Chapter 6
Lonceng kecil dibalik pintu berdenting nyaring. Tatkala seseorang mendorongnya dari luar. Elea nampak terengah-rengah. Seolah-olah dia baru saja menyelesaikan marathon.
Sorot matanya menelisik tajam pada Yuya yang sebenarnya berpura-pura sibuk dibalik meja kasir. Sedangkan, Kavin mencoba stay cool dengan pura-pura membaca buku.
"Tempat ini sarang sihir," seru Elea.Kavin terbatuk-batuk saking kagetnya ia. Luntur sudah, pose yang ia buat.
"Lo!" tunjuk Elea pada Kavin. Kavin sendiri malah menunjuk balik dirinya sendiri.
"Gue?"
"Iya lo! Kalian berdua itu memainkan sihir, 'kan? Gue tahu itu," ucapnya seraya kembali menoleh pada Yuya. Pria itu berpura-pura memasang wajah terkejut.
"Ini hanya cafe biasa, Nona. Mengapa Anda mengatakan hal seperti itu?" sanggah Yuya.
"Hah!" bentak Elea. Ia lalu berjalan menghampiri Yuya. "Gue perlu penjelasan dari lo berdua. Mengapa lo berdua ngikutin gue?"
Kavin kembali terbatuk. Yuya melirik sekilas ke arahnya. Lalu kembali memandang Elea.
"Kami hanya mencegah bencana menimpa Anda."
"Tidak! gue yakin kalian berdua punya maksud jahat pada gue. Ditambah." Elea melirik sejenak ke arah Kavin. Lalu meneguk salivanya.
"Bagaimana bisa lo kemarin membakar kantong plastik itu dengan tangan lo."
Kavin membeku, sekaligus membatu. Matanya terbelalak lebar. Lalu ia pun melirik ke arah Yuya. Sorot matanya memancarkan sebuah permintaan minta tolong.
Andai saja, mereka berdua punya kemampuan telepati. Walakin, yang satunya cuma ahli sihir dapur dan satunya lagi hanya ahli sihir cuaca saja. Kemampuan itu tidak akan menolong mereka sama sekali.
"Anda pasti salah lihat," tegur Yuya. "Dia membakarnya menggunakan pematik api. Bagaiamana bisa seseorang mengeluarkan api dari tangannya? Di sini bukan sirkus, Nona."
Elea mendengkus kesal. Ia sangat yakin dengan apa yang ia lihat. Itu tidak mungkin salah. Hanya saja, membuktikannya tidak mungkin menggunakan cara biasa. Tentu, dengan cara berbeda dan luar biasa.
Elea tahu itu. Walakin, dia tidak tahu harus memulai dari mana. Sebenarnya, sejak insiden transplatasi kornea mata yang di katakan Nat pada Elea.
Ia merasa ada yang aneh dan janggal. Di beberapa kesempatan. Ia melihat hal-hal aneh yang tidak masuk akal. Melihat 'bunga rambutan' yang disebutnya itu. Adalah salah satu bagian dari hal aneh yang ia alami.
Nat acap kali memintanya mengumpulkan bunga atau tumbuhan yang ia lukis di atas canvas. Elea awalnya ragu. Bagaimana mungkin ada tumbuhan atau tanaman seperti itu. Walakin, kenyataannya ia malah menemukannya.
Di samping itu, saat ia mengatakan pada teman-teman sekolahnya. Mereka justru mengatakan bahwa Elea gila. Yap, itu karena mereka sendiri tidak dapat melihat hal yang Elea lihat. Dan rasanya ia hampir gila dan frustasi.
Bahkan Elea takut, mengatakan semuanya pada Nat. Entah bagaimana perasaan itu menekan relung hatinya dari dulu hingga sekarang.
Dan kini, ada dua pria aneh yang justru dapat melihat hal tersebut. Sekaligus, rela capek-capek mencegah dan memberitahu efek tumbuhan yang ia petik.
"Gue gak salah lihat. Mata gue melihatnya dengan jelas!"
Nah, saat Elea menunjuk mata kanannya. Yuya sekilas melihat sebuah sinar yang berkilau berwarna amber dari dalamnya. Jelas, hal tersebut. Kontras dengan mata Elea yang berwarna cokelat di sebelah kiri.
