"Kalian tidak punya hak untuk menyuruh saya menyerahkan Anjani. Anjani calon istri saya, berani kalian menyentuh calon istri saya maka saya pastikan kepala kalian terlepas dari tubuh. Ren urus mereka, aku harus segera membawa Anjani ke rumah sakit!"
"Baik, Tuan!" Reno langsung memerintahkan anak buahnya untuk meringkus mereka.
"Anjaniiiii ... Anjani kamu di mana?" Anjani yang mendengar suara Dika memanggilnya membuat Anjani semakin panik. Revan segera mengajak Anjani masuk ke dalam mobil dan segera meninggalkan tempat itu.
Dika yang mengetahui anak buahnya berhasil dibekuk Reno cs berniat ingin melarikan diri namun sayangnya dia tertangkap.
***Saat dalam perjalanan, tubuh Anjani masih gemetar dan ketakutan setelah peristiwa tadi, dia terus mendekap erat Revan yang tengah memeluknya."Anjani, apa yang telah mereka lakukan padamu sampai bibirmu bengkak dan tanganmu juga sampai membiru? tanya Revan.
“Tadi Mayra m
Mayra hanya mengabaikan pesan bundanya dan fokus menyetir namun teleponnya kembali berdering, dengan terpaksa Mayra mengangkat telepon dari bundanya.[Halo Bun, ada apa?][May, kamu di mana sekarang? Tadi anak buah Revan ke sini cari kamu. Kamu bikin masalah apa?][Aduh ceritanya panjang Bun, May nggak bisa ceritain sekarang. Nay lagi di jalan ini.][Ya sudah kalau begitu. Pokoknya untuk sementara kamu harus pergi dulu dari kota ini Nak, pergi yang jauh demi keamanan kami. Bunda bakal usahain biar Ayah nggak tahu tentang masalah ini.][Tapi aku harus ke mana saat ini Bun? Aku bingung tidak punya tujuan!][Untuk sementara kamu sembunyi saja di rumah Bibi Nindi. Mereka nggak akan bisa melacak keberadaanmu. Bunda akan menghubungi Bibi Nindi untuk mengabari kedatanganmu, tapi rumahnya di pulau lain kamu nggak apa apa kan? Kamu masih ingat jalannya kan?][Iya Bun, aku masih ingat alamatnya. Nggak apa apa Bun yang penting aku aman dulu.]
Anjani mendongak melihat Revan dengan tatapan penuh tanya. "Memangnya ada apa Mas?"Revan menghembuskan nafas kencang. Dia sendiri sudah menantikan momen ini namun terpaksa harus menahannya."Beberapa hari lalu aku sempat melihat konten ceramah tentang pernikahan yang disebabkan karena kecelakaan. Dan tadi aku sempat bertanya pada Penghulu, katanya kita harus mengulang akad lagi setelah kamu melahirkan Jan. Karena jika tidak sama saja kita berbuat zina. Jadi mau tidak mau kita harus menahan dulu," ucapnya lesu.Anjani tersenyum pada Revan. "Tidak apa apa Mas, pernikahan bukan hanya tentang menyalurkan nafsu saja kan?""Terima kasih atas pengertiannya Anjani. Maafkan aku karena telah menikahimu di keadaan yang bahkan kamu sendiri tidak menginginkannya. Tapi aku berjanji akan selalu berusaha melindungi dan membahagiakanmu Anjani," ucap Revan tulus.Akhirnya mereka berdua menghabiskan malam pertama dengan berbagi cerita dan saling mengenal lebih dalam satu sama lain.***Sementara di rum
Raisa dan Arya duduk bersebrangan di meja makan dapur. Arya yang terbiasa sarapan sepagi ini sudah memasak nasi goreng dan telur ceplok. Tak lupa dia juga mengambilkan makanan itu untuk Raisa."Sebenarnya kamu ini siapa? Dan kenapa aku bisa ada di apartemen kamu?" tanya Raisa memecah keheningan. Dia mengamati Arya yang sedang menikmati nasi gorengnya sambil bermain hape."Kenalin, aku Arya. Tadi malam kamu mabuk berat dan aku pikir sebaiknya kamu kubawa ke sini dari pada membahayakan keselamatan kamu kalau aku tinggal di sana. Lagian kamu itu sepertinya wanita baik baik kenapa bisa sampai mampir ke bar? Bahkan sampai menenggak minuman beralkohol sampai mabuk berat. Kalau kamu namanya siapa?""Namaku Raisa. Sebenarnya aku lagi galau banget, lagi kecewa sama seseorang dan melampiaskannya dengan minum di bar," ucap Raisa sambil mengaduk nasi gorengnya."Memangnya kenapa?" tanya Arya yang sebenarnya sudah tahu sedikit saat Raisa mabuk tadi malam."Aku
