Sementara di sudut lain, Arya dan Raisa tengah sibuk mempersiapkan acara pernikahan yang akan mereka selenggarakan dua bulan lagi. Hari ini keduanya mengunjungi toko perhiasan untuk mencari cincin.
Setelah salah satu karyawan menyodorkan beberapa pilihan warna, Arya menyuruh Raisa untuk memilih."Kamu suka yang model mana?" tanya Arya lembut.
"Aku pilih yang ini saja," jawab Raisa sambil menunjuk cincin yang berdesain simpel namun elegan.
Setelah mencari cincin mereka lanjut ke butik untuk mencari kebaya akad. Mereka mengunjungi butik Tante Retno."Halo Tan," sapa Raisa saat sampai di butik.
"Halo Sayang, lama banget kamu enggak ke sini sama Mama kamu. Eh ini siapa Nak? Gebetan baru ya?" goda Retno.
Raisa tersipu, “Ini Mas Arya Tan calon suami Raisa.”
Retno terheboh, “Calon suami? Wah lama nggak ada kabar kok tiba-tiba sudah mau menikah kamu Nak?”
“He he he iya
Dahi Revan mengernyit kala mendengar aduan ibu sambungnya. “Lalu masalahnya apa dengan Revan, Ma? Bukankah itu memang sudah seharusnya Papa lakukan? Mengingat Mama sudah bukan istri Papa lagi!” tegas Revan sambil melirik Anjani yang masih tertidur pulas.“A-apa maksudmu Revan? Apakah?” “Ya, aku sudah mengetahui semuanya Ma. Aku pun sudah mengetahui sepak terjang Mama Linda selama ini. Oh iya, maaf jika mulai detik ini aku tidak akan memanggilmu dengan sebutan ‘Mama’ lagi. Terima kasih sudah mau merawat Revan selama ini Tante, walau aku tahu Tante selalu membedakanku dengan anak Tante yang lain.”Degggg“Revan, aku ini Ibu kandungmu Revan. Aku yang telah merawatmu sedari kecil, bagaimana bisa kamu menganggap aku hanya Ibu sambungmu?” pekik Linda di seberang sana.“Tak perlu lagi Anda bersandiwara, Tante Linda! Aku sudah mengetahui semuanya sejak lama. Selama ini aku diam karena masih menghargaimu sebagai istri Papa dan juga aku tidak ingin membuat Papaku bersedih dan kecewa!” ucap Re
Revan langsung menjauhi sop buatan pelayannya setelah melihat istrinya mual mual. Dia panik karena Anjani lemas setelah memuntahkan cairan kuning."Sayang kamu kenapa? Saya panggilkan Dokter saja ya?" kata Revan.Namun bukannya merespons Anjani malah mendorong tubuh Revan agar menjauh darinya."Mas jangan mendekatiku, kamu bau. Aku nggak mau dekat-dekat sama kamu Mas!" ucap Anjani sambil menutup hidungnya.Revan kembali tercengang, baru kali ini Anjani melanggar aneh. "Iya Mas nggak mau mendekat tapi Mas panggilkan Dokter ya Dek?" "Nggak usah Mas, paling cuma masuk angin kok. Mendingan Mas Revan mandi aja deh bau nih!" usir Anjani.Dengan langkah gontai akhirnya Revan beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Anjani sudah tertidur pulas ketika Revan baru ke luar dari kamar mandi.“Cepat banget tidurnya,” gumamnya. Revan segera turun ke bawah untuk sarapan.Kali ini dia sarapan sendiri tanpa ditemani Anjani. Saat pelayannya sedang membereskan sisa makanan, dia melihat tuan
Revan terdiam cukup lama mencerna kalimat dokter tersebut, sejurus kemudian tersadar dan bersorak gembira karena istrinya sedang hamil. Setelah dokter tersebut pergi, dia langsung menghampiri Anjani yang masih berbaring di ranjang."Sayang kamu ingin apa sekarang?" tanya Revan lembut."Kamu jahat Mas, hidung aku nggak bermasalah tapi kamu emang bau huhuhuhuhu.""Iya iya Sayang maaf Mas memang bau. Sekarang kamu mau makan apa Sayang? Makan ya, dari tadi perutmu belum terisi apa pun!" bujuk Revan."Aku mau ke menara Eifel Mas," rengek Anjani.Revan menghela nafas, Anjani menjadi lebih manja sejak hamil. Dia berusaha memakluminya apa lagi dulu saat kehamilan pertama Anjani dia tidak ada di sampingnya."Iya nanti kita ke sana ya, tapi sekarang kamu makan dulu. Kasihan bayi kita kalau kamu nggak makan Sayang," kata Revan."Bayi kita? Jadi aku hamil lagi Mas?" tanya Anjani tidak percaya."Iya Sayang kamu hamil. Dijaga ya Sayang, aku nggak mau kamu dan calon anak kita kenapa napa."Anjani te
