"Santai dong Jani, nggak usah ngegas gitulah. Asal lo tau aja ya, gue tuh nggak suka lo selalu berada satu tingkat diatas gue. Dan gue juga udah berbaik hati bukan buat nyelametin nama baik lo biar nggak jelek di lingkup kantor? Harusnya lo berterima kasih sama gue!" ucap Sandra penuh kemenangan.
"Jadi lo yang udah bikin gue dipecat?"
"Gue sih nggak niat buat nyingkirin lo dari sini, tapi ya gimana lagi? Daripada lo nanggung malu, lagian perusahaan nggak mungkin juga buat mempertaruhkan nama baiknya hanya demi mempertahankan satu karyawan yang udah ketahuan terjerat skandal bukan? Udahlah kalau emang jalang ya jalang aja nggak usah ngelak!"
Hati Anjani mencelos mendapat fitnahan itu. Apalagi beberapa karyawan lain yang baru akan pulang juga menyaksikan perdebatan mereka. Mereka berbisik membicarakan kelakuan Sandra yang terkesan arogan.
"Cukup Sandra, lo nggak ngerti apa yang sedang gue alami sekarang dan lo juga nggak tau rasanya di posisi gue. Ingat ya karma itu nggak salah jalan. Jangan sampek lo ngrasain apa yang gue rasain!" tegas Sandra.
"Udah mulai berani lo ya sama gue?"
Sandra yang mulai tersulut emosi menjambak rambut Anjani. Terjadi adegan tarik menarik antara Anjani dan Sandra.
Tak lama kemudian satpam datang melerai keduanya.
"Hei hentikan! Apa apaan ini? Kalau mau bergulat jangan di sini, sana di lapangan! Ini juga sudah waktunya jam pulang silahkan kalian semua bubar!" perintah pak satpam mengusir semua kerumunan termasuk Anjani dan Sandra."Awas lo Jani! Tunggu pembalasan gue. Lo harus hancur!” ancam Sandra sambil berlalu.
Anjani meneteskan airmata meratapi nasipnya. Dia melanjutkan aktivitasnya sambil menahan kesedihan.Setelah selesai membereskan barangnya yang tersisa, Anjani lalu masuk taksi menuju kostnya. Sepanjang jalan, dia hanya melamun dan melihat keluar jendela. Sesekali memberi uang pada para pengamen saat di lampu merah.
***
Sesampainya di depan kost, dia langsung memindahkan semua barangnya ke dalam.
"Hiuhhhh akhirnya selesai juga, lelah banget rasanya!" gumam Anjani sambil menyeka peluhnya.
Dia lalu berbaring di kasur kecilnya sambil menerawang langit langit.
"Apes sekali nasibku hari ini. udah dipecat, difitnah pula. Huhhh yuk tetep semangat nggak boleh nyerah Jani. Ingat di luar sana masih banyak yang lebih menderita daripada kamu. Mari berjuang!" gumam Anjani menyemangati dirinya sendiri.***
Keesokan harinya, Anjani memutuskan untuk langsung memasukkan surat lamaran pekerjaan namun semua menolak dengan alasan sedang tidak menerima karyawan.
"Udah seharian muter muter kok ya nggak ada yang nyantol ya, capek deh rasanya, pulang aja deh besok cari lowongan lagi,” keluh Jani sambil menyusuri jalan.
Namun perhatiannya teralihkan pada seorang nenek nenek yang hendak menyebrang jalan namun lalu lintas sangat ramai.
"Eh yaampun itu Nenek kok ya nggak ada yang bantuin nyebrang sih. Aduh aku bantu aja deh kasian," gumam Anjani seraya melangkah menuju nenek itu.
"Nek. Nenek mau nyebrang ya?" tanya Anjani.
"Iya Nak, tapi jalannya sangat ramai sekali. Nenek jadi agak takut buat nyebrang, maklum sudah tua jalannya nggak bisa cepet jadi takut ketabrak," jawab nenek sambil terkekeh."Yasudah Nek kalau begitu saya bantu nyebrang ya Nek!"
Lalu Anjani menyebrangkan nenek.
"Makasih ya Nak, semoga Allah membalas semua kebaikanmu," ucap nenek itu tulus.
"Terimakasih Nek. Oiya Nenek mau kemana? Atau sekalian saya antar?""Nggak usah Nak, Nenek mau nungguin jemputan," ucap nenek.
***
Setelah menolong wanita tua tadi, Anjani melanjutkan perjalanan pulangnya. Tapi di tengah perjalanan dia di hadang sekelompok preman yang sedang mangkal. Memang kawasan itu jarang dilewati karena terkenal dengan premannya yang tak segan menghabisi nyawa korban.
"Halo cewek ... suit suit suit. Sini dong gabung sama abang!" ujar salah satu preman dengan menaik turunkan alisnya.
Anjani sedikit gentar karena dia sendiri.
"Maaf saya mau lewat tolong beri saya jalan!" ucap Anjani memberanikan diri."Mau kemana sih Neng geulis? Buru buru amat. Meningan gabung dan bersenang senang sama kita dulu. Ya nggak temen temen?" ucap kepala preman.
