik."Apa yang tidak Papa ketahui, semua aktivitasmu Papa mengetahuinya," ujar Alex sambil bersedekap dada."Apa jangan jangan selama ini Papa selalu mengawasiku?""Sayangnya tebakanmu benar, bahkan Papa juga yang menyuruh perempuan itu untuk menggodamu agar kau meninggalkan Anjani," ujar Alex."Pa, kenapa Papa sela
Rumah Anjani tampak semakin banyak aktivitas orang berlalu lalang, mereka sibuk mengatur ini dan itu. Tak terkecuali Danu dia juga ikut membantu. Anjani yang berinisiatif untuk menata bunga bunga langsung diinterupsi oleh Ratin agar tidak usah ikut membantu."Eh Jani, udah udah duduk aja kamu nggak usah ikut bantuin!" tegur Ratin."Nggak apa apa lah Bu, Janu juga nggak ada kegiatan kok," jawab Anjani."Kamu tuh selalu aja ngebantah kalau dibilangin. Udah jangan ngeyel, duduk sana!" Akhirnya Anjani hanya duduk sambil mengamati. Dia tidak berani membantah ibu angkatnya karena memang dia sendiri juga mudah lelah sekarang ini. Karena semua orang sibuk dengan pekerjaannya masing masing, mereka sampai tidak menyadari jika ada satu mata mata yang menyamar menjadi karyawan. Diam diam dia bertugas mengawasi gerak gerik Anjani. Ratin yang melihat Anjani ke luar rumah langsung menegurnya. "Kamu mau ke mana Jan?" tanya Ratin."Mau ke taman depan Bu, suntuk di dalam rumah terus mau bantuin juga
Lelaki itu tersungkur ke lantai setelah mendapat bogem mentah Revan. "Kalian, bawa pecundang ini ke markas." Dia lalu menyuruh Andre untuk mencari tahu plat nomor mobil yang masih sempat terekam oleh CCTV. Sampai matahari sudah hampir tenggelam di ufuk barat, keberadaan Anjani belum juga bisa terlacak. Andre melaporkan ke polisi dengan membawa bukti rekaman CCTV. *** Sementara di sebuah kamar, seorang pria bertubuh tambun sedang menelepon atasannya. "Halo Bos, target sudah kami culik. Apa yang harus kami lakukan selanjutnya?" "Pekerjaan kalian selesai. Saya transfer sekarang, tapi tolong berjaga-jaga di depan sampai saya datang." "Baik bos!" Anjani yang baru tersadar merasa masih pusing karena obat bius tadi. Samar samar dia mendengar seorang lelaki sedang menghubungi seseorang. Anjani memilih berpura-pura pura masih pingsan agar penculik itu tidak mencelakainya. 'Bagaimana caranya aku kabur, tangan dan kakiku diikat semua. Ya Tuhan tolong aku,' batin Anjani sembari menu
Anjani menengok ke arah perempuan itu."Mayra. Jadi kamu bersekongkol dengan perempuan ini Ka?" "Apa kabar Anjani? Ya, kamu benar. Aku memang bersekongkol dengan Dika. Apa kamu pikir aku akan dengan mudah membiarkan Revan menikahi kamu? Jangan mimpi!" sentak Mayra."Memangnya kalau aku sama Revan nggak jadi menikah apa dia akan berubah haluan memilihmu? Memangnya siapa dirimu ini?" ujar Anjani meremehkan. Terbiasa hidup mandiri membuat Anjani lebih berani."Kalau kau ingin tahu aku adalah tunangan Revan dan kami akan segera menikah!" ucap Mayra memprovokasi Anjani."Benar, dan tidak seharusnya kau menikah dengan Revan, Anjani!" sahut Dika menimpali."Tunangan yang memilih kabur dengan selingkuhannya dua minggu sebelum hari pernikahan dilaksanakan!" ujar Anjani tersenyum miring."Kurang ajar, berani sekali kau padaku jalang!" PlakkPlakkMayra yang geram langsung menampar Anjani. Dika terkejut dengan tindakan Mayra dan sempat ingin mengobati Anjani namun Mayra menahannya."Hentikan D
"Makanya buruan nikah Val, biar Mama punya banyak cucu," celetuk Nurma. "Ahh bentar lah Ma, masih pengen sendiri dulu. Biar bebas nggak ada yang melarang," jawab Valdi santai. "Padahal nikah itu enak lho Val, keperluan apapun sudah ada yang menyiapkan, mau makan tinggal minta di masakin. Malamnya juga dapat servis, rugi lho kalau nunda-nunda," ujar Revan memprovokasi. "Gampanglah ntar kalau udah ada calonnya pasti nikah kok. Secara iparmu yang ganteng kan juga jadi incaran para Mama mertua, jadi tinggal pilih aja kalau udah kepingin menikah" ucap Valdi percaya diri. "Huu dasar kepedean!" sahut Anjani dan Arya. "Eh bentar, ini anak kalian mau dinamai siapa?" tanya Mila tiba-tiba. Semua yang ada di ruangan itu menepuk keningnya karena lupa jika bayinya belum di beri nama. "Emm, sesuai kesepakatan kami berdua, anak yang kami yang cowok kami namai Kalandra Adi Purnomo dan yang cewek namanya Alindra Putri Purnomo," jawab Revan. *** Setelah beberapa waktu mereka semua pamit undur di
