Anjani terus berlari namun sayangnya para preman itu juga terus mengejarnya. Kaki Anjani sampai tersandung batu dan membuatnya terjatuh.
"Mau kabur ke mana sih kamu cantik? Ayolah sini kita bersenang senang!"
"Tolong jangan sentuh saya. Saya mohon," ucap Anjani mengiba.
Dia sudah tidak bisa kabur karena sudah dikepung oleh para preman mabuk itu.
'Ya Tuhan selamatkan aku!' batin Anjani ketakutan.
Ketika preman itu hendak menyentuh Anjani, tiba tiba seseorang datang.
"Lepaskan wanita itu!"
Anjani mendongak ketika mendengar suara bariton itu memerintahkan para preman agar berhenti mengganggu.
"Hehh siapa lu berani beraninya merintah kita? Asal lu tahu aja gadis ini udah jadi milik gua ha ha ha ha ... "
"Memangnya kalian siapa berani beraninya mengaku gadis itu milik kalian?"
"Nih kenalin gua penguasa wilayah sini. Jadi lu nggak usah macem macem kalau masih sayang nyawa. Ngomong ngomong gaya lu necis amat, bau bau orang kaya nih. Sini bagi semua duit lu sama gua kalau nggak mau nyawa lu melayang!"
"Kalian itu hanya preman pasar yang tidak berguna. Persetan dengan kekuasaanmu, kalau kalian sampai berani menyakiti wanita itu maka kalian akan berhadapan denganku!" ucap lelaki itu menantang.
"Halah anak kemarin sore aja belagu. Beri dia pelajaran biar tahu siapa kita!" titah ketua preman.
Akhirnya terjadi baku hantam namun semua preman itu akhirnya tumbang setelah melawan lelaki yang mereka remehkan.
'Siapa lelaki itu? Tampaknya dia bukan orang biasa!' batin Anjani.
Setelah membereskan para preman itu, lelaki itu bergegas menghampiri Anjani dan membantunya berdiri.
"Anda tidak apa apa Nona?"
"Tidak apa apa, terimakasih sudah menyelamatkan saya. Saya tidak tahu bagaimana nasib saya jika tidak anda tolong tadi. Sekali lagi terimakasih banyak," ucap Anjani tulus.
"Sama sama Nona. Tapi alangkah baiknya bila Nona saya antar ke klinik terdekat. Sepertinya kaki Nona terluka," ucap lelaki itu setelah melirik kaki Anjani yang terluka.
"Ah tidak perlu, nanti akan saya obati sendiri setelah sampai rumah," tolak Jani dengan halus.
Lelaki itu juga menawarkan tumpangan tapi Anjani juga menolaknya dan akhirnya dia dipesankan taksi online.
***
Setelah Anjani masuk ke dalam takso online, lelaki itu menghubungi seseorang lewat sambungan telpon.
"Halo Tuan, wanita itu sudah aman. Hanya kakinya sedikit terluka dan menolak diobati!"
"Tetap pantau dia dan bantu bila dia membutuhkan pertolongan. ""Baik Tuan," ucap lelaki itu setelahnya sambungan terputus.***
Di dalam taksi, Anjani melamun sambil berusaha mengingat siapa yang telah menolongnya.
"Siapa sebenarnya orang tadi? Tidak mungkin seseorang yang berpenampilan seperti pejabat itu hanya membuang waktunya untuk menolongku. Aku yakin ini ada maksud lain. Aku harus waspada!" monolog Anjani.Sesampainya di rumah, Anjani langsung membersihkan lukanya lalu beristirahat. Namun perutnya sudah keroncongan meminta di isi.
"Aduh aku lapar sekali. Mana dari tadi pagi belum sempat sarapan. Huhh tapi males keluar," keluh Anjani pada dirinya sendiri.
"Ahh tapi yaudahlah mendingan beli di warteg aja, aku harus hemat sampai dapat kerjaan lagi,"gumamnya kemudian.Dengan langkah sedikit tertatih, Anjani pergi ke warteg. Sepulangnya dari warteg, dia melihat sebuah mobil berhenti dari kejauhan.