Rasanya senang sekali bisa kembali pulang ke tanah kelahiran setelah satu bulan lebih diajak berkeliling Eropa. Apa lagi kali ini kami pulang bertiga. Ahh bahagianya, berangkat honeymoon berdua pulangnya bawa oleh-oleh momongan."Dek, nanti kita pulang ke rumah kita sendiri atau ke rumah Papa Agung?" tanya suamiku ketika kami sudah di bandara."Kita ke rumah Mama Mila saja ya Mas," jawabku dan diangguki suamiku.Bukan tanpa alasan aku mengajak Mas Revan pulang ke rumah Mama Mila terlebih dahulu karena walau bagaimana pun beliaulah yang menghadiahi kami paket bulan madu ini. Aku juga paham pasti beliau masih sangat merindukan dan masih ingin lebih lama bersama anak lelakinya ini setelah lama terpisah karena aku pun juga pernah merasakan apa yang Mas Revan rasakan.Namun sayangnya saat kami datang, rumah Mama sedang tidak kondusif. Tampaknya sedang terjadi keributan di dalam, siapa lagi penyebabnya kalau b
"Kurang ajar kau Mila. Berani sekali kau padaku!"PranggggBaik Mila maupun Linda langsung mengarahkan pandangan ke sumber suara. Anjani tidak sengaja menyenggol guci milik Mila."Eh maaf Ma, Anjani nggak sengaja menyenggol guci Mama," ucap Anjani tidak enak."Sayang, kalian ternyata sudah pulang ya, kok nggak mengabari Mama sih Nak?""Sengaja sih Ma, mau buat kejutan buat orang rumah he he he!" ujar Anjani cengengesan.Sementara Revan mematikan rekaman vidionya. Namun sayangnya Linda sepertinya mengetahui kalau Revan merekamnya."Revan, apa kamu tadi merekam perdebatan kami?" tanya Linda dengan tatapan nyalang."Tidak," jawab Revan singkat. Dia lalu izin pada Mila untuk membawa Anjani ke kamar beristirahat."Ma, kami ke kamar dulu ya Ma. Kami lelah karena baru saja menempuh perjalanan jauh.""Iya Sayang selamat beristirahat.""Tunggu!" pekik Linda menghentikan Revan.
Nurma tercengang dengan permintaan aneh putrinya. “Nak, kamu ngomong apa sih? Kamu lagi ngelindur ya?” tanya Nurma.“Enggak Ma, pokoknya aku mau cabutin bulu kaki Papa, Ma boleh ya Ma. Please!” rengek Anjani. Dia sampai memasang puppy eyes agar mamanya mengizinkan.“Kamu ini pulang bulan madu kok jadi absurd sih, Nak.” Nurma beralih menatap Revan tajam, “Kamu apakan Anjani bisa sampai begini, Van?”Revan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Permintaan istrinya kali ini memang sedikit nyeleneh dari biasanya. “Anjani sedang berbadan dua Ma, dan mungkin keinginannya saat ini karena bawaan bayi,” celetuk Revan. Mata Nurma berbinar setelah mendengar putrinya hamil. Tapi sejurus kemudian dia khawatir putrinya akan kelelahan karena sebentar lagi mereka akan mengadakan pesta.“Alkhamdulillah akhirnya Mama bisa gendong cucu juga. Eh tapi kan sebentar lagi kalian mau mengadakan resepsi, Mama takut Anjani nanti terlalu lelah. Atau resepsi buat kalian diundur saja?” “Apa yang mau diundur Ma
Agung terpana, rasanya seperti mimpi jika dia akan segera menggendong cucu. "Be-benarkah itu Ma?" tanya Revan penuh haru. "Benar Pa, ternyata Anjani sedang berbadan dua sejak di Eropa. Makanya aku takut kalau pesta mereka dijadikan satu nanti Anjani kelelahan bagaimana?" "Tapi kamu tadi nggak bilang apa-apa Ma?" "Ya karena rencananya Mama mau bilang pas makan malam biar Arya juga tahu eh tapi Mama udah keceplosan duluan," jawab Nurma cengengesan. Agung menggeleng pelan, dia yang sedang sangat bahagia atas kehamilan Anjani segera menginginkan untuk mengadakan tasyakuran atas kehamilan Anjani. Namun hal itu segera ditepis oleh Nurma. "Pa, sebaiknya kita adakan syukuran sekalian pas sudah empat bulan saja!" kata Nurma. "Ya sudah kalau begitu aku ngikut saja Ma," jawab Revan. *** Malam harinya ketika mereka sedang berkumpul di ruang keluarga, Anjani yang masih ngambek dengan Agung tidak mau menyapanya sama sekali. Dia tetap memasang wajah manyunnya hingga menarik perhatian Arya.