Raisa masih terdiam mencerna setiap kalimat yang Arya lontarkan, dia berusaha mencari letak kesalahannya sendiri. Dia membenarkan ucapan Arya dalam hati tapi masih gengsi untuk mengakui dan selalu ingin menyangkalnya. "Aku merasa bahagia saja sejauh ini, selama apa yang kuinginkan bisa kugapai dengan uang kenapa tidak? Bahkan aku bisa memisahkan Revan dan Anjani dengan uang. Aku tinggal meminta Papaku melakukan itu." "Kamu itu wanita terhormat, tapi kenapa kamu malah memilih mengejar lelaki yang sudah jelas beristri?" Pertanyaan Arya sukses membungkam Raisa.Raisa hanya diam saja, egonya sangat tersentil dengan pertanyaan Arya barusan. Sedangkan Arya yang harus meeting segera menyelesaikan sarapannya."Renungkan semua pembicaraan kita pagi ini. Aku mau berangkat ke kantor dulu, kalau kau mau pulang silahkan kalau masih mau di sini juga tidak masalah. Ingat, berpikirlah sebelum kau bertindak dan jangan gegabah karena masa depanmu yang akan jadi taruhannya." Sesudah itu Arya meninggal
"Nak, Bibi mohon hentikan kegilaanmu sebelum kamu melangkah terlalu jauh," peringat bibi Nindi."Bibi tak perlu terlalu ikut campur masalahku. Bibi hanya perlu menampungku di sini sampai keadaan kembali aman," bantah Mayra.Bibi Nindi menghembuskan nafasnya kasar, keponakannya ini memang sangat keras kepala. "Ya sudah terserah kau mau berbuat apa, asal kau harus ingat jika penyesalan selalu datang terlambat, Nak!" "Aku tak pernah menyesal atas apa yang sudah aku lakukan!" ***Sementara di seberang sana, Fatma menangis tersedu sedu setelah mendengar percakapan Mayra dengan Nindi. Dia sengaja menelepon Nindi saat sedang bersama Mayra. "Aku gagal mendidik anak, aku gagal," ucapnya dalam kepiluan.Tiba tiba sang suami datang menghampirinya."Bun, kamu kenapa menangis seperti ini?" tanya Bekti sambil merangkul Fatma untuk duduk di sofa."Yah, kita gagal mendidik anak kita Yah. Anak kita sekarang salah jalan dan itu semua terjadi akibat kita memanjakannya.""Sudahlah, jangan disesali. K
Baik Revan maupun Anjani tak segera menjawab pertanyaan Hendra. Bagaimana mereka bisa memikirkan bulan madu kalau merasakan malam pertama saja belum mereka lakukan. Tiba tiba Linda datang dan memotong pembicaraan mereka. "Halah perut udah besar ngapain pakai bulan madu segala. Buang buang duit tahu nggak," ujar Linda ketus."Ma, uang Revan itu nggak akan habis walau mereka bulan madu keliling dunia. Lagian Papa tanyanya ke mereka kenapa Mama yang sewot?" ujar Hendra."Ihh siapa juga yang sewot. Dari pada buat bulan madu meningan noh sumbangjn buat panti asuhan. Lagian modelan miskin Anjani tuh nggak pantas diajak bulan madu," cerca Linda."Linda ...""Mah ... " ucap Hendra, Vina dan Revan bersamaan.Anjani yang sudah terbakar emosi langsung menyahut Linda. " Nyonya Linda yang terhormat, saya memang orang miskin. Saya juga tidak pantas untuk menginjakkan kaki di rumah semewah ini sebagai menantu anda, dan saya cukup sadar diri dengan posisi saya. Tapi maaf semiskin miskinnya saya, say