"Bukannya itu mobil yang dibawa orang yang nyelametin aku tadi ya? Kok aku jadi ngrasa diikutin orang itu ya?" gumamnya seorang diri.
Anjani segera pulang dan menutup rapat pintu kostnya. Setelah selesai makan, Anjani bersantai sambil mencoba mencari lowongan pekerjaan lewat situs pencari kerja. Sayang dia tak kunjung mendapatkannya hingga dia memutuskan menyudahi kegiatannya. Anjani mencoba memejamkan mata, namun dering hp membuatnya kembali membuka mata.
"Sisil? Tumben telpon ada apa ya?" gumamnya.
["Halo Sil, ada apa?"]
["Gue mau ke situ, lu share lok alamat lu ya!"]
["Oke Sil!"]
Jani lalu mengirim alamat kostnya. Satu jam kemudian, Sisil sampai tempat Anjani dengan menenteng beberapa plastik.
Tok tok tok
"Janiiiiiiii, gue di depan!"
Anjani terlonjak mendengar teriakan Sisil. Dengan langkah pelan dia membuka pintu dan mempersilahkan Sisil masuk.
"Jani, kaki lo kenapa?" tanya Sisil sambil setelah melihat langkah Anjani yang sedikit pincang.
"Sil, ucapin salam dulu kenapa!" tegur Anjani pada Sisil.
"Hehe iya iya maaf. Assalamualaikum Anjani. Dah tuh. Sekarang jawab pertanyaan gue kenapa kaki lo pincang?"
"Waalaikum salam Sisil, nah gitu dong. Jadi tadi waktu pulang cari kerjaan gue hampir diperkosa preman, untung aja ada orang baik yang nolongin gue," tukas Anjani.
Sisil merasa iba dengan temannya itu, dia berjanji akan mencarikan info lowongan kerja. Sisil hanya mampir sebentar untuk menengok Anjani setelah itu dia pamit pulang.
***
Beberapa minggu kemudian, dia sudah diterima di sebuah perusahaan garment dan sudah mulai bekerja. Namun saat dia hendak bangun tidur tiba tiba dia merasakan mual yang sangat luar biasa.
"Huwekk huwekk huweekkkk!"
'Haduh kenapa ini? Kok tiba tiba mual banget rasanya.' batin Anjani sambil terus mengeluarkan cairan bening karena belum sarapan."Pahit banget sih. Apa aku masuk angin ya?"
Dia lalu menghirup aromatherapy sebanyak banyaknya untuk mengurangi rasa mual, namun rasa mual itu malah makin menjadi jadi. Tetapi dia tetal memaksakan diri untuk pergi bekerja. Namun anehnya menjelang siang mualnya malah semakin hilang.
***
Saat jam istirahat, rekan Anjani mengajaknya ke kantin.
"Jan, ke kantin yuk, cari makanan mumpung jam istirahat!"
Sejenak Anjani melirik jam lalu mengangguk.
"Ayo, aku juga udah laper nih," ucap Anjani.
Mereka lalu beranjak ke kantin.Mereka memesan soto, namun saat pesanan datang, Anjani malah mual melihat soto.
"Jani lu kenapa? Masuk angin ya?"