Revan memacu kendaraannya dengan kecepatan di atas rata-rata. Dia ingin segera sampai di rumah sakit secepatnya."Ayolah kenapa mereka lemot sekali? Nggak tahu orang lagi darurat apa?" gerutunya sambil berusaha menyalip kendaraan di depannya.Sesampainya di rumah sakit, dia bergegas menuju ruang operasi. Dia meminta izin pada dokter agar diperbolehkan menemani istrinya yang sedang berjuang."Boleh Tuan, tapi harap jangan mengganggu jalannya operasi ya, Tuan!" kata dokter."Baik, Dok."Revan segera memakai baju steril yang sudah disediakan dan segera masuk ke ruang operasi."Mas Revan," sapa Anjani dengan lirih dan lemah.Revan segera mendekat dan menciumi Anjani yang sedang berbaring di meja operasi."Sayang, kamu harus kuat demi aku dan kedua anak kita," ucap Revan menguatkan Anjani.Revan tidak beranjak dari sisi Anjani selama operasi. Saat bayi pertama berhasil di keluarkan, Revan sempat mematung mendengar suara tangis bayinya."Anakku," ucapnya lirih.Disusul ke luarnya bayi kedua
Alex akhirnya ditangkap oleh anak buah mertuanya sendiri dan sekarang sedang diberi pelajaran oleh Pranoto. Pranoto benar-benar merampas semua aset milik Alex hingga Alex jatuh miskin. Tidak hanya itu dia juga terjerat dengan pasal berlapis. Dia tidak bisa berkutik lagi karena semua hartanya habis tak bersisa.Suami Vina berinisiatif mengajak Vina menjenguk Alex ke lapas. Bagaimana pun juga, Alex merupakan ayah kandung Vina. Alex sangat terkejut dengan kedatangan Vina dan suaminya."Nak, kamu datang menjenguk Ayah, Nak?" tanya Alex berkaca. Kini dia sadar jika keluarga lebih berarti dari segalanya."Aku datang atas permintaan suamiku. Ini aku bawakan makanan untukmu, perbaikilah dirimu dan bertobatlah. Walau bagaimana pun kau tetap ayah kandungku, meskipun kehadiranku mungkin tidak kau harapkan!" ucap Vina tanpa menoleh ke arah Alex sedikit pun. "Maafkan Ayah, Vina. Ayah sudah menoreh luka terlalu dalam di hidupmu, aku tidak pantas disebut ayah," ucap Alex tergugu. "Setidaknya aku
Revan menghentikan gerakannya sejenak dan menatap Anjani dengan lekat."Ada angin apa tiba-tiba kamu ingin mengajak Mayra bertemu, hm?" tanya Revan lembut."Aku ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mayra, Mas. Rasanya aku masih punya beban karena bahagia di atas derita orang lain," jawab Anjani.Revan hanya menanggapi ocehan Anjani dengan senyuman. Dalam hatinya sangat bangga dengan sifat istrinya yang masih memedulikan orang lain walau sudah menyakitinya secara fisik dan mental."Kamu yakin? Tapi kan dia yang sudah membunuh anak pertama kita, Sayang. Apa kamu nggak takut dia akan kembali melakukannya?" tanya Revan hati-hati."Kan ada kamu, Mas. Aku yakin kamu nggak akan membiarkanku dan anak-anak kita dalam bahaya," jawab Anjani dengan mantap."Terima kasih sudah percaya padaku Sayang. Tapi kamu harus tahu kalau Mayra sekarang berada di rumah sakit jiwa. Dan aku tidak mau mengambil risiko kalau kamu tetap ngotot ingin menemuinya.
DeggggPengakuan Gibran membuat Linda menjadi terkejut. Dia sama sekali tidak mengira jika Gibran akan menaruh hati pada Mayra."Kalau kau memang mencintai Mayra, kenapa kau mau menuruti perintahku untuk menghancurkan hidupnya dan menjauhinya?" tanya Linda nanar."Apa Tante sudah melupakan sesuatu?" tanya Gibran balik.Flashback On"Tante, apa tidak sebaiknya aku menikahi Mayra saja? Aku rasa sepertinya aku sudah terlanjur mencintainya. Aku berjanji tidak akan pernah membiarkannya kembali mengejar Revan, Tante!" ujar Gibran meminta pertimbangan."Tidak, kau tidak boleh menikahinya. Mayra harus menderita karena sudah berani menentangku dan terus berhubungan dengan Revan. Awas saja kalau sampai kau berani menikahi Mayra, Gibran. Di sini, akulah yang berhak memutuskan segalanya. Dan kamu hanya harus tunduk di bawah perintahku!" Flashback off"Dengan pongahnya kau memintaku meninggalkan Mayra di saat aku sudah mulai mencintainya. Apa kau pikir itu tidak menyakitkan bagiku, Tante Linda?"