Alis Yuya bertaut bingung.
"Sepertinya Anda butuh asupan energi. Bagaimana jika Anda duduk di meja. Lalu menyantap sebuah makanan?" Yuya berusaha mengalihkan pembicaraan. Ada sesuatu yang aneh di mata kanan Elea. Dan hal tersebut membuatnya ingin memastikannya.
Kavin yang di pojokkan mengganguk setuju, walakin sama sekali tidak bersuara. Lalu tanpa terlihat oleh Elea. Yuya memberi kode lewat lirikan mata pada Kavin.
Kavin pun mengganguk setuju. Lalu meletakkan buku yang tidak dibacanya sama sekali di atas meja. Dan bergegas cepat menghampiri Elea.
Ia pun meraih kedua pundak Elea, memaksanya untuk duduk. Walaupun wanita itu bersikeras melawan. Kavin tetap memaksanya untuk duduk.
"Gue gak suka ini!" marahnya, "kalian perlu menjelaskan apa yang terjadi!"
"Dengerin gue." Kavin menarik kursi yang berada di depan Elea. Lalu duduk di hadapan Elea. "Eh ... itu."
Dia mendadak ragu. Ada kilat aneh dari mata kanan Elea. Tahu-tahu, dia menoleh pada Yuya.
"Apa lo melihatnya?"
"Melihat apa?" sela Elea. Dasar Kavin, sikapnya telah membuat lawan membaca gerak - geriknya.
"Kalian membicarakan sesuatu yang tidak gue ketahui, 'kan? Maksud gue. Sesuatu yang seharusnya gue tahu."
Elea melayangkan tatapan sengit pada mereka berdua. Batinya berkecamuk, mungkinkah ia harus mengatakan hal tersebut?
"'Apa gue seperti kalian?" ujarnya lirih. Nada bicara Elea seolah mendadak lemah. "Tolong katakan dengan jujur. Gue tetiba di sini pasti karena izin kalian, 'kan? Soalnya tadi seperti ada sihir yang menghalang di luar. Pasti itu ulah kalian, 'kan?"
"Tunggu di sini," ujar Yuya. Elea terdiam, kemudian mengganguk setuju.
Di dapur, Yuya berusaha mengingat-ingat resep makanan yang akan ia buat. Sesuatu yang sejenak harus mampu mengalihkan perhatian Elea. Lalu sekonyong-konyong ia mendapatkan sebuah ide. Yaitu, membuat Dandelion Flower Syrup.
Seperti biasa ia mengambil buku jurnalnya dan mulai menuliskan sebuah resep kunjungan.
13 Juni,
Hari minggu yang cerah. Wanita itu datang lagi ke cafe. Dia menuntut alasan dari perbuatan Y dan K. Tetapi Y dan K tidak bisa menceritakannya. Mungkin wanita itu juga bingung.
Y curiga, sepertinya wanita itu tahu bahwa tidak semua orang bisa melihat bunga Naphel. Makanya, ia bersikeras menuntut sebuah jawaban pada Y dan K.
Lamun, Y berencana membuat Dandelion Flower Syrup untuk tamu tidak di undang tersebut.
Dandelion Flower Syrup
Resep :
3 cangkir air masak
2 cangkir bunga dandelion yang di rendam dalam air bulan
2 1/2 cangkir gula organik murni
1/2 cangkir madu murni
Setengah perasan air lemon
Sejumput kayu manis
3 tetes fajar pertama.
1 bongkah kecil es batu dari daratan Fairywinter
Cara Pembuatan:
1. Siapkan alat dan bahan
2. Siapkan mug jar ukuran sedang.
3. Dicampurkan semua bahan menjadi satu (kecuali bongkahan es batu). Aduk hingga rata. Hingga terdengar bunyi mendesis atau meletup.
4. Lalu tambahkan es batu Fairywinter hingga embun tercipta pada dinding gelas
5. Dapat disajikan
Note : Bisa digunakan untuk meredam emosi seseorang. Baik disajikan ketika ingin berbicara pada orang sukar diajak diskusi
Ketika Yuya telah menyelesaikan resepnya. Ia segera membawanya ke hadapan Elea. Saat Yuya tiba. Wanita itu tampak duduk dalam kepala menunduk lesu. Sedangkan Kavin, Yuya tidak tahu ke mana orang tersebut menghilang.