"Nggak tau Rin. Dari tadi pagi rasanya mual terus agak pusing gitu," ujar Anjani."Yaampun Jan, terus lu udah minum obat belum? Atau mau gue kerokin?" tawar Rini rekan kerja Anjani."Makasih Rin, tadi udah pakai aromatherapy kok Rin, udah agak mendingan!""Yaudah kamu makan gih biar ada tenaga!" titah Rini.Rasa mual Anjani kembali hadir setelah melihat soto."Rin, aku kok malah jadi pengen muntah ya liat soto?” Ucap Anjani sambil menutup mulut."Aneh banget sih lu hari ini Jan, tingkah lu persis kayak orang hamil aja,”celetuk Rini.DeggggAnjani mematung mendengar celetukan Rini."Hamil? Ahh lo ada ada aja deh Rin. Udah ya Rin soto gue sekalian aja lo yang makan ya Rin, gue balik ke kantor dulu aja," ucap Anjani sambil berlalu dengan menutup mulut."Eh beneran nih? Makasih ya Jan. Semoga cepet sembuh!" Anjani hanya mengangguk sambil berlalu.“Eh tapi kalo badan gue melar gimana Jan?” teriak Rini pada Anjani.“Yaudah melar nanti dikempesin lagi hahaha...”'Apa benar aku hamil?' bati
Anjani mendongak kaget, sementara karyawan lainnya hanya bisa melongo dan bertanya tanya apakah Anjani mengenal pimpinan mereka."Lu kenal sama pimpinan kita?""Eng-enggak tahu gue. Gue juga baru pertama kali lihat tuh CEO," ucap Anjani berkelit.‘Sial, kenapa juga harus dipanggil?’ batin Anjani.Dia melangkah ke ruangan CEO dengan langkah yang sedikit gemetar. 'Aku nggak menyangka orang yang telah memperkosaku ternyata CEO. Aku harus bagaimana? Aku takkan menyerahkan anak ini bila suatu saat dia memintanya!' batin Anjani bergelut dengan pikirannya sendiri.***Tok tok tok "Permisi!""Masuk!"Anjani hanya mematung tidak mengindahkan perintah atasannya untuk segera masuk ke ruangan."Silahkan masuk. Anda tidak mungkin akan berdiri di situ sampai nanti kan?" ucapnya.Anjani terkesiap lalu segera masuk."Silahkan duduk," ucap sang CEO.Anjani berusaha untuk tenang, dia bingung harus bicara apa dan hanya diam saja menunggu lawannya berbicara. "Kamu masih mengingat saya?"Anjani sejenak
"Aku yakin keluargaku pasti akan bisa menerimamu dengan baik. Aku akan membujuk mereka," ucap Revan dengan yakin."Bagaimana bila kenyataannya mereka tidak memberikan restunya pada kita?" ucap Anjani pesimis."Kita akan tetap menikah dengan atau tanpa restu keluargaku!""Dan kamu Jani, mulai hari ini kamu tidak perlu bekerja lagi. Pulanglah dan berkemas, aku akan membawamu pindah dari rumah sempit itu!" titah Revan."A-apa itu artinya saya dipecat? Ta-tapi aku sudah terlanjur membayar untuk satu bulan. Sayang kan uangnya kalau nggak di tempati," cicit Jani lesu."Aku tidak menerima penolakan. Berapa pun yang kamu minta aku pasti akan berikan dan apa pun yang kamu inginkan pasti akan selalu aku turuti bagaimanapun caranya. Aku akan mencukupi kebutuhanmu mulai saat ini. Tapi tolong menurutlah padaku Anjani, lagian sebentar lagi kita akan menikah dan kamu akan menjadi tanggung jawabku, aku tak mungkin membiarkanmu bekerja sementara aku mampu menafkahimu," ucap Revan sambil mengusap pucuk