Yap para preman itu sedang mabuk berat. Tanpa segan ketua preman itu langsung mencoba meraih Anjani namun Anjani menghindar dan langsung kabur.
"Tolong ... tolongg ... "
"Heii mau kabur kemana kamu cantikkk?"
Anjani terus berlari namun sayangnya para preman itu juga terus mengejarnya. Kaki Anjani sampai tersandung batu dan membuatnya terjatuh."Mau kabur ke mana sih kamu cantik? Ayolah sini kita bersenang senang!""Tolong jangan sentuh saya. Saya mohon," ucap Anjani mengiba.Dia sudah tidak bisa kabur karena sudah dikepung oleh para preman mabuk itu.'Ya Tuhan selamatkan aku!' batin Anjani ketakutan.Ketika preman itu hendak menyentuh Anjani, tiba tiba seseorang datang."Lepaskan wanita itu!"Anjani mendongak ketika mendengar suara bariton itu memerintahkan para preman agar berhenti mengganggu."Hehh siapa lu berani beraninya merintah kita? Asal lu tahu aja gadis ini udah jadi milik gua ha ha ha ha ... ""Memangnya kalian siapa berani beraninya mengaku gadis itu milik kalian?""Nih kenalin gua penguasa wilayah sini. Jadi lu nggak usah macem macem kalau masih sayang nyawa. Ngomong ngomong gaya lu necis amat, bau bau orang kaya nih. Sini bagi semua duit lu sama gua kalau nggak mau nyawa lu m
"Nggak tau Rin. Dari tadi pagi rasanya mual terus agak pusing gitu," ujar Anjani."Yaampun Jan, terus lu udah minum obat belum? Atau mau gue kerokin?" tawar Rini rekan kerja Anjani."Makasih Rin, tadi udah pakai aromatherapy kok Rin, udah agak mendingan!""Yaudah kamu makan gih biar ada tenaga!" titah Rini.Rasa mual Anjani kembali hadir setelah melihat soto."Rin, aku kok malah jadi pengen muntah ya liat soto?” Ucap Anjani sambil menutup mulut."Aneh banget sih lu hari ini Jan, tingkah lu persis kayak orang hamil aja,”celetuk Rini.DeggggAnjani mematung mendengar celetukan Rini."Hamil? Ahh lo ada ada aja deh Rin. Udah ya Rin soto gue sekalian aja lo yang makan ya Rin, gue balik ke kantor dulu aja," ucap Anjani sambil berlalu dengan menutup mulut."Eh beneran nih? Makasih ya Jan. Semoga cepet sembuh!" Anjani hanya mengangguk sambil berlalu.“Eh tapi kalo badan gue melar gimana Jan?” teriak Rini pada Anjani.“Yaudah melar nanti dikempesin lagi hahaha...”'Apa benar aku hamil?' bati
Anjani mendongak kaget, sementara karyawan lainnya hanya bisa melongo dan bertanya tanya apakah Anjani mengenal pimpinan mereka."Lu kenal sama pimpinan kita?""Eng-enggak tahu gue. Gue juga baru pertama kali lihat tuh CEO," ucap Anjani berkelit.‘Sial, kenapa juga harus dipanggil?’ batin Anjani.Dia melangkah ke ruangan CEO dengan langkah yang sedikit gemetar. 'Aku nggak menyangka orang yang telah memperkosaku ternyata CEO. Aku harus bagaimana? Aku takkan menyerahkan anak ini bila suatu saat dia memintanya!' batin Anjani bergelut dengan pikirannya sendiri.***Tok tok tok "Permisi!""Masuk!"Anjani hanya mematung tidak mengindahkan perintah atasannya untuk segera masuk ke ruangan."Silahkan masuk. Anda tidak mungkin akan berdiri di situ sampai nanti kan?" ucapnya.Anjani terkesiap lalu segera masuk."Silahkan duduk," ucap sang CEO.Anjani berusaha untuk tenang, dia bingung harus bicara apa dan hanya diam saja menunggu lawannya berbicara. "Kamu masih mengingat saya?"Anjani sejenak
"Aku yakin keluargaku pasti akan bisa menerimamu dengan baik. Aku akan membujuk mereka," ucap Revan dengan yakin."Bagaimana bila kenyataannya mereka tidak memberikan restunya pada kita?" ucap Anjani pesimis."Kita akan tetap menikah dengan atau tanpa restu keluargaku!""Dan kamu Jani, mulai hari ini kamu tidak perlu bekerja lagi. Pulanglah dan berkemas, aku akan membawamu pindah dari rumah sempit itu!" titah Revan."A-apa itu artinya saya dipecat? Ta-tapi aku sudah terlanjur membayar untuk satu bulan. Sayang kan uangnya kalau nggak di tempati," cicit Jani lesu."Aku tidak menerima penolakan. Berapa pun yang kamu minta aku pasti akan berikan dan apa pun yang kamu inginkan pasti akan selalu aku turuti bagaimanapun caranya. Aku akan mencukupi kebutuhanmu mulai saat ini. Tapi tolong menurutlah padaku Anjani, lagian sebentar lagi kita akan menikah dan kamu akan menjadi tanggung jawabku, aku tak mungkin membiarkanmu bekerja sementara aku mampu menafkahimu," ucap Revan sambil mengusap pucuk