Semoga saja dia tidak mempermainkan cuaca, Yuya membatin. Sahabatnya itu sulit ditebak. Kesukaannya pada cuaca membuat BMKG kewalahan menghadapi fenomena alam yang selalu berubah-ubah.
"Di mana Kavin?" tanya Yuya langsung. Kening Elea menyergit.
"Kavin? Temanmu itu namanya Kavin?" tanya balik Elea.
"Hm, ya," balas Yuya singkat.
"Dan siapa nama lo?
"Yuya lah."
Upss, Yuya keceplosan mengatakan identitas mereka.
_________//////____
bersambung
Chaprer 7Gue keceplosan, Yuya membatin. Raut wajahnya sekonyong-konyong memerah. Ia pun jadi salah tingkah. Seharusnya ia tidak mengatakan siapa dirinya pada Elea."Oh, nama lo Yuya? Salken, gue Elea Noir," balas Elea.Tertengun, Yuya pikir Elea mungkin saja akan meledek atau mengancamnya, Apapun itu. Yuya agak terkejut dengan sikap Elea yang tidak terpikirkan olehnya.Elea yang nampak sibuk memperhatikan wadah mug jar di hadapannya. Seketika merasa begitu haus. Dandelion Flower Syrup terlihat begitu menggiurkan. Dan tahu-tahu saja, ia sudah menegak minuman tersebut dalam satu tarikan napas.Bunyi pantat mug jar yang agak sedikit dihempaskan pada meja, seketika mengangetkan lamunan Yuya. Kini, minuman tersebut sudah tinggal separuhnya saja."Sirup apa ini? Apa gue harus membayarnya juga? Rasanya enak," puji Elea. "Baru kali ini gue meminum rasa yang seperti ini.""Dandelion Flower Syrup," sahut Yuya."Hah?"
Chapter 8"Apa yang lo lakukan di sini?" geram Yuya dengan gemas. Elea sudah dua kali menginjakkan kakinya pada tempat tidak di undang."Emm, gue cuma mau bilang. Apa lo baik-baik saja?""Apa gue terlihat baik-baik sekarang?"Elea menggeleng pelan."Gue gak yakin. Tapi ... gue khawatir sama lo. Soal yang tadi--""Jangan membahasnya lagi," potong Yuya cepat. "Bisa gak? Lo keluar dari dapur gue sekarang? Gue mau kerja dan tolong pergi."Elea kembali mengganguk. Lalu berbalik arah meninggalkan dapur. Di cafe, suara ibu-ibu yang berbicara cukup menimbulkan polusi suara bagi Elea.Ia juga tidak ingat, mengapa tadi bisa mampir ke Halte Cafe. Dan ia pun memutuskan untuk pulang.Sementara itu, cafe telah ditutup. Kavin telah kembali setelah Yuya meneleponnya dengan perasaan frustasi. Ini terjadi setelah Yuya memulangkan semua pelanggannya.Setibanya Kavin di dapur. Kondisi tempat tersebut telah berubah menjadi
Chaprer 9 Nat termanggu di hadapan Elea. Adik angkatnya itu sudah tidak bisa lagi membendung kegelisahan hatinya. Jadi, setibanya Nat dari perjalanan bisnisnya. Elea langsung menceritakan semuanya. "Kak, tolong jawab dengan jujur. Ini semua karena sihir, 'kan? Gue sudah mulai merasa aneh, saat kita berdua melakukan transplatasi mata. Bunga-bunga aneh, tempat-tempat aneh, bahkan orang-orang aneh yang kadang berseliweran di jalan." Nat masih terdiam dan itu membuat Elea semakin merasa gemas dengan kakaknya. "Elea," ujar Nat, "semua hal itu biasa. Di dunia ini tidak ada sihir." "Lalu gelas ini?" tukas Elea "Apa yang lo maksud dengan gelas itu?" "Ada tornado di dalamnya!" Elea menunjuk gelas yang di maksud tanpa menyentuhnya. Alis Nat bertaut bingung. "Tidak ada apapun di sana Elea. Lihatlah baik-baik. Gue mau istirahat Elea. Terima kasih atas ceritamu." Nat bangkit dari kursinya. Elea sendii tercengang dengan apa y