Sepanjang perjalanan Anjani hanya diam menyandarkan kepalanya ke belakang. Matanya tak henti menatap arah jalanan yang sudah lengang. Revan tahu Anjani sangat sedih dengan perkataan pedas mamanya. "Kita mampir ke taman sebentar mau nggak Jan?" tawar Revan."Ngapain?" tanya Anjani."Cuci mata bentar hehe ... ""Terserah kamu aja."Akhirnya mereka memutuskan mampir ke taman. Sesampainya di taman, mereka duduk di sebuah kursi bersisian. Mereka saling diam belum ada yang membuka percakapan."Aku pengen makan cilok!"Revan langsung menatap ke arah Anjani. "Coba ulangi sekali lagi kamu pengen apa?" tanya Revan mengulang."Aku pengen makan cilok Mas. Tolong cariin ya," ujar Anjani dengan mode puppy eyes."Kamu tahu nggak? Sebenarnya aku sangat membenci cilok tapi demi kamu dan calon bayi kita," ujar Revan mengelus perut Anjani."Jangan lupa yang pedas ya Mas hehe ... "Setelah beberapa saat akhirnya makanan yang diinginkan Anjani tiba. Dengan lahap dia memakan cilok itu hingga membuat Revan
Mata Anjani membelalak, dia ketakutan melihat kedatangan orang itu. "Dika, bukannya kamu sudah ditangkap polisi? Kenapa kamu masih berkeliaran di sini?" tanya Anjani kaget. "Tentu saja aku bisa bebas karena ada yang menjaminku Anjani. Jadi aku bisa terus mengejarmu," ujar Dika menyeringai. Tiba tiba dia dipanggil untuk masuk ke ruangan. Anjani bergegas meninggalkan sendirian di ruang tunggu. Setelah selesai memeriksakan kandungan, dia bergegas pulang. "Semoga Dika nggak ngikutin aku lagi,"gumamnya. Dia diantar oleh sopir utusan Revan. Di perjalanan, dia mengabari Revan kalau Dika sudah bebas. [Mas, tadi aku ketemu Dika waktu periksa. Katanya ada yang menjamin kebebasannya. Aku takut Mas!] [Kamu tenang saja Dek, biar aku yang mengurusnya. Kamu jangan banyak pikiran ya, miss you!] *** Sementara jauh di sana, Revan mengepalkan tangannya setelah tahu Dika bebas. "Kurang ajar, siapa yang berani membebaskan bajingan itu? Aku harus memperketat penjagaan di rumah Anjani." Dia bergeg
"Makanya buruan nikah Val, biar Mama punya banyak cucu," celetuk Nurma. "Ahh bentar lah Ma, masih pengen sendiri dulu. Biar bebas nggak ada yang melarang," jawab Valdi santai. "Padahal nikah itu enak lho Val, keperluan apapun sudah ada yang menyiapkan, mau makan tinggal minta di masakin. Malamnya juga dapat servis, rugi lho kalau nunda-nunda," ujar Revan memprovokasi. "Gampanglah ntar kalau udah ada calonnya pasti nikah kok. Secara iparmu yang ganteng kan juga jadi incaran para Mama mertua, jadi tinggal pilih aja kalau udah kepingin menikah" ucap Valdi percaya diri. "Huu dasar kepedean!" sahut Anjani dan Arya. "Eh bentar, ini anak kalian mau dinamai siapa?" tanya Mila tiba-tiba. Semua yang ada di ruangan itu menepuk keningnya karena lupa jika bayinya belum di beri nama. "Emm, sesuai kesepakatan kami berdua, anak yang kami yang cowok kami namai Kalandra Adi Purnomo dan yang cewek namanya Alindra Putri Purnomo," jawab Revan. *** Setelah beberapa waktu mereka semua pamit undur di
Revan memacu kendaraannya dengan kecepatan di atas rata-rata. Dia ingin segera sampai di rumah sakit secepatnya."Ayolah kenapa mereka lemot sekali? Nggak tahu orang lagi darurat apa?" gerutunya sambil berusaha menyalip kendaraan di depannya.Sesampainya di rumah sakit, dia bergegas menuju ruang operasi. Dia meminta izin pada dokter agar diperbolehkan menemani istrinya yang sedang berjuang."Boleh Tuan, tapi harap jangan mengganggu jalannya operasi ya, Tuan!" kata dokter."Baik, Dok."Revan segera memakai baju steril yang sudah disediakan dan segera masuk ke ruang operasi."Mas Revan," sapa Anjani dengan lirih dan lemah.Revan segera mendekat dan menciumi Anjani yang sedang berbaring di meja operasi."Sayang, kamu harus kuat demi aku dan kedua anak kita," ucap Revan menguatkan Anjani.Revan tidak beranjak dari sisi Anjani selama operasi. Saat bayi pertama berhasil di keluarkan, Revan sempat mematung mendengar suara tangis bayinya."Anakku," ucapnya lirih.Disusul ke luarnya bayi kedua
