Para warga yang menolong korban itu langsung berlari ke mobil Agung dan mengetuk kaca mobil. Mereka sedikit meneriaki pada Agung dan Revan untuk dimintai pertanggung jawaban.“Pak tolong turun dulu karena mobil Bapak sudah menabrak anak itu!” seru salah satu warga.“Ayo kita turun dulu Van!” ajak Agung pada Revan.Agung dan Revan segera turun dari mobil dan mendekat ke arah korban tersebut.Saat mereka berdua mendekat, para warga langsung memberi jalan pada keduanya. Revan terkejut karena ternyata Dina lah yang jadi korbannya.“Dina ...”“Kamu mengenalnya Van?” tanya Agung seraya menengok ke arah Revan.“Dia adik angkat istriku Pa!”“Kalau begitu ayo kita harus segera membawanya ke rumah sakit sekarang!” ajak Agung.Mereka segera membawa Dina ke rumah sakit dengan dibantu warga. Darah tak berhenti mengucur
Nurma dan Anjani langsung menoleh ke arah suara itu berasal. Dia tak mengira jika akan bertemu Sandra di sini."Duh pantas aja tiba tiba hawanya jaid panas padahal ber AC, rupanya kedatangan titisan Mak Lampir," ejek Anjani balik."Eh coba ulang, apa lo bilang tadi?" tanya Salsa bersungut."Titisan Mak Lampir," ulang Anjani dengan wajah mengejek."Enak aja cantik cantik gini dibilang Mak Lampir," sungut Sandra mengepalkan tangan. Anjani terkekeh geli."Anjani, kamu kenal sama orang aneh ini?" tanya Nurma sedikit mengejek Sandra."Nggak tahu nih Ma, sok kenal sok dekat tuh orang," ujar Anjani pura pura lupa.Sandra yang tak terima dengan ejekan Anjani terlihat sangat kesal."Eh Anjani, songong banget lo sekarang mentang mentang udah jadi orang kaya. Orang kaya baru aja lagak lu udah ketinggian. Kalau kere ya kere aja nggak usah sok banyak duit!" hina Sandra."Idih kok nyolot sih Mbak? Situ ngiri ya? Ya udah deh aku nganan aja kalau gitu," tutur Anjani terus mengejek."Alah lagak lo, ba
Nurma menggelengkan kepalanya melihat tingkah manusia di depannya ini yang sombongnya setinggi langit. Diam diam dia memfoto Sandra dan mengirimkannya pada asisten suaminya. Tak berapa ada panggilan masuk ke ponsel Nurma dan tak luput dari pantauan Sandra."Tuh kan baru juga diomongin udah mulai mengkhayal, sok sokan ngangkat telepon kayak orang penting aja. Dasar kalian!" cerca Sandra pada Nurma."Aduuh San, perasaan dari tadi mulut lo nggak berhenti menghina gue sama Mama gue. Sebenarnya itu mulut atau kaleng bocor sih? Udah diam aja bisa nggak sih? Suara cempreng aja bangga banget bisa ngehina orang lain!" sungut Anjani sebal. Tak berapa lama Nurma menyahut. "Kamu Sandra yang kerja di perusahaan cabang Wiguna Grup ya?" tanya Nurma sambil terus menempelkan ponselnya di telinga.Sandra menautkan alisnya. Dia heran dari mana orang ini tahu tempatnya bekerja."Iya, benar dari mana anda tahu?" tanya Sandra menyelidik. "Tunggu saja, tak lama lagi kamu akan mendapat kejutan yang akan me
Sedangkan Sandra penasaran dengan interaksi dua orang itu. Akhirnya dia menanyakannya pada Rusli sekalian mengadukan kejadian tadi pada Rusli dengan dengan memutar balikkan fakta yang ada. Dia berharap Rusli mau mendengarnya dan menjebloskan Anjani ke penjara."Om, orang ini siapa? Kok Om kenal? Om tahu nggak, tadi aku dikatain sebagai karyawan minim akhlak Om sama mereka, aku nggak terima pokoknya Om harus tuntut mereka ke jalur hukum. Mereka juga menghina aku Om dan ngatain aku jalang. Mereka harus diberi pelajaran Om, aku nggak mau tahu!" rengek Sandra pada Rusli."Diam kamu jangan banyak merengek. Asal kamu tahu dia ... dia istri pemilik perusahaan tempat kita bekerja!" bisik Rusli namun masih bisa didengar Nurma."Lho, mana mungkin Om? Bukannya selama ini pemilik perusahaan ada di luar negeri?""Mereka sudah pulang dan katanya mereka juga sudah menemukan anak mereka," bisik Rusli lirih.Mata Sandra membola, dia mati kutu seketika. Dalam