"Ma, Mama nggak capek setiap hari selalu ngoceh tentang pernikahan? Yang mau menjalani rumah tangga itu Revan Ma bukan Mama, ngertiin Revan dong Ma!" "Nggak ada alasan lagi Revan. Mama udah kenyang setiap hari dengar alasan kamu yang cuma mentingin kerja kerja kerja. Mama itu juga pengen segera menimang cucu Revan. Mama malu setiap arisan teman teman Mama selalu tanya kapan kamu nikah!" oceh Mama Linda panjang lebar. "Lagian Mama tuh nggak perlu selalu mendengarkan perkataan orang Ma, orang lain itu tahunya cuma ngomong dan menilai Ma, kita yang lebih tahu apa yang terbaik buat kita. Lagian Mama kan juga udah punya cucu dari dari Vina!" "Ya beda dong Van, Mama juga mau cucu dari kamu. Pokoknya Mama nggak mau tahu kalau kamu nggak mau menikah Mama akan menjodohkanmu dengan anak teman Mama. Malam ini kamu harus pulang dan membawa kekasihmu jika kamu tidak ingin Mama yang turun tangan mencarikan kamu jodoh!" "Iya Mama iya nanti malam Revan bakal pulang tapi Mama janji bagaimanapun pi
"Enggak Revan aku nggak mau pisah dari kamu Revan. Maafin aku Revan, beri aku kesempatan," ucap Mayra mengiba. Revan benar benar muak dengan drama yang Mayra buat. Dia tak habis fikir dengan jalan pikiran Mayra. "Cukup Mayra, apa masih kurang kesempatan yang aku berikan selama ini? Apa kamu fikir aku tidak tahu dengan semua kelakuanmu di luar sana? Bahkan aku sering mendapat laporan kamu pergi dengan teman lelakimu tanpa sepengetahuanku. Tapi dengan begitu naifnya aku hanya diam dan terus saja memberimu kesempatan untuk terus menyakiti hatiku!" Degg Mayra tersentak mendengar pernyataan Revan. "Da-dari mana kamu tahu? Atau jangan jangan selama ini kamu memata mataiku?" tanya Mayra gugup. "Memangnya kenapa kalau aku memerintahkan seseorang untuk mengawasimu?" tanya Revan balik. "Revan aku juga punya privasi yang tak harus kau tahu semua tentang aktivitasku!" sungut Mayra tak mau mengalah. "Dan jika kau lupa kau juga harus tahu bahwa kau juga harus menjaga batasanmu apalagi kita s
"Apakah Revan terlihat bercanda Ma?"Bughh BughhBughhRevan mendapat serangan bogem mentah mendadak dari papanya. Sementara mama Linda yang syok seketika menjadi lemas."Bajingan kamu Revan! Papa nggak pernah mendidik kamu untuk merusak wanita! Papa kecewa sama kamu!""Pa aku bisa jelasin semuanya Pa!" sahut Revan."Sudah Om hentikan. Kasihan Mas Revan Om!" pinta Anjani sambil berusaha meraih Revan."Pa, sudah Pa jangan pukuli anak kita Pa!"Akhirnya Hendra menghentikan pukulannya pada Revan. Sementara mama Linda menatap nyalang pada Revan dan juga Anjani."Revan, Mama tahu kamu pasti sakit hati setelah pernikahanmu gagal, tapi bukan begini caranya Revan. Kenapa kamu tega menghamili wanita lain? Dan lihat bahkan perutnya sudah membesar. Apa kata orang nanti Revan? Mama kecewa sama kamu!" ujar mama Linda setelah meminum air yang diberikan bibi."Ma, Pa, Revan dijebak. Saat itu kami sedang melakukan pertemuan bisnis, tapi ada yang sengaja mencampurkan obat perangsang pada minuman Reva
Anjani terbangun setelah mendengar suara adzan berkumandang. Dia bergegas bangun dan menunaikan ibadah wajib setelahnya turun ke bawah untuk membuat sarapan."Oh iya kan lupa belum belanja, hari ini bikin roti panggang aja deh," gumam Anjani sambil menyiapkan roti dan selai.Saat dia tengah menyantap sarapannya, asisten rumah tangganya datang untuk membersihkan rumah. Tanpa diketahui, asisten rumah tangga yang dipekerjakan oleh Revan sudah ditugasi untuk mengawasi gerak gerik Anjani oleh seseorang.***Sementara ditempat lain, orang tua angkat Anjani harus menghadapi para rentenir yang datang menagih hutang karena sudah jatuh tempo.DokDokDokBodyguard sang rentenir menggedor pintu."Danu ... keluar kamu! Cepat bayar hutangmu!"Danu beserta istrinya keluar dengan raut ketakutan."Mana uang yang kamu janjikan kemarin?" tagih rentenir itu."Maafkan kami Tuan, kami belum mendapatkannya hari ini, kami akan mengusahakannya lagi Tuan, tolong beri kami waktu!" bujuk Danu pada rentenir."Ti