Alex akhirnya ditangkap oleh anak buah mertuanya sendiri dan sekarang sedang diberi pelajaran oleh Pranoto. Pranoto benar-benar merampas semua aset milik Alex hingga Alex jatuh miskin. Tidak hanya itu dia juga terjerat dengan pasal berlapis. Dia tidak bisa berkutik lagi karena semua hartanya habis tak bersisa.Suami Vina berinisiatif mengajak Vina menjenguk Alex ke lapas. Bagaimana pun juga, Alex merupakan ayah kandung Vina. Alex sangat terkejut dengan kedatangan Vina dan suaminya."Nak, kamu datang menjenguk Ayah, Nak?" tanya Alex berkaca. Kini dia sadar jika keluarga lebih berarti dari segalanya."Aku datang atas permintaan suamiku. Ini aku bawakan makanan untukmu, perbaikilah dirimu dan bertobatlah. Walau bagaimana pun kau tetap ayah kandungku, meskipun kehadiranku mungkin tidak kau harapkan!" ucap Vina tanpa menoleh ke arah Alex sedikit pun. "Maafkan Ayah, Vina. Ayah sudah menoreh luka terlalu dalam di hidupmu, aku tidak pantas disebut ayah," ucap Alex tergugu. "Setidaknya aku
Revan menghentikan gerakannya sejenak dan menatap Anjani dengan lekat."Ada angin apa tiba-tiba kamu ingin mengajak Mayra bertemu, hm?" tanya Revan lembut."Aku ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mayra, Mas. Rasanya aku masih punya beban karena bahagia di atas derita orang lain," jawab Anjani.Revan hanya menanggapi ocehan Anjani dengan senyuman. Dalam hatinya sangat bangga dengan sifat istrinya yang masih memedulikan orang lain walau sudah menyakitinya secara fisik dan mental."Kamu yakin? Tapi kan dia yang sudah membunuh anak pertama kita, Sayang. Apa kamu nggak takut dia akan kembali melakukannya?" tanya Revan hati-hati."Kan ada kamu, Mas. Aku yakin kamu nggak akan membiarkanku dan anak-anak kita dalam bahaya," jawab Anjani dengan mantap."Terima kasih sudah percaya padaku Sayang. Tapi kamu harus tahu kalau Mayra sekarang berada di rumah sakit jiwa. Dan aku tidak mau mengambil risiko kalau kamu tetap ngotot ingin menemuinya.
DeggggPengakuan Gibran membuat Linda menjadi terkejut. Dia sama sekali tidak mengira jika Gibran akan menaruh hati pada Mayra."Kalau kau memang mencintai Mayra, kenapa kau mau menuruti perintahku untuk menghancurkan hidupnya dan menjauhinya?" tanya Linda nanar."Apa Tante sudah melupakan sesuatu?" tanya Gibran balik.Flashback On"Tante, apa tidak sebaiknya aku menikahi Mayra saja? Aku rasa sepertinya aku sudah terlanjur mencintainya. Aku berjanji tidak akan pernah membiarkannya kembali mengejar Revan, Tante!" ujar Gibran meminta pertimbangan."Tidak, kau tidak boleh menikahinya. Mayra harus menderita karena sudah berani menentangku dan terus berhubungan dengan Revan. Awas saja kalau sampai kau berani menikahi Mayra, Gibran. Di sini, akulah yang berhak memutuskan segalanya. Dan kamu hanya harus tunduk di bawah perintahku!" Flashback off"Dengan pongahnya kau memintaku meninggalkan Mayra di saat aku sudah mulai mencintainya. Apa kau pikir itu tidak menyakitkan bagiku, Tante Linda?"