Malam ini Anjani bisa tidur dengan pulas setelah ngidamnya terkabulkan, tapi tidak dengan Revan. Dia mendapat informasi jika Mayra kabur dari penjara. Dia khawatir wanita gila itu akan terus mengejar Anjani. Revan duduk di balkon sambil memikirkan cara untuk mengamankan Anjani dari kejaran Mayra."Aku yakin ingatan Mayra pasti sudah kembali. Aku tidak mungkin mengurung Anjani di dalam rumah terus, pasti dia akan merajuk. Tapi kalau aku membebaskan Anjani aku takut dia akan kembali diburu Mayra. Lebih baik aku kerahkan pengawal saja untuk menjaga Anjani," gumamnya sendiri. Tiba-tiba Anjani menyusul Revan ke balkon."Mas, kamu kok di sini sih?" ucapnya sambil mengucek mata."Sayang kamu kok bangun?" "Aku bangun karena kamu nggak ada di sampingku," ucapnya dengan suara serak khas bangun tidur."Ya sudah ayo kita tidur lagi," ajak Revan kemudian."Gendong!" pinta Anjani.Revan menggendong Anjani kembali ke ranjang dan mereka mulai terlelap.***Di sisi lain, Mayra kini berada di luar ne
"Makanya buruan nikah Val, biar Mama punya banyak cucu," celetuk Nurma. "Ahh bentar lah Ma, masih pengen sendiri dulu. Biar bebas nggak ada yang melarang," jawab Valdi santai. "Padahal nikah itu enak lho Val, keperluan apapun sudah ada yang menyiapkan, mau makan tinggal minta di masakin. Malamnya juga dapat servis, rugi lho kalau nunda-nunda," ujar Revan memprovokasi. "Gampanglah ntar kalau udah ada calonnya pasti nikah kok. Secara iparmu yang ganteng kan juga jadi incaran para Mama mertua, jadi tinggal pilih aja kalau udah kepingin menikah" ucap Valdi percaya diri. "Huu dasar kepedean!" sahut Anjani dan Arya. "Eh bentar, ini anak kalian mau dinamai siapa?" tanya Mila tiba-tiba. Semua yang ada di ruangan itu menepuk keningnya karena lupa jika bayinya belum di beri nama. "Emm, sesuai kesepakatan kami berdua, anak yang kami yang cowok kami namai Kalandra Adi Purnomo dan yang cewek namanya Alindra Putri Purnomo," jawab Revan. *** Setelah beberapa waktu mereka semua pamit undur di
Revan memacu kendaraannya dengan kecepatan di atas rata-rata. Dia ingin segera sampai di rumah sakit secepatnya."Ayolah kenapa mereka lemot sekali? Nggak tahu orang lagi darurat apa?" gerutunya sambil berusaha menyalip kendaraan di depannya.Sesampainya di rumah sakit, dia bergegas menuju ruang operasi. Dia meminta izin pada dokter agar diperbolehkan menemani istrinya yang sedang berjuang."Boleh Tuan, tapi harap jangan mengganggu jalannya operasi ya, Tuan!" kata dokter."Baik, Dok."Revan segera memakai baju steril yang sudah disediakan dan segera masuk ke ruang operasi."Mas Revan," sapa Anjani dengan lirih dan lemah.Revan segera mendekat dan menciumi Anjani yang sedang berbaring di meja operasi."Sayang, kamu harus kuat demi aku dan kedua anak kita," ucap Revan menguatkan Anjani.Revan tidak beranjak dari sisi Anjani selama operasi. Saat bayi pertama berhasil di keluarkan, Revan sempat mematung mendengar suara tangis bayinya."Anakku," ucapnya lirih.Disusul ke luarnya bayi kedua