Nurma segera mengambil ponsel Anjani dan memutar vidio yang diperlihatkan Anjani padanya. Bahkan Arya sampai menelepon untuk memastikan keadaan ibu dan adiknya.“Sudah biarkan saja, biar Kakakmu yang mengurusnya nanti. Sebaiknya kita segera selesaikan makan siang kita dan meluncur ke perusahaan!” Akhirnya mereka segera menyelesaikan makan siang mereka setelah datang dan segera meluncur ke perusahaan.Sesampainya di perusahaan, mereka segera ke ruang CEO dan Nurma menyuruh sekretaris memanggil Rusli. Selama ini, Arya memang tidak pernah mengecek langsung ke kantor cabang karena menurutnya tidak ada masalah berarti, dia selalu menugaskan asistennya untuk meninjau kantor cabang secara berkala. Namun karena hari ini Nurma menemukan ada karyawan yang menyeleweng maka dia harus segera membereskannya. “Ma, kok kita langsung ke ruangan CEO?” “Iya Nak, nanti kamu akan tahu sendiri!”Sepanjang perjalanan, semua karyawan menatap Anjani penuh tanya. Anjani celingukan mencari Sisil tapi dia tid
Nurma bergegas mengajak Anjani ke rumah sakit menyusul Revan dan Agung. Anjani dan Nurma panik takut terjadi pada korban karena mereka bisa bermasalah. Sesampainya di sana, Revan sedang mengurus administrasi sedangkan Agung duduk di kursi tunggu."Pa, gimana korban tadi udah sadar belum?""Belum Ma, dia masih mendapat penanganan!" jawab Agung lemas."Keluarganya sudah diberi tahu atau belum Pa?" tanya Anjani.Agung menghela nafasnya, bagaimana mau memberi tahu kalau orang tuanya saja masih terbaring di rumah sakit."Justru itu Anjani kamu harus tahu kalau orang yang kami tabrak adalah adik kamu.""Maksud Papa siapa?""Dina," ucap Agung.Anjani membekap mulutnya tak percaya. Bagaimana mungkin adiknya yang masih kecil bisa sampai di kota ini?"Bagaimana mungkin Pa? Dia masih sekolah dan jarak dari sini ke rumah Bibi sangat jauh!" sangkal Anjani."Papa juga tidak mengerti Nak. Tiba tiba saja sopir bilang
"Iya Bu. Dina kabur dari rumah Bibi karena sering mendapat perlakuan tidak menyenangkan. Dia memutuskan ke sini karena mendengar Ibu dan Ayah sakit. Tolong Ibu, Anjani mohon jangan seperti ini lagi, kasihan Dina," ujar Anjani memohon.Ratin menyeka air matanya yang ke turun di pipi. Sesungguhnya dia menyesali perbuatannya kemarin."Maafkan Ibu, ya Nak. Karena Ibu dan Ayah kalian jadi kesusahan. Maafkan Ibu karena selalu menuntut memaksa dan selalu memanfaatkanmu selama ini, Ibu selalu berlaku kasar dan terkesan jahat sama kamu. Maafkan Ibu, Nak." Ratin berpelukan dengan Anjani."Sudahlah Bu, yang lalu biarlah berlalu dan Anjani sudah memaafkan Ibu. Kita buka lembaran baru ya Bu," jawab Anjani. Dia bahagia karena akhirnya ibunya menyadari kekeliruannya selama ini.Danu yang baru siuman belum lama juga terguncang mendengar kabar anaknya hilang. Untung saja dia tidak ngedrop dan hanya butuh istirahat saja.Ratin meminta Anjani
Nurma menepuk keningnya karena lupa akan hal itu. Dia segera mengajak Anjani menyiapkan hantaran untuk dibawa besok. Mereka meminta bantuan teman Nurma untuk memesan hantaran besok karena sangat mendadak."Enaknya punya anak perempuan, bisa diajak ini itu," ujar Nurma terkekeh."Bisa diajak cerita juga ya Ma," jawab Anjani ikut terkekeh.***Hari berikutnya, keluarga Arya bersiap untuk pergi ke rumah Raisa. Terlihat juga keluarga Raisa sudah menunggu. Keluarga Arya disambut hangat oleh keluarga Raisa namun Widya dan suaminya terkejut dengan kehadiran Anjani serta Revan yang ikut di rombongan Arya. Mereka menyembunyikan keterkejutannya dibalik senyuman."Maksud kedatangan kami ke sini ingin melamarkan putri anda Nak Raisa untuk anak kami Arya. Sudikah kiranya keluarga Tuan Prasetyo menerima pinangan kami?" tutur Agung."Yang menjalani anak anak kita maka segala keputusan saya serahkan pada putri kami Tuan. Kami sebagai orang tua hanya bisa mendukung apapun yang menjadi keputusan anak k