"Ma, Mama nggak capek setiap hari selalu ngoceh tentang pernikahan? Yang mau menjalani rumah tangga itu Revan Ma bukan Mama, ngertiin Revan dong Ma!" "Nggak ada alasan lagi Revan. Mama udah kenyang setiap hari dengar alasan kamu yang cuma mentingin kerja kerja kerja. Mama itu juga pengen segera menimang cucu Revan. Mama malu setiap arisan teman teman Mama selalu tanya kapan kamu nikah!" oceh Mama Linda panjang lebar. "Lagian Mama tuh nggak perlu selalu mendengarkan perkataan orang Ma, orang lain itu tahunya cuma ngomong dan menilai Ma, kita yang lebih tahu apa yang terbaik buat kita. Lagian Mama kan juga udah punya cucu dari dari Vina!" "Ya beda dong Van, Mama juga mau cucu dari kamu. Pokoknya Mama nggak mau tahu kalau kamu nggak mau menikah Mama akan menjodohkanmu dengan anak teman Mama. Malam ini kamu harus pulang dan membawa kekasihmu jika kamu tidak ingin Mama yang turun tangan mencarikan kamu jodoh!" "Iya Mama iya nanti malam Revan bakal pulang tapi Mama janji bagaimanapun pi
"Enggak Revan aku nggak mau pisah dari kamu Revan. Maafin aku Revan, beri aku kesempatan," ucap Mayra mengiba. Revan benar benar muak dengan drama yang Mayra buat. Dia tak habis fikir dengan jalan pikiran Mayra. "Cukup Mayra, apa masih kurang kesempatan yang aku berikan selama ini? Apa kamu fikir aku tidak tahu dengan semua kelakuanmu di luar sana? Bahkan aku sering mendapat laporan kamu pergi dengan teman lelakimu tanpa sepengetahuanku. Tapi dengan begitu naifnya aku hanya diam dan terus saja memberimu kesempatan untuk terus menyakiti hatiku!" Degg Mayra tersentak mendengar pernyataan Revan. "Da-dari mana kamu tahu? Atau jangan jangan selama ini kamu memata mataiku?" tanya Mayra gugup. "Memangnya kenapa kalau aku memerintahkan seseorang untuk mengawasimu?" tanya Revan balik. "Revan aku juga punya privasi yang tak harus kau tahu semua tentang aktivitasku!" sungut Mayra tak mau mengalah. "Dan jika kau lupa kau juga harus tahu bahwa kau juga harus menjaga batasanmu apalagi kita s
"Apakah Revan terlihat bercanda Ma?"Bughh BughhBughhRevan mendapat serangan bogem mentah mendadak dari papanya. Sementara mama Linda yang syok seketika menjadi lemas."Bajingan kamu Revan! Papa nggak pernah mendidik kamu untuk merusak wanita! Papa kecewa sama kamu!""Pa aku bisa jelasin semuanya Pa!" sahut Revan."Sudah Om hentikan. Kasihan Mas Revan Om!" pinta Anjani sambil berusaha meraih Revan."Pa, sudah Pa jangan pukuli anak kita Pa!"Akhirnya Hendra menghentikan pukulannya pada Revan. Sementara mama Linda menatap nyalang pada Revan dan juga Anjani."Revan, Mama tahu kamu pasti sakit hati setelah pernikahanmu gagal, tapi bukan begini caranya Revan. Kenapa kamu tega menghamili wanita lain? Dan lihat bahkan perutnya sudah membesar. Apa kata orang nanti Revan? Mama kecewa sama kamu!" ujar mama Linda setelah meminum air yang diberikan bibi."Ma, Pa, Revan dijebak. Saat itu kami sedang melakukan pertemuan bisnis, tapi ada yang sengaja mencampurkan obat perangsang pada minuman Reva