Alex akhirnya ditangkap oleh anak buah mertuanya sendiri dan sekarang sedang diberi pelajaran oleh Pranoto. Pranoto benar-benar merampas semua aset milik Alex hingga Alex jatuh miskin. Tidak hanya itu dia juga terjerat dengan pasal berlapis. Dia tidak bisa berkutik lagi karena semua hartanya habis tak bersisa.Suami Vina berinisiatif mengajak Vina menjenguk Alex ke lapas. Bagaimana pun juga, Alex merupakan ayah kandung Vina. Alex sangat terkejut dengan kedatangan Vina dan suaminya."Nak, kamu datang menjenguk Ayah, Nak?" tanya Alex berkaca. Kini dia sadar jika keluarga lebih berarti dari segalanya."Aku datang atas permintaan suamiku. Ini aku bawakan makanan untukmu, perbaikilah dirimu dan bertobatlah. Walau bagaimana pun kau tetap ayah kandungku, meskipun kehadiranku mungkin tidak kau harapkan!" ucap Vina tanpa menoleh ke arah Alex sedikit pun. "Maafkan Ayah, Vina. Ayah sudah menoreh luka terlalu dalam di hidupmu, aku tidak pantas disebut ayah," ucap Alex tergugu. "Setidaknya aku
Revan menghentikan gerakannya sejenak dan menatap Anjani dengan lekat."Ada angin apa tiba-tiba kamu ingin mengajak Mayra bertemu, hm?" tanya Revan lembut."Aku ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mayra, Mas. Rasanya aku masih punya beban karena bahagia di atas derita orang lain," jawab Anjani.Revan hanya menanggapi ocehan Anjani dengan senyuman. Dalam hatinya sangat bangga dengan sifat istrinya yang masih memedulikan orang lain walau sudah menyakitinya secara fisik dan mental."Kamu yakin? Tapi kan dia yang sudah membunuh anak pertama kita, Sayang. Apa kamu nggak takut dia akan kembali melakukannya?" tanya Revan hati-hati."Kan ada kamu, Mas. Aku yakin kamu nggak akan membiarkanku dan anak-anak kita dalam bahaya," jawab Anjani dengan mantap."Terima kasih sudah percaya padaku Sayang. Tapi kamu harus tahu kalau Mayra sekarang berada di rumah sakit jiwa. Dan aku tidak mau mengambil risiko kalau kamu tetap ngotot ingin menemuinya.
DeggggPengakuan Gibran membuat Linda menjadi terkejut. Dia sama sekali tidak mengira jika Gibran akan menaruh hati pada Mayra."Kalau kau memang mencintai Mayra, kenapa kau mau menuruti perintahku untuk menghancurkan hidupnya dan menjauhinya?" tanya Linda nanar."Apa Tante sudah melupakan sesuatu?" tanya Gibran balik.Flashback On"Tante, apa tidak sebaiknya aku menikahi Mayra saja? Aku rasa sepertinya aku sudah terlanjur mencintainya. Aku berjanji tidak akan pernah membiarkannya kembali mengejar Revan, Tante!" ujar Gibran meminta pertimbangan."Tidak, kau tidak boleh menikahinya. Mayra harus menderita karena sudah berani menentangku dan terus berhubungan dengan Revan. Awas saja kalau sampai kau berani menikahi Mayra, Gibran. Di sini, akulah yang berhak memutuskan segalanya. Dan kamu hanya harus tunduk di bawah perintahku!" Flashback off"Dengan pongahnya kau memintaku meninggalkan Mayra di saat aku sudah mulai mencintainya. Apa kau pikir itu tidak menyakitkan bagiku, Tante Linda?"