Chapter 10 Elea menarik napas dalam. Dirinya syok tentu saja. Dia lalu menatap nanar pada Yuya. Elea juga kemudian bingung. Setelah mengetahui semuanya, dia seperti kehilangan arah. Hatinya bertanya-tanya. Apakah dia seharusnya bersyukur atau tidak. Tatapannya mengarah ke bawah. Ditatapnya sepatu kets hitam yang tengah dikenakannya. Lalu beralih mendongak menatap Yuya. "Aku minta maaf soal sihirmu. Tetapi aku tidak tahu bagaimana sihirmu bisa berpindah padaku. Aku tidak keberatan jika kau mau mengambilnya lagi. Karena memang, aku ingin kau mengambil kekuatanmu ini. Yuya tersenyun tipis pada Elea. Lalu tubuhnya bergerak menepi dan bersandar pada daun pintu. "Masuk. Aku akan mengambil apa yang menjadi milikku." Elea mengganguk takzim. Lalu melangkah masuk ke dalam halte cafe. *** Di depan meja, Elea dan Yuya duduk saling berhadapan. Kavin sendiri berdiri di tengah-tengah mereka berdua. Seluruh tirai dalam cafe telah ditur
Chapter 1 Udara sekonyong-konyong mengalami penurunan suhu, sejak seminggu terakhir Jakarta diguyur dengan hujan terus-menerus. Elea, yang kebetulan pulang saat melewati kota tua dikejutkan dengan sebuah plakat toko bertuliskan 'Halte Cafe' di salah satu sisi jalan. Ia pun tertawa kecil begitu membacanya.Nama toko yang aneh, pikir Elea. Ia yang sudah sedikit kebasahan dalam rintik kecil air hujan pun memutuskan untuk singgah ke tempat itu sebentar. Lagipula, tampilan bangunan cafe tersebut terasa vintage ala-ala abad pertengahan. Rasanya rugi, jika melewatkan diri untuk berkunjung. Ketika pintu berkayu ek didorong Elea dari luar. Bunyi lonceng dari balik pintu berdenting nyaring. Hingga membuat seorang pria mendongakkan kepala ke arah pintu masuk. "Selamat siang. Selamat datang di Halte Cafe," sambut Yuya sang Owner cafe. Mata pria itu sedikit menyipit tatkala melihat warna kelabu berpendar keluar dari tubuh Elea. Wanita dengan rambu
Chapter 2Kavin yang tadi sempat hilang dalam dapur, kini muncul dengan setoples kacang almond dalam dekapan dada."Kavin!" cecar Yuya. Lalu merampas toples tersebut dengan cepat. "Gue udah bilang jangan sembarangan makan, makanan cafe!""Cewek tadi tidak akan menanggapi serius, 'kan?" ujar Kavin yang langsung mengalihkan pembicaraan."Gue rasa tidak. Ya, gue harap," tutur Yuya dengan berjalan memasuki dapur. Kavin mengekor di belakangnya."Eksperimen gue gagal. Dan gue gak berhasil membuat hujan menjadi reda. Kita hanya bisa membiarkan semuanya berjalan."Setelah meletakkan toples tersebut ke tempat asalnya. Yuya pun menghela napas berat. Lalu berbalik menatap Kavin dengan wajah gusar."Berhati-hatilah dengan non magus. Manusia-manusia itu menakutkan. Gue gak mau terlibat dengan mereka. Hari minggu besok, temani gue mencari bahan sihir.""Hah?! Tapi Yuya! Lo tahu, 'kan? Gue itu benci banget kalau ke pasar. Lo bisa sendiri kan?