Sementara di sisi lain, kondisi Mayra semakin mengenaskan setelah dia ke luar dari tempat penyiksaan. Anak buah Reno sengaja menyiksa mental Mayra hingga dia berubah menjadi tidak waras. Dia sering menangis dan tertawa dengan tiba-tiba."Revan, coba lihat anak kita cantik sekali ya seperti aku. Kamu nggak mau gendong dia Van? Coba deh Van lihat anak kita," ucap Mayra sambil menggendong boneka dan menyodorkannya pada penjaga. Kedua orang tua Mayra sengaja memperkerjakan penjaga untuk menjaga Mayra agar tidak kabur. "Pa, bagaimana ini Pa? Anak kita seperinya sudah gila, Pa? Segera lakukan sesuatu Pa, aku tidak bisa melihatnya seperti ini lebih lama," ucap Fatma sambil menangis."Tidak ada cara lain lagi Ma, kita harus membawa Mayra ke rumah sakit jiwa."Mau tidak mau akhirnya Fatma harus rela jika Mayra dibawa ke rumah sakit jiwa. Polisi juga tidak menangkap Mayra kembali dengan alasan Mayra sakit jiwa. Setiap hari Mayra selalu meracau dan menganggap setiap lelaki yang melintas di de
Ucapan wanita itu seketika menarik perhatian khalayak. Mereka segera mendekat untuk menyaksikan perseteruan yang terjadi."Anda ini siapa kok main menuduh istri saya? Apa tidak mali berteriak di muka umum?" tanya Revan."Asal kamu tahu, saya calon istri Dika. Kami akan menikah sebentar lagi atas perjodohan yang dilakukan oleh Kakek Pranoto. Tapi gara-gara kamu," ucapnya sambil menunjuk Anjani. "Pernikahan saya gagal!" teriaknya."Oh, bukannya kamu yang jadi selingkuhan Dika dulu ya?" tanya Anjani santai.Muka wanita itu makin memerah saat Anjani menyebutnya selingkuhan. "Heh jaga ucapanmu ya, jalang. Asal kamu tahu, jauh sebelum kalian menjalin hubungan, Kakekku dan Kakek Pranoto sudah sepakat untuk menjodohkan kami. Tapi gara-gara kehadiranmu, Dika lebih memilih kamu alih-alih menikah denganku." "Tapi kenyataannya di belakangku kalian juga tetap menjalin hubungan spesial bukan? Lalu di mana letak kesalahanku? Ingat ya, semenjak Dika memutuskan untuk menduakanku, di saat itu pula ak
Walau sedikit terkejut dengan kedatangan wanita itu, Nurma tetap bersikap tenang dan mempersilahkannya untuk duduk. "Maaf ada angin apa tiba-tiba Anda ke mari, Jeng Linda?" Linda menghela nafasnya sebelum menjawab pertanyaan Nurma. Dia sadar betul kalau Nurma sedikit kurang nyaman dengan kehadirannya ini."Begini Jeng, kehadiran saya ke sini karena saya ingin bertemu dengan Revan dan Anjani," jelas Linda."Maaf, ada perlu apa ya? Kalau kehadiran Anda hanya untuk menyakiti hati menjatuhkan mental putri saya, maaf saya tidak akan pernah membiarkan itu terjadi!" ucap Nurma menimpali."Oh tidak, Jeng Nurma tenang saja saya tidak akan menyakiti hati mereka. Justru kedatangan saya ke sini ingin meminta maaf," jawab Linda.Nurma melongo mendengar penuturan Linda."Apa aku tidak salah dengar?" tanya Nurma memastikan."Iya, kamu tidak salah dengar, Jeng. Kedatanganku ke sini karena aku ingin meminta maaf pada mereka berdua. Aku sudah menyadari semua kesalahanku pada mereka, terutama Anjani."
Mbok Sum segera mematikan kompor agar cabai yang digoreng Revan berhenti meletup.“Aduh, Tuan makanya kalau mau goreng cabai itu diiris dulu biar nggak jadi bom,” keluh mbok Nem. “Udah sini biar Mbok Nem aja yang masak Tuan!” ucap mbok Nem ingin membantu.Tapi Revan menolak, dia kekeh ingin memasak sendiri demi memenuhi permintaan Anjani. Dia melanjutkan acara memasaknya sambil melihat tutorial di yukyup. Dan setelah dua jam bertempur dan membuat dapur berantakan akhirnya Revan bisa menyelesaikan masakannya dan menyajikannya di meja makan.“Sayang, aku sudah selesai memasak sesuai pesananmu!” ucap Revan semringah.“Wah benarkah, Mas? Coba sini aku mau langsung mencicipinya,” ucap Anjani antusias.“Hmm penampilannya cukup menarik,” sambung Anjani lagi.“Ayo dong dicoba bagaimana rasanya?” pinta Revan.Anjani segera mengambil nasi dan menyendokkan lauknya ke piring. Dia mulai menyuapkan nasi dan lauk itu ke mulutnya. Namun gerakannya terhenti dan dia langsung menatap Revan lalu memberik