Sementara di sisi lain, kondisi Mayra semakin mengenaskan setelah dia ke luar dari tempat penyiksaan. Anak buah Reno sengaja menyiksa mental Mayra hingga dia berubah menjadi tidak waras. Dia sering menangis dan tertawa dengan tiba-tiba."Revan, coba lihat anak kita cantik sekali ya seperti aku. Kamu nggak mau gendong dia Van? Coba deh Van lihat anak kita," ucap Mayra sambil menggendong boneka dan menyodorkannya pada penjaga. Kedua orang tua Mayra sengaja memperkerjakan penjaga untuk menjaga Mayra agar tidak kabur. "Pa, bagaimana ini Pa? Anak kita seperinya sudah gila, Pa? Segera lakukan sesuatu Pa, aku tidak bisa melihatnya seperti ini lebih lama," ucap Fatma sambil menangis."Tidak ada cara lain lagi Ma, kita harus membawa Mayra ke rumah sakit jiwa."Mau tidak mau akhirnya Fatma harus rela jika Mayra dibawa ke rumah sakit jiwa. Polisi juga tidak menangkap Mayra kembali dengan alasan Mayra sakit jiwa. Setiap hari Mayra selalu meracau dan menganggap setiap lelaki yang melintas di de
Ucapan wanita itu seketika menarik perhatian khalayak. Mereka segera mendekat untuk menyaksikan perseteruan yang terjadi."Anda ini siapa kok main menuduh istri saya? Apa tidak mali berteriak di muka umum?" tanya Revan."Asal kamu tahu, saya calon istri Dika. Kami akan menikah sebentar lagi atas perjodohan yang dilakukan oleh Kakek Pranoto. Tapi gara-gara kamu," ucapnya sambil menunjuk Anjani. "Pernikahan saya gagal!" teriaknya."Oh, bukannya kamu yang jadi selingkuhan Dika dulu ya?" tanya Anjani santai.Muka wanita itu makin memerah saat Anjani menyebutnya selingkuhan. "Heh jaga ucapanmu ya, jalang. Asal kamu tahu, jauh sebelum kalian menjalin hubungan, Kakekku dan Kakek Pranoto sudah sepakat untuk menjodohkan kami. Tapi gara-gara kehadiranmu, Dika lebih memilih kamu alih-alih menikah denganku." "Tapi kenyataannya di belakangku kalian juga tetap menjalin hubungan spesial bukan? Lalu di mana letak kesalahanku? Ingat ya, semenjak Dika memutuskan untuk menduakanku, di saat itu pula ak
Walau sedikit terkejut dengan kedatangan wanita itu, Nurma tetap bersikap tenang dan mempersilahkannya untuk duduk. "Maaf ada angin apa tiba-tiba Anda ke mari, Jeng Linda?" Linda menghela nafasnya sebelum menjawab pertanyaan Nurma. Dia sadar betul kalau Nurma sedikit kurang nyaman dengan kehadirannya ini."Begini Jeng, kehadiran saya ke sini karena saya ingin bertemu dengan Revan dan Anjani," jelas Linda."Maaf, ada perlu apa ya? Kalau kehadiran Anda hanya untuk menyakiti hati menjatuhkan mental putri saya, maaf saya tidak akan pernah membiarkan itu terjadi!" ucap Nurma menimpali."Oh tidak, Jeng Nurma tenang saja saya tidak akan menyakiti hati mereka. Justru kedatangan saya ke sini ingin meminta maaf," jawab Linda.Nurma melongo mendengar penuturan Linda."Apa aku tidak salah dengar?" tanya Nurma memastikan."Iya, kamu tidak salah dengar, Jeng. Kedatanganku ke sini karena aku ingin meminta maaf pada mereka berdua. Aku sudah menyadari semua kesalahanku pada mereka, terutama Anjani."
Mbok Sum segera mematikan kompor agar cabai yang digoreng Revan berhenti meletup.“Aduh, Tuan makanya kalau mau goreng cabai itu diiris dulu biar nggak jadi bom,” keluh mbok Nem. “Udah sini biar Mbok Nem aja yang masak Tuan!” ucap mbok Nem ingin membantu.Tapi Revan menolak, dia kekeh ingin memasak sendiri demi memenuhi permintaan Anjani. Dia melanjutkan acara memasaknya sambil melihat tutorial di yukyup. Dan setelah dua jam bertempur dan membuat dapur berantakan akhirnya Revan bisa menyelesaikan masakannya dan menyajikannya di meja makan.“Sayang, aku sudah selesai memasak sesuai pesananmu!” ucap Revan semringah.“Wah benarkah, Mas? Coba sini aku mau langsung mencicipinya,” ucap Anjani antusias.“Hmm penampilannya cukup menarik,” sambung Anjani lagi.“Ayo dong dicoba bagaimana rasanya?” pinta Revan.Anjani segera mengambil nasi dan menyendokkan lauknya ke piring. Dia mulai menyuapkan nasi dan lauk itu ke mulutnya. Namun gerakannya terhenti dan dia langsung menatap Revan lalu memberik