Chapter 3 Setelah menurunkan semua belanjaan ke dalam dapur, bahkan tanpa merapikannya terlebih dahulu. Yuya bergegas menuju lantai dua dan langsung saja menerobos kamar yang memiliki dua ranjang di tiap sisinya. "Kavin bangun! Gue perlu bicara sama lo!" tukas Yuya seraya mengguncang-guncang tubuh sang Sahabat. Kavin yang merasa terusik, membuka kelopak matanya dengan malas. "Apaan sih, Yu? Ini hari libur," keluh Kavin. "Lo bersyukur hari ini cuma mendung doang. Kalau gue bangun. Jakarta hujan lebat lagi. Lo mau tanggung jawab, heuh?" "Buruan bangun! Gue mau ngomong sesuatu sama lo," ujar Yuya yang masih mencoba menarik Kavin dari tempat tidur. Tubuh pria itu seperti batu. Tidak mau bergerak sama sekali. "Bulan jatuh dari langit?" ngawur Kavin "Bintang jatuh udah biasa. Jadi bulan jatuh gitu?" "Dasar aneh. Bukan itu! Lo harus bangun dan dengerin gue ngomong dulu." Dipaksanya Kavin bangun. Entah dengan cara apa. Di
Chapter 4Setelah memutar balik mobil dalam keadaan cepat. Yuya dan Kavin bergegas menghampiri Elea. Wanita itu beringsut saat melihat dua orang pria mendekat padanya dengan wajah panik luar biasa.Mengenali salah satu dari mereka. Sontak membuat tubuh Elea untuk merespon dengan gerakan melarikan diri."Woy tunggu!" teriak Kavin. "Yuya! Ayo kejarrr!" Ia berlagak seperti seorang superhero dengan tangan mengepal ke udara.Yuya melirik sekilas ke arah Kavin. Tatapan matanya seolah berkata 'Oh apa yang sedang di lakukan pria ini?' Tetapi dia tetap memilih mengejar Elea. Wanita itu melarikan diri dengan cepat. Kavin dan Yuya membututi dari belakang."Sial! Kenapa gue bisa ketemu mereka lagi sih?!" batin Elea. Tungkainya terus bergerak cepat. Ia berlari sepanjang trotoar. Lalu berbelok pada sebuah jalan.Kavin dan Yuya semakin mempercepat gerak mereka. Hingga pada saatnya, ujung jari-jemari Yuya menggapai ujung kerah hoodie merah marrun Elea dari
Chapter 10 Elea menarik napas dalam. Dirinya syok tentu saja. Dia lalu menatap nanar pada Yuya. Elea juga kemudian bingung. Setelah mengetahui semuanya, dia seperti kehilangan arah. Hatinya bertanya-tanya. Apakah dia seharusnya bersyukur atau tidak. Tatapannya mengarah ke bawah. Ditatapnya sepatu kets hitam yang tengah dikenakannya. Lalu beralih mendongak menatap Yuya. "Aku minta maaf soal sihirmu. Tetapi aku tidak tahu bagaimana sihirmu bisa berpindah padaku. Aku tidak keberatan jika kau mau mengambilnya lagi. Karena memang, aku ingin kau mengambil kekuatanmu ini. Yuya tersenyun tipis pada Elea. Lalu tubuhnya bergerak menepi dan bersandar pada daun pintu. "Masuk. Aku akan mengambil apa yang menjadi milikku." Elea mengganguk takzim. Lalu melangkah masuk ke dalam halte cafe. *** Di depan meja, Elea dan Yuya duduk saling berhadapan. Kavin sendiri berdiri di tengah-tengah mereka berdua. Seluruh tirai dalam cafe telah ditur
Chaprer 9 Nat termanggu di hadapan Elea. Adik angkatnya itu sudah tidak bisa lagi membendung kegelisahan hatinya. Jadi, setibanya Nat dari perjalanan bisnisnya. Elea langsung menceritakan semuanya. "Kak, tolong jawab dengan jujur. Ini semua karena sihir, 'kan? Gue sudah mulai merasa aneh, saat kita berdua melakukan transplatasi mata. Bunga-bunga aneh, tempat-tempat aneh, bahkan orang-orang aneh yang kadang berseliweran di jalan." Nat masih terdiam dan itu membuat Elea semakin merasa gemas dengan kakaknya. "Elea," ujar Nat, "semua hal itu biasa. Di dunia ini tidak ada sihir." "Lalu gelas ini?" tukas Elea "Apa yang lo maksud dengan gelas itu?" "Ada tornado di dalamnya!" Elea menunjuk gelas yang di maksud tanpa menyentuhnya. Alis Nat bertaut bingung. "Tidak ada apapun di sana Elea. Lihatlah baik-baik. Gue mau istirahat Elea. Terima kasih atas ceritamu." Nat bangkit dari kursinya. Elea sendii tercengang dengan apa y