Anjani terbangun setelah mendengar suara adzan berkumandang. Dia bergegas bangun dan menunaikan ibadah wajib setelahnya turun ke bawah untuk membuat sarapan."Oh iya kan lupa belum belanja, hari ini bikin roti panggang aja deh," gumam Anjani sambil menyiapkan roti dan selai.Saat dia tengah menyantap sarapannya, asisten rumah tangganya datang untuk membersihkan rumah. Tanpa diketahui, asisten rumah tangga yang dipekerjakan oleh Revan sudah ditugasi untuk mengawasi gerak gerik Anjani oleh seseorang.***Sementara ditempat lain, orang tua angkat Anjani harus menghadapi para rentenir yang datang menagih hutang karena sudah jatuh tempo.DokDokDokBodyguard sang rentenir menggedor pintu."Danu ... keluar kamu! Cepat bayar hutangmu!"Danu beserta istrinya keluar dengan raut ketakutan."Mana uang yang kamu janjikan kemarin?" tagih rentenir itu."Maafkan kami Tuan, kami belum mendapatkannya hari ini, kami akan mengusahakannya lagi Tuan, tolong beri kami waktu!" bujuk Danu pada rentenir."Ti
"Ehh bener juga ya. Tapi memangnya kamu tahu alamatnya Mas?" "Oh iya ya aku lupa nggak tanya hehe!" jawab Danu disertai cengiran.Ratin memutar bola matanya malas."Sudahlah Bu, kita tunggu saja. Kamu tahu sendiri kan anak itu bagaimana. Setidak teganya dia pasti akan pulang. Kita tunggu sajalah Bu!""Ya Sudahlah Mas!" ucap Ratin pasrah.***Sedangkan di tempat lain, Revan sedang berdiri di depan rumah Anjani. Dia memencet bel namun si empunya rumah tak kunjung membuka pintu."Ke mana ya Anjani kok belum dibukain pintunya?" Saat dia akan menelepon Anjani pintunya dibuka."Anjani!""Mas Revan! Kukira siapa Mas. Maaf ya agak lama tadi nggak dengar!""Iya nggak apa apa Jani!" ucap Revan sambil tersenyum."Silahkan masuk Mas," ucap Anjani.Setelah di dalam rumah, Anjani menawarkan Revan minum."Ada perlu apa ya Mas?" tanya Anjani setelah menyuguhkan kopi pada Revan."Begini Anjani, hari ini rencananya aku akan mengajakmu untuk fitting dan dan membeli cincin. Kamu mau konsep pernikahan y
"Makanya buruan nikah Val, biar Mama punya banyak cucu," celetuk Nurma. "Ahh bentar lah Ma, masih pengen sendiri dulu. Biar bebas nggak ada yang melarang," jawab Valdi santai. "Padahal nikah itu enak lho Val, keperluan apapun sudah ada yang menyiapkan, mau makan tinggal minta di masakin. Malamnya juga dapat servis, rugi lho kalau nunda-nunda," ujar Revan memprovokasi. "Gampanglah ntar kalau udah ada calonnya pasti nikah kok. Secara iparmu yang ganteng kan juga jadi incaran para Mama mertua, jadi tinggal pilih aja kalau udah kepingin menikah" ucap Valdi percaya diri. "Huu dasar kepedean!" sahut Anjani dan Arya. "Eh bentar, ini anak kalian mau dinamai siapa?" tanya Mila tiba-tiba. Semua yang ada di ruangan itu menepuk keningnya karena lupa jika bayinya belum di beri nama. "Emm, sesuai kesepakatan kami berdua, anak yang kami yang cowok kami namai Kalandra Adi Purnomo dan yang cewek namanya Alindra Putri Purnomo," jawab Revan. *** Setelah beberapa waktu mereka semua pamit undur di
Revan memacu kendaraannya dengan kecepatan di atas rata-rata. Dia ingin segera sampai di rumah sakit secepatnya."Ayolah kenapa mereka lemot sekali? Nggak tahu orang lagi darurat apa?" gerutunya sambil berusaha menyalip kendaraan di depannya.Sesampainya di rumah sakit, dia bergegas menuju ruang operasi. Dia meminta izin pada dokter agar diperbolehkan menemani istrinya yang sedang berjuang."Boleh Tuan, tapi harap jangan mengganggu jalannya operasi ya, Tuan!" kata dokter."Baik, Dok."Revan segera memakai baju steril yang sudah disediakan dan segera masuk ke ruang operasi."Mas Revan," sapa Anjani dengan lirih dan lemah.Revan segera mendekat dan menciumi Anjani yang sedang berbaring di meja operasi."Sayang, kamu harus kuat demi aku dan kedua anak kita," ucap Revan menguatkan Anjani.Revan tidak beranjak dari sisi Anjani selama operasi. Saat bayi pertama berhasil di keluarkan, Revan sempat mematung mendengar suara tangis bayinya."Anakku," ucapnya lirih.Disusul ke luarnya bayi kedua