Sementara di sisi lain, kondisi Mayra semakin mengenaskan setelah dia ke luar dari tempat penyiksaan. Anak buah Reno sengaja menyiksa mental Mayra hingga dia berubah menjadi tidak waras. Dia sering menangis dan tertawa dengan tiba-tiba."Revan, coba lihat anak kita cantik sekali ya seperti aku. Kamu nggak mau gendong dia Van? Coba deh Van lihat anak kita," ucap Mayra sambil menggendong boneka dan menyodorkannya pada penjaga. Kedua orang tua Mayra sengaja memperkerjakan penjaga untuk menjaga Mayra agar tidak kabur. "Pa, bagaimana ini Pa? Anak kita seperinya sudah gila, Pa? Segera lakukan sesuatu Pa, aku tidak bisa melihatnya seperti ini lebih lama," ucap Fatma sambil menangis."Tidak ada cara lain lagi Ma, kita harus membawa Mayra ke rumah sakit jiwa."Mau tidak mau akhirnya Fatma harus rela jika Mayra dibawa ke rumah sakit jiwa. Polisi juga tidak menangkap Mayra kembali dengan alasan Mayra sakit jiwa. Setiap hari Mayra selalu meracau dan menganggap setiap lelaki yang melintas di de
Ucapan wanita itu seketika menarik perhatian khalayak. Mereka segera mendekat untuk menyaksikan perseteruan yang terjadi."Anda ini siapa kok main menuduh istri saya? Apa tidak mali berteriak di muka umum?" tanya Revan."Asal kamu tahu, saya calon istri Dika. Kami akan menikah sebentar lagi atas perjodohan yang dilakukan oleh Kakek Pranoto. Tapi gara-gara kamu," ucapnya sambil menunjuk Anjani. "Pernikahan saya gagal!" teriaknya."Oh, bukannya kamu yang jadi selingkuhan Dika dulu ya?" tanya Anjani santai.Muka wanita itu makin memerah saat Anjani menyebutnya selingkuhan. "Heh jaga ucapanmu ya, jalang. Asal kamu tahu, jauh sebelum kalian menjalin hubungan, Kakekku dan Kakek Pranoto sudah sepakat untuk menjodohkan kami. Tapi gara-gara kehadiranmu, Dika lebih memilih kamu alih-alih menikah denganku." "Tapi kenyataannya di belakangku kalian juga tetap menjalin hubungan spesial bukan? Lalu di mana letak kesalahanku? Ingat ya, semenjak Dika memutuskan untuk menduakanku, di saat itu pula ak
Walau sedikit terkejut dengan kedatangan wanita itu, Nurma tetap bersikap tenang dan mempersilahkannya untuk duduk. "Maaf ada angin apa tiba-tiba Anda ke mari, Jeng Linda?" Linda menghela nafasnya sebelum menjawab pertanyaan Nurma. Dia sadar betul kalau Nurma sedikit kurang nyaman dengan kehadirannya ini."Begini Jeng, kehadiran saya ke sini karena saya ingin bertemu dengan Revan dan Anjani," jelas Linda."Maaf, ada perlu apa ya? Kalau kehadiran Anda hanya untuk menyakiti hati menjatuhkan mental putri saya, maaf saya tidak akan pernah membiarkan itu terjadi!" ucap Nurma menimpali."Oh tidak, Jeng Nurma tenang saja saya tidak akan menyakiti hati mereka. Justru kedatangan saya ke sini ingin meminta maaf," jawab Linda.Nurma melongo mendengar penuturan Linda."Apa aku tidak salah dengar?" tanya Nurma memastikan."Iya, kamu tidak salah dengar, Jeng. Kedatanganku ke sini karena aku ingin meminta maaf pada mereka berdua. Aku sudah menyadari semua kesalahanku pada mereka, terutama Anjani."
Mbok Sum segera mematikan kompor agar cabai yang digoreng Revan berhenti meletup.“Aduh, Tuan makanya kalau mau goreng cabai itu diiris dulu biar nggak jadi bom,” keluh mbok Nem. “Udah sini biar Mbok Nem aja yang masak Tuan!” ucap mbok Nem ingin membantu.Tapi Revan menolak, dia kekeh ingin memasak sendiri demi memenuhi permintaan Anjani. Dia melanjutkan acara memasaknya sambil melihat tutorial di yukyup. Dan setelah dua jam bertempur dan membuat dapur berantakan akhirnya Revan bisa menyelesaikan masakannya dan menyajikannya di meja makan.“Sayang, aku sudah selesai memasak sesuai pesananmu!” ucap Revan semringah.“Wah benarkah, Mas? Coba sini aku mau langsung mencicipinya,” ucap Anjani antusias.“Hmm penampilannya cukup menarik,” sambung Anjani lagi.“Ayo dong dicoba bagaimana rasanya?” pinta Revan.Anjani segera mengambil nasi dan menyendokkan lauknya ke piring. Dia mulai menyuapkan nasi dan lauk itu ke mulutnya. Namun gerakannya terhenti dan dia langsung menatap Revan lalu memberik