Chapter 8"Apa yang lo lakukan di sini?" geram Yuya dengan gemas. Elea sudah dua kali menginjakkan kakinya pada tempat tidak di undang."Emm, gue cuma mau bilang. Apa lo baik-baik saja?""Apa gue terlihat baik-baik sekarang?"Elea menggeleng pelan."Gue gak yakin. Tapi ... gue khawatir sama lo. Soal yang tadi--""Jangan membahasnya lagi," potong Yuya cepat. "Bisa gak? Lo keluar dari dapur gue sekarang? Gue mau kerja dan tolong pergi."Elea kembali mengganguk. Lalu berbalik arah meninggalkan dapur. Di cafe, suara ibu-ibu yang berbicara cukup menimbulkan polusi suara bagi Elea.Ia juga tidak ingat, mengapa tadi bisa mampir ke Halte Cafe. Dan ia pun memutuskan untuk pulang.Sementara itu, cafe telah ditutup. Kavin telah kembali setelah Yuya meneleponnya dengan perasaan frustasi. Ini terjadi setelah Yuya memulangkan semua pelanggannya.Setibanya Kavin di dapur. Kondisi tempat tersebut telah berubah menjadi
Chaprer 7Gue keceplosan, Yuya membatin. Raut wajahnya sekonyong-konyong memerah. Ia pun jadi salah tingkah. Seharusnya ia tidak mengatakan siapa dirinya pada Elea."Oh, nama lo Yuya? Salken, gue Elea Noir," balas Elea.Tertengun, Yuya pikir Elea mungkin saja akan meledek atau mengancamnya, Apapun itu. Yuya agak terkejut dengan sikap Elea yang tidak terpikirkan olehnya.Elea yang nampak sibuk memperhatikan wadah mug jar di hadapannya. Seketika merasa begitu haus. Dandelion Flower Syrup terlihat begitu menggiurkan. Dan tahu-tahu saja, ia sudah menegak minuman tersebut dalam satu tarikan napas.Bunyi pantat mug jar yang agak sedikit dihempaskan pada meja, seketika mengangetkan lamunan Yuya. Kini, minuman tersebut sudah tinggal separuhnya saja."Sirup apa ini? Apa gue harus membayarnya juga? Rasanya enak," puji Elea. "Baru kali ini gue meminum rasa yang seperti ini.""Dandelion Flower Syrup," sahut Yuya."Hah?"
Chapter 6Lonceng kecil dibalik pintu berdenting nyaring. Tatkala seseorang mendorongnya dari luar. Elea nampak terengah-rengah. Seolah-olah dia baru saja menyelesaikan marathon.Sorot matanya menelisik tajam pada Yuya yang sebenarnya berpura-pura sibuk dibalik meja kasir. Sedangkan, Kavin mencoba stay cool dengan pura-pura membaca buku."Tempat ini sarang sihir," seru Elea.Kavin terbatuk-batuk saking kagetnya ia. Luntur sudah, pose yang ia buat."Lo!" tunjuk Elea pada Kavin. Kavin sendiri malah menunjuk balik dirinya sendiri."Gue?""Iya lo! Kalian berdua itu memainkan sihir, 'kan? Gue tahu itu," ucapnya seraya kembali menoleh pada Yuya. Pria itu berpura-pura memasang wajah terkejut."Ini hanya cafe biasa, Nona. Mengapa Anda mengatakan hal seperti itu?" sanggah Yuya."Hah!" bentak Elea. Ia lalu berjalan menghampiri Yuya. "Gue perlu penjelasan dari lo berdua. Mengapa lo berdua ngikutin gue?"Kavin kembali t