Alex akhirnya ditangkap oleh anak buah mertuanya sendiri dan sekarang sedang diberi pelajaran oleh Pranoto. Pranoto benar-benar merampas semua aset milik Alex hingga Alex jatuh miskin. Tidak hanya itu dia juga terjerat dengan pasal berlapis. Dia tidak bisa berkutik lagi karena semua hartanya habis tak bersisa.Suami Vina berinisiatif mengajak Vina menjenguk Alex ke lapas. Bagaimana pun juga, Alex merupakan ayah kandung Vina. Alex sangat terkejut dengan kedatangan Vina dan suaminya."Nak, kamu datang menjenguk Ayah, Nak?" tanya Alex berkaca. Kini dia sadar jika keluarga lebih berarti dari segalanya."Aku datang atas permintaan suamiku. Ini aku bawakan makanan untukmu, perbaikilah dirimu dan bertobatlah. Walau bagaimana pun kau tetap ayah kandungku, meskipun kehadiranku mungkin tidak kau harapkan!" ucap Vina tanpa menoleh ke arah Alex sedikit pun. "Maafkan Ayah, Vina. Ayah sudah menoreh luka terlalu dalam di hidupmu, aku tidak pantas disebut ayah," ucap Alex tergugu. "Setidaknya aku
Revan menghentikan gerakannya sejenak dan menatap Anjani dengan lekat."Ada angin apa tiba-tiba kamu ingin mengajak Mayra bertemu, hm?" tanya Revan lembut."Aku ingin berbicara dari hati ke hati dengan Mayra, Mas. Rasanya aku masih punya beban karena bahagia di atas derita orang lain," jawab Anjani.Revan hanya menanggapi ocehan Anjani dengan senyuman. Dalam hatinya sangat bangga dengan sifat istrinya yang masih memedulikan orang lain walau sudah menyakitinya secara fisik dan mental."Kamu yakin? Tapi kan dia yang sudah membunuh anak pertama kita, Sayang. Apa kamu nggak takut dia akan kembali melakukannya?" tanya Revan hati-hati."Kan ada kamu, Mas. Aku yakin kamu nggak akan membiarkanku dan anak-anak kita dalam bahaya," jawab Anjani dengan mantap."Terima kasih sudah percaya padaku Sayang. Tapi kamu harus tahu kalau Mayra sekarang berada di rumah sakit jiwa. Dan aku tidak mau mengambil risiko kalau kamu tetap ngotot ingin menemuinya.
DeggggPengakuan Gibran membuat Linda menjadi terkejut. Dia sama sekali tidak mengira jika Gibran akan menaruh hati pada Mayra."Kalau kau memang mencintai Mayra, kenapa kau mau menuruti perintahku untuk menghancurkan hidupnya dan menjauhinya?" tanya Linda nanar."Apa Tante sudah melupakan sesuatu?" tanya Gibran balik.Flashback On"Tante, apa tidak sebaiknya aku menikahi Mayra saja? Aku rasa sepertinya aku sudah terlanjur mencintainya. Aku berjanji tidak akan pernah membiarkannya kembali mengejar Revan, Tante!" ujar Gibran meminta pertimbangan."Tidak, kau tidak boleh menikahinya. Mayra harus menderita karena sudah berani menentangku dan terus berhubungan dengan Revan. Awas saja kalau sampai kau berani menikahi Mayra, Gibran. Di sini, akulah yang berhak memutuskan segalanya. Dan kamu hanya harus tunduk di bawah perintahku!" Flashback off"Dengan pongahnya kau memintaku meninggalkan Mayra di saat aku sudah mulai mencintainya. Apa kau pikir itu tidak menyakitkan bagiku, Tante Linda?"