Chapter 5Elea memilih kembali ke apartemen. Tempat di mana ia dibesarkan oleh Nat, sejak ia berusia 6 tahun. Elea yatim piatu dan Nat telah mengadopsinya saat itu.Tetapi, wanita itu tidak ingin dipanggil ibu oleh Elea. Dia lebih suka dipanggil kakak, sebagai saudara perempuan. Awalnya Elea keberatan soal itu. Namun, ia memilih mengikuti kemauan Nat.Seiring berjalannya waktu, Elea kecil mulai terbiasa dengan hal tersebut. Hari-harinya bersama Nat selalu penuh kebahagiaan. Nat selalu memanjakan Elea hingga wanita itu tidak pernah merasa kekurangan.Hingga suatu hari, Elea tidak ingat kapan peristiwa itu terjadi. Ia tahu-tahu terbangun di ranjang rumah sakit dengan mata kanan yang telah diperban. Lalu Nat yang juga terbaring tidak sadarkan diri di sampingnya.Elea menghela napas berat. Ingatannya tentang kejadian tersebut selalu menimbulkan sesak di dalam kalbu. Ia memantapkan diri, bahwa masa lalu yang pahit tidak perlu di kenang.Di
Chapter 4Setelah memutar balik mobil dalam keadaan cepat. Yuya dan Kavin bergegas menghampiri Elea. Wanita itu beringsut saat melihat dua orang pria mendekat padanya dengan wajah panik luar biasa.Mengenali salah satu dari mereka. Sontak membuat tubuh Elea untuk merespon dengan gerakan melarikan diri."Woy tunggu!" teriak Kavin. "Yuya! Ayo kejarrr!" Ia berlagak seperti seorang superhero dengan tangan mengepal ke udara.Yuya melirik sekilas ke arah Kavin. Tatapan matanya seolah berkata 'Oh apa yang sedang di lakukan pria ini?' Tetapi dia tetap memilih mengejar Elea. Wanita itu melarikan diri dengan cepat. Kavin dan Yuya membututi dari belakang."Sial! Kenapa gue bisa ketemu mereka lagi sih?!" batin Elea. Tungkainya terus bergerak cepat. Ia berlari sepanjang trotoar. Lalu berbelok pada sebuah jalan.Kavin dan Yuya semakin mempercepat gerak mereka. Hingga pada saatnya, ujung jari-jemari Yuya menggapai ujung kerah hoodie merah marrun Elea dari
Chapter 3 Setelah menurunkan semua belanjaan ke dalam dapur, bahkan tanpa merapikannya terlebih dahulu. Yuya bergegas menuju lantai dua dan langsung saja menerobos kamar yang memiliki dua ranjang di tiap sisinya. "Kavin bangun! Gue perlu bicara sama lo!" tukas Yuya seraya mengguncang-guncang tubuh sang Sahabat. Kavin yang merasa terusik, membuka kelopak matanya dengan malas. "Apaan sih, Yu? Ini hari libur," keluh Kavin. "Lo bersyukur hari ini cuma mendung doang. Kalau gue bangun. Jakarta hujan lebat lagi. Lo mau tanggung jawab, heuh?" "Buruan bangun! Gue mau ngomong sesuatu sama lo," ujar Yuya yang masih mencoba menarik Kavin dari tempat tidur. Tubuh pria itu seperti batu. Tidak mau bergerak sama sekali. "Bulan jatuh dari langit?" ngawur Kavin "Bintang jatuh udah biasa. Jadi bulan jatuh gitu?" "Dasar aneh. Bukan itu! Lo harus bangun dan dengerin gue ngomong dulu." Dipaksanya Kavin bangun. Entah dengan cara apa. Di
Chapter 2Kavin yang tadi sempat hilang dalam dapur, kini muncul dengan setoples kacang almond dalam dekapan dada."Kavin!" cecar Yuya. Lalu merampas toples tersebut dengan cepat. "Gue udah bilang jangan sembarangan makan, makanan cafe!""Cewek tadi tidak akan menanggapi serius, 'kan?" ujar Kavin yang langsung mengalihkan pembicaraan."Gue rasa tidak. Ya, gue harap," tutur Yuya dengan berjalan memasuki dapur. Kavin mengekor di belakangnya."Eksperimen gue gagal. Dan gue gak berhasil membuat hujan menjadi reda. Kita hanya bisa membiarkan semuanya berjalan."Setelah meletakkan toples tersebut ke tempat asalnya. Yuya pun menghela napas berat. Lalu berbalik menatap Kavin dengan wajah gusar."Berhati-hatilah dengan non magus. Manusia-manusia itu menakutkan. Gue gak mau terlibat dengan mereka. Hari minggu besok, temani gue mencari bahan sihir.""Hah?! Tapi Yuya! Lo tahu, 'kan? Gue itu benci banget kalau ke pasar. Lo bisa sendiri kan?