Sementara di sisi lain, kondisi Mayra semakin mengenaskan setelah dia ke luar dari tempat penyiksaan. Anak buah Reno sengaja menyiksa mental Mayra hingga dia berubah menjadi tidak waras. Dia sering menangis dan tertawa dengan tiba-tiba."Revan, coba lihat anak kita cantik sekali ya seperti aku. Kamu nggak mau gendong dia Van? Coba deh Van lihat anak kita," ucap Mayra sambil menggendong boneka dan menyodorkannya pada penjaga. Kedua orang tua Mayra sengaja memperkerjakan penjaga untuk menjaga Mayra agar tidak kabur. "Pa, bagaimana ini Pa? Anak kita seperinya sudah gila, Pa? Segera lakukan sesuatu Pa, aku tidak bisa melihatnya seperti ini lebih lama," ucap Fatma sambil menangis."Tidak ada cara lain lagi Ma, kita harus membawa Mayra ke rumah sakit jiwa."Mau tidak mau akhirnya Fatma harus rela jika Mayra dibawa ke rumah sakit jiwa. Polisi juga tidak menangkap Mayra kembali dengan alasan Mayra sakit jiwa. Setiap hari Mayra selalu meracau dan menganggap setiap lelaki yang melintas di de
Ucapan wanita itu seketika menarik perhatian khalayak. Mereka segera mendekat untuk menyaksikan perseteruan yang terjadi."Anda ini siapa kok main menuduh istri saya? Apa tidak mali berteriak di muka umum?" tanya Revan."Asal kamu tahu, saya calon istri Dika. Kami akan menikah sebentar lagi atas perjodohan yang dilakukan oleh Kakek Pranoto. Tapi gara-gara kamu," ucapnya sambil menunjuk Anjani. "Pernikahan saya gagal!" teriaknya."Oh, bukannya kamu yang jadi selingkuhan Dika dulu ya?" tanya Anjani santai.Muka wanita itu makin memerah saat Anjani menyebutnya selingkuhan. "Heh jaga ucapanmu ya, jalang. Asal kamu tahu, jauh sebelum kalian menjalin hubungan, Kakekku dan Kakek Pranoto sudah sepakat untuk menjodohkan kami. Tapi gara-gara kehadiranmu, Dika lebih memilih kamu alih-alih menikah denganku." "Tapi kenyataannya di belakangku kalian juga tetap menjalin hubungan spesial bukan? Lalu di mana letak kesalahanku? Ingat ya, semenjak Dika memutuskan untuk menduakanku, di saat itu pula ak
Walau sedikit terkejut dengan kedatangan wanita itu, Nurma tetap bersikap tenang dan mempersilahkannya untuk duduk. "Maaf ada angin apa tiba-tiba Anda ke mari, Jeng Linda?" Linda menghela nafasnya sebelum menjawab pertanyaan Nurma. Dia sadar betul kalau Nurma sedikit kurang nyaman dengan kehadirannya ini."Begini Jeng, kehadiran saya ke sini karena saya ingin bertemu dengan Revan dan Anjani," jelas Linda."Maaf, ada perlu apa ya? Kalau kehadiran Anda hanya untuk menyakiti hati menjatuhkan mental putri saya, maaf saya tidak akan pernah membiarkan itu terjadi!" ucap Nurma menimpali."Oh tidak, Jeng Nurma tenang saja saya tidak akan menyakiti hati mereka. Justru kedatangan saya ke sini ingin meminta maaf," jawab Linda.Nurma melongo mendengar penuturan Linda."Apa aku tidak salah dengar?" tanya Nurma memastikan."Iya, kamu tidak salah dengar, Jeng. Kedatanganku ke sini karena aku ingin meminta maaf pada mereka berdua. Aku sudah menyadari semua kesalahanku pada mereka, terutama Anjani."
Mbok Sum segera mematikan kompor agar cabai yang digoreng Revan berhenti meletup.“Aduh, Tuan makanya kalau mau goreng cabai itu diiris dulu biar nggak jadi bom,” keluh mbok Nem. “Udah sini biar Mbok Nem aja yang masak Tuan!” ucap mbok Nem ingin membantu.Tapi Revan menolak, dia kekeh ingin memasak sendiri demi memenuhi permintaan Anjani. Dia melanjutkan acara memasaknya sambil melihat tutorial di yukyup. Dan setelah dua jam bertempur dan membuat dapur berantakan akhirnya Revan bisa menyelesaikan masakannya dan menyajikannya di meja makan.“Sayang, aku sudah selesai memasak sesuai pesananmu!” ucap Revan semringah.“Wah benarkah, Mas? Coba sini aku mau langsung mencicipinya,” ucap Anjani antusias.“Hmm penampilannya cukup menarik,” sambung Anjani lagi.“Ayo dong dicoba bagaimana rasanya?” pinta Revan.Anjani segera mengambil nasi dan menyendokkan lauknya ke piring. Dia mulai menyuapkan nasi dan lauk itu ke mulutnya. Namun gerakannya terhenti dan dia langsung menatap Revan